Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sarah Rafika Nursyirwan
Abstrak :
Latar belakang Kardiotoksisitas subklinis merupakan kondisi yang sering terjadi pada anak dengan keganasan yang mendapat kemoterapi, tetapi belum dapat terdeteksi menggunakan pemeriksaan ekokardiografi konvensional. Pemeriksaan global longitudinal strain menggunakan ekokardiografi speckle tracking dilaporkan dapat mendeteksi disfungsi ventrikel kiri lebih awal dibandingkan ekokardiografi konvensional. Namun, belum banyak penelitian terkait pemeriksaan kuantitatif fungsi jantung dengan ekokardiografi speckle tracking pada anak dengan keganasan. Studi ini diharapkan dapat membantu deteksi dini gangguan fungsi jantung. Metode Penelitian ini merupakan studi potong lintang di RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta terhadap 49 subyek anak berusia 6 bulan sampai 17 tahun 10 bulan pada September-November 2022. Subyek penelitian adalah anak yang baru terdiagnosis keganasan, tidak memiliki masalah jantung sebelumnya, dan mendapatkan kemoterapi kemudian dievaluasi pemeriksaan kuantitatif fungsi jantung dengan pemeriksaan kuantitatif ekokardiografi (konvensional, Doppler jaringan, speckle tracking) sebelum dan sesudah mendapat kemoterapi 3 bulan. Pasien yang mengalami reduksi relatif GLS >15% dilakukan pemeriksaan lanjutan berupa biomarker jantung troponin I. Hasil ekokardiografi speckle tracking dapat dipertimbangkan untuk deteksi disfungsi sistolik ventrikel kiri lebih dini dengan sensitivitas 100% (IK 95% 82,35-100) dan spesifisitas 60% (IK 95% 40,60-77,34). Subyek yang mengalami kardiotoksisitas subklinis didapatkan sebanyak 63,3% ditandai dengan reduksi relatif GLS>15% setelah kemoterapi 3 bulan. Didapatkan penurunan bermakna nilai LPSS ventrikel kiri segmen mid dan segmen apikal serta GLS dari median -18,4 (RIK -17,3 sd. -19,6) % sebelum kemoterapi menjadi -15,3 (RIK -13,65 sd. -17,85) % (p<0,0001) sesudah kemoterapi 3 bulan dengan median dosis kumulatif antrasiklin 150 (RIK 120-300) mg/m2. Reduksi relatif GLS>15% ini ditemukan di saat yang bersamaan belum ditemukan penurunan EF/FS sampai di bawah batas normal. Tidak terbukti usia, jenis kelamin, status nutrisi, dan regimen kemoterapi memengaruhi kardiotoksisitas subklinis pada pasien anak dengan keganasan yang mendapat kemoterapi selama 3 bulan pada penelitian ini. Kesimpulan Pemeriksaan ekokardiografi speckle tracking dapat dipertimbangkan untuk dilakukan dalam mendeteksi kardiotoksisitas subklinis. Pemeriksaan ini memiliki sensitivitas 100% (IK 95% 82,35-100) dan spesifisitas 60% (IK 95% 40,60-77,34). ......Background Subclinical cardiotoxicity is a condition that often occurs in children with malignancy who receive chemotherapy, but it has not been frequently detected using conventional echocardiography. Global longitudinal strain examination using speckle tracking echocardiography is reported to be able to identify left ventricular dysfunction earlier than conventional echocardiography. However, there are not many studies related to quantitative examination of cardiac function by speckle tracking echocardiography in children with malignancy. This study is expected to help early detection of impaired heart function. Methods This research is a cross sectional study at RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta on 49 child subjects aged 6 months to 17 years 10 months in September-November 2022. The research subjects were children who had just been diagnosed with malignancy, had no previous heart problems, and received chemotherapy. Then they were evaluated by quantitative echocardiography (conventional, tissue Doppler, speckle tracking) before and after 3 months of chemotherapy. Patients who experienced a relative reduction of GLS > 15% underwent further examination of troponin I.Results Speckle tracking echocardiography can be considered for early detection of left ventricular systolic dysfunction with 100% sensitivity (95% CI 82.35-100) and 60% specificity (95% CI 40.60-77.34). Children with subclinical cardiotoxicity were found to be 63.3% characterized by a relative reduction in GLS>15% after 3 months of chemotherapy, with a significant decrease in mid and apical segment left ventricular LPSS values and GLS from a median -18.4 (IQR -17.3 sd. -19.6) % before chemotherapy to -15.3 (IQR -13.65 sd. -17.85) % (p<0.0001) after 3 months of chemotherapy with a median cumulative dose of anthracycline 150 (IQR 120-300) mg/m2. This relative reduction of GLS> 15% was found at the same time that there was no decrease in EF/FS below normal limits. There was no evidence that age, gender, nutritional status, and chemotherapy regimen had an effect on subclinical cardiotoxicity in pediatric patients with malignancy who received chemotherapy for 3 months in this study. Conclusion Speckle tracking echocardiography can be considered for detecting subclinical cardiotoxicity. This examination has a sensitivity of 100% (95% CI 82.35-100) and a specificity of 60% (95% CI 40.60-77.34).
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Waworuntu, David Soeliongan
Abstrak :
Latar Belakang: Infeksi menjadi masalah pada anak dengan penyakit jantung bawaan (PJB), terutama pneumonia. Faktor risiko yang mendasari perjalanan pneumonia pada anak adalah: usia, jenis kelamin, status gizi, pemberian ASI, berat lahir rendah, status imunisasi, pendidikan orangtua, status sosioekonomi, penggunaan fasilitas kesehatan. Insidens pneumonia pada anak dengan PJB pirau kiri ke kanan meningkatkan morbiditas dan mortalitas. Tujuan: Mengetahui insidens pneumonia anak dengan PJB pirau kiri ke kanan dan faktor risiko yang terkait. Metode: Penelitian ini adalah studi analitik dengan rancangan cohort retrospective berdasarkan penelusuran rekam medis di RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo dari tahun 2015 - 2019, Jakarta. Diagnosis PJB pirau kiri ke kanan berdasarkan echocardiography. Dari hasil yang ada, dilakukan analisis multivariat dan dilaporkan sebagai odds ratio (OR). Hasil: Dari 333 subyek dengan PJB pirau kiri ke kanan, 167 subyek mengalami pneumonia (50,2%). Proporsi jenis PJB pirau kiri ke kanan terbanyak yang menyebabkan pneumonia adalah defek septum ventrikel (VSD), yaitu 41,9%. Defek ukuran besar berhubungan dengan angka kejadian pneumonia (p=0,001). Faktor risiko yang mempengaruhi kejadian pneumonia pada anak dengan PJB pirau kiri ke kanan antara lain: status gizi buruk [OR 5,152 (95% CI 2,363-11,234)], status imunisasi tidak lengkap [OR 9,689 (95% CI 4,322-21,721)], status sosioekonomi rendah [OR 4,724 (95% CI 2,003-11,138)], dan ukuran defek yang besar [OR 5,463 (95% CI 1,949-15,307)]. Simpulan: Insidens pneumonia pada anak dengan PJB pirau kiri ke kanan sebesar 50,2 %. Tipe PJB dengan insidens pneumonia terbanyak adalah VSD. Status gizi, imunisasi, status sosioekonomi dan ukuran besar defek mempengaruhi angka kejadian pneumonia.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Julia Fitriany
Abstrak :
Latar belakang: Sepsis pascabedah jantung terbuka merupakan kondisi yang jarang terjadi tetapi memiliki mortalitas yang cukup tinggi. Gejala sepsis yang muncul pascabedah seringkali sulit dibedakan dengan kondisi inflamasi sistemik sehingga menimbulkan keterlambatan dalam menegakkan diagnosis maupun overtreatment pada pasien. Presepsin merupakan salah satu penanda sepsis yang mulai banyak digunakan terutama pada populasi dewasa. Penelitian ini bertujuan untuk melihat peran presepsin dalam menegakkan diagnosis sepsis pascabedah jantung terbuka pada anak. Tujuan: Untuk menguji performa diagnostik presepsin sebagai penanda sepsis pada anak pascabedahjantung terbuka dibandingkan dengan prokalsitonin (PCT). Metode: Studi potong lintang terhadap 49 pasien anak pascabedah jantung terbuka yang dirawat di RSCM. Penelitian ini mencari nilai batas optimal presepsin untuk mendiagnosis sepsis pascabedah jantung terbuka pada anak yaitu pada hari pertama dan ketiga pascabedah, kemudian membandingkannya dengan prokalsitonin. Analisis kurva ROC dikerjakan untuk menentukan nilai batas optimal presepsin. Hasil: Kadar presepsin hari pertama (T1) dan ketiga (T3) lebih tinggi pada subyek dengan sepsis daripada subyek yang tidak sepsis (median 415 pg/mL vs. 141,5 pg/mL pada hari pertama dan 624 pg/mL vs. 75,9 pg/mL pada hari ke tiga). Titik potong presepsin pada T1 dengan nilai 404 pg/mL memiliki performa untuk mendiagnosis sepsis dengan AUC 0,752 sedangkan presepsin T3 dengan nilai 203,5 pg/mL dengan AUC 0,945 yang lebih baik dibandingkan T1. Simpulan: Presepsin dapat dijadikan suatu modalitas untuk memberikan nilai tambah dan pertimbangan bagi klinisi untuk menegakkan diagnosis sepsis pada pasien anak pascabedah jantung terbuka. ......Background: Postoperative open-heart sepsis is a rare condition but has a fairly high mortality. Symptoms of sepsis that appear postoperatively are often difficult to distinguish from systemic inflammatory conditions, causing delays in establishing diagnosis and overtreatment in patients. Presepsin is one of the markers of sepsis that is starting to be widely used, especially in the adult population. This study is to identify the role of presepsin for diagnosing sepsis in post open-heart surgery in pediatric population. Aim: To perform diagnostic test of presepsin as sepsis screening markers compares to procalcitonin (PCT) in post open-heart surgery. Methods: Cross-sectional study of 49 postoperative open-heart pediatric patients treated at RSCM. This study looked for optimal cut-off values of presepsin for diagnosing open-heart postoperative sepsis in children on the first and third postoperative days, then compared it with procalcitonin. ROC curve analysis is performed to determine the optimal limit value of presepsin. Result: First (T1) and third day (T3) PSP levels were higher in subjects with sepsis than non- sepsis (median 415 pg/mL vs. 141.5 pg/mL on first day and 624 pg/mL vs. 75.9 pg/mL on third day). ). T1 presepsin cut off 404 pg/ml had AUC of 0.772, while T3 presepsin cut off 203.5 og/ml had better AUC of 0.945. T3 is better for diagnosing sepsis. Conclusion: Presepsin can be used as a modality to provide added value and consideration for clinicians to establish the diagnosis of sepsis in pediatric patients after open-heart surgery.
2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library