Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Farindra Ridhalhi
"Abses tuberkulosis spinal merupakan salah satu komplikasi serius dari infeksi tuberkulosis yang dapat menyebabkan kerusakan neurologis dan sulitnya eradikasi kuman. Tata laksana operatif dengan debridemen terbuka sering kali dipilih. Namun, teknik minimal invasif telah mulai dikembangkan, termasuk Teknik Evakuasi Abses Sistem Tertutup (EAST), meski datanya masih terbatas. Penelitian ini bertujuan untuk menilai luaran klinis dan laboratoris pada pasien yang menjalani EAST dibandingkan debridemen terbuka. Penelitian retrospektif ini melibatkan 48 pasien yang menjalani salah satu dari kedua teknik tersebut. Hasil menunjukkan bahwa EAST menghasilkan nyeri pascaoperasi lebih rendah (VAS 2 vs. 4; p<0,001) dan panjang jaringan parut lebih kecil (0 cm vs. 12 cm; p<0,001) dibandingkan debridemen terbuka. Durasi rawat inap lebih singkat secara median pada kelompok EAST, meski tidak signifikan (2 vs. 3 hari; p=0,06). Namun, angka rekurensi lebih tinggi pada teknik EAST (2 kasus vs. 0). Kedua teknik menunjukkan hasil serupa dalam kadar CRP dan Oswestry Disability Index (ODI). Hasil ini menunjukkan bahwa EAST menawarkan alternatif minimal invasif dengan hasil klinis lebih baik, tetapi memerlukan perhatian terhadap risiko rekurensi. Studi lebih lanjut diperlukan untuk memastikan temuan ini dan mengevaluasi keamanan jangka panjang teknik EAST.

Spinal tuberculosis abscess is one of the serious complications of tuberculosis infection that can lead to neurological damage and difficulty in eradicating the pathogen. Open debridement surgery is often chosen. However, minimally invasive techniques, including closed system abscess evacuation (CSAE), have been developed, although data remains limited. This study was conducted to evaluate the clinical and laboratory outcomes of patients undergoing CSAE compared to open debridement. This study aims to compare the clinical and radiological outcomes between the Closed Abscess Evacuation System (CSAE) technique and open debridement in spinal tuberculosis abscess cases. This retrospective study involved 48 patients who underwent one of the two techniques. Results showed that CSAE yielded lower postoperative pain (VAS 2 vs. 4; p<0.001) and smaller scar length (0 cm vs. 12 cm; p<0.001) compared to open debridement. Median hospital stay was shorter in the CSAE group, although not statistically significant (2 vs. 3 days; p=0.06). However, the recurrence rate was higher with CSAE (2 cases vs. 0). Both techniques showed similar results in C-reactive protein (CRP) levels and Oswestry Disability Index (ODI). These findings suggest that CSAE offers a minimally invasive alternative with better clinical outcomes but requires attention to the risk of recurrence. Further studies are needed to validate these findings and evaluate the long-term safety of the CSAE technique."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Haryo Wicaksono
"Latar Belakang: Stenosis Spinal Lumbar (LSS) adalah kondisi yang umum pada populasi lanjut usia, ditandai dengan penyempitan kanal spinal atau foramen intervertebralis, yang mengarah pada kompresi akar saraf. Kondisi ini sering dikaitkan dengan nyeri punggung bawah, penyebab utama kecacatan dan penurunan kualitas hidup. Atrofi otot multifidus sering diamati pada pasien dengan LSS, berkontribusi pada ketidakstabilan dan nyeri di tulang belakang lumbar. Faktor-faktor seperti usia, obesitas, jenis pekerjaan, penggunaan korset, dan durasi penyakit telah dikaitkan dengan pengembangan atrofi otot multifidus.
Metode: Studi potong lintang ini dilakukan di RSUD Pandanarang Boyolali, melibatkan 45 pasien dengan LSS berusia 50-70 tahun. Sampel purposif digunakan untuk memilih peserta berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi tertentu. Variabel seperti usia, pekerjaan, Indeks Massa Tubuh (BMI), penggunaan korset, dan durasi penyakit dianalisis. Studi ini mendapat persetujuan etik dari Komite Etik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, dan RSUD Pandan Arang Boyolali. Analisis statistik dan regresi logistik digunakan untuk menguji pengaruh faktor-faktor ini terhadap atrofi otot multifidus.
Hasil: Studi ini mengidentifikasi obesitas (OR=65.02; p=0.001) dan usia di atas 60 tahun (OR=11.38; p=0.47) sebagai faktor dominan yang berhubungan dengan atrofi otot multifidus pada pasien LSS. Jenis kelamin, pekerjaan, dan durasi penggunaan korset tidak menunjukkan hubungan signifikan dengan atrofi otot (P> 0.05). Pasien berusia di atas 60 tahun menunjukkan risiko lebih tinggi mengalami atrofi otot multifidus.
Kesimpulan: Temuan ini menekankan pentingnya mengatasi obesitas dan memantau pasien lanjut usia secara dekat untuk tanda-tanda atrofi otot multifidus dalam pengelolaan LSS. Kurangnya hubungan signifikan dengan jenis kelamin, pekerjaan, dan penggunaan korset menunjukkan bahwa intervensi harus terutama berfokus pada manajemen berat badan dan perubahan degeneratif terkait usia. Penelitian lebih lanjut dengan ukuran sampel yang lebih besar direkomendasikan untuk mengevaluasi dampak intervensi yang ditargetkan pada pencegahan atrofi otot multifidus pada populasi pasien ini.

Background : Lumbar Spinal Stenosis (LSS) is a prevalent condition in the elderly population, characterized by the narrowing of the spinal canal or intervertebral foramina, leading to nerve root compression. This condition is often associated with low back pain, a significant cause of disability and reduced quality of life. Multifidus muscle atrophy is frequently observed in patients with LSS, contributing to instability and pain in the lumbar spine. Factors such as age, obesity, occupation type, corset usage, and disease duration have been implicated in the development of multifidus muscle atrophy.
Methods : This cross-sectional study was conducted at RSUD Pandanarang Boyolali, involving 45 patients with LSS aged 50-70 years. Purposive sampling was used to select participants based on specific inclusion and exclusion criteria. Variables such as age, occupation, Body Mass Index (BMI), corset usage, and disease duration were analyzed. The study received ethical approval from the Ethics Committee of the Faculty of Medicine, University of Indonesia, and RSUD Pandan Arang Boyolali. Statistical analysis and logistic regression were employed to examine the influence of these factors on multifidus muscle atrophy.
Results:The study identified obesity (OR=65.02; p=0.001) and age over 60 years (OR=11.38; p=0.47) as dominant factors associated with multifidus muscle atrophy in LSS patients. Gender, occupation, and duration of corset use did not show a significant relationship with muscle atrophy (p>0.05). Patients over 60 years of age exhibited a higher risk of developing multifidus muscle atrophy.
Conclusion: The findings underscore the importance of addressing obesity and monitoring elderly patients closely for signs of multifidus muscle atrophy in the management of LSS. The lack of significant associations with gender, occupation, and corset usage suggests that interventions should primarily focus on weight management and age-related degenerative changes. Further research with larger sample sizes is recommended to evaluate the impact of targeted interventions on preventing multifidus muscle atrophy in this patient population.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muh Tri Nugroho Fahrudhin
"Lumbar canal stenosis merupakan penyebab utama disabilitas pasien. Selective Nerve Root Block (SNRB) pada area lumbar adalah salah satu metode terapi untuk mengatasi nyeri akibat radikulopati lumbar yang bertujuan mengurangi kebutuhan operasi. Ultrasonografi (USG) muncul sebagai alternatif dengan kelebihan seperti tanpa radiasi, mobilitas tinggi, kemampuan pencitraan jaringan lunak, dan penetrasi jarum real-time jika dibandinagkan menggunakan Floroskopi. Penelitian ini merupakan studi uji klinis acak non-inferiority tersamar tunggal yang dilakukan di 2 Rumah Sakit. 52 subjek penelitian yang terdiri dari 26 subjek yang dilakukan tindakan SNRB dengan panduan fluoroskopi dan 26 subjek yang dilakukan tindakan SNRB dengan panduan USG. Tidak ada perbedaan karakteristik dasar antara kedua kelompok berdasarkan usia, jenis kelamin, IMT, durasi gejala. level lumbar VAS, maupun ODI pre operasi (p > 0,05). Penelitian ini menunjukkan penurunan signifikan pada nilai VAS di kelompok floroskopi dan USG pada 30 menit, 2 minggu, dan 12 minggu setelah tindakan dibandingkan dengan baseline (p < 0,01). Kendati demikian, tidak ada perbedaan VAS dan ODI yang signifikan antara kedua metode panduan pada setiap titik waktu (p > 0,05). Tidak terdapat perbedaan dalam pengurangan nyeri radikular lumbal, skor ODI, dan kejadian komplikasi antara tindakan SNRB dengan panduan fluoroskopi maupun USG. Penggunaan panduan USG pada SNRB terbukti lebih efisien dengan durasi yang lebih singkat dan sama efektifnya dengan fluoroskopi.

Lumbar canal stenosis is a leading cause of patient disability. Selective Nerve Root Block (SNRB) in the lumbar area is a therapeutic method aimed at alleviating pain from lumbar radiculopathy to reduce disability and surgical needs. SNRB typically employs fluoroscopy but has drawbacks such as radiation exposure. Ultrasonography (USG) has emerged as an alternative offering benefits. This was a randomized single-blind non-inferiority clinical trial conducted at 2 Hospitals. There were 52 subjects, with 26 undergoing SNRB with fluoroscopy guidance and 26 with USG guidance. No baseline characteristic differences were found between the groups in terms of age, gender, BMI, symptom duration, preoperative lumbar level VAS, or ODI (p > 0.05). The study demonstrated significant reductions in VAS scores in both fluoroscopy and USG groups at 30 minutes, 2 weeks, and 12 weeks post-procedure compared to baseline (p < 0.01). However, no significant differences in VAS and ODI were observed between the two guidance methods at any time point (p > 0.05). There was no difference in the reduction of lumbar radicular pain, ODI scores, and complication rates between SNRB procedures guided by fluoroscopy and USG. USG guidance in SNRB proves to be more efficient with shorter duration and equally effective as fluoroscopy."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bayu Sakti Jiwandono
"Herniasi Nukleus Pulposus (HNP) lumbal adalah kondisi yang disebabkan proses degenerasi dari diskus intervertebralis (DIV) yang sering terjadi pada area lumbal. Kondisi ini dapat berkaitan dengan keluhan nyeri punggung bawah yang mengakibatkan kesakitan dan penurunan dari kualitas hidup pasien. Tindakan Percutaneous Laser Disc Reconstruction (PLDR) adalah tindakan yang diaplikasikan ke jaringan DIV untuk menginduksi proses regenerasi, perbaikan pada diskus yang mengalami kerusakan, dan mengurangi nyeri pada pasien. Studi prospektif cohort ini dilakukan di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo dan RSUD Dr. Moewardi Surakarta, yang melibatkan 21 pasien dengan HNP lumbal. Pemilihan sampel berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi tertentu menggunakan sampel purposif. Variabel yang dianalisis meliputi Visual Analoque Scale (VAS), Oswestry Disability Index (ODI), PROMIS (Patient-Reported Outcomes Measurement Information System) Global 10, dan Pfirrmann Grading berdaraskan MRI. Studi ini memperoleh persetujuan etik dari Komite Etik RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo dan RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Analisis statistik yang digunakan untuk menguji luaran klinis tindakan PLDR pada pasien HNP Lumbal adalah Uji Mann Whitney (p<0.05) dan Wilcoxon rank test. Evaluasi setelah 3 bulan pasca tindakan PLDR yang diberikan kepada pasien dengan HNP lumbal memberikan perbaikan rasa nyeri berdasarkan skor VAS sebesar 51,3% (rata-rata 7.25±0.68 menjadi 3.67±0.48). Tindakan PLDR juga memberikan perbaikan pada kualitas hidup pasien di mana terdapat perbaikan skor ODI sebesar 58,8% (rata-rata 38.57±7.19 menjadi 15.90±4.84) dan terdapat perbaikan skor SF-36 sampai sebesar 65,1% (rata-rata 46,43±9,64 menjadi 76,67±3,65) pada komponen health change. Evaluasi MRI berdasarkan Pfirrmann Grading menunjukkan adanya penurunan yang signifikan (p<0,05) pasca tindakan PLDR. Evaluasi skor PROMIS didapatkan skor Pain Interference 43.33±5.80 dan Physical function 50.76±2.43 yang menunjukkan skor PROMIS post tindakan PLDR masih belum mencapai nilai maksimal.

Lumbar Nucleus Pulposus Herniation is a common condition caused by the degeneration process of the intervertebral disc in the lumbar area. This condition can be associated with complaints of lower back pain which results in disability and a decrease in the patient's quality of life. Percutaneous Laser Disc Reconstruction (PLDR) is a procedure applied to disc tissue, to induce the regeneration process, repair damaged discs, and reduce pain in patients. This prospective cohort study was conducted at Dr. Cipto Mangunkusumo Hospital and Dr. Moewardi Hospital Surakarta, involving 21 patients with lumbar HNP. Sample selection is based on certain inclusion and exclusion criteria using purposive sampling. Variables analyzed included the Visual Analogue Scale (VAS), Oswestry Disability Index (ODI), PROMIS (Patient-Reported Outcomes Measurement Information System) Global 10, and Pfirrmann Grading.Evaluation after 3 months post PLDR given to patients with lumbar HNP provided an improvement in pain based on the VAS score of 51.3% (average 7.25±0.68 to 3.67±0.48). The PLDR procedure also provided an improvement in the patient's quality of life where there was an improvement in the ODI score of 58.8% (average 38.57±7.19 to 15.90±4.84) ​​and there was an improvement in the SF-36 score of up to 65.1% (average 46.43±9.64 to 76.67±3.65) in the health change component. MRI evaluation based on Pfirrmann Grading showed a significant decrease (p<0.05) after PLDR. PROMIS score evaluation obtained Pain Interference score of 43.33±5.80 and Physical function score of 50.76±2.43, showed that PROMIS score after PLDR had not yet reached the maximum value."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library