Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Richard Praditya Candra Pranantyo
"Pemeriksaan IVU merupakan pemeriksan yang sering digunakan di Indonesia untuk mengevaluasi traktus urinarius mengingat ketersediaannya yang luas dan cukup murah. Sekalipun demikian, pemeriksaan IVU memerlukan pajanan dan serial film yang cukup banyak sehinga dosis radiasi yang diterima pasien cukup tinggi dan biaya yang dikeluarkan untuk film cukup besar. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan cost effectiveness pemeriksaan IVU dan menurunkan pajanan radiasi yang diterima pasien dengan menilai sensitivitas dan spesifisitas pemeriksaan IVU dengan serial film terpilih pada diagnosis klinis obstruksi traktus urinarius.
Penelitian ini merupakan uji diagnostik yang membandingkan sensitivitas dan spesifisitas pemeriksaan IVU serial film terpilih (radiografi abdomen polos, serial film 5 menit, 20 menit, buli penuh dan post void) serta serial film lengkap (radiografi abdomen polos, serial film 5 menit, 10 menit, 20 menit, 30 menit, buli penuh serta post void). Populasi studi penelitian terdiri dari pasien dengan diagnosis klinis obstruksi traktus urinarius yang dievaluasi dengan pemeriksaan IVU standar yang tersimpan dalam Picture Archiving and Communication System (PACS) Departemen Radiologi FKUI-RSCM antara bulan Februari 2012 hingga Januari 2013 yang dipilih secara random, sehingga didapatkan jumlah subjek penelitian sebanyak 75, dengan 1 set data drop out. Masing-masing set data dievaluasi secara double blind dalam serial film terpilih dan lengkap oleh peneliti dan pembimbing. Bila terdapat ketidaksesuaian maka dievaluasi ulang oleh pihak ketiga.
Didapatkan sensitivitas dan spesifisitas serial film terpilih untuk evaluasi ginjal sebesar 100% dan 99,16%, untuk evaluasi ureter sebesar 100% dan 99,29% serta hasil evaluasi keseluruhan sebesar 93,1% dan 97,7%. Pada statistik analitik yang menggunakan uji McNemar, tidak terdapat perbedaan bermakna antara evaluasi serial film terpilih dan serial film lengkap.

IVU is commonly used in evaluation of urinary tract in Indonesia due to its widespread availability and low cost. Nevertheless, IVU posed extensive radiation exposure and requires numerous serial films, leading to high radiation dose on patients and considerable expenses on films. The aim of this research is to increase cost effectiveness of IVU and minimizing radiation exposure by assessing sensitivity and specificity of selected serial film IVU and complete serial film IVU.
This research is a diagnostic test comparing sensitivity and specificity of selected serial film IVU (consisting of scout film, 5 minutes, 20 minutes, full bladder and post void films) and complete serial film IVU (consisting of scout film, 5 minutes, 10 minutes, 20 minutes, 30 minutes full bladder and post void films. The study population consists of patients with clinical diagnosis of urinary tract obstruction evaluated with standard IVU which are stored in Picture Archiving and Communication System (PACS) at Radiology Department Faculty of Medicine, University of Indonesia- Cipto Mangunkusumo General Hospital (FKUI-RSCM) in February 2012 until January 2013, which are randomly selected, hence 75 subjects obtained with 1 drop out data set. Each data set undergone double blind evaluation both in selected serial film and complete serial film by the researcher and the supervisor. In case of discrepancy, re-evaluation by a third party was obtained.
Sensitivity and specificity of selected serial films in evaluation of kidneys is 100% and 99,16%, in evaluation of ureters is 100% and 99,29% while in general evaluation of urinary tract is 93,1% and 97,7%. Upon analytic statistics using McNemar test, no significant difference is found between selected serial films and complete serial films.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T59162
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yudha Sulistiana
"Latar Belakang: Kanker serviks merupakan keganasan yang sering ditemukan diberbagai negara pada wanita setelah kanker payudara. Kanker serviks berhubungan dengan angka kematian yang tinggi. FIGO merekomendasikan penggunaan MRI sebagai alat diagnosis dan prognosis. Tingkat proliferasi tumor berhubungan dengan respon terapi yang dapat diketahui dengan nilai signal intensitas sekuens T2WI. Saat ini belum ada penelitian yang menilai perbedaan nilai SI sekuens T2WI dengan respon terapi radiasi pada kanker serviks tipe karsinoma sel skuamosa.
Tujuan: Memperoleh perbedaan nilai rasio sekuens T2WI pada pasien kanker serviks karsinoma sel skuamosa yang mengalami respon dan tidak respon terapi.
Metode: Sebanyak 39 subjek penelitian dilakukan pemeriksaan MRI pelvis sebelum dan setelah terapi radiasi. Data penelitian diambil menggunakan sekuens T2WI dan data histologi berasal dari EHR RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo. Dilakukan analisis data menggunakan uji normalitas Saphiro-Wilk dan uji T berpasangan.
Hasil: Pada kelompok umur, status pernikahan, status obstetri dan klasifikasi FIGO, didapatkan hasil tidak signifikan (p = 0,19, p = 0,348, p = 0,153, dan p = 0,995; p > 0,05). Begitupun pada kelompok respon dan tidak respon dengan RECIST 1.1, didapat hasil signifkan dengan p = 0,000; p < 0,05) sedangkan pada kelompok perbedaan nilai rasio sekuens T2WI, didapatkan hasil yang tidak signifikan (p = 0,436, p > 0,05).
Kesimpulan: Tidak terdapat perbedaan nilai rasio sekuens T2WI pada kelompok respon dan tidak respon terapi berdasarkan kriteria RECIST 1.1 pada kanker serviks tipe karsinoma sel skuamosa.

Background: Cervical cancer is a malignancy that is often found in various countries in women after breast cancer. Cervical cancer is associated with a high mortality rate. FIGO recommends the use of MRI as a diagnostic and prognostic tool. The rate of tumor proliferation is related to the therapeutic response which can be determined by the value of the T2WI sequence intensity signal. Currently, there are no studies that assess the differences in SI values of T2WI sequences and the response to radiation therapy in squamous cell carcinoma type cervical cancer.
Objective: Obtain differences in the value of the T2WI sequence ratio in patients with cervical cancer squamous cell carcinoma who experienced and did not respond to therapy.
Methods: A total of 39 study subjects were subjected to pelvic MRI examinations before and after radiation therapy. The research data were taken using T2WI sequences and histological data came from EHR RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo. Data were analyzed using the Saphiro-Wilk normality test and paired T test.
Results: In the age group, marital status, obstetric status and FIGO classification, the results were not significant (p = 0.19, p = 0.348, p = 0.153, and p = 0.995; p> 0.05). Likewise in the response dan unresponse group with RECIST 1.1, the results were significant with p = 0.000; p <0.05), while the difference in the value of the T2WI sequence ratio, the results were not significant (p = 0.436, p> 0.05).
Conclusion: There is no difference in the value of the T2WI sequence ratio in the response group and no response to therapy based on RECIST 1.1 criteria in squamous cell carcinoma type cervical cancer.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Jimmy Sunny
"Latar belakang: MRCP merupakan teknik pencitraan tidak invasif untuk mengevaluasi anatomi dan mendeteksi kelainan sistem bilier. Cairan di saluran bilier akan memperlihatkan sinyal yang tinggi pada MRCP. Salah satu keterbatasan pemeriksaan MRCP ialah cairan di saluran gastrointestinal juga memberikan sinyal tinggi yang dapat mengganggu evaluasi saluran bilier. Sari buah nanas dapat menjadi kontras oral negatif untuk menurunkan sinyal di gastrointestinal. Belum terdapat penelitian penggunaan sari buah nanas pada pemeriksaan MRCP di Indonesia dan belum terdapat penelitian yang menilai visualisasi cabang-cabang duktus intrahepatikus setelah pemberian sari buah nanas. Tujuan: Mengukur perbedaan SNR gaster dan duodenum serta perubahan tingkat visualisasi cabang-cabang duktus bilier intrahepatikus sesudah pemberian sari buah nanas pada pemeriksaan MRCP. Metode: Dilakukan pemeriksaan MRCP sebelum dan sesudah pemberian sari buah nanas pada subjek penelitian. Mengukur perbedaan rerata SNR gaster dan duodenum serta mengukur perubahan tingkat visualisasi cabang-cabang duktus bilier intrahepatikus sebelum dan sesudah pemberian sari buah nanas. Perbedaan rerata SNR gaster dan duodenum dianalisis menggunakan uji Wilcoxon dan perubahan tingkat visualisasi dianalisis dengan uji McNemar untuk menilai diskordans. Hasil: Didapatkan 25 subjek penelitian yang menjalani pemeriksaan MRCP sebelum dan sesudah pemberian sari buah nanas. Terdapat penurunan bermakna SNR gaster dan duodenum setelah pemberian sari buah nanas, 127,1 (18,7-1194,6) menjadi 42.2 (4,2-377,1) untuk gaster dan 64,1 (3,8-613.4) menjadi 44,6 (6,5-310,3) untuk duodenum (p < 0,05). Terdapat perubahan bermakna tingkat visualisasi duktus bilier intrahepatikus (p < 0,05, diskordans >50%) dengan peningkatan tingkat visualisasi duktus intrahepatikus kanan segmen anterior pada 66% pengamatan, duktus intrahepatikus kanan segmen posterior pada 58% pengamatan, dan 70% pengamatan untuk duktus intrahepatikus kiri. Simpulan: Pemberian sari buah nanas dapat menurunkan sinyal gaster dan duodenum pada pemeriksaan MRCP dan mempengaruhi tingkat visualisasi cabang-cabang duktus bilier intrahepatikus.

Background: MRCP is a non-invasive imaging technique for evaluating anatomy and detecting abnormalities of the biliary system. Fluid in biliary tract will show high signal on MRCP. One of the limitations of MRCP is high signal in gastrointestinal fluid which can interfere biliary tract evaluation. Pineapple juice as negative oral contrast can reduce signal in gastrointestinal tract. There have been no studies on the use of pineapple juice for MRCP in Indonesia, and no studies assessed the visualization of intrahepatic ductal branches after administration of pineapple juice. Objective: Measuring difference in gastric and duodenal SNR and changes of visualization of intrahepatic biliary ductal branches after administration of pineapple juice on MRCP. Methods: MRCP before and after administration of pineapple juice were performed on subjects. Gastric and duodenal SNR mean difference were measured, and analysis were done with Wilcoxon test. Level of visualization of intrahepatic biliary ductal branches were also measured and analysed with McNemar test for discordances. Results: There were 25 subjects underwent MRCP. Gastric and duodenal SNR were statistically decreased after administration of pineapple juice, 127.1 (18.7-1194.6) vs 42.2 (4.2-377.1) and 64.1 (3.8-613.4) vs 44.6 (6.5-310.3) respectively (p <0.05). Statistically significant difference was observed in visualization of intrahepatic ductal branches (p<0,05), discordance >50%) with increase in visualization of right duct anterior segment in 66% observation, right duct posterior segment in 58% observation, and 70% observation in left intrahepatic bile duct. Conclusion: Use of pineapple juice as negative oral contrast significantly reduce gastric and duodenal signal in MRCP also affect visualization of the intrahepatic biliary duct branches.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library