Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 7 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ade Christanty Yudha Bestari
"Tesis ini adalah tentang persepsi audience terhadap sebuah produk budaya Amerika. Fokus penelitian ini adalah audience Indonesia, yakni sekelompok penggemar musik heavy metal rock Metallica. Audience dipilih berdasarkan suatu kesamaan yakni memiliki ketertarikan menonton Metallica. Masalah yang diangkat dalam penelitian ini adalah tentang bagaimana persepsi para penggemar musik cadas ini berdasarkan teori resepsi. Maka yang diteliti adalah pendapat audience Indonesia terhadap Metallica serta yang dirasakan oleh kelompok ini ketika menonton konser Metallica di Indonesia, khususnya Jakarta. Pengambilan data dilakukan melalui wawancara terhadap informan penggemar Metallica. Pengolahan data menggunakan teknik coding, yakni open coding, axial coding dan selective coding.
Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa seluruh informan mendapat pengaruh dan energi positif dari musik popular Amerika Metallica. Musik cadas yang begitu kental dengan bayang- bayang kebrutalan, narkotika, urakan dan musik keras ternyata tidak terjadi dalam persepsi audience Indonesia. Mereka justru menikmati musik Metallica sebagai pengaruh positif bagi kehidupan masing- masing informan, meskipun bidang yang ditekuni berbeda- beda. Audience lebih memandang Metallica dari kualitas bermusik baik secara fisik ataupun dari efek perasaan yang ditimbulkan dari karya- karya Metallica.

This thesis describes the perceptions of an Indonesian audience toward a product of American culture. The focus of this research is on, which is a group of heavy metal rock music enthusiasts of the band Metallica. The researcher has chosen an audience based on their interests toward Metallica's concert and their fanaticism toward Metallica's music. Formulation of the problem in this research is about how the perception of the audience of rock music is observed, based on the theory of reception. This research discusses the opinions of a group of Indonesians about hard rock band Metallica and about this audience's feelings and experience of Metallica's concert in Indonesia, especially in Jakarta. Data were collected through interviews with this audience. The researcher analyzes the data using coding techniques, namely open coding, axial coding and selective coding.
From this research, it can be concluded that all participants got a positive energy and influence from Metallica, an American popular band. Metal rock music is so thick with shadows of brutality, narcotics, sloppy, and loud music. But this does not occur in the perception of the Indonesian audience. They enjoy the music of Metallica as a positive influence on their lives. They like the musical quality of Metallica and enjoy Metallica?s album.
"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizki Nurmaya Oktarina
"ABSTRAK
Dongeng putri yang diproduksi oleh Disney telah menjadi salah satu jenis cerita yang membuat perusahaan Disney sangat terkenal. Stereotip putri-putri yang diproduksi oleh Disney pada awalnya berkulit putih. Seiringnya waktu, Disney mulai memfilmkan sebuah film animasi dengan putri yang lebih berwarna. Pada tahun 2009, Disney mengeluarkan putri ras Afrika-Amerika bernama Tiana melalui film The Princess and the Frog (2009). Namun ada ambiguitas yang tercermin dalam penggambaran karakter black dalam film ini. Untuk membantu menganalisis film ini, teori semiotikanya Barthes akan digunakan. Dengan teori tersebut penulis akan melihat bahwa di satu sisi Disney ingin menunjukan Amerika sudah “buta warna”. Film ini terlihat seperti sebuah cerminan yang dipercaya Disney benar dan ideal tentang masyarakat Amerika. Disisi lain, dalam cerminan masyarakat yang ideal ini, black masih tergambarkan dalam strata sosial bawah. Dari sini kita dapat melihat bahwa gagasan “semua manusia diciptakan sederajat” yang tertuliskan dalam deklarasi kemerdekaan Amerika, tidak sepenuhnya diterapkan dalam masyarakatnya.

ABSTRACT
Disney princess fairytales have been one of the genres that made the Disney company so famous. At first, Disney princesses were stereotyped as white skinned. As time goes by, Disney started filming animated movies with more colored princesses. In 2009, Disney released a movie based on an African-American princess named Tiana through the movie „The Princess and the Frog‟ (2009). Ambiguities that tends to be racist are still deplicted in the film. To help analyzing this movie, Barthes‟ semiotics theory will be used. By using that theory, the writer will see that in one hand Disney is trying to convey that America has become “color blind”. This movie tends to picturize a reflection what Disney believe is true and ideal about the American society. On the other hand, inside that ideal society, blacks are still pictured as lower class. Here we see that the notion “all men are created equal” which is written in the declaration of Independence, is not fully implemented in the American society."
Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alia Azmi
"Tesis ini membahas nilai-nilai liberalisme yang terlihat di media cetak di Indonesia, dengan studi kasus di koran nasional berbahasa Inggris The Jakarta Post dalam pemberitaan perd syariah. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan desain deskriptif. Dengan menggunakan metode analisis framing untuk menganalisis pembingkaian The Jakarta Pos atas pemberlakuan perda syariah, disimpulkan bahwa The Jakarta Post mengkonstruksi perda syariah sebagai aturan yang kontroversial dan tidak sesuai dengan sistem hukum maupun karakteristik masyarakat Indonesia yang majemuk. Konstruksi ini menunjukkan bahwa pandangan The Jakarta Post mengenai isu tersebut terinspirasi nilai-nilai liberalisme Amerika yang meliputi individualisme, pluralisrne, dan sekularisme.

This thesis discusses about the liberalism values shown in lndonesia's print media, using the case study of the national English newspaper The Jakarta Post's reporting on sharia bylaws. This research is qualitative descriptive. Using framing analysis method to analyze The Jakarta Post's frame of the sharia bylaws implementation, the result shows that The Jakarta Post constructed the sharia bylaws as controversial regulation and inconsistent with the Indonesia's legal system and the people's diverse characteristic. The construction shows American liberal values, particularly individualism, pluralism, and secularism, inspired The Jakarta Post's perspective on the issue."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2011
T33238
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Paul Mahesa
"ABSTRAK
Industri gulat profesional, yang telah berkembang di Amerika sejak awal abad ke-
20, berhasil mendobrak ke ranah kebudayaan populer Amerika pada dekade 1980-
an ketika sebuah promotor gulat, WWE, mengedepankan unsur hiburan daripada
olahraga. Pada dekade 1990-an, industri gulat profesional Amerika berkembang
dengan munculnya persaingan kepada WWE melalui promotor lainnya, WCW.
Pada masa inilah, WWE merekonstruksi produk-produknya menjadi lebih dewasa.
Salah satu produk karakter yang muncul adalah Stone Cold Steve Austin. Stone
Cold merupakan karakter hero yang justru memiliki sifat sosok yang berbeda
dengan karakter-karakter hero sebelumnya. Penelitian ini akan menggunakan teori
semiotika Roland Barthes dalam menganalisis karakter Stone Cold dan tandatanda
yang melekat di dalam karakter tersebut. Melalui analisis karakter tersebut,
penelitian ini akan melihat bagaimana konsep hero dalam industri gulat
profesional Amerika terus berkembang sesuai dengan perkembangan masyarakat
Amerika dan juga dinamika dalam industri itu sendiri.
ABSTRACT
The American professional wrestling industry, which has already developed since
the 20th century, managed to break through the American popular culture industry
when a wrestling promotion, WWE, put emphasis on the entertainment aspect of
professional wrestling. In the 1990s, the industry developed due to the emergence
of a competing company to WWE, WCW. During this period, WWE
reconstructed it products into more adult oriented. One of its products during this
time is the gimmick Stone Cold Steve Austin. Stone Cold is a hero that possesses
the characteristic of a villain. Roland Barthes’ Semiotics theory will be used to
analyze the character of Stone Cold and the signs that are embedded with him.
This research hope to find out how the hero concept in the American professional
wrestling industry keeps developing depending the development of the
development of America and the dynamic of the industry itself."
2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arief Budiman
"ABSTRAK
Tesis ini membahas lirik lagu dan video musik Talking Heads dalam kaitannya dengan kehidupan sosial masyarakat Amerika dekade 1980an. Fokus dari penelitian ini adalah menunjukkan bahwa grup musik Talking Heads telah melahirkan karya-karya yang mengritik kehidupan sosial masyarakat Amerika 1980an dengan satir melalui lirik-lirik lagu dan video musik mereka. Lima lirik lagu dan video musik dari Talking Heads dianalisis melalui pendekatan semiotik dengan menggunakan teori analisis wacana dari Teun A. van Dijk dan teori mitos dari Roland Barthes. Lirik lagu Talking Heads akan dianalisis menggunakan teori analisis wacana dari Teun A. van Dijk yang menekankan teorinya kepada tiga buah elemen pembangun teks, yaitu teks, kognisi sosial dan konteks sosial. Teori ini digunakan untuk mengetahui makna-makna yang terkandung dalam lirik-lirik lagu Talking Heads. Video musik Talking Heads akan dianalisis menggunakan teori mitos Roland Barthes yang menekankan teorinya kepada elemen denotasi dan konotasi pada teks.Teks disini diartikan sebagai cuplikan-cuplikan gambar video yang akan diteliti. Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa grup musik Talking Heads telah membuat karya-karya seperti lirik lagu dan video musik yang mengandung unsur-unsur satir untuk mengritik kehidupan sosial masyarakat Amerika dekade 1980an.

ABSTRACT
This thesis discusses Talking Heads’ song lyrics and music videos in relation to American social life in the 1980s. The focus of this thesis is to show how Talking Heads has produced satirical works that criticized American social life through their song lyrics and music videos. Five lyrics and music videos are analyzed through semiotic perspective using Teun A. van Dijk’s discourse analysis theory and Roland Barthes’ myth theory. Talking Heads’ song lyrics will be analyzed using Teun A. van Dijk discourse analysis theory that emphasize to the three elements that connecting the dots such as text, social cognition and social context of the song lyrics. This theory use to reveal the meaning of the Talking heads’ song lyrics. Talking Heads’ music videos will be analyzed using Roland Barthes’ myth theory that emphasize to the element of denotation and connotation through the text. Text can be interpreted as the slide of pictures from the videos of Talking Heads. It is concluded that Talking Heads’ works such as song lyrics and music videos contains element of satire to criticize American social life in the 1980s.
"
2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agung Putu Iskandar
"Thesis ini membahas muatan-muatan homoseksual di dalam trilogi film X- Men. Fokus dalam penelitian ini adalah untuk menunjukkan bahwa film-film tersebut adalah media bagi kaum homoseksual untuk melawan hegemoni kaum heteroseksual. Penelitian ini menggunakan sejumlah teori seperti analisis wacana yang dikembangkan Teun A. van Dijk, Media Literacy, Auteur Theory, teori hegemoni Antonio Gramsci, dan dihubungkan dengan History of Sexuality tulisan Michel Foucault. Analisis wacana digunakan untuk membongkar bahwa para mutan di dalam film adalah simbolisme, analogi, atau metafora dari homoseksualitas.
Teori ini pada awalnya lebih banyak membahas peran sentral Bryan Singer sebagai sutradara gay dalam membuat dua dari tiga film trilogi X- Men. Peran Singer juga dianalisis dengan teori Media Literacy dan Auteur Theory untuk menunjukkan dominasi peran seorang sutradara di dalam film. Setelah menunjukkan bahwa para mutan dalam film-film tersebut adalah obsesi Singer terhadap homoseksualitas, temuan wacana tersebut dihubungkan dengan dengan hegemoni heteroseksual. Penelitian ini menunjukkan bahwa trilogi film tersebut mencerminkan semesta homoseksual untuk melawan hegemoni heteroseksual.

This thesis talks about homosexual contents in the X-Men trilogy. Focus of the research is to show that the movies are the media for the homosexuals to fight against heterosexual hegemony. Discourse Analysis theory developed by Teun A. van Dijk, Media Literacy, Auteur Theory, are used to analyse the movies as well Antonio Gramsci?s Hegemony, and connected to the History of Sexuality written by Michel Foucault. The discourse analysis is used to uncover mutants as the simbolism, analogy, or metaphor of homosexuality.
This theory firstly concerns on the central role of Bryan Singer as a gay director of two of the movies. The role of Singer is also analysed with the theory of Media Literacy and Auteur Theory to show the dominant role of a director within movies. After showing that mutants are Singer obsession toward homosexuality, the research focuses on connecting the discourse found to the hegemony of sexuality. Research finds that the movies are clearly representing homosexual universe. The universe is created to fight against the hegemony of heterosexual.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sakinatuzzahra
"Tesis ini membahas representasi media bagi kelompok minoritas Amerika Serikat dengan menganalisis fenomena kemunculan gerakan LGBT Fans Deserve Better pasca kematian tokoh Lexa dalam serial televisi The 100. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode analisis konten berbasis resepsi untuk melihat faktor yang menyebabkan tokoh Lexa sangat berpengaruh bagi kelompok LGBT dan pentingnya representasi media bagi kelompok minoritas Amerika Serikat.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa besarnya pengaruh Lexa merupakan hasil dari keberhasilan serial televisi The 100 merepresentasikan kelompok LGBT melalui penokohan Lexa. Keberhasilan ini ditunjukkan oleh kemampuan Lexa menunjukkan visibilitas kelompok LGBT yang membantu upaya mencari pengakuan dan membenarkan misrecognition seperti yang terlihat dari pemaknaan Lexa oleh kelompok LGBT melalui lsquo;bahasa rsquo; yang beredar. Gerakan LGBT Fans Deserve Better merupakan imbas dari kekecewaan dan kemarahaan akan terenggutnya representasi yang dianggap terbaik dan ekspektasi besar yang digantungkan kepada tokoh Lexa.

This study examines the importance of media representation for minority groups in The United States of America based on a character in the TV series, The 100. The death of the character, Lexa, initated a movement called LGBT Fans Deserve Better, which demands for positive LGBT representations on television. This study uses qualitative approach and a reception based content analysis method to examine the reasons why the LGBT community is strongly affected by the character and her death. The data collected include tweets, tumblr posts, and website content.
The findings show that Lexa rsquo s powerful influence is the result of The 100 rsquo s success in representing LGBT community through her character. This success is demonstrated by her ability to show LGBT community visibility, which in turns helps them find a recognition and rectify the misrepresentaion of their community. LGBT Fans Deserve Better movement is a result of the disappointment and the outrage of the community brought by Lexa rsquo s death, for Lexa is perceived as the best representation for the community.
"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library