Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Maisyaroh
Abstrak :
Gagasan dernokrasi merupakan hal yang senantiasa aktual unmk diperbincangkan. Penghargaannya atas prinsip-prinsip kebebasan dan kesetaraan, dianggap memiliki nilai universal dan relevan dengan hakikat kehidupan umat manusia. Di Indonesia, tumbangnya rezim Orde Baru menghidupkan kembali ide-ide demokrasi. Sistem politik pun berangsur-angsur berubah. Demokrasi menjadi slogan utama dan tema di setiap pembicaraan sosial dan politik, bahkan demokrasi pun dikaitkan dengan realitas dan tradisi keagamaan.

Para pemikir, cendikiawan dan pengamat demokrasi tak henti-hentinya mengusung gagasan demokrasi yang relevan dengan konteks kehidupan bangsa Indonesia. Tentu saja, nilai-nilai tradisi sosial dan keagamaan tidak lepas dari pertimbangan. Dalam konteks inilah, pemikiran Gus Dur memiliki kontribusi yang sangat panting. Tesis ini hendak menjelaskan pemikirannya tentang demokrasi, sejauh mana pemikiran keagamaan membentuk pemikiran Gus Dur dan menyesuaikannya dengan gagasan demokrasi dan implikasi pemikirannya bagi pcrkembangan demokrasi di Indonesia.

Pemikiran Gus Dur ditelaah berdasarkan teori dan konsep tentang demokrasi, demokratisasi, civil society dan sosialisasi politik. Dari uraian gagasan dan pemikirannya, tampak bahwa Gus Dur menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi. Proses menuju terciptanya suasana demokratis diperjuangkan olehnya lewat berbagai peran sosial dan politik yang ia jalani. Latar belakang kultur agama yang kuat turut memperkuat dukungannya terhadap konsep demokrasinya. Bahkan ia berani, tegas dan teguh menyatakan bahwa Islam tidak bertentangan dengan demokrasi. Islam memiliki kontribusi yang besar bagi perkembangan demokrasi.

Sikap kritis terhadap pemerintah menunjukkan penghargaan atas kedaulatan rakyat. Konsep masyarakat sipil terwujud jika kedaulatan berada di Iangan rakyat. Sentuhan pemikiran Islam dan Barat dalam karir intelektualnya turut mempengaruhi sikap toleransi yang ia miliki. Karena itu pula, pemikirannya seringkali dianggap sebagai representasi dari kehendak rakyat pada level bawah. Meski demikian, ia juga sosok yang unik dan kontroversial. Dalam keteguhan pendirian, terkadang ia harus berbenturan dengan berbagai pihak. Baginya, hal ini merupakan bagian dari dinamika demokrasi.

Implikasi teori dari penelitian ini menunjuldcan bahwa pada umumnya pemikiran Gus Dur tentang demokrasi relevan dengan demolcrasi itu sendiri khususnya yang berkaitan dengan nilai-nilai pluralisme. Hal ini sekaligus mendukung teori demokrasi sebagai salah satu sistem politik yang paling relevan bagi kehidupan sosial-politik yang sangat majemuk di Indonesia.
Democracy is always actual idea to be discussed. Its appreciation of freedom and equal principles is assumed to have a universal value. They are also relevant with the substance of human life. In Indonesia, the fall of New Order has generated the idea of democracy. Democracy becomes main topic and slogan in every social and political discussion, and it is also tried to be linked with religious tradition and reality.

Thinkers, scholars, and academicians always support the idea of democracy which is said as relevant with the life of Indonesia. Of course, socio-religious traditional values are still considered. In that context, the idea of Gus Dur has an important contribution. This thesis tries to explain the idea on democracy; the role of religious values which is shaped GuDur ideas on democracy and adjust it with democracy; and its implication on democracy in Indonesia.

The idea of Gus Dur is examined with theory and concept of democracy, democratization, civil society, and political socialization. From the description of his ideas and thoughts, it seems that Gus Dur supports the values of democracy. Process in realizing democratic situation in fought by him through his social and political role. His strong background on religious culture strengthens his support on his concept of democracy. Even he is brave, assertive, and tough to state that Islam is compatible with democracy. Islam has significant contribution for the advancement of democracy.

His critical perception toward the government shows his appreciation on peop|e's sovereignty. The concept of civil society will be realized if the people have the sovereignty. His experience with Islamic and Westem ideas contributes to his tolerance attitude. Because of that , his ideas represent people's aspiration. Even tough, sometimes he is also unique and controversial because he must oppose other's opinion.

Theoretical implication of the research is that generally the ideas of Gus Dur on democracy relevant with democracy it selĀ£ especially pluralism. It is relevant with theory of democracy as a political system with plural social and political life of Indonesia.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006
T21464
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Theresia Susanti Asih
Abstrak :
Hubungan Patron-Klien yang sangat kental dalam tradisi NU, sudah terbentuk sejak adanya Pesantren. Seorang kiai sebagai patron mempunyai kekuasaan dalam arti sebagai panutan, ucapan dan perintah kiai harus diikuti oleh para santri yang disebut klien. Masuknya kiai dalam wilayah politik praktis menyebabkan pola patronklien ini juga terlibat didalamnya. Keterlibatan pola Patron-klien dalam pemberian dukungan warga NU terhadap pemerintahan Abdurrahman Wahid ini yang menjadikan penulis tertarik untuk mengadakan penelitian, dengan pokok permasalahan mengapa warga NU memberikan dukungan terhadap Abdurrahman Wahid dan bagaimanakah pola hubungan pemberian dukungan tersebut. Penelitian ini menggunakan landasan teori patron-klien yang terdiri dari patranase yang dikemukakan oleh Scott dan Maswadi Rauf, teori kewibawaan tradisional yang dikemukakan oleh Jakcson, dan kepemimpinan kharismatik oleh Weber, serta teori konflik oleh David Schwartz dan teori alit yang dikemukakan oleh Duverger. Teori ini digunakan untuk menganalisa konflik yang terjadi antara Abdurrahman Wahid dengan DPR, dan latar belakang mengapa warga NU sangat mendukung pemerintahan Abdurrahman Wahid serta bentuk dukungan yang diberikan oleh warga NU. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan jenis penelitian deskritifanalitis dengan data yang dipakai data primer yang diperoleh dari penelusuran pustaka dan data sekunder yang dilakukan melalui wawancara dengan nara sumber yaitu :3 orang kiai dan 10 santri guna mendapatkan informasi yang lebih lengkap. Dalam penelitian dan analisis tesis ini, penulis menemukan bahwa pemberian dukungan warga NU terhadap Abdurrahman Wahid sangat terkait dengan sistem patron-klien yang melibatkan emosional warga NU. Warga NU mengganggap bahwa Abdurrahman Wahid yang dipilih secara demokratis ingin dilengserkan dengan Cara tidak hormat oleh DPR tahun 2001, sehingga perlu untuk dibela Dalam penelitian ini ditemukan bahwa ternyata dukungan yang diberikan oleh warga NU terhadap Abdurrahman Wahid digolongkan dalam New Patrimonialisme yang dikemukakan oleh Maswadi Rauf, klien membela patron dalam mempertahankan kedudukannya dalam pemerintahan sekuat tenaga, bahkan rela mengorbankan dirinya. Faktor utama yang menyebabkan Abdurrahman Wahid sebagai patron Iebih dikarenakan faktor kewibawaan tradisional dan kharisma dari pada faktor finansial. Implikasi teoritis dalam penelitian ini, bahwa teori yang dikemukakan oleh Scott dimana faktor utama yang menjadikan seorang sebagai patron karena adanya dukungan finansial ternyatakan tidak terbukti dalam kasus pemberian dukungan terhadap Abdurrahman Wahid. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa untuk kasus di Indonesia, faktor kewibawaan tradisional dan kharisma cenderung Iebih dominan sebagai faktor utama dari pada faktor finansial.
Patron-client relation is very strong in the tradition of NU and has been shaped from the existence of pesantren. A kiai as a patron has an authority in term of admiration that his word and order must be followed by santri as client. The involvement of kiai in political activities has endorsed the relation of patron and client to be pulled in. The involvement of patron-client relation in the context of support of people affiliated with NU on the government of Abdurahman Wahid has attracted writer to do a research. The questions are why people affiliated with NU give their support to the government and what the pattern of the support is. This research uses theories of patron-client which are patronage initiated by Scott and Maswadi Rauf: traditional charisma from Jackson; charismatic leadership from Weber; theory of conflict from Dacid Schwartz; and theory of elite from Duverger. Those theories are applied to analyse conflict between Abdurahman Wahid and DPR and the background of support of people affiliated with NU on Abdurahman Wahid. In this research, qualitative method is used and the research itself is categorized as descriptive analytic. Primary data is taken literature study and secondary data is taken from interview with three Ida.' and 10 santri to get more complete information. In the research and analyses of the thesis, writer finds that the support from people affiliated to NU relates to patron-client relation and involves their emotional feeling. They said that Abdurahman Wahid who is selected in democratic election will be felt down without honour by DPR in 2001, so that must be defended. In the research, it is found that the support is categorized as new patrimonial argued by Maswadi Rauf that they defend the government in order to defend their patron in the government. In the meantime, the main factor to support Abdirahman Wahid is his traditional charisma rather that financial factor. Theoretical implication of the research is that theory initiated by Scott that the main factor to make someone as a patron because of financial support is not verified in this case To conclude, in the case of Indonesia, traditional charisma tends to be the main factor rather that financial.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006
T22115
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Chumeidi
Abstrak :
Khittah 1926 dan Orientasi civil society merupakan pengambilan jalan tengah bagi proses politik dalam tubuh NU. Ada tiga pemahaman Khittah: Pertama, khittah merupakan reposisi NU dalam mengembangkan organisasi kemasyarakatan dan pesantren. Kedua, khittah sebagai strategi politik Ketiga, khittah masuk dalam tataran praktik keagamaan dan menolak NU keluar dalam jalur politik. Metodologi yang digunakan yaitu pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian deskripsi analisis. Tehnik pengumpulan data dilakukan dengan buku-buku ilmiah, dokumen-dokumen, wawancara, koran-koran, majalah yang membahas tentang NU dan civil society tepatnya paradigma khittah 1926. Teori yang digunakan dalam hai ini adalah teori J.W.F Hegel tentang cavil society yang menegaskan bahwa elemen gerakan civil society tetap tidak bisa lepas dari kontrol negara, dan masyarakat dapat terlibat dalam negara. Karenanya peran yang dilakukan oleh elemen civil society tidak sebatas ruang gerak vis-a vis negara, tetapi menjadi mitra koordinatif antara negara dan masyarakat, tetapi tetap sebagai gerakan civil society, NU terus mengedepankan tahap kritis terhadap negara. Penemuan dalam penelitian ini adalah bahwa pads prinsipnya NU hanya mengorientasikan pada gerakan civil society sebagai stralegi politik untuk menekan terhadap dominasi negara. NU dalam kapasitasnya sebagai elemen civil society lebih mengorientasikan pada nilai-nilai gerakan sosial keagamaan. Keputusan menjadikan NU sebagai gerakan sosial keagamaan diorientasikan untuk memperkuat posisi warga negara yang banyak dieksploitir dan dihegemoni oleh negara. Adapun keberadaannya sebagai gerakan politik NU lebih menekankan pada pendekatan transformasi f, dimana gerakan politik diorientasikan pada pemenuhan kebijakan politik untuk perbaikan masyarakat. Kesimpulannya bahwa NU secara garis besar telah mengorientasikan dirinya pada wilayah gerakan sosial keagamaan, tak bisa dipungkiri memang pasalnya keterlibatan NU dalam ranah politik praktis membuat NU terjebak pada pragrnatisme politik yang akut. Karenanya NU pasca muktamar ke-31 mempertegas posisi organisasi NU pada wilayah gerakan sosial keagamaan atau tepatnya gerakan civil society. Implikasi teorinya adalah yang dikembangkan dalam civil society dalam barat menekankan pada wilayah otonomi dalam masyarakat, masyarakat menjadi kekuatan untuk melawan negara, padahal dalam kontek Indonesia elemen civil society lebih cenderung tidak bisa lepas dari negara, NU megalami nilai civil society yang cenderung selalu menarik ulur akan eksistensinya dalam vis-a vis negara.
Khittah of 1926 and civil society orientation is a middle way for the political process in the organization of NU. There are three comprehensions on it: first, khittah is a reposition of NU in advancement of the communal organisation and pesantren. Second, khittah is a political strategy. Third, khittah is a practical implementation of religion and deny coming out to political track. The methodology which is used is qualitative approach and the category of research is descriptive analytic. Technique of data collection is done by collecting data from books, documents, interviews, newspaper, and magazines that look at NU and civil society especially the khittah of 1926. Theory which is applied in the study is theory of civil society generated by G.W.F Hegel who assumed that elements of civil society movement cannot escape from state control and society can involve within state. Consequently, the role of elements of civil society is not only opposite the state, but also coordinative partner between state and society. As a civil society movement, NU still endorses critical position toward state. Finding of the study is that the principles of NU orientate to civil society movement as a political strategy only to resist the domination of state. NU in its capacity of-civil-society has a-strong orientation nn socio-religion values. The v6rdict of directing NU as socio-religious movement is oriented to strengthen the position of citizen who is exploited by state. Its existence as a political movement impels to transformative approach, which political movement is oriented to the fulfillment of political strategy to develop society. To conclude, NU generally tends to acquaint itself to socio-religious movement. It is undeniable that the involvement of NU in the political practice activities has trapped NU in an acute political pragmatism. Consequently, NU after 31th muktamar has stated its position in the socio-religious movement of civil society movement. The implication of theory is that in the theories of civil society in Western tradition focus on autonomy of society whereas society is a political power against state. In the context of Indonesia, elements of civil society cannot liberate from state. NU itself has an experience of a civil society which tends to back and forth facing the state.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006
T21463
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lince Magriasti
Abstrak :
Permasalahan penelitian dan tulisan ini adalah bagaimana pola rekruitmen caleg perempuan yang dilakukan Partai Golkar dan PBB serta apa pengaruhnya terhadap keterwakilan perempuan dua parpol ini di DPRD Propinsi Sumbar pads Pemilu 2004. Penelitian yang dilakukan di Partai Golkar dan PBB ini diangkat karena di Propinsi Sumbar dari hasil Pemilu 1999 dan 2004 lalu, dua partai tersebut mengalami kenaikan perolehan suara clan jurnlah kursi di DPRD Propinsi Sumbar. Partai Golkar yang merupakan pemenang di dua pemilu terakhir, pada Pemilu 1999 berhasil menempatkan 4 orang perempuan dan 12 kursi yang diperolehnya, namun pada Pemilu 2004 ini meski terjadi kenaikan menjadi 16 kursi yang didapat justru tidak seorang pun perempuan. Sementara itu PBB yang tidak menempatkan perempuan pada Pemilu 1999, pada Pemilu 2004 ini menempatkan 2 orang perempuan. Tulisan ini menggunakan teori Pipa Norris tentang sistem rekruitmen anggota legislatif, teori tersebut digunakan untuk melihat bagaimana rekruitmen yang dilakukan di dua partai tersebut. Selain itu, juga digunakan teori tentang kuota, hal ini untuk melihat dan menganalisa keterwakilan perempuan dua parpol tersebut. Di samping itu juga dipakai konsep tentang demokratisasi dan sistem pemilu serta konsep parpol yang mendukung teori di atas untuk menjawab permasalahan penelitian ini. Fokus penelitian ini adalah pola rekruitmen caleg di Partai Golkar dan PBB, kemudian memperbandingkannya serta melihat pengaruhnya terhadap keterwakilan perempuan. Dengan menggunakan teknik wawancara dan studi pustaka, dikumpulkan data-data yang kemudian dianalisa menggunakan metode kualitatif dengan analisa deskriptif. Dari analisa tersebut, penulis menemukan bahwa ada tiga aspek perbedaan pola rekruitmen caleg antara Partai Golkar dan PBB untuk DPRD Propinsi Sumbar pada Pemilu 2004 ini, yaitu sumber rekruitmen caleg, usulan pencalonan serta dalam penyusunan dan penentuan nomor unit caleg. Secara keseluruhan, ketentuan internal dari di PBB lebih menguntungkan caleg perempuan untuk dapat terpilih daripada di Partai Golkar. Hal tersebut kemudian dapat dilihat pengaruh yang diberikannya terhadap keterwakilan perempuan di DPRD Propinsi Sumbar, bahwa caleg perempuan terpilih dari PBB ada dua orang sementara tidak ada dari Partai Golkar.
The research problem of this study is to find out the female legislators' recruitment pattern applied by Golkar Party and PBB and its impacts to the woman representation of these two political parties at the Legislative Council of West Sumatra Province in 2004 General Election. This research is carried out at the two political parties because in West Sumatra Province during the 2004 General Election, both parties gained an increasing votes and seats at the Legislative Council of West Sumatra Province. Golkar Party, which has been the winner of two consecutive elections, in 1999 Election has placed 4 women from 12 seats that it has achieved; however, in 2004 Election, none of its legislators is a woman although it has gained 16 seats. PBB, which did not place a female legislator in 1999 Election, has placed 2 female legislators in 2004. The study employs theory of Pipa Norris about legislative recruitment system in order to find out how both parties conduct the recruitment process. In addition, the study also uses theory about quota to see and analyze woman representation in both parties. The study also uses concept on democratization and election system as well as the concept of political parties that support all theories that have been mentioned to answer the research problem. The research focuses on the legislative recruitment pattern at Golkar Party and PBB, then compare them and analyze the impacts to the woman representation. By using in-depth interview technique and library research, the data is collected and analyzed using qualitative method by descriptive analysis. From such analysis, the researcher finds out that there are three aspects of different patterns in legislative recruitment at Golkar Party and PBB for the Legislative Council of West Sumatra Province in 2004 General Election. The aspects include legislative recruitment resource, candidacy proposal and the composition and the rank of the legislative candidates. In overall, internal mechanism of PBB is more beneficial for female candidates to be selected than that of Golkar Party. Then its impacts to the woman representation at the Legislative Council of West Sumatera Province can be seen: that there are two female legislators from PBB and no female legislator from Golkar Party.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2005
T22532
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Chumeidi
Abstrak :
Khittah 1926 dan Orientasi civil society merupakan pengambilan jalan tengah bagi proses politik dalam tubuh NU. Ada tiga pemahaman Khittah: Pertama, khittah merupakan reposisi NU dalam mengembangkan organisasi kemasyarakatan dan pesantren. Kedua, khittah sebagai strategi politik. Ketiga, khittah rnasuk dalam tataran praktik keagamaan dan menolak NU keluar dalam jalur politik. Metodologi yang digunakan yaitu pendekatan lrualitatif dengan jenis penelitian deskripsi analisis. Tehnik pengumpulan data dilakukan dengan buku-buku ilmiah, dokumen-dokumen, wawancara, koran-koran, majalah yang membahas tentang NU dan civil society tepatnya paradigma khittah 1926 Teori yang digunakan dalam hal ini adalah teori J. W.F Hegel tentang civil society yang menegaskan bahwa elemen gerakan civil society tetap tidak bisa lepas dari kontrol negara, dan masyarakat dapat terlibat dalam negara. Karenanya peran yang dilakukan oleh elemen civil society tidak sebatas ruang gerak vis-a vis negara, tetapi menjadi mitra koordinatif antara negara dan masyarakat, tetapi tetap sebagai gerakan civil society, NU terus mengedepankan tahap kritis terhadap negara, Penemuan dalam penelitian ini adalah bahwa pada prinsipnya NU hanya mengorientasikan pada gerakan civil society sebagai strategi politik untuk menekan terhadap dominasi negara. NU dalam kapasitas nya sebagai elemen civil society lebih mengorientasikan pada nilai-nilai gerakan sosial keagamaan. Keputusan menjadikan NU sebagai gerakan sosial keagarnaan diorientasikan untuk memperkuat posisi warga negara yang banyak dieksploitir dan dihegemoni oleh negara. Adapun keberadaannya sebagai gerakan politik NU lebih menekankan pada pendekatan transformatif, dimana gerakan politik diorientasikan pada pemenuhan kebijak.an politik untuk perbaikan masyarakat. Kesimpulannya bahwa NU secara garis besar telah mengorientasikan dirinya pada wiiayah gerakan sosial keagamaan, tak bisa dipungkiri memang pasainya keterlibatan NU dalam ranah politik praktis membuat NU terjebak pada pragmatisme politik yang akut. Karenanya NU pasca muktamar ke-31 mempertegas posisi organisasi NU pada wilayah gerakan sosial keagamaan atau tepatnya gerakan civil society. Implikasi teorinya adalah yang dikembangkan dalam civil society dalam barat menekankan pada wilayah otonomi dalam masyarakat, masyarakat menjadi kekuatan untuk me:lawan negara, padabal dalam kontek Indonesia elemen civil society lebih cenderung tidak bisa lepas dari negara, NU mengalami nilai civil society yang cenderung selalu menarik ulur akan eksistensinya dalam vis a vis negara. ......Khittah of 1926 and civil society orientation is a middle way for the political process in the organisation ofNU. There are three comprehensions on it: first, khittah is a reposition of NU in advancement of the communal organisation and pesantren. Second, khittah is a political strategy. Third, khittah is a practical implementation of religion and deny coming out to political track. The methodology which is used is qualitative approach and the category of research is descriptive analytic. Technique of data collection is done by collecting data from books, documents, interviews, newspaper, and magazines that look at NU and civil society especially the khittah of 1926. Theory which is applied in the study is theory of civil society generated by G.W.F Hegel who assumed that elements of civil society movement cannot escape from state control and society can involve within state. Consequently, the role of elements of civil society is not only opposite the state, but also coordinative partner between state and society. As a civil society movement, NU still endorses critical position toward state. Finding of the study is that the principles of NU orientate to civil society movement as a political strategy only to resist the domination of state. NU in its capacity of civil society has a strong orientation on socio-religion values. The verdict of directing NU as socio-religious movement is oriented to strengthen the position of citizen who is exploited by state. Its existence as a political movement impels to transformative approach, which political movement is oriented to the fulfilment of political strategy to develop society. To conclude, NU generally tends to acquaint itself to socio-religious movement. It is undeniable that the involvement of NU in the political practise activities has trapped NU in an acute political pragmatism. Consequently, NU after 31st muktamar has stated its position in the socio-religious movement of civil society movement. The implication of theory is that in the theories of civil society in Western tradition focus on autonomy of society whereas society is a political power against state. In the context of Indonesia, elements of civil society cannot liberate from state. NU itself has an experience of a civil society which tends to back and forth facing the state.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library