Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
L.G. Saraswati Putri
Abstrak :
Letak signifikansi dari Upanisad dalam pemaparan tulisan ilmiah ini adalah semangat pembaharuannya yang hingga kini dapat digunakan sebagai diskursus mengkritik ataupun re-evaluasi dogma dan keortodoxan suatu sistem. Sehingga fenomena-fenomena yang terjadi dapat ditelaah secara logis dan kritis. Maka fokus permasalahan adalah bagaimana Upanisad mengkritik persoalan-persoalan seperti ri tulitas beragama (upacara keagamaan, kurban, persembahan), yang dianggap sebagai bentuk kesia-siaan `redundancy', kemudian konsep dewa `deities' dalam teologi Hindu, yang diserang secara tajam oleh Upanisad. Persoalan lainnya yang memicu konflik adalah desakralisasi dari kasta, dimana menurut Upanisad para kaum pemuka agama ataupun mereka yang meletakan diri mereka terhormat atau 'privileged' karena posisi kasta mereka, sesungguhnya dari prinsip kardinal hukum Karma tetap sederajat di mata alam semesta. Topik inilah yang hingga saat ini masih terus menimbulkan kontradiksi, dan menunjukan keradikalan berpikir dari Upanisad. Meski di kalangan umum, Upanisad tidak dianggap sebagai sumber teks yang populis, sehingga seringkali tidak dianggap sebagai inti dari filsafat India. Melalui argumen-argumen nantinya, diharapkan dapat dicermati bahwa Upanisad merupakan ruh ataupun mercusuar bagi pemikiran yang kritis dan tajam. Berbeda dengan literatur terdahulunya, Upanisad menekankan pada dialog, suatu transaksi berpikir yang rasional serta transendental, dan tidak melekatkan pada suatu bentuk norma_norma yang mengekang. Upanisad mendobrak segala pengkultusan tradisi yang sebelumnya menjadi tema utama dalam veda-veda Iainnya. Memahami Upanisad dapat dikatakan mempelajari Filsafat India dari sumber apinya, tidak pada residu, atau debunya semata. Seperti salah satu bagian Upanisad yang penting yakni, Mundaka Upanisad, dimana Bahasa sansekertanya berarti pisau/silet, yang bertujuan membedah dan terus menerus mencari pendasaran filosofis dibalik fenomena di sekeliling manusia.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2005
S16115
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
W.V. Anggara Wisesa
Abstrak :
Dalam sejarah kehidupan religius, manusia berusaha menjaga hubungan yang baik antara dirinya dengan Tuhan demi keterjaminan hidupnya di dunia. Dengan berdoa, manusia religius menjalin komunikasi yang baik dengan Tuhan. Dengan memberi persembahan, manusia religius memberikan sesuatu demi keberlangsungan hubungan keduanya. Pernberian persembahan itulah yang dimanifestasikan di dalam ritual kurban. Ritual kurban tak lain adalah upaya pemberian persembahan yang dilakukan oleh manusia yang ditujukan kepada Tuhan. Ritual kurban yang disertai dengan suatu perjamuan kurban memberikan gambaran lebih mengenai upaya menjalin hubungan yang baik antara Tuhan dan manusia religius. Perjamuan kurban mengumpamakan bahwa Tuhan menerima persembahan kurban yang diberikan oleh manusia dan memberikannya juga kepada manusia untuk dimakan bersama-sama. Di dalam ritual semacam itu, manusia religius menghayati sebuah persatuan yang erat antara manusia dan Tuhan. Liturgi Ekaristi, di dalam dunia kekristenan Katolik Roma, pada hakikatnya adalah ritual kurban yang di dalamnya memanifestasikan sebuah kenangan akan diri Yesus Kristus yang memberikan dirinya sebagai kurban kepada Yang Ilahi. Dengan kematiannya di kayu salib, umat Katolik percaya bahwa Yesus mengurbankan diri demi penghapusan dosa manusia. Manusia yang berdosa dengan demikian dapat memperoleh keselamatan dan kembali ke dalam persatuan dengan Yang Ilahi berkat jasanya. Melalui Liturgi Ekaristi, umat Katolik membawa kembali suasana sakral di mana Yesus menyerahkan dirinya sebagai kurban. Dengan mengulangi tindakan Yesus, umat Katolik membawa kembali waktu sakral yang reversible itu dari masa lalu ke masa kini. Ritual adalah pintu masuk yang membawa segala kemungkinan itu. Dengan melakukan ritual, umat Katolik beralih dari ruang dan waktu profan ke dalam ruang dan waktu sakral, waktu ideal bagi manusia religius. Lebih dari itu, umat Katolik menghadirkan kembali kurban Kristus itu dalam rupa roti dan anggur. Itulah kurban persembahan yang sesungguhnya, yang sama dengan kurban diri Yesus di waktu lampau, yang dihadirkan kembali. Kurban itu pula yang kemudian disantap bersama di dalam Ritus Komuni sebagai perjamuan kurban. Dengan melakukan itu, umat Katolik mengambil peran serta aktif di dalam karya kurban Kristus. Mereka dipersatukan kembali dengan Yang Ilahi. Ritual perjamuan kurban memang pada hakikatnya mengikat seluruh pihak yang terlibat di dalamnya, baik manusia dengan Tuhan dan manusia dengan manusia. Mereka semua diperdamaikan di dalam sebuah tindakan makan bersama di dalam perjamuan. Semua itu adalah bentuk upaya untuk menjaga hubungan manusia religius dengan Yang Ilahi sebagai sumber segala jaminan hidup mereka.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2005
S15980
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ngakan Putu Putra
Abstrak :
ABSTRAK
"Sekalipun agama Hindu diperkirakan berumur lebih dari 5000 tahun, dan sebagai agama tertua yang tetap hidup, banyak orang tidak mengetahui dengan benar paham ketuhanan yang dianutnya, termasuk orang-orang Hindu sendiri. Sebagian besar orang-orang di luar Hindu menganggap Hindu menganut politheisme. Dalam banyak buku perbandingan agama dikatakan demikian. Orang-orang Hindu, menyatakan bahwa agama Hindu adalah monotheistik. Sikap semacam ini bisa diartikan sebagai upaya orang Hindu untuk menyesuaikan diri dengan kategori-kategori yang dibentuk oleh orang lain. Orang-orang Hindu seperti tunduk di bawah kekuasaan wacana orang lain, dalarn hal ini filsafat Barat dan agama-agama Abrahamik, khususnya Kristen dan Islam. Tetapi bisa juga karena kekeliruan menafsirkan teks-teks di dalam Weda maupun Upanisad yang menyebut Tuhan sebagai ""Yang Esa,"" ""Satu-satunya"", ""Tiada Yang Kedua"" dan sebagainya. ""Para maharesi menyebut banyak nama kepada Yang Satu."" (RigVeda I: 164, 6; 46); ""Dalam kebenaran sejati Yang Satu menjadi seluruh dunia."" (RigVeda VIII: 58, 2-8, vi); ""Dia adalah Satu menyusupi segalanya, tamu manusia"" (AtharvaVeda VII: 21, vi); ""Dia adalah Satu, Satu-satunya, yang hanya Satu. Di dalamnya semua para Dewa menjadi Satu."" (AtharvaVeda XIII: 4, 12- 24). Tetapi `""Yang Satu"" di ini bisa berarti, selain monotheisme, juga pantheisme, parwntheisme atau monisme. Kekeliruan menafsirkan kata ""Yang Esa"" atau ""Yang Satu"" dapat terjadi karena filsafat ketuhanan di dalam agama Hindu, sangat berbeda dengan filsafat Barat. Di dalam Hindu, kategori-kategori seperti politheisme, monotheisme dan sebagainya tidak dikenal. Pemikiran ketuhanan berfokus pada perbedaan antara Tuhan berpribadi dengan nama dan rupa (Saguna Brahman) dan Tuhan tak berpribadi tanpa nama dan rupa (Nirguna Brahman). Di samping itu, di dalam Hindu terdapat konsep Istadewata, di mana setiap orang bebas memilih Ideal yang ingin dipujanya. Seseorang dapat mengikuti filsafat ketuhanan tertentu yang dikehendakinya, Nirguna Brahman atau Saguna Brahman. Bila ia mengikuti filsafat Saguna Brahman, ia dapat memilih nama dan rupa tertentu dari Tuhan yang ingin dipujanya. Konsep Istadewata ini lalu menimbulkan kesan bahwa Hindu adalah politheistik atau henotheistik. Upanisad menjelaskan Tuhan, yang disebut Brahman, ada di dalam ciptaan, sekaligus melingkupi ciptaan. Maka paham ketuhanan menurut Upanisad, dalarn kategori filsafat ketuhanan Barat, adalah pantheistik/panentheistik. Tetapi Upanisad juga menjelaskan Tuhan, sebagai substansi transenden dan personal, disebut Isvara, yang dalam kategori filsafat Barat dapat dikategorikan sebabai monotheisme. Brahman sebagai substansi tunggal, dicari ke dalam diri melalui meditasi atau jnana dan raja yoga. Sedangkan Isvara dipuja sebagai praktek dari bhakti yoga. Di samping diperbolehkan memilih nama rupa, orang Hindu juga bebas memilih berbagai jalan menuju Tuhan. Tuhan yang mahatakterbatas, tidak mudah untuk didefinisikan, diberikan batasan-batasan. Akses kepadanya juga tidak mungkin dibatasi. Ramakrishna Paramahamsa seorang yogi Ilindu menyatakan,"
2007
T39133
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library