Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 25 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rositawati
Abstrak :
Notaris merupakan pejabat umum yang diberi kewenangan oleh negara untuk membuat akta otentik. Dalam jabatan notaris terdapat kepercayaan publik yang sangat besar. Seorang notaris dalam menjalankan jabatannya tidak menutup kemungkinan melakukan penyimpangan yang merupakan perbuatan pidana. Salah satu perbuatan pidana yang sangat sering dilakukan oleh seorang notaris adalah perbuatan pidana pemalsuan atas akta otentik sebagaimana yang tercantum di dalam pasal 263 dan 264 Kitab Undang-undang Hukum Pidana. Terdapat tiga permasalahan dalam hal seorang notaris melakukan penyimpangan yang dapat dikatakan sebagai perbuatan pidana pemalsuan atas akta otentik. Pertama, bagaimana akibat hukumnya terhadap akta yang telah dibuat oleh notaris dalam hal akta tersebut terbukti palsu. Kedua, bagaimana pertanggungjawaban pidana yang dapat dimintakan terhadap notaris berkenaan dengan akta yang dibuatnya. Ketiga, bagaimana sanksi yang dapat dijatuhkan terhadap notaris yang melakukan perbuatan pidana pemalsuan tersebut. Dalam hal terbukti akta otentik yang dibuat oleh notaris adalah palsu maka akibatnya akta tersebut tidak sah artinya akta tersebut tidak mempunyai kekuatan sebagai alat bukti yang sempurna atau dengan kata lain akta tersebut kehilangan otentisitasnya. Di dalam undang-undang jabatan notaris tidak dicantumkan sanksi pidana. Meskipun demikian notaris tetap bertanggungjawab secara pidana terhadap perbuatan pidana yang dilakukannya selama ia menjalankan tugas jabatannya. Sanksi yang dapat dijatuhkan kepada seorang notaris adalah sesuai dengan perbuatan pidana yang dilakukannya sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana karena dalam jabatan notaris melekat kepercayaan publik yang besar maka bagi notaris yang melakukan perbuatan pidana seharusnya dijatuhi hukuman atas perbuatan pidana yang dilakukannya dan diperberat sedemikian rupa sesuai dengan ketentuan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Hal ini diharapkan akan memberikan rasa jera untuk tidak melakukan perbuatan serupa dikemudian hari. Selain dari pada itu diharapkan notaris akan lebih berhati-hati dalam melaksanakan tugas jabatannya.
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Hayati
Abstrak :
Dalam kepatuhan hukum yang bersifat compliance sanksi merupakan alasan utama kepatuhan hukum. Dalam suatu undang-undang sanksi memegang peranan yang cukup esensial. Sanksi terdiri atas sanksi perdata, sanksi administratif dan sanksi pidana. sanksi pidana merupakan sanksi yang memiliki daya paksa paling kuat. Penegakan sanksi pidana melibatkan peran negara dengan otoritasnya. Notaris merupakan pejabat umum yang diberi kewenangan oleh negara untuk membuat akta otentik. Dalam jabatan notaris terkandung kepercayaan publik yang sangat kuat. Dalam menjalankan jabatan notaris dapat terjadi penyimpangan yang merupakan tindak pidana. Pengaturan jabatan notaris dalam undang-undang tentang jabatan notaris tidak mencantumkan sanksi pidana. Terdapat dua permasalahan yang terkait dengan ketiadaan sanksi pidana dalam undang-undang tentang jabatan notaris. Pertama apa yang menjadi latar belakang tidak adanya sanksi pidana dalam undang-undang tentang jabatan notaris. Kedua bagaimana akibat ketiadaan sanksi pidana dalam undangundang tentang jabatan notaris. Ketiadaan sanksi pidana dalam undang-undang tentang jabatan - notaris dilatarbelakangi oleh kebijakan perundang-undangan negara yang ingin mengkodifikasi semua sanksi pidana dalam kitab undang-undang hukum pidana. Jabatan notaris tidak memberikan imunitas hukum terhadap notaris sebagai pejabat umum. Notaris tetap bertanggung jawab secara pidana terhadap perbutan pidana yang dilakukan dalam menjalankan jabatan notaris. Ketiadaan sanksi pidana dalam undang undang tentang jabatan notaris mengakibatkan diberlakukannya kitab undang-undang hukum pidana sebagai sanksi pidana atas tindak pidana yang dilakukan notaris dalam menjalankan jabatan notaris. Sebagai pengaturan yang bersifat umum Kitab Undang-Undang Hukum Pidana belum dapat memberikan perlindungan hukum yang maksimal. Dalam rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana telah terdapat pengaturan yang lebih jelas tentang tindak pidana yang dilakukan notaris dalam menjalankan jabatannya. Tindak pidana yang dilakukan notaris dalam menjalankan jabatannya sebaiknya diberi hukuman yang lebih berat dibandingkan tindakan sejenis yang dilakukan oleh seorang yan bukan notaris. Hal ini disebabkan karena aspek publik yang terkandung dalam jabatan notaris.
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T14587
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fera Aswianida
Abstrak :
Penulisan hukum ini menggunakan metode penulisan Yuridis- Normatif, dengan sumber-sumber dari peraturan perundang-undangan, buku-buku, dan makalah. Penulisan ini bertujuan untuk melihat efektivitas dan peran pidana denda dalam PJN jika dibandingkan dengan perkembangan yang terjadi saat ini. Latar belakang penulisan ini karena Notaris adalah pejabat umum yang mempunyai kewenangan untuk membuat suatu akta atau perjanjian yang mempunyai kekuatan hukum. Sifat dari akta atau perjanjian yang dibuat oleh atau dihadapan notaris adalah kuat. Selain mempunyai kewenangan yang besar untuk membuat akta otentik, juga mempunyai tanggung jawab yang besar. Hal ini dikarenakan peran notaris adalah untuk memberikan pelayanan umum kepada masyarakat. Besarnya tanggung jawab notaris menjadikan notaris harus berhati-hati dan seksama dalam membuat suatu akta. Hal ini tidak luput dari perhatian pembuat UndangUndang. Peraturan yang mengatur tentang notaris adalah Peraturan Jabatan Notaris(PJN), didalamnya terdapat sanksi yang akan dijatuhkan jika terjadi pelanggaran oleh notaris. Salah satunya adalah sanksi denda, yang juga merupakan sanksi pidana pokok dalam Hukum Pidana. Sanksi pidana dalam PJN sangat jarang digunakan, hal ini disebabkan oleh kurang efektifnya pengawasan oleh Pengadilan Negeri kepada notaris, dan kurang pentingnya kedudukan pidana denda di masyarakat karena dianggap tidak dapat memenuhi rasa keadilan. Perkembangan yang terjadi adalah pidana denda mulai dilirik sebagai pidana yang dapat memberikan suatu hukuman kepada pelanggar peraturan, dengan ketentuan besarnya denda disesuaikan dengan perkembangan perekonomian masyarakat Indonesia. Hal ini akan berpengaruh pada PJN, PJN diharapkan akan dapat menyesuaikan dengan perkembangan yang terjadi.
Depok: Universitas Indonesia, 2002
T36345
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Theodora
Abstrak :
ABSTRAK
Tindakan Mahkamah Agung untuk memenuhi keadilan di masyarakat terhadap perkara tindak ringan membuat Mahkamah Agung mengeluarkan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 02 Tahun 2012 tanggal 27 Februari 2012. Mahkamah Agung mengeluarkan PERMA ini dikarenakan batasan nilai untuk tindak pidana ringan yang ada di dalam KUHP selama ini masih senilai Rp.250,- (dua ratus lima puluh) sudah tidak sesuai dengan kondisi masyarakat saat ini. Hal ini menyebabkan pasal-pasal yang mengatur tindak pidana ringan yang ada di dalam KUHP saat ini seperti mati suri. Peraturan Mahkamah Agung Nomor 02 Tahun 2012 yang merubah batasan nilai dan jumlah denda perkara tindak pidana ringan di dalam KUHP tersebut menimbulkan beberapa permasalahan jika dilihat dari hierarki peraturan perundang-undangan, PERMA memang diakui sebagai peraturan perundang-undangan lainnya tetapi kedudukannya masih di bawah Undang-Undang. Permasalahan yang lainnya adalah keberadaan PERMA tersebut menyebabkan berubahnya proses acara pemeriksaan yang semula dengan Acara Pemeriksaan Biasa menjadi Acara Pemeriksaan Cepat sehingga mempengaruhi Sistem Peradilan Pidana dalam menyelesaikan permasalahan perkara tindak pidana ringan tersebut. Dianutnya asas legalitas dalam KUHP mengakibatkan Hakim terikat terhadap isi dari ketentuan Undang-Undang dalam menyelesaikan perkara pidana termasuk perkara Tindak Pidana Ringan. Dalam penelitian ini, penulis menyajikan putusan Hakim dalam menyelesaikan perkara Tindak Pidana Ringan yang terkait dengan PERMA No.02 Tahun 2012, dimana terdapat ketidak seragaman dikalangan para Hakim sendiri dalam menyelesaikan perkara Tindak Pidana Ringan yaitu dengan mendasarkan kepada PERMA No.02 Tahun 2012 atau tetap berpegang kepada KUHP.
ABSTRACT
Supreme court action to fulfill justice in the society for the misdemeanor cases makes Supreme Court issued Supreme Court Regulation No.2 Year 2012 on 27 February 2012. Supreme Court issued this regulation is because the misdemeanor in the criminal code is still worth two hundred and fifty rupiahs. It unsuitable with the condition society today. This causes the articles of regulating the criminal acts in the misdemeanor of the current criminal code as a dead faint. Supreme Court Regulation No.02 Year 2012 changing limits the value and amount of fines misdemeanor cases in the criminal code, raises a number of problems if viewed from the hierarchy of legislation. This regulation was recognized as the other legislation but it’s still under the legislation. The other problem is the existence of the Supreme Court Regulation No.2 Year 2012 led to change examination procedures, which was originally with the Ordinary Examination Procedures to be the Express Examination Procedures. Thus affects The Criminal Justice System in resolve problems of the misdemeanor cases. The principle of legality in the Criminal Code are bound to lead to judge the content of the provisions of the Act in resolving criminal cases including misdemeanor cases. In this study, the authors present the Judge's decision to settle the misdemeanor cases associated with Supreme Court Regulation No.2 Year 2012, where there is a lack of uniformity among the Justices themselves to resolve the matter misdemeanor by basing the Supreme Court Regulation No.2 Year 2012 or remain adhering to the Criminal Code.
Universitas Indonesia, 2013
T35455
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Saragih, Sahat
Abstrak :
ABSTRAK
Dengan merosotnya nilai ekspor migas pada Tahun 1982 sebesar US$ 2.299,1 juta atau defisit sebesar ll,l% dibandingkan dengan nilai ekspornya pada Tahun 1981, yang timbul sebagai akibat resesi perekonomian internasional, maka pemerintah Indonesia yang ingin tetap melaksanakan pembangunan yang telah direncanakan, terasa harus mengambil serangkaian kebijaksanaan dibidang ekonomi guna memperoleh dana untuk penbiayaan pembangunan dalam kondisi perekonomian yang lesu tersebut. Rangkaian kebijaksanaan tersebut 1 antara lain berupa : 1. Mendorong kegiatan ekspor non migas sebagai substi tusi menurunnya penerimaan devisa dari ekspor migas 1 yaitu dengan memberikan berbagai kemudahan dan fasilitas untuk merangsang kegiatan tersebut; 2. Menggalakan penanaman modal 1 yang juga dilakukan dengan- memberikan berbagai fasilitas perbankan, pajak dan sarana penunjang lainnya; 3. Mengatur sedemikian rupa nilai tukar rupiah terhadap mata uang negara lain khususnya terhadap dolar Amerika, dengan maksud ugar komoditi ekspor non migas mampu bersaing di pasaran internasional. Selain itu 1 tindakan yang sangat penting dari pemerintah untuk mengimbangi lemahnya neraca pembayaran luar negeri 1 adalah dengan melakukan pengendalian atas pemborosan biaya konsumsi barang dari luar negeri untuk Menghemat devisa yang telah diperoleh dari kegiatan ekspor dan sekaligus. sebugai tindakan proteksi impor yang melindungi barang-barang hasil produksi dalam negeri serta industri-industri yang baru tumbuh dari gangguan kekuatan daya saing barang-barang impor.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1987
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Soejatin
Abstrak :
ABSTRAK
Geja1a korupsi memang ada di setiap negara dan pada setiap zaman. Di negara kita, masalah korupsi bukan lagi merupakan berita baru karena sudah sangat seringnya dimuat da1am harian/majalah. Diantara sebab-sebab terjadinya korupsi bukan pertama-tama soal ekonomi melainkan soal mental. Adapun bentuk-bentuk korupsi yang terjadi di negara kita yang telah melanda semua sektor, antara lain korupsi pada proyek-proyek reboisasi, penghijauan, pembuatan jalan, transmigrasi. KUD/koperasi, perbankan/perkreditan, manipulasi tanah, manipulasi bangunan kantor dan bangunan-bangunan lain termasuk gedung SD dan sebagainya Pelaku-pelakunya tidak terbatas pada golongan tertentu saja. Sedangkan modus operandinya umumnya terwujud atas hasil kerjasama yang rapi antara beberapa oknum pejabat. Betapa berbahayanya perbuatan korupsi ini, terutama apabila kesimpulan sebagian pengamat memang benar, bahwa rata-rata 30 persen anggaran belanja dikorup setiap tahun jelas akan merupakan ancaman berat bagi kelangsungan jalannya pembangunan negara. Oleh karenanya penulis mencoba menguraikan kejahatan jabatan dalam tindak pidana korupsi dengan mengemukakan sebab terjadinya korupsi dengan disertai saran-saran dan usaha pencegahannya.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1988
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fifan Alamsyah Ramly
Abstrak :
ABSTRAK
Masalah penahanan diatur dalam pasal 20 sampai 31 KUHAP (Kitab UndangUndang Hukum Acara Pidana). Diantara pasal-pasal tersebut, pada pasal 29 (1) KUHAP inilah yang menimbulkan masalah. Dikatakan menimbulkan masalah karena beberapa Hakim pada Pengadilan Tinggi mengajukan permohonan perpanjangan masa penahanan kepada Mahkamah Agung terhadap terdakwa yang sedang di proses pemeriksaan dan akan habis masa penahanannya, dan Mahkamah Agung menolak permohonan perpanjangan masa penahanan ini dengan berdasarkan pada pasal 29 KUHAP juga.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1988
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Timmy Wolya
Abstrak :
Tesis ini membahas mengenai keadaan yang sangat perlu dan mendesak sebagai dasar dalam melakukan tindakan penggeledahan dan penyitaan.Tujuan penelitian tesis ini adalah untuk mengetahui batasan keadaan yang sangat perlu dan mendesak kemudian dikaitkan dengan fungsi kontrol dari Ketua Pengadilan Negeri terhadap tindakan penyidik ketika melakukan tindakan penggeledahan dan penyitaan serta upaya yang dapat dilakukan oleh tersangka atau pihak lain yang merasa dirugikan akibat tindakan penggeledahan dan penyitaan tersebut. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif. Hasil dari penelitian didapatkan fakta bahwa batasan keadaan yang sangat perlu dan mendesak dalam melakukan tindakan penggeledahan dan penyitaan adalah selain dikhawatirkan tersangka akan melarikan diri, atau mengulangi tindak pidana atau benda yang dapat disita dikhawatirkan akan dimusnahkan atau dipindahkan juga terdapat penilaian subyektif dari penyidik sehingga dalam pelaksanaannya diperlukan mekanisme pengawasan vertical (built in control) dan pengawasan horizontal. Bahkan, jika dalam pelaksanaan tindakan penggeledahan dan penyitaan itu menimbulkan kerugian bagi tersangka maupun pihak lain maka upaya yang dapat dilakukan adalah ganti rugi. Namun terhadap upaya ganti rugi tersebut harus terlebih dahulu dinyatakan bahwa tindakan penggeledahan dan penyitaan adalah tidak sah tetapi upaya untuk itu tidak dimungkinkan karena pemeriksaan sah atau tidaknya tindakan penggeledahan dan penyitaan tidak termasuk lingkup pemeriksaan praperadilan. Oleh karena itu dalam rangka upaya pembaharuan hukum acara pidana nasional melalui rancangan Undang-Undang Hukum Acara Pidana(RKUHAP) tahun 2012 perlu pengaturan mengenai batasan keadaan yang sangat perlu dan mendesak secara objektif, selektif dan limitatif. ......This thesis discusses concerning the situationwhich are necessary and urgent as the basis for search and seizure action. The purpose of this research is toascertain the frameworkofsituation that are necessary and urgent then to be linked withfunction of control from magistrate judge against the investigator whencarry out the actionof search and seizure,moreover any legal efforts that can be done by the suspect or other partieswho are disadvantaged by the search and seizure actions. The research is done using a judicial normative method. The results of this research is obtaining the fact that theframework of situation which is necessary and urgent when carry out the action of search and seizure is besidesthe worries that the suspect willrun away or repeat doing an injustice or the objectsthat are being seizure will be destroyedor diverted also the subjective valuation of the investigator so that performance required any mechanism controll either vertical nor horizontal. Moreover, if the search and seizure action generates deprivation toward the suspect or other parties then the effort that can be done are through indemnify. Nevertheless the effort through indemnify, shall undergo a process which stated that the search and seizure is illegal in advance yet this process is impossible because the examination of the legality of any search and seizure is not in the scope of the pretrial. For that reason, the effort to renew criminal procedural law through its future replacement with Draft of Criminal Procedural Law Year 2012 need to be regulated the situation which is necessary and urgent become objective, selective and limitedly.
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T39195
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bambang Suprihadi
Abstrak :
ABSTRAK
Tenaga listrik mempunyai kedudukan yang penting dalam kehidupan masyarakat karena menguasai hajat hidup orang banyak oleh karena itu usaha penyediaan tenaga listrik pada dasarnya dilakukan oleh Negara. Kita dapat memanfaatkan tenaga listrik untuk berbagai keperluan namun hendaknya juga memperhatikan aturan-aturan yang berlaku bagi penggunaan tenaga listrik tersebut. Tenaga listrik termasuk dalam pengertian "benda" menurut pasal 362 KUHP, sehingga barangsiapa menggunakan tenaga listrik yang bukan haknya merupakan tindak pidana curian sebagaimana dimaksud dalam KUH Pidana. Pencurian tenaga listrik dapat menimbulkan sanksi-sanksi perdata, administratif dan sanksi pidana, bahkan perbuatan tersebut sangat merugikan masyarakat luas.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1988
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>