Hasil Pencarian

Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 26 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dewi Soerna Anggraeni
"Pelatihan Excellence Service Quality for Supervisor (ESQS) di Bank X adalah salah satu pelatihan service yang menjadi ujung tombak pelayanan nasabah di Bank X. Melalui pelatihan ini Supervisor yang menjabat sebagai Sales officer dan Service Officer atau Kiosk Manager diharapkan mampu menunjukkan perilaku pelayanan yang tnemuaskan nasabah dan mampu berperan sebagai role model bagi bawahan (frontliners), sehingga nasabah semakin puas dan posisi Bank X pada survei MRI tahun 2006 dapat meningkat menjadi peringkat 1 atau maksimal 3 besar.
Menurut teori Jack J. Phillips, evaluasi pelatihan ESQS ini baru sebatas level 1 (Reaction and Planned Action) dan level 2 (Learning). Kedua evaluasi ini masih dinilai kurang memuaskan karena belum terlihat perubahan perilaku yang diharapkan dari peserta. Oleh karena itu perlu dilakukan evaluasi pelatihan selanjutnva yakni evaluasi pelatihan level 3 (job application implementation). Evaluasi level 3 pada pelatihan-pelatihan lain di Bank X biasanya menggunakan I orang rater.
Evaluasi oleh 1 orang rater cenderung subjektif, karena memungkinkan munculnya isu-isu like and dislike. Berdasarkan masalah yang terjadi di Bank X, maka Penulis mengusulkan suatu rancangan program evaluasi pelatihan level 3 sesuai teori Jack P. Phillips (fob application implementation) ditambah dengan penerapan kuesioner menggunakan 360° Feedback, yang diharapkan mampu memberikan penilaian yang lebih komprehensif, obyektif, dan "kaya"."
Lengkap +
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2006
T17870
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ditalia Adisti
"Masalah stress kerja merupakan salah satu masalah yang dihadapi oleh karyawan Account Officer Bank X PKL yang dapat menjadi faktor penghambat kelancaran pekerjaan sehari-hari. Pada umumnya stress kerja dapat menyebabkan perilaku yang tidak biasa dan tidak fungsional dalam bekerja dan mengarah pada kesehatan mental dan fisik yang lemah. Selain itu stress juga berpengaruh pada hubungan dengan keluarga dan pads organisasi. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah stress kerja, adalah pelaksanaan EAP. EAP (Employee Assistance Program) adalah suatu sarana atau program bantuan yang disediakan organisasi untuk karyawan dan anggota keluarganya dalam mengatasi masalah yang berkaitan dengan pekerjaan seperti stress kerja, dan masalah pribadi yang berhubungan dengan keluarga dan perkawinan, hukum, keuangan, kesehatan, atau yang berhubungan dengan emosi, yang dapat mempengaruhi kinerja dan produktivitas. EAP disediakan dengan cakupan bantuan yang luas; bersifat rahasia; dapat digunakan oleh karyawan dan keluarganya; praktis, dapat dilakukan di dalam kantor dan tidak membutuhkan banyak waktu (short-term counseling); membantu meningkatkan produktivitas dan menghemat biaya tunjangan kesehatan; dan tidak dipungut biaya. Dengan adanya usulan rancangan pengadaan EAP di Bank X PKL ini, karyawan Account Officer akan dapat terbantu menyelesaikan masalah pekerjaan dan masalah pribadi, sehingga karyawan dapat bekerja dengan lebih baik lagi. Program EAP ini akan berjalan dengan lancar apabila didukung penuh oleh manajemen puncak dan dilakukan promosi program dan edukasi yang terus menerus."
Lengkap +
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2006
T17886
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indah Andini Sugandi
"PT. DS merupakan anak perusahaan PT. Y, yaitu kelompok industri pembuatan dan penjualan alat-alat berat. Untuk meningkatkan kinerja SDM yang menjadi ujung tombak perusahaan, divisi SDM menyelenggarakan beberapa pelatihan yang akan menunjang keterampilan kerja. Dengan pelatihan yang diikuti oleh SDM diharapkan pengetahuan yang sesuai dengan bidang kerja meningkat sehingga dapat mengubah perilaku yang aplikatif dan semakin efektif. Maka SDM dapat menunjukkan kinerja optimal. Saat ini, divisi SDM sedang menemui masalah berkaitan dengan evaluasi pelatihan. Divisi SDM mengalami kesulitan menentukan efektivitas pelatihan secara umum karena lembar evaluasi PT. DS yang ada tidak dapat memberikan informasi mengenai perubahan perilaku ditempat kerja seperti yang diharapkan SDM. Oleh karena itu, divisi SDM membutuhkan adanya bentuk evaluasi pelatihan lain yang dapat mengukur perubahan perilaku kerja peserta pelatihan sebagai hasil mengikuti pelatihan secara umum.
Solusi yang diajukan dalam tugas akhir ini adalah rancangan evaluasi pelatihan secara umum ditinjau dari tahap 2 dan 3 evaluasi pelatihan Kirkpatrick (2006). Evaluasi tahap 2, yaitu pembelajaran, bertujuan mengukur perubahan dari pengetahuan, sikap atau keterampilan peserta sebagai hasil mengikuti program pelatihan. Alat ukur yaitu LOQ diberikan diawal dan akhir pelatihan diisi peserta dan daftar periksa penguasaan materi diberikan 1 minggu setelah presentasi dan diskusi materi pelatihan diisi oleh peserta dan atasan. Tahap 3, yaitu perilaku, bertujuan mengukur perubahan perilaku bekerja setelah mengikuti pelatihan. Alat ukurnya daftar periksa perilaku efektif diisi oleh peserta dan atasan. Evaluasi tahap 3 dilakukan 4 kali untuk dapat melihat perubahan perilaku akibat pelatihan."
Lengkap +
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2006
T17887
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Puti Archianti Widiasih
"Perubahan lingkungan menuntut perusahaan untuk dapat beradaptasi dengan meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusianya. Kondisi ini juga dialami oleh PT. XYZ yang mengadakan perubahan fokus bisnis sejak terjadinya !crisis keuangan pada 2002. Perubahan ini secara tidak langsung menuntut peningkatan kemampuan karyawan. Pada PT. XYZ memilih untuk melakukan berbagai macam pelatihan, terutama pada jabatan baru yang memiliki tanggungjawab dan tugas yang kompleks. Salah satunya adalah jabatan Manajer Komersial & Teknologi Divisi Produk & Jasa Non Kereta Api.
PT. XYZ merasakan timbul permasalahan yang menyangkut kinerja Manajer Komersial & Teknologi Divisi Produk & Jasa Non Kereta Api. Hal ini dikarenakan jumlah pelatihan yang banyak diikuti tidak diimbangi dengan peningkatan kinerja sesuai dengan harapan manajemen. Menghadapi permasalahan tersebut maka terdapat beberapa altematif pemeeahan masalah, antara lain menyangkut analisis kebutuhan pelatihan, pelaksanaan program pelatihan dan evaluasi pelatihan (Cascio, 1995). Alternatif-alternatif ini muncul dikarenakan keefektifan pelatihan sangat tergantung pada tahapan-tahapan dalam pelatihan.
Berdasarkan hasil temuan data dari PT. XYZ maka pada Tugas Akhir ini akan diajukan uulan mengenai rancangan analisis kebutuhan pelatihan. Rancangan diajukan dengan menggunakan 3 (tiga) tahapan analisis yaitu analisis organisasi, analisis tugas dan analisis tenaga kerja. Usulan yang diberikan menggunakan tahapan analisis kebutuhan pelatihan yang dikemukakan oleh McGehee & Thayer (dalam Dipboye, Smith & Hower, 1993)."
Lengkap +
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2006
T17425
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dina Tridiasrini
"Dalam era globalisasi ini, PT. P dituntut untuk menyesuaikan diri terhadap perubahan-perubahan yang terjadi. Salah satu cara agar PT. P dapat berkompetisi adalah dengan mempekerjakan Sumber Daya Manusia yang berkualitas sehingga mampu menanggapi perubahan yang sedang terjadi. Kendala yang sedang dihadapi PT. P adalah banyaknya Sumber Daya Manusia yang kurang berkualitas, terutama pada level manajerial. Hal ini menyebabkan pihak direksi PT. P ingin mengganti manajer-manajer yang kurang produktif Perusahaan sudah berulang kali mengadakan pelatihan bagi mereka namun pihak Human Resource Development merasa pelatihan yang dilakukan hanya berpengaruh saat di ruang pelatihan saja. Perilaku yang berulang tersebut membuat dewan direksi merasa bahwa pelatihan hanya membuang waktu, tenaga dan dana saja.
Keluhan pihak direksi tersebut disebabkan oleh tiga hal. Pertama, pengangkatan jabatan ke level manajerial dilakukan berdasarkan lama kerja karyawan bukan berdasar pada hasil pemeriksaan psikologis dan prestasinya. Kedua adalah proses seleksi yang dilakukan oleh pihak Human Resources Development seharusnya mempertimbangkan hasil pemeriksaan psikologis. Namun terkadang pada pelaksanaannya, pemeriksaan psikologi tersebut dilakukan pada tahap akhir dari proses seleksi. Ketiga adalah banyaknya penyimpangan prosedur seleksi yang dilaksanakan oleh user bagian pemasaran. Ketiga faktor tersebut terjadi karena tidak ada kriteria yang telah ditetapkan dalam memberikan penilaian terhadap kandidat. Akibatnya proses seleksi yang dilakukan kurang bisa meramalkan perilaku kandidat dalam melakukan pekerjaan pada jabatan yang akan ditempatinya.
Keadaan ini dapat berakibat pada rendahnya kinerja atau produktivitas manajer dan tingginya tingkat keluar masuk. Selain itu, pada bagian pemasaran juga terjadi diskriminasi dalam penyeleksian kandidatnya. Ketiga keadaan ini dapat diminimalisasi oleh proses seleksi berdasarkan kompetensi (Spencer&Spencer, 1993). Proses seleksi berdasarkan kompetensi merupakan proses seleksi yang berdasarkan aspek-aspek pribadi dari seorang pekerja yang memungkinkan dia untuk mencapai kinerja yang superior.
Berdasarkan kondisi perusahaan tersebut maka penulisan tugas akhir akan diajukan rancangan pelaksanaan seleksi berdasarkan kompetensi untuk manajer bagian supporting di PT. P. Seleksi berdasarkan kompetensi dan tradisional memiliki hubungan yang saling melengkapi sehingga dapat menghasilkan kandidat yang memiliki intelegensi dan kepribadian yang sesuai dengan pekerjaan yang akan ditempati juga bisa menggambarkan perilakunya dalam bekerja, terutama pada posisi yang akan dijabat. Hal ini menyebabkan rancangan pelaksanaan dibuat menggunakan wawancara BEI (Behavioral Event Interview) dan tes psikologi. Pada proses ini akan melibatkan pihak HRD, user, dewan direksi dan konsultan luar."
Lengkap +
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T17509
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Astiliani
"ABSTRAK
Keterikatan karyawan terhadap perusahaan sangat diperlukan bagi perusahaan
untuk dapat tetap bertahan pada dunia usaha saat ini yang telah mengalami
perkembangan dan perubahan yang semakin cepat. Rendahnya keterikatan organisasi
pada karyawan dapat membawa dampak negatif bagi perusahaan, yaitu tingginya
tingkat absensi dan pergantian karyawan (turnover). Namun di pihak lain, tingginya
keterikatan karyawan terhadap perusahaannya dapat membawa dampak negatif bagi
karyawan terutama yang telah berkeluarga.
Waktu dan tenaga yang dicurahkan untuk perusahaan akan mengurangi
interaksi individu dengan keluarganya, sehingga individu tidak sepenuhnya dapat
memenuhi peran di dalam keluarganya. Hal ini terutama dialami olah pasangan bekerja
yang memiliki anak usia balita. Kesulitan yang dihadapi pasangan bekerja tidak hanya
terbatas pada pengurusan anak yang masih membutuhkan perhatian yang besar dari
kedua orang tua, tetapi terbatasnya waktu yang diluangkan bagi pasangannya dan
dalam penyelesain tugas-tugas rumah tangga.
Beberapa penelitian di negara Barat menunjukkan bahwa peran dalam keluarga
berhubungan dengan perkembangan keterikatan organisasi seseorang. Suatu penelitian
yang dilakukan terhadap karyawan yang memiliki anak usia balita menyatakan bahwa
tingginya keterlibatan peran dalam keluarga berhubungan dengan tingginya keterikatan
organisasi karyawan. Namun, terdapat pula penelitian yang menunjukkan bahwa
rendahnya keterlibatan diri seseorang terhadap perannya di dalam keluarga
berhubungan dengan tingginya keterikatan organisasi seseorang.
Dapat terlihat bahwa masih terdapat hasil yang kontradiksi dari penelitian-
penelitian tersebut. Berdasarkan hal ini, maka pada penelitian ini ingin diketahui lebih
jelas hubungan antara peran dalam keluarga dan keterikatan organisasi pada pria dan
wanita bekerja yang memiliki anak usia balita, khususnya di Jakarta. Penelitian ini
menggunakan pengumpul data berupa kuesioner yang terdiri dari dua alat ukur yang
telah diadaptasi, yaitu Life Role Salience Scale dari Amatea et al. dan Commitment
Organization Scale dari Allen dan Meyer. Subyek dalam penelitian ini adalah pria dan wanita yang merupakan suami istri bekerja, memiliki anak usia balita,
berpendidikan minimal D3, dan telah bekerja di perusahaan minimal 15 bulan.
Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang
signikan antara peran dalam keluarga dan keterikatan organisasi. Pada subyek
wanita menunjukkan hubungan yang positif dan keterikatan yang tidak
berhubungan dengan peran dalam keluarga adalah keterikatan afektif. Sedangkan
pada pria, hubungan yang terjadi adalah hubungan negatif dan keterikatan yang
tidak berhubungan dengan peran dalam keluarga adalah keterikatan
kesinambungan.
Hasil tambahan menyatakan bahwa tidak terdapat perbedaan yang
signifikan pada tingkat keterikatan organisasi. Namun berdasarkan komponennya,
hasil menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan pada tingkat
keterikatan afektif dan normatif antara pria dan wanita. Dalam hal keterlibatan
terhadap peran dalam keluarga, pria dan wanita menunjukkan skor yang berbeda
secara signifikan pada peran dalam keluarga dan dalam dimensi peran sebagai
orang tua dan pengurus rumah tangga. Selain itu hasil menunjukkan bahwa pada
wanita terdapat perbedaan tingkat keterikatan organisasi dan komponen
kesinambungan berdasarkan jumlah pengeluaran. Hal ini tidak berbeda dengan
pria, bahwa terdapat perbedaan skor rata-rata yang signiilkan pada keterikatan
organisasi serta pada komponen afektif dan normatif berdasarkan jumlah
pengeluaran untuk rnemenuhi kebutuhan anak dan keluarga. Hasil juga
menunjukkan bahwa semakin besar gaji yang diterima oleh pria bekerja, maka
semakin tinggi keterikatan organisasi, terutama keterikatan kesinambungannya"
Lengkap +
1998
S2675
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Junetty Halim
"Pembukaan cabang-cabang operasional baru di Bank G menimbulkan peningkatan kebutuhan pekerja untuk menempati jabatan-jabatan yang ada di cabang operasional. Mengingat besamya tugas dan tanggung jawab yang diemban cabang operasional baru sebagai unit perintis maka tiap-tiap jabatan yang ada pada cabang operasional memerlukan SDM benar-benar berkualitas, mampu menampilkan kinerja optimal, dan mencerminkan citra positif perusahaan.
Evaluasi yang dilakukan pihak Bank G menemukan bahwa seleksi yang dilakukan selama ini masih belum secara konsisten menghasilkan tenaga kerja yang diharapkan Beberapa dampak yang dirasakan oleh perusahaan dari kurangnya konsistensi basil seleksi adalah penurunan produktifitas unit kerja dan peningkatan keluar masuk karyawan (turn over).
Hasil analisa permasalahan mencermati beberapa hal yang diperkirakan berkaitan dengan kurang konsistennya hasil seleksi, antara lain: seleksi yang dilakukan belum didasari pedoman yang secara jelas dan spesifik mendeskripsikan atribut dan kinerja yang diharapkan dari tiap jabatan, dan metode seleksi lebih berfokus pada potensi individu dan kurang menggali sejauh mana calon pekerja mampu mengaplikasikan potensi yang dimilikinya dalam bentuk perilaku kerja.
Untuk menjawab permasalahan tersebut, penulis mengajukan usulan untuk menggunakan pendekatan kompetensi dalam seleksi jabatan-jabatan pada cabang operasional Bank G. Rancangan yang diusulkan ini secara khusus berfokus pada upaya penyusunan model kompetensi dan pemilihan metode seleksi. Model kompetensi yang disusun dibedakan ke dalam dua kategori, yaitu kompetensi inti dan kompetensi fungsional jabatan. Model kompetensi ini disusun berdasarkan model-model kompetensi yang dikembangkan oleh LOMA (1998) dan Spencer dan Spencer(1993).
Sementara itu, pemilihan dan pengembangan metode seleksi yang lebih berfokus pada upaya menggali kompetensi calon peketja. Wawancara perilaku disarankan sebagai metode utama yang digunakan untuk menggali kompetensi ditunjang dengan metode assesment lainnya, seperti tes kemampuan kognitif, tes kepribadian dan inventory, tes situasional (in basket/in tray dan group discussion), serta form aplikasi dan data biografi."
Lengkap +
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2004
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Marlessy, Monica Grace Budhiaty
"Tugas akhir ini menyorot masalah yang timbul akibat ketiadaan model kompetensi individual somber daya manusia pada sebuah perusahaan aksesoris listrik yaitu PT. CGN, khususnya pada divisi Sales & Marketing.
Model kompetensi bagi suatu perusahaan diyakini penting sebagai kriteria dasar bagi semua jenis aktivitas pengelolaan sumber daya manusia yang terintegrasi. Mulai dari aktivitas seleksi, pengembangan, pengelolaan kinerja, bahkan untuk sistem imbal jasanya. Dengan model kompetensi individual yang tepat, pengelolaan sumber daya manusia diharapkan dapat difokuskan pada penyediaan tenaga kerja yang mampu mendukung strategi bisnis perusahaan agar tercapai business result yang diharapkan.
Tugas akhir ini menjelaskan proses penyusunan model kompetensi yang sesuai bagi divisi Sales & Marketing PT. CGN, serta menyediakan panduan wawancara berdasarkan-kompetensi untuk mengidentifikasi kompetensi kandidat dalam proses seleksi sebagai salah satu kegiatan yang mendesak saat ini pada perusahaan tersebut.
Model kompetensi individual ini disusun dengan metode Customized Generic Model mengingat beberapa pertimbangan antara lain skala perusahaan yang tidak besar, serta beberapa hal lain. Model ini terdiri dari 4 cluster kompetensi dengan 17 kompetensi di dalamnya, disajikan dengan jenjang atau grade serta menggunakan rating scale.
Data untuk penyusunan model kompetensi ini diperoleh melalui wawancara (behavioral-event interview) dan angket, yang diberikan pada 25 responden terdiri dari 17 staf dan 8 jajaran koordinator serta manajer.
Untuk menjawab kebutuhan mendesak saat ini pada PT. CGN, model ini dilengkapi pula dengan panduan wawancara-berdasarkan-kompetensi, yang terdiri atas garis besar tahapan wawancara, daftar pertanyaan pengarah, srrta lembar profil atau rating scale."
Lengkap +
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2004
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Teszy Mira Ekakusuma
"Dalam menghadapi masa transformasi karena perubahan sistem manajemen sumber daya manusia yang terjadi di PT X, dibutuhkan suatu forum komunikasi berbentuk konseling. Manajer lini sebagai pemimpin tingkat pertama diharapkan dapat berperan sebagai konselor yang melakukan mediasi antara kebijakan perusahaan dengan kebutuhan karyawan.
Kondisi yang terjadi saat ini ternyata fungsi konseling pada manajer lini belum optimal. Hal ini dikarenakan belum semua manajer lini memiliki kemampuan yang mendukung terlaksananya konseling di unitnya masing-masing. Oleh karena itu, perusahaan mengadakan Workshop Counseling.
Disebut Workshop, karena yang dituju adalah kesiapan psikologis para manajer lini untuk memberi konseling dan pengalaman mencoba menjadi konselor yang baik melalui role play. Workshop Counseling ini rencananya akan dilakukan pula pada berbagai Divisi PT X selama menghadapi perubahan sistem manajemen. Mengingat cukup pentingnya Workshop Counseling bagi perusahaan dalam menghadapi perubahan ini, maka perlu adanya umpan balik untuk mengetahui keefektifan Workshop Counseling ini bagi peserta. Proses untuk memperoleh umpan balik dilakukan melalui suatu bentuk evaluasi terhadap workshop. Evaluasi pelatihan (dalam kegiatan ini berupa workshop) dilakukan untuk mendapatkan umpan balik dari peserta serta membantu perusahaan dalam memutuskan kebijakan-kebijakan yang akan diambil untuk memperbaiki pelatihan tersebut (Kirkpatrick, 1998).
Karena belum terdapat bentuk evaluasi terhadap Workshop Counseling yang mencakup semua hal yang berkaitan dengan performansi workshop dan efektivitas workshop bagi peserta di lingkungan kerja, maka penulis berencana membuat rancangan evaluasi Workshop Counseling.
Rancangan evaluasi Workshop Counseling ini akan mencakup 3 (tiga) level evaluasi dari Kirkpatrick (1998), yaitu level reaction, learning dan behavior. Ketiga level ini termanifestasi dalam 6 (enam) format evaluasi yang bentuk dan waktu pelaksanaannya berbeda-beda, yaitu Format Penilaian Pelaksanaan Workshop Counseling Pre test, Post test, Action Plan I, Action Plan II dan Evaluasi B. Seluruh format ini ditujukan untuk peserta workshop kecuali format Evaluasi B yang diberikan kepada konseli dari konseling yang dilakukan oleh peserta workshop."
Lengkap +
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2004
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Edwina Dian Rianti
"PT IP merupakan anak perusahaan BUMN yang bergerak dalam bisnis pembangkitan tenaga listrik Dalam rangka meningkatkan kinerja para teknisi dan operator pembangkit yang menjadi ujung tombak perusahaan, divisi SDM kantor pusat menyelenggarakan pelatihan coaching dan mentoring bagi penyelia yang merupakan atasan langsung para teknisi dan operator pembangkit. Dengan pelatihan ini diharapkan pengetahuan penyelia tentang coaching dan mentoring meningkat sehingga dapat mengubah perilakunya dalam memberikan coaching dan mentoring kepada bawahannya sehingga kegiatan tersebut menjadi semakin efektif Bila coaching dan mentoring semakin efektif maka diharapkan bawahan dapat bekerja dengan optimal sehingga kinerja PT IP menjadi optimal.
Saat ini, divisi SDM kantor pusat sedang mengalami masalah berkaitan dengan evaluasi pelatihan coaching dan mentoring tersebut. Divisi SDM mengalami kesulitan untuk menentukan efektivitas pelatihan coaching dan mentoring karena lembar evaluasi PT IP yang digunakan sebagai alat evaluasi tidak dapat memberikan informasi mengenai perubahan perilaku coaching dan mentoring penyelia di tempat kerja seperti yang diharapkan SDM. Oleh kerena itu, divisi SDM kantor pusat membutuhkan adanya bentuk evaluasi pelatihan lain yang dapat mengukur perubahan perilaku coaching dan mentoring peserta pelatihan sebagai hasil mengikuti pelalihan coaching dan mentoring.
Solusi yang diajukan dalam Tugas akhir ini adalah rancangan evaluasi pelatihan coaching dan mentoring bagi penyelia, mengacu kepada model 4 tahap evaluasi Kirkpatrick (1998). Rancangan evaluasi pelatihan ini dibuai hingga tahap 3. Evaluasi tahap l bertujuan untuk mengukur untuk mengukur reaksi-reaksi, perasaan, pandangan, pendapat pribadi) peserta terhadap program pelatihan. Alat ukur yang digunakan adalah lembar reaksi yang diisi peserla diakhir pelatihan.
Tahap 2, yaitu pembelajaran, berlujuan mangukur perubahan dari pengetahuan, sikap atau ketrampilan peserta sebagai hasil mengikuti program pelatihan. Alat yang digunakan adalah tes pengetahuan coaching dan mentoring yang diisi peserta diawal dan diakhir pelatihan. Tahap 3, yaitu perilaku, bertujuan mengukur perubahan perilaku bekerja selelah mengikuli pelatihan. Alat ukur yang digunakan adalah daflar periksa perilaku coaching yang diisi oleh peserta dan bawahan. Evaluasi tahap 3 ini dilakukan 4 kali untuk dapat melihat perubahan perilaku akibat pelatihan."
Lengkap +
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2004
T37930
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>