Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 20 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Hendra Boor
"Value at Risk pada penelitian ini digunakan dalam rangka meneari tingkat ratio dari risiko masing-masing komponen assets dan liabilities. Sedangkan Linear Programming digabungkan penggunaannya untuk memperhitungkan kendala-kendala yang ada untuk mencari nilai optimal dari komponen tersebut,. Penelitian ini mengumpulkan data assets dan liabilities (exposures) BNI dalam kurun waktu tertentu khususnya yang mempunyai sensitive assets dan sensitive Iiabilities. Selain datanya, interest masing-masing komponen yang diteliti juga diperoleh. Setelah data dikumpulkan, diperoleh nilai rata-rata dan return yield atau cost rate-nya. Hasil kali antara nilai exposures dengan interest-nya diperoleh return nominal untuk assets dan cost nominal untuk liabilities. Nilai ini kemudian dikenal dengan nilai kondisi saat ini. Setelah itu peneliti mengelompokkan sesuai posisi keuangan dan mata uang. Hasil dari pengelompokkan ini diperoleh nilai persentase komposisi saat ini. Selanjutnya risk volatility diperoleh dari hasil kali perubahan interest yang ada dalam kurun waktu penelitian dengan nilai t-table pada nilai confidence level 99%, yaitu 2,33. Risk volatility ini dikalikan dengan nilai exposures diperoleh Value at Risk. Untuk mendapatkan risk ratio, peneliti membagi return nominal atau cost nominal dengan Value at Risk. Risk ratio digunakan sebagai koefisien dari model pada Linear Programming yaitu untuk memaksimalkan risk ratio on assets dan meminimalkan risk ratio on liabilities.
Hasil pengolahan dengan menggunakan linear programming menunjukkan nilai yang diharapkan (expected I optimum value). Hasil dari nilai optimum ini berbeda dengan nilai kondisi saat ini. Untuk membuktikan apakah kondisi assets dan liabilities Bank BNI belum mempunyai kondisi optimal dilakukan dengan membandingkan nilai nominal pada optimal condition dengan existing condition yang dikenal dengan room available. Hal yang penting adalah membandingkan nilai return nominal (assets) atau cost nominal (liabilities) dari optimal condition dengan existing condition untuk memperoleh return benefit dan cost saving. Diversifikasi benefit untuk Rupiah diperoleh nilai sebesar Rp 732 milyar per tahun, sedangkan untuk Valuta Asing diperoleh nilai sebesar US$ 9,69 juta per tahun.
Hasil analisa menunjukkan bahwa tingkat optimal komponen Assets dan Liabilities pada Bank BNI dengan menggunakan model Value at Risk dan Linear Programmming masih menunjukkan kondisi yang kurang optimum dan dari basil proses diperoleh suatu komposisi yang lebih menguntungkan. Besarnya potensi risiko (Value at Risk) dapat dijadikan referensi bagi manajemen dalam mengukur potensi risiko dirnasa mendatang. Komposisi baru yang diharapkan akan memperoleh diversifikasi benefit yang lebih baik. Walaupun salah satu komponen, yaitu Iiabilities valas menunjukkan hasil yang lebih merugi, namun bila kita bandingkan dengan hasil yang diperoleh pada assets valas secara bersama-sama masih dapat menunjukkan hasil benefit yang lebih baik.
"
2003
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Christanto Yanuar S.
"ABSTRAK
Suatu investasi selain mengharapkan return di masa mendatang juga melekat unsur resiko adanya ketidakpastian. Pada Capital Asset Pricing Model oleh Sharpe (I964), Linmer (1965) dan Black (1972), dinyatakan bahwa portfolio paw yang efisien membuktikan adanya penganih positif antara faktor excess market return (beta) terhadap rata-rata return saham.
Banyak pcnclitian menantang argumen hanya beta yang merupakan premi resiko (risk premium) bagi return saham. Banz. (1981), Bhandari (1988), Basu (1983), dan Rosenberg, Reid, dan Lanstein (l985),Daniel dan Titman (1997), menemukan karakteristik perusahaan yaitu ukuran perusahaan, leverage, rasio earnings/price (E/P), dan rasio book-to-market equity memainkan peranan penting dalam return saham cross-sectional dibanding oleh premi resiko (riskpremium).
Konsisten dengan ?resiko iilndamental? dari efek size dan BMME, FF(l993) mengembangkan 3 faktor asset pricing model yang menghubungkan rata-rata return ponofolio setelah dilcurangi tingkat bunga bebas resiko terhadap 3 faktor: i). excess market return, ii). size e@ect (SMB) dan iii). book-to-market eject (HMI). Hasil dari penclitian Fama dan French (1993) menunjukkan bahwa size dan BE/ME sesungguhnya proksi bagi sensitivitas faktor resiko dalam retum saham.
Penclitian tzrhadap saham pemsahaan non-tinansial yang terdaiiar di Bursa Efek Jakarta periode 1998 - 2002 menunjukkan pada saham size kecil, model tign faktor Fame dan French lebih memiliki pengnruh signifiknn terhadap rata-rata return saham dibandingkan dengan variabel excess market return dalam model CAPM. Sedangkan sallam dengan size besar, model tiga faktor Fama dan French memillki pengaruh signitikan terhadap rata-rata return Saham dibandingkan dengan model CAPM. Pads saham size bcsar dan rasio PBV tinggi serta medium, model tiga fakior Fama dan French tidak mcmiliki pengamh signiflkan terhadap mta-rata return saham dibandingknn dengan model CAPM.
Sehingga disimpulkan bahwa model tiga faktor Fama dan French hanya memiliki pengamh terhadap return portfolio saham dengan ukuran perusahaan besar dan memiliki rasio PBV lendah. Sedangkan model CAPM lebih memiliki pengnruh signiiikan pada retum portfolio saham dengan ukuran perusahaan bcsar dan memiki rasio PBV tinggi dan medium.

Investor will not ont) get expected return jbr their investment, but their investment will fbllow by uncertainty risk factor. CAPM by Sharpe (1964), Lintner (1965) dan Black (I 9 72) defined investor as risk-averter so their model stated in efficient market portfolio has a positive and significant relationsh¢ between beta (systematic risld and average return saham.

ABSTRACT
Much research argue that not only beta (risk premium) influence return saham. In US Stock exchange. Average cross section saham has a weak relationshhv with market bm Bw (1981), Bhandarf (1988), emu (1983), and Rosenberg Reza and Lanstein (1985) Daniel dan Tltrnan (I99D jbund thatfirm characteristics like size or market equity, leverage, E/P rattb and BME ratio have a significant role in average rerun saharn cross-sectional, than common jizctor risk pnemium.
Consisterzt with jitrtdamental risk eject fiom ska and BE/AE, FF (1993) developed 3 factors as common factors in as-set pricing model: excess return market pargblia, book-to-market eject (SHE) whtbh is digenence between return big and small stocks poryblio and sake eject (HMI) which is dwzrence between return high and low PBVBE/ME stocks porg%lio. This model explain that size and BE/ME is the real proxy _kr risk factor in stock return.
This research in nonfinancthlfirms continoue listed in Jakarta stock exchange from I 997-2002 is to _find out relationship between CAPM model and 3 factors FF with average stock return that qualified based on size and PBVrmio.
Stocks with small sake has a significant relationship with 3 factors FF and have bigger contribution _/br average return than beta variabel in CAPM Only stocks with big size and low PBV ratio has a significant relationshqv with 3 factors FF and have bigger contribution for average retum than beta varlabel in CAPMBut stocks with big size and high and medium PBI? ratio has not significant relationshqu with 3 factors FF and have not contribution jbr average return than beta varzabel in C/IPM in szanmam 3 factor FF only has a sigzgficant relationshhz to portfolio stocks return with big she and low PB V ration. CAPM model has a signyicant nelationshzp to porthlio stocks return with big size and high and medium PBV ratzb.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2004
T34450
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Junita
"Kontribusi sektor minyak dan gas bumi mempunyai peran penting dalam pertumbuhan dan pembanglman ckonomi secara global, regionai, maupun nasional khususnya Indonesia. Tetapi kondisi minyak dan gas bumi Indonesia telah mengalami penunman terutama dalam hal eksportir bahan mentah minyak semenjak Indonesia mengalami krisis moneter.
Atas pertimbangan-perlimbangan tersebut, penelitian ini dilakukan guna mengetahui bagaimana pengaruh faktor ekonomi makro Indonesia tcrhadap kinelja saham sektor pertambangan minyak dan gas bumi, dan faktor mana yang sangat berpengaruh terhadap kondisi pertambangan ininyak dan gas bumi. Adapun variabel yang dilibatkan dalam faktor ekonomi makro adalah inflasi, suku blmga SBI, kurs, dan jumlah uang bcredar.
Hasil penelitian menjelaskan bahwa variabel makro ekonomi berpcngaruh secara simultan terhadap kinezja saham pertambangan minyak dan gas bumi. Dan variabel makro ekonomi yang bcrpengaruh sangat besar terhadap kinerja saham pertambangan minyak dan gas bumi adalah variabel kurs.

The contribution from oil and gas sector has a major rule in the Indonesian economic growth domestically, regional as well as globally. I-Iow ever, the oil and gas reserve and resource and its export contribution &om crude oil has been in the declining stage since the country experienced the monetary crisis in the past.
Base on the above facts and consideration, this research is being conducted to know how the stock's trading performance in oil and gas sector is impacted by macro economic factor condition. Please note that the variables in these macro economic factors are: Inflation rate, SBI rate, Foreign exchange rate and Money supply.
This research explains that the above macro economic factors (in particular, the following foreign exchange rate) have a direct impact on stock's performance in the oil and gas sector."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2004
T34502
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ricky Bay
"Pembelian kembali saham (repurchase stock) merupakan alternatif kebijakan perusahaan dalam mendistribusikan ketebihan kasnya kepada para pemegang saham selain kebijakan kebijakan pembayaran dividend tunai. Pembelian kembali saham oleh manajemen perusahaan dilakukan dengan berbagai tujuan, antara lain untuk menjaga harga saham pada taraf yang normal, memberikan signal mengenai prospek saham di masa datang dan untuk meningkatkan Earning Per Share (EPS).
Penelitian ini memiliki dua tujuan utama. Panama, tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pengumuman pembelian kembali saham (repurchase stock) terhadap harga saham dimana penelitian ini menggunakan sampel pengumuman pembelian kembali saham yang dilakukan oleh emiten yang listing di Bursa Efek Jakarta selama periode tahun Januari 1999 - Oktober 2006. adapun reaksi harga saham diukur menggunakan metode event study melalui perhitungan average abnormal return dan cumulative average abnormal return pada periode peristiwa Kedua, tujuan penelitian ini untuk mengidentifikasi faktor-faktor apa yang mempengaruhi respan pasar terhadap pengumuman pembelian kembali saham, yang dilakukan dengan menggunakan metode regresi berganda.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa harga saham bereaksi secara positif dan signifikan pada hari t=10 yaitu pada hari dimuatnya pengumuman rencana pembelian kembali saham tersebut di surat kabar nasional dan juga reaksi positif dan signifikan juga terjadi selama periode t=0 sampai dengan t+4. hasil penelitian ini menunjukkan tentang adanya persepsi pasar yang positif terhadap peristiwa pengumuman pembelian kembali saham yang dilakukan perusahaan, serta memberikan dukungan terhadap teori signaling, free cash fowl agency theory, dimana teori-teori tersebut juga memberikan argumen adanya keuntungan yang diperoleh perusahaan jika perusahaan tersebut memberikan sinyal tentang kondisi perusahaan yang relatif baik.
Tingkat perubahan Earning Per Share perusahaan dengan pengujian secara individu terbukti secara signifikan mempengaruhi besaran CAAR yang terjadi, dengan taraf signifikansi secara statistik sebesar I persen, dan tidak terbukti signifikan pads pengujian secara bersama-sama.
Tingkat leverage perusahaan juga terbukti signifikan secara statistik dalam mempengaruhi besaran CAAR tersebut, dimana hash analisis regresi menunjukkan bahwa semakin kecil rasio leverage yang ada di perusahaan akan semakin tinggi besaran CAAR yang terjadi.
Tingkat perubahan Cash Flow terbukti mempengaruhi CAAR secara statistik dengan alpha 5 persen, dimana hash menunjukkan bahwa semakin meningkat perubahan Cash Flow akan semakin tinggi besaran CAAR yang terjadi.

Repurchase stock represents company's alternative policy in distributing its exceeding cash to stakeholders besides cash dividend payment policy. Repurchase share by company management is conducted with various purposes, such as for maintaining share normal level, issuing signal concerning share prospect in the future and for increasing Earning per Share (EPS).
This research has two main objectives. First, the purpose of this research is to recognize the influence of repurchase stock on share price where this research used the announcement of repurchase stock conducted by firms listed in Jakarta Stock Exchange during period January 1999 -- October 2006. Share price reaction was measured with using event study method through the calculation of average abnormal return and cumulative average abnormal return in event period. Second, the objective of this research is to identify what factors influencing market response on the announcement of repurchase stock, conducted with using double regression method.
This research showed that share price reacted positively and significantly in day t = 0, namely in the day of issuing announcement of repurchase stock plan in national newspaper and also positive and significant reactions were happened during period t = 0 up to t+4. The result of this research showed that there is positive market perception on the event of repurchase share announcement conducted by company as well as it gives support on signaling theory, free cash flow /agency theory, where said theories also give argument concerning the existing benefit obtained by company if said company gives signal of relatively good company condition.
Changing level of company earning per share was proved significant influencing the amount of CAAR happening with individual testing, with statistic significance level is 1 percent, and was not proved significant with together testing.
Company leverage level was also proved significant in influencing the amount of said CAAR, where the result of regression analysis showed that the more lower leverage ration existing in company, the more higher CAAR happening.
The level of Cash Flow changing was proved influencing CAAR with alpha 10 percent, where the result showed that the more higher Cash Flow change, the more higher the amount of CAAR happening.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2007
T 17854
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahdi
"Kebijakan rekapitalisasi perbankan nasional dilaksanakan pemerintah dengan tujuan agar bank-bank tersebut kembali sehat dan diharapkan bisa menjadi motor penggerak keluar dari krisis perekonomian nasional.
Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui pengaruh dari Pangsa Aset, Pangsa Dana, Pangsa Kredit, CAR, LDR terhadap ROA perbankan Indonesia dengan studi kasus bank peserta program rekapitalisasi. Penelitian ini juga untuk mengetahui apakah perbedaan cakupan wilayah operasional bank, dan perbedaan waktu/tahun berpengaruh signifikan terhadap profitabilitas bank rekapitalisasi.
Penelitian dilakukan dengan menggunakan polling data tahun 2000 sampai tahun 2003, dianalisis dengan metode OLS menggunakan program EVIEWS 3.1 selanjutnya dilakukan pengujian ekonometrika dan uji statistik.
Hasil penelitian : secara bersama-sama variabel Pangsa Aset, Pangsa Kredit, Pangsa Dana, CAR dan LDR mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap profitabilitas bank rekapitalisasi. Perbedaan cakupan wilayah operasional, yakni yang beroperasi secara nasional (BUMN dan BUSN), dan yang beroperasi secara regional (BPD) berpengaruh signifikan terhadap profitabilitas bank rekapitalisasi.
Terdapat multikolinieritas yang sangat tinggi antara pangsa asset, pangsa kredit dan pangsa dana, dua dari tiga variable tersebut dikeluarkan dari observasi. Secara bersama-sama (Pangsa Kredit, CAR., LDR) punya pengaruh signifikan terhadap profitabilitas bank rekapitalisasi, sehingga hipotesis yang diajukan dapat diterima.
Perbedaan tahun tidak berpengaruh signifikan terhadap profitabilitas bank nasional peserta rekapitalisasi, sehingga hipotesis yang diajukan ditolak. Perbedaan tahun berpengaruh signifikan terhadap profitabilitas bank BPD peserta rekapitalisasi, sehingga hipotesis yang diajukan diterima.
Dan penelitian ini terlihat bahwa faktor yang paling dominan mempengaruhi profitabilitas bank rekapitalisasi adalah Pangsa Kredit, selanjutnya faktor lainnya yang dominan adalah CAR dan LDR.

Bank recapitalization policy executed by government in purpose to banks recovery and its influence to national economic recovery.
This research tend to discover the effects of the asset section, loan section, funding section, Capital Adequacy Ratio (CAR), Loan to Deposit Ratio (LDR) factors on Return on Asset of Indonesian Banking along with case study of recapitalized banks. This research also tends to discover the difference of bank operational region scoop, and period difference influence against profitability of recapitalized banks.
The researches were done by data polling from 2000 to 2003, analyzed by the OLS method using EVIEWS 3.1 for econometric testing and statistic evaluation.
As the result together, those asset section, loan section, funding section, capital adequacy ratio (CAR), and loan to deposit ratio (LDR) variables are influencing significantly to profitability of recapitalized banks. Operational region scoop difference, which are nationally (BUMN and BUSN) and regionally (BPD) has significantly influencing the profitability of recapitalized banks. Multicolinearity is existing among asset section, loan section, and funding section, two of those three variables were obtained through observation. After all the existing variables (loan section, capital adequacy ratio (CAR), and loan to deposit ratio (LDR) variables) are influencing significantly to profitability of recapitalized banks, thus the proposed hypothesis has been accepted.
Period difference has significantly influencing to profitability of recapitalized BPD bank, so the hypothesis was accepted. Opposite with this result, period difference has insignicantly influencing to profitability of nationally recapitalized banks (BUMN and BUSN), the hypothesis has been rejected.
Come from this research, the dominant factor to profitability of recapitalized banks is loan section; others followed Capital Adequacy Ratio (CAR) and Loan to Deposit Ratio (LDR).
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2004
T20042
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gatot Indra Laksmana
"Kinerja perusahaan adalah suatu hal utama yang menjadi perhatian para stakeholders. Banyak metode yang dapat digunakan dalam melakukan penilaian kinerja ini. Begitu pula halnya dengan kinerja suatu BUMN, dalam hal ini Perum Pegadaian. Walaupun sebagai suatu BUMN yang tetap memiliki kewajiban sosial bagi masyarakat, namun Perum Pegadaian tetap mempunyai target yang telah ditetapkan oleh pemerintah, sebagai pengukuran kinerja perusahaan.
Saat ini banyak BUMN termasuk Perum Pegadaian yang menggunakan nilai pengukuran menggunakan rasio-rasio keuangan seperti Return on Assets {RDA} atau Return on Investment (ROl). Dengan pertumbuhan yang terus meningkat seiama 10 tahun terakhir, maka tidak heran akan ditemui bahwa kinerja Perum Pegadaian yang diukur melalui rasio-rasio keuangan juga akan meningkat.
Salah satu hal yang berkaitan erat dengan hasil pengukuran kinerja adalah pemberian imbalan atas hasil usaha anggota perusahaan. Selama pengukuran kinerja hanya didasarkan pada ukuran keuangan seperti yang ada dalam laporan keuangan dan dicerminkan oleh rasio-rasio keuangan yang meningkat, maka hampir dapat dipastikan bahwa segenap karyawan akan selalu menikmati reward yang baik.
Yang menjadi perhatian kita semua adalah bahwa diketahui adanya banyak keterbatasan dalam suatu laporan keuangan, diantaranya karena dalam laporan keuangan mengandung berbagai potensi distorsi yang ditimbulkan oleh standar akuntansi yang berbeda-beda. Atas dasar itulah mulai dipikirkan adanya suatu dasar penilaian kinerja yang baru, yang walaupun tetap menggunakan dasar dari laporan keuangan namun disertai dengan berbagai penyesuaian yang perlu agar diperoleh suatu nilai yang lebih dapat diandalkan.
Dengan hadirnya konsep Economic Value Added (EVA) yang dapat pula digunakan dalam menilai kinerja perusahaan, maka diharapkan bahwa penilaian kinerja perusahaan akan menjadi lebih fair. Dalam konsep EVA, kinerja suatu perusahaan dikatakan baik apabila laba usaha meningkat tetapi bukan disebabkan oleh peningkatan modal. Jika ada peningkatan modal, maka modal tersebut dapat diinvestasikan ke dalam suatu proyek yang menghasilkan pendapatan melebihi biaya modal, maka hal ini juga akan dapat meningkatkan nilai EVA. Peningkatan EVA juga dapat terjadi bila modal dialihkan dari aktivitas usaha yang tidak meliputi biaya modal.
Dan hasil penelitian atas kinerja Perum Pegadaian dengan konsep EVA ditemulan hasil bahwa untuk tahun 2002 sampai dengan 2005, nilai EVA menunjukkan nilai yang positif. Dari hasil tersebut dapat diartikan bahwa sebenarnya perusahaan berhasil menciptakan nilai tambah bagi perusahaan.
Pada akhirnya, penelitian ini sesungguhnya ingin mencari kaitan antara kesesuaian antara standar yang digunakan oleh perusahaan dalam mengukur kinerjanya dengan kondisi rill yang terjadi bila standar kinerja diukur menggunakan metode yang berbeda. Di tengah persaingan usaha yang semakin ketat, adalah bijaksana bagi perusahaan untuk mempertimbangkan metode pengukuran kinerja lain yang sesungguhnya telah umum dan digunakan bahkan oleh para pesaing usahanya.

A company's performance is the main matter concerned by the stakeholders. Many methods are applicable to assess this performance. Similarly, this is true with the performance of a state-owned company (BUMN), or the state?s pawnshop (Perum Pegadaian), in this case. Although, being a state-owned company with social liability toward the people, Perum Pegadaian has it?s own target as determined by the government, in order to measure the company's performance.
Presently, there are many BUMNs, including Perum Pegadaian, which incorporate their financial ratios as measurement value, such as ROA (Return On Assets) or ROl (Return On Investment). Through it's continuous increment of growth within the last 10 years, it's beyond doubt that some time in the future the performance of Perum Pegadaian, measured through financial ratios, will improve significantly.
One thing related very much with the result of performance measurement is the indemnity upon the efforts of the company members. As long as the performance is measured based only on the financial achievements as provided in the financial reports and reflected by the increased financial ratios, then its almost certain that all employees are going to enjoy good rewards.
What we all concern is that there found so many limitations in a financial report, some of those are because the report in question has potential distortion in it, due to different accounting standards applied. Based on this situation, a new performance evaluation base begins to be introduced where, though still based on financial reports; it's equipped with a number of adjustments needed in order to obtain more reliable values.
With the presence of EVA (Economic Value Added) concept, which is also applicable for evaluating a company's performance, it's expected that the evaluation against a company's performance will be fairer In EVA concept, a company's performance is said to be good if its profit increases not because of capital increase. When there's increment in capital, then it may be invested in a project with revenue greater than the cost of capital, and this in turn will increase the EVA value. Increment in EVA can also take place if the capital is taken back from any business activity not involving cost of capital.
Based on the study on the performance of Perum Pegadaian using the EVA concept, it 's found that for the years of 2002 until 2005, EVA values showed up positively. Out of this result, it's able to say that actually the company had succeeded create any added value.
To conclude, this study actually wants to find the relationship between the adjusted standard implemented by a company in measuring its performance and the real condition taking place, should the performance standard has been measured using a different method In the middle of keep on stricter business competition, it's wise for a company to consider another method of performance measurement generally applied and even used by its business competitors."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2007
T19748
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yulia Ansari
"Industri farmasi merupakan industri yang berbasis riset dimana inovasi produk dan kegiatan pemasaran yang efektif merupakan keunggulan kompetitif yang harus dimiliki oleh setiap perusahaan farmasi agar sukses di pasar. Dibukanya pasar AFTA dan harmonisasi perdagangan ASEAN pada tahun 2008, membuat peta persaingan industri farmasi yang smakin luas dan ketat. Pemsahaan farmasi nasional harus mampu bersaing dengan perusahaan farmasi asing yang lebih besar dan memiliki pasar yang luas.
Era persaingan bebas dan adanya kebijakan-kebijakan baru yang dikeluarkan oleh Pemerintah untuk industri farmasi menuntut perusahaan farmasi nasional untuk rneningkatlcan keunggulan kompetitifnya agar mampu bersaing di pasar global. Upaya untuk menciptakan keunggulan melatarbelakangi penggabungan yang dilakukan oleh tiga perusahaan di industri farmasi yailu, PT Kalbe Farma Tbk., PT Dankos Laboratories Tbk. dan PT Enseval. Penggabungan ketiga entitas ini membentuk satu entitas dengan nama PT Kalbe Farma Tbk (Kalbe). Tujuan utama yang ingin diraih dari merger ini adalah mencapai sinergi. Di antara potensi sinergi itu adalah pemakaian sumber daya bersama, pengurangan duplikasi aktivitas pemasaran dan rantai pasok (supply chain), posisi tawar yang kuat dengan pihak ketiga dan proses usaha yang terpadu. Selain itu penggabungan usaha ini akan memperbesar kapitalisasi pasar Kalbe di bursa, hal ini berpotensi untuk menarik minat para investor untuk membeli saham Kalbe.
Sinergi yang diperoleh dari kegiatan merger dan akusisi akan meningkatkan nilai perusahaan da.n rnemberikan dampak positif kepada peningkatan ksejahteraan stakeholders secara keseluruhan. Beberapa literatur di bidang keuangan meneliti mengenai return yang diperoleh dari kegiatan merger dan akuisisi dengan menggunakan metode event study. Sebagian besar penelitian yang dilakukan dengan metode ini rnemberikan hasil bahwa merger dan akuisisi memberikan kombinasi return yang positif bagi perusahaan target dan perusahaan pengakuisisi.
Teori merger berdasarkan sinergi dan efisiensi memprediksikan bahwa merger dan akuisisi menghasilkan return yang positif. Penelilian ini ingin menganalisis, apakah peristiwa merger (penggabungan usaha) yang dilalcukan oleh Kalbe memberikan pengaruh pada nilai perusahaan yang dicerminkan dari kinerja harga saham perusahaan di bursa. Pengaruh dari peristiwa merger dapat diperoleh dengan melakukan pengamatan terhadap terciptanya abnormal return dan pola pergerakan cumulative abnormal return pada periode di sekitar pengumuman merger (event window). Selain itu untuk mengetahui apakah saham Kalbe setelah merger merupakan investasi yang menarik dan memberikan potensi return bagi investor, maka perlu dilakukan valuasi terhadap nilai Perusahaan untuk memperoleh nilai intrinsik saham Kalbe.
Berdasarkan analisis event study, pada hari ke +2 tercipta abnormal return yang signifikan. Ketiga metode yang digunakan memberikan kesimpulan yang sama. Metode Mean Adjusted Return menghasilkan abnonnal return sebesar 9,76%, sedangkan dengan metode Market Model sebesar 8,38% dan metode Market Acyusted Return sebesar 8,83 % Secara rata-rata pada hari ke +2 dihasilkan abnormal return sebesar 8,99%. Pada hari ke +3 sampai +10 secara umum terjadi abnormal return yang negatif tetapi berdasarkan hasil uji-t, abnormal return yang dihasilkan tidak signifikan. Secara keseluruhan pada event window (-10,+10) diperoleh rata-rata abnormal return sebesar 0,46% dengan metode Mean Adjusted Return, sedangkan dengan metode Market Model dan Market Adjusted Return masing-rnasing sebesar 0,34% dan 0,51%. Secara rata-rata dan ketiga metode menghasilkan abnormal return sebesar 0,43%.
Pola CAR memperlihalkan pergcrakan harga saham Kalbe yang Stabil sejak hari -8 dan yang dilanjutkan dengan lonjakan yang tajam pada had ke +2 sebagai reaksi dari pengumuman merger yang dilakukan Perusahaan. Setelah hari ke +2 nilai CAR mengalami penurunan secara perlahahan-lahan. Penunman pola CAR kemungkinan terjadi karena aksi profif taking atau adanya koreksi harga yang disebabkan oleh lonjakan yang tinggi pada hari +2. Pada hari ke +10 diperoleh nilai CAR secara rata-rata sebesar 9.11%. Hasil yang diperoleh dari analisis abnormal retum dan pergerakan pola CAR di sekitar pengumuman merger Perusahaan dengan metode event study sesuai dengan teori merger berdasarkan sinergi, bahwa tindakan merger yang dilakukan oleh perusahaan memberikan return yang positif bagi pemegang saham (shareholders) sebagai cerminan dari potensi sinergi yang akan diperoleh dari merger.
Valuasi saham dilakukan dengan menggunakan metode Discounted Cash Flow dan menggunakan pendekatan Free Cash Flow to the Firm (FCFF) untuk memproyeksikan arus kas perusahaan dimasa datang. Berdasarkan hasil valuasi, diperoleh nilai intrinsik saham Kalbe sebesar Rp 1.460,- per saham. Jika dibandingkan dengan harga saham Kalbe pada tanggal 29 Desember 2006 sebesar Rp 1.190,- per saham, maka harga saham Kalbe diperdagangkan discount 18,5% dari nilai intrinsiknya, atau dengan kata lain saham Kalbe undervalued. Apabila diasumsikan bahwa fair value tidak mengalami perubahan maka harga saham Kalbe Parma pada tanggal 1 Mei 2007 (Rp 1.260,-) diperdagangkan discount 13,7% dari nilai intrinsiknya atau undervalued. Saham Kalbe setelah sekitar 1,5 tahun merger merupakan investasi yang memberikan potensi return yang menarik Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan memiliki prospek pertumbuhan yang baik di masa datang melalui potensi sinergi sebagai dampak dari merger yang dilakukan perusahaan dan strategi bersaing perusahaan untuk menghadapi pasar global. Dari hasil valuasi ini, penulis merekomendasikan beli (buy) untuk saham Kalbe.

Pharmaceutical industry is a research-based industry, where product innovation and effective marketing program are the crucial source of competitive advantage for every pharmaceutical company to able to succeed. The opening of AFTA market and ASEAN trade harmonization program in 2008, lead to a broader and intense competitive market. In connection to this, national pharmaceutical companies are going to face a tough competition from global pharmaceutical companies which already has their own worldwide market.
The era of free-trade market and new regulations on pharmaceutical industry forced national pharmaceutical companies to create their competitive advantage to able to survive in the global competition. The merger between PT Kalbe Farma Tbk, PT Dankos Laboratories Tblc. and PT Enseval to become one entity named PT Kalbe Farma Tbk (Kalbe) was done as part of the company long term strategy to create competitive advantage in the international market. The main objective of the merger is to create synergy. The potential source of synergy would come from: elimination of resource duplication, elimination of duplication in marketing activities and supply chain, strong bargaining power with third party and streamlining all of the companys business activities. Furthermore, the merger will increase, significantly, the company 's market capitalization which would attract investors to buy the company's stocks.
The synergy created by merger and acquisition will improve the value of the company and also the wealth of stakeholders as a whole. Event study was the common method in financial literature used to analyze the return or wealth created by the merger and acquisition activities. Most of the research concluded that merger and acquisition gave positive combined returns for targets and bidders.
Merger theory based on synergy and efficiency predict that return in a merger and acquisition is positive. This research tries to analyze the eject of merger into the company 's value which was rejlected by the conrpanyiv stock price performance in the stock market. The study of the effect of merger would be done by analyzing the creation of abnormal return and the pattern of the cumulative abnormal return around the announcement day (event window). Furthermore, to know whether the company's stock is still an interesting investment and would give potential return to investors we are going to do stock valuation. Fundamental analvsis was done to calculate the intrinsic value of Kalbe 's stock.
Anabtsis based on event study methodology resulted in a significant abnormal return at day +2. We are using three methods to predict expected return and all of the three methods gave the same conclusion. The Mean Athusted Return method arrived at estimated abnormal return of 9. 76%, meanwhile the Market Model arrived at 8.38% abnormal return and Market Athusted Return model at 8.99% abnonnal return. On day +3 until +10, generally, resulted in an insignificant negative abnormal return based on t-test. On average, in the (-10, +10) event window, we arrived at estimated abnormal return of 0.46% for Mean Achusted Return, 0.34% abnormal return Market Model and 0.35 % for Market Adjusted Return. The three methods resulted in an average of 0.34% abnormal return.
The pattern of CAR shows stable movement from day -8 and followed by sharp increase on day +2 after the merger announcement day. After day +2, CAR pattem show steady decline. The downturn pattern of CAR was probably due to profit taking or price correction because ofthe jump in price in day +2. On day +10, on average, CAR was recorded at 9.11 %. The result from the abnormal return and CAR pattern analysis aligned with the merger theory based on synergy that merger create positive return to the shareholders as a reflection of potential synergy ofthe company.
Valuation process was done by using Discounted Cash Flow (DCF) method with Free Cash Flow to the Firm approach to predict the company 's cash flow in the future. The valuation arrived at intrinsic value of Rp 1,460,- per share for Kalbe's stocks. Compared to the actual price at 29 December 2006 at the level of Rp 1.190,- per share, then the price of the company 's stock was traded at 18.5% discount, in other words the company 's stock was undervalued. Assuming that fair value did not change then at I May 2007 (actual price Rp 1.260,- per share) was also traded discount by 13.7% from its intrinsic value or undervalued Kalbe 's stock after 1.5 years of merger was still an interesting investment with attractive potential retum. This result reflects the company 's potential growth prospect as a result of synergy from merger and the company's strategy facing global market. Based on DCF valuation, we recommended buy for Kalbe 's stacks."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2007
T23196
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aulia Fajra
"Penilaian kinerja perlu dilakukan untuk mengevaluasi keberhasilan tujuan perusahaan. Beberapa pendekatan peilaian kinerja keuangan diantaranya adalah Return on Equity (ROE), Economic Value Added (EVA), dan Market Value Added (MVA). Penggunaan pendekatan EVA dan MVA dilakukan untuk mengatasi kekurangan pada pendekatan ROE, dimana ROE tidak memasukkan faktor biaya modal untuk pengukuran apakah perusahaan berhasil menciptakan nilai tambah bagi para pemegang sahamnya. Penulisan ini bertujuan untuk mengukur kinerja keuangan PT. Astra Argo Lestari, Tbk, dan PT. Bakrie Sumatera Plantation, Tbk pada periode 2003-2007, dengan menggunakan ketiga pendekatan yang sudah disebutkan. Dengan ketiga pendekatan penilaian kinerja yang digunakan, dapat disimpulkan bahwa kedua perusahaan memiliki kinerja yang bagus yang ditandai dengan kenaikan nilai MVA. Sedangkan untuk meningkatkan nilai EVA perusahaan dapat mempertimbangkan pinjaman kepada institusi yang menawarkan bunga yang lebih kecil sehingga bisa mengurangi nilai cost of debt . Selain itu perusahaan juga sebaiknya menurunkan nilai cost of equity, dengan cara menurunkan nilai beta perusahaan
Performance appraisal needs to be done to evaluate the success of the company's goals. Several approaches to assessing financial performance include Return on Equity (ROE), Economic Value Added (EVA), and Market Value Added (MVA). The use of EVA and MVA approaches is done to overcome the shortcomings of the ROE approach, where ROE does not include the cost of capital factor for measuring whether the company has succeeded in creating added value for its shareholders. This writing aims to measure the financial performance of PT. Astra Argo Lestari, Tbk, and PT. Bakrie Sumatera Plantation, Tbk in the period 2003-2007, using the three approaches already mentioned. With the three performance appraisal approaches used, it can be concluded that both companies have good performance which is indicated by an increase in MVA value. Meanwhile , to increase the EVA value , the company can consider loans to institutions that offer lower interest rates so that it can reduce the cost of debt . In addition, the company should also reduce the value of the cost of equity, by lowering the beta value of the company."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2008
T25535
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Martha Indang Prasasti
"ABSTRAK
Kebijakan dividen merupakan salah sam isu menarik dalam literatur keuangan. Sampai
saat ini beberapa penelitian tentang biaya agensi dan kebijakan dividen telah
dipublikasikan, tetapi sebagian besar pcnelitian tersebut dilakukan di pasar modal negara
maju (developed marker). Seperti kita ketahui, pasar modal di negara berkembang
(emerging marker) agak berbeda dengan developed marker dalam beberapa hal. Jadi
hasil-hasil penelitian yang sekarang ada kurang relevan untuk mengidentii1l
biaya aensi terhadap kebijakan dividen di emerging market. 'hnjuan utama dm-i laporan
penelitian adalah untuk mengidentifikasi pengaruh biaya agensi terhadap kebijakan
dividen di emerging market. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini tcrdiri dari 35
pemsahaan non iinansial yang terdahar di Bursa Efek Jakana (BET). Data yang
digunakan adalah data selama lima (5) tahun yaitu dari periode 1998 sampai dengan
2002. Model Regresi OLS digunakan untuk mengidentifxkasi pengaruh dari biaya agensi
terlmdap kebijakan dividen di emerging market. Hasil penelitian mengindikasikan bahwa
jumlah saham beredar dan collaierazible assets sccara positif dan kepemilikan insider
dan jiee cash flow secara ncgatif berhubungan dengan dividend payout razio. Ketiga
koefisien tersebut sesuai dengan dugaan peneliti dan cukup konsisten dengan hasil
penelitian empiris Rozeff (1982) dan penelitian empiris lain sebelumnya. Sedangkan
koefisienffee cash flow yang berdasarkan penelitian temyata berbanding terbalik dengan
besaran dividen. Dan berdasarkan hasil penelitian disirnpulkan adanya pengaxuh biaya
agensi terhadap kebijakan dividen di emerging market.

ABSTRACT
Dividend policy is an interesting issue in financial literature. Up until now, some
researches about agency problem has been published, but most are being done in the
capital market of developed country. As we know, the capital market in emerging country
is different with the one in developed country. So the result of current researches are not
relevant to identify the impact of agency cost to the dividend policy in emerging market.
The main goal of this research is to identify the impact of agency cost to the dividend
policy in emerging market. Sample used consist of 35 non financial companies listed in
the Jakarta Stock Exchange (JSX). Data used is for five (5) years period from 1998 to
2002. OLS Regression Model is being used to identify the impact of agency cost to the
dividend policy in emerging market. Findings indicate that outstanding stocks and
collaterazible assets are positively related to dividend payout ratio; insider ownership and
free cash How are negatively related to dividend payout ratio. Three coetiicients are
consistent with researchers? assumptions and consistent with Rozeffs findings (1982)
and other researches. But free cash flow is negatively related to dividend payout ratio.
Based on the findings it is concluded that there is impact of agency cost to the dividend
policy in emerging market.

"
2004
T34218
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sjafardamsah
"Rencana merger PT Bumi Resources Tbk (BUMI) dan PT Energi Mega Persada Tbk (ENERGI) merupakan berita yang cukup menyita perhatian kalangan pasar modal. Selain besarnya nilai transaksi yaitu Rp 11.52 triliun berbagai aksi korporasi lainnya dari kedua perusahaan menjadikan rencana merger ini menjadi cukup fenomenal. Hal ini jugalah yang mendorong rasa ingin tahu penulis mengenai rencana tersebut. Walaupun pada akhirnya rencana ini secara resmi telah dibatalkan namun beberapa hal masih dapat dijadikan contoh kasus yang bermanfaat, terutarna dalam menerapkan beberapa teori yang berkaitan dengan penilaian perusahaan khususnya metode Adjusted Present Value (APV).
Pembahasan karya akhir ini diawali dengan mencari nilai perusahaan ENERGI per 31 Desember 2006. Penilaian ini dilakukan dengan pertimbangan bila Lapindo Brantas Inc (LBI) salah satu anak perusahaan yang mengalami musibah luapan lumpur pada salah satu sumur galiannya didivestasi. Berdasarkan Iaporan keuangan per 30 Juni 2006 penulis membuat penyesuaian laporan keuangan bila LBI didivestasi kemudian membuat proyeksi laporan keuangan ENERGI per 31 Desember 2006. Selanjutnya penulis membuat proyeksi laporan keuangan selama sepuluh tahun dari tahun 2007 sampai tahun 2016 dengan menggunakan model simulasi sehingga didapatkan nilai free cash flow setiap tahunnya. Dengan menggunakan metode discounted cash flow, free cash flow tersebut di present value kan pada tingkat cost of capital dimana diasumsikan perusahaan seluruhnya didanai dengan modal sendiri (unlevered firm). Tidak ada terminal value karena setelah sepuluh tahun diasumsikan tidak ada lagi cadangan yang dapat diproduksi. Sehingga diperoleh nilai ENERGI sebesar Rp. 8.529.993.432.000 atau Rp 592 per lembar saham. Dengan demikian nilai transaksi yang direncanakan sebesar Rp. 11,52 triliun menjadi jauh lebih mahal dari nilai perusahaan itu sendiri. Hal ini mungkin disebabkan karena nilai Rp. 11,52 triliun belum memperhitungkan divestasi LBI.
Kemudian pembahasan dilakukan terhadap transaksi leveraged buyout (LBO) yang terjadi bila BUMI mengambil alih ENERGI dengan struktur pendanaan sebagian besar berasal dari pinjaman pihak ketiga. Dalam karya akhir ini diasumsikan nilai transaksi sebesar niliai buku ENERGI per 31 Desember 2006 sebesar Rp. 8.163.685.200.000. 90% pendanaan berasal dari pinjaman yaitu sebesar Rp. 7.347.316.680.000. sedangkan sisanya sebesar Rp. 816,368,520,000 didanai menggunakan modal sendiri. Dengan menggungakan metode Adjusted Present Value (APV) dapat diketahui nilai perusahaan setelah LBO yaitu sebesar nilai unlevered firm ditambah tax shield dikurangi bankcruptcy cost yang masing-masing sebesar Rp, 8.529.993.432.000. ; Rp. 1.286.597.767.000; dan Rp. 36.081.873.000 sehingga nilai perusahaan menjadi Rp. 9.780.509.327.000. Nilai tersebut terdiri dari nilai utang sebesar Rp. 7.347.316.680 dan nilai ekuitas sebesar Rp. 2.433.192.647.000. Dengan demikian terdapat nilai positif bagi investor ekuitas sebesar Rp. 1.616.824.127.000 dimana nilai awal ekuitas sebelum LBO Rp. 816.368.520.000 meningkat menjadi Rp. 2.300.793.644.000 setelah LBO.
Sehingga dengan demikian disarankan agar BUMI meaakukan LBO terhadap ENERGI dengan komposisi pendanaan 90% nya berasal dari pinjaman pihak ketiga. Untuk itu pihak manajemen BUMI hares mampu mencari sumber-surnber yang mampu memberikan pinjaman dalam rangka LBO tersebut.

Merger plan between PT Bumi Resources Tbk (BUMI) and PT Energi Mega Persada Tbk (ENERGI) was very interesting news for the capital market society. Not just the large amount that involved in this transaction as mush as Rp 11.52 triliun, but also several corporate action from both company make this merger plan become so phenomenal. It also seems to be the reason of this thesis. Even though the merger was officially being canceled but it still left some item that can be a good sample for case study, especially for implementation of valuation theory more special for Adjusted Present Value (APV) method.
This thesis begins with the valuation of ENERGI per December 31, 2006. This valuation is performed with consideration that Lapindo Brantas Inc (LBI) the subsidiary of ENERGI which experiencing the mud flow accident is being divested. Based on financial statement per June 30, 2006 this thesis make any adjustment to accommodate the divestment of LBI and then based on this adjustment we can make the projection of financial statement for ENERGI per December 31, 2006. This thesis also makes the projected financial statement for the next ten years from 2007 until 2016 using the simulation method so that the free cash flow every year can be determined. The present value of free cash flow can be determined using the Discounted Cash Flow method with discount rate at cost of capital with assumption that the company only financed with equity (unlevered firm). This thesis do not calculate the terminal value since it is assumed that there would be no more deposit of oil and gas after ten years production. Then we get the value of the firm for ENERGI is Rp. 8.529.993.432.000 or Rp 592 per share. So the value of the merger that was planned to be Rp. 11,52 trillion seems to be very expensive. Possibly it happened because the divestment of LBI is not being considered.
After this, the thesis analyzed the leveraged buyout (LBO) transaction that could be happened if BUMI take over ENERGI with most of financing structure come from third party. It is assumed that the take over was using the book value of ENERGI per December 31, 2006 that is Rp. 8.163.685.200.000. 90% of this transaction is financed by loan that is Rp. 7.347.316.680.000. And the rest 10% is financed by equity as much as Rp. 816,368,520,000. Using the Adjusted Present Value (APV) method, the value of the firm after LBO can be calculate as the sum of unlevered firm value plus tax shield less bankruptcy cost that is Rp, 8.529.993.432.000. ; Rp. 1.286.597.767.000; and Rp. 36.081.873.000 so the value of the firm is Rp. 9.780.509.327.000. It consist of debt value Rp. 7.347.316.680 and equity value Rp. 2.433.192.647.000. It is clear that there is a positive value for the equity investor as much as Rp. 1.616.824.127.000 that comes from the difference between equity value before LBO Rp. 816.368.520.000 that increase to Rp. 2.300.793.644.000 after LBO.
So it recommended that BUMI should take over ENERGI using LBO method with 90% of financing structure comes from loan. The management of BUMI should find any sources from the third party to finance the LBO.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2007
T19684
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>