Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 11 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Wahyudi
"Periode 1997-1998 Indonesia mengalami krisis ekonomi yang hebat akibat turunnya nitai tukar mata uang rupiah secara drastis. Anjloknya rupiah menyebabkan pasar uang dan pasar modal rontok serta bank-bank nasional dalam kesulitan besar. Pemerintah terpaksa melakukan tindakan likuidasi beberapa bank tanpa memperhitungkan kepanikan nasabah, walaupun ada jaminan simpanan nasabah. Kepanikan nasabah menyebabkan rush, sumber cash bank menjadi kosong. BI menyuntikkan likuiditas berupa BLBI. Namun suku bunga BLBI yang tinggi menciptakan beban tambahan karena bank juga dalam keadaan negative spread. Pemilik bank juga tak berdaya, bangkrut karena telah menyalurkan kredit dalam jumlah besar yang disalurkan ke kelompok sendiri, sehingga terjerat kredit macet.
Penyimpangan BLBI dimulai ketika BI memberikan dispensasi kepada bank-bank untuk mengikuti kliring meskipun rekening gironya di BI bersaldo debet, tanpa melakukan pre-audit. Akibatnya banyak bank tidak mampu mengembalikan BLBI, diambil alih oteh pemerintah dan dimasukkan dalam program rekapitalisasi penyehatan perbankan (rescue program). Pemerintah terpaksa mengeluarkan ratusan triliun rupiah metatui suntikan dana BLBI, penerbitan obligasi Negara, SUN dan program penjaminan perbankan. Menurut data Pusat Manajemen Obligasi Negara Depkeu RI, selama periode 1998-2002 hutang DN Indonesia naik Rp 551,767 triliun akibat program ini. Tahun 2002 Pemerintah membayar bunga obligasi rekap Rp 59,5 triliun, atau setara dengan 17.3% pengetuaran APBN. Periode 2003-2006 pemerintah mengeluarkan rata-rata Rp 53 triliun/tahun. Kewajiban pelunasan pokok obligasi rekapitalisasi dan SUN tak kalah memusingkan. Periode 2004-2006 pemerintah rata-rata mengetuarkan Rp 34 triliun/tahun. Kemampuan pemerintah membayar obligasi jatuh tempo ini diragukan karena kondisi keuangan negara sendiri sangat terjepit. Sekedar ilustrasi, BPPN memperkirakan beban pembayaran obligasi rekap bisa membengkak hingga Rp 7.000 trityun, bahkan Rp 14.000 trilyun, jika pemerintah melakukan roll-over pembayaran satu termin saja. Karenanya APBN mungkin dapat menjadi unsustainable dalam satu atau dua dekade ke depan karena jebakan hutang ini.
Pendanaan pembayaran bunga dan pelunasan obligasi negara dapat diatasi antara lain melalui privatisasi dan penerimaan pajak. Namun kontribusi privatisasi tidak tertalu besar dalam APBN, dan tidak bersifat recurring. Sedangkan pajak adalah iuran dari warga negara untuk membiayai pengeluaran negara. Kontribusinya dalam APBN 2004 mencapai 78%. Namun hal ini berarti perilaku fraud segelintir pengusaha atau konglomerat dalam kasus BLBI menjadi tanggungan dan beban bersama jutaan warga negara pembayar pajak.
PT Bank Tbk, bank swasta terbesar di Indonesia, merupakan salah satu penerima BLBI sehingga bisa survive hingga kini. Bantuan yang diterima berupa pinjaman BLBI sebesar Rp 29,9 triliun yang kemudian dikonversi menjadi penyertaan modal pemerintah sebesar nominal Rp 1,365 triliun (dan laku dijual sekitar Rp 7,053 triliun). PT Bank Tbk juga menerima bantuan berupa obligasi negara Rp 52 trilyun yang cukup ditukar dengan asset bernilai pasar Rp 20 triliun saja (sesuai due diligence PT Hakim). Dalam perhitungan kasar, loss pemerintah pada kasus PT Bank Tbk mencapai lebih dari Rp 62 triliun belum termasuk kewajiban pembayaran bunga sedikitnya Rp 5 triliun per tahun. Jika penerimaan perpajakan nasional tahun 2004 berjumlah Rp 278 triliun, berarti loss pemerintah pada kasus PT Bank Tbk mencapai 25% dari total penerimaan pajak nasional tahun 2004.
Secara garis besar terdapat 4 transaksi besar dalam kasus PT Bank Tbk :
a. Pengucuran BLBI, kuasi reorganisasi sampai dengan divestasi saham.
b. Pembagian dividen setelah divestasi.
c. Penerbitan obligasi pemerintah, MSAA, recovery rate, dan bunga obligasi.
d. Pengambilalihan hak tagih non performing loan dengan nilai nihil oleh pemerintah.
Tujuan penulisan ini adalah membahas perbandingan antara loss pemerintah dalam kasus ini dengan jumlah PPh yang seharusnya terhutang oleh pihak-pihak yang menerima keuntungan terkait dengan penerimaan BLBI sesuai Pasal 4 UU Nomor 17 Tahun 2000, dan kontribusi pembayaran pajak para pihak tersebut. Kesimpulan tulisan dapat merupakan masukan bagi pemerintah untuk tidak membiarkan potensi pajak tersebut terabaikan, dan untuk membangun kesadaran masyarakat membayar pajak dan law enforcement. Ke depan nanti diharapkan tulisan ini memberikan sumbangan pemikiran dan secara tidak langsung membantu upaya pemerintah mewujukan masyarakat sadar dan peduli pajak."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2005
T15600
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
cover
cover
Muhammad Arifin
2007
T24518
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pasat Agustiana
"Usaha perasuransian sebagai salah satu lembaga keuangan non bank menjadi semakin penting perannya, karena dari kegiatan usaha memberikan proteksi kepada masyarakat asuransi juga merupakan lembaga penghimpun dana yang bersumber dari penerimaan premi, dimana dana tersebut dapat diinvestasikan pada sektor-sektor yang produktif dan aman. Penelitian ini bertujuan mengkaji bagaimana kondisi Industri asuransi kerugian di Indonesia dan bagaimana perlakuan akuntansi serta perpajakan dalam menentukan pajak penghasilan terhutang pada wajib pajak asuransi kerugian. Metode penelitian yang digunakan adalah analisis deskriptif yaitu metode penelitian yang menggambarkan atau mendeskripsikan secara sistematis mengenai data-data yang dikumpulkan. Teknik analisis data yang dipergunakan adalah analisis kualitatif. Pengumpulan data dilakukan dengan cara kajian kepustakaan (review dokumentasi) terhadap berbagai literatur yang relevan. Berdasarkan hasil analisis disimpulkan bahwa terdapat perbedaan perlakuan akuntansi dengan ketentuan perpajakan, koreksi fiskal dilakukan untuk menentukan laba kena pajak berdasarkan ketentuan perpajakan. Koreksi fiskal tersebut disebabkan oleh beda waktu dan beda tetap. Untuk mempermudah penyusunan serta penyajian laporan keuangan fiskal dan komersial, perusahaan asuransi diharapkan lebih memahami perbedaan- perbedaan tetap dan sementara dalam pengakuan penghasilan dan biaya menurut kebijakan akuntansi dengan ketentuan perpajakan di bidang asuransi.

Effort for Insurance as one of financial institution non bank becomes increasingly important its the role, because of business activity gives protection to Insurance public also is instituting fund accumuiator steming fram premium acceptance, where the fund can be invested at safe and productive sectors. This research aim to study how industry condition of general Insurance in Indonesia and how accounting treatment and taxation in determining in debt income tax at general Insurance taxpayer. Research method applied to analysing is descriptive that is depicting research method or description systematically about data collected. Data analytical technique utilized is qualitative analysis. Data collecting is done by the way of literatur study (review documentation) to various relevant literatures. Based on result of analysis concluded that there is difference of accounting treatment with taxation rule, fiscal correction done to determine profit hits tax based on tax rule. The fiscal correction because of timing difference and permanent difference. To water down compilation and presentation of financial statement of fiscal and commercial, Insurance company expected to be more comprehendingly permanent differences and timing difference in income confession and expense of according to policy of accountancy with taxation rule in insurance area."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2008
T25765
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Sitompul, Wellfrietd
"Pada industri pertambangan batubara, salah satu instrumen hukum adalah Perjanjian Karya. Perjanjian ini dibuat antara Pemerintah Indonesia dengan perusahaan kontrakt swasta. Istilah perjanjian karya dapat ditemukan dalam Pasal 10 ayat (2) dan (3) Undang Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertambangan. Sedangkan istilah yang digunakan dalam Keputusan Presiden Nomor 75 Tahun 1996 tentang Ketentuan Pokok Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara adalah Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (yang selanjutnya disingkat PKP2B). Jadi PKP2B merupakan perjanjian yang dibuat Pemerintah Republik Indonesia dengan perusahaan swasta asing. Kontraktor enggan melakukan eksplorasi karena banyaknya masalah internal yang harus dibenahi diantaranya sistem perpajakan. Tentu pemerintah tidak membiarkan masalah tersebut menghalangi aliran dana ke sektor pertambangan batubara. Peningkatan daya investasi pun dilakukan pemerintah melalui berbagai kebijakan, seperti pemberian insentif pajak.
Dalam penulisan Karya Akhir ini, untuk melakukan tinjauan insentif pajak bas industri pertambangan batubara di Indonesia, penulis menggunakan analisis data kualitatif dengan metode analisis kinerja dan pengalaman individual, serta perilaku institusi dengan cara penggunaan bahan dokumenter. Dengan analisis penggunaan bahan dokumenter ini akan menghasilkan dokumentasi yang bermanfaat bagi analisis data yang membutuhkan dukungan informasi dari bahan dokumen sehingga dapat menjelaskan keterkaitan objek-objek yang dianalisis satu dengan lainnya dalam hal ini keterkaitan antara Kebijakan Pemerintah Indonesia untuk mendukung peningkatan pemanfaatan batubara di Indonesia, regular rperpajakan, insentif pajak pada industri pertambangan batubara di Indonesia, dan persepsi investor terhadap prospek industri pertambangan batubara di Indonesia.
Dari hasil kajian terhadap insentif pajak pada industri pertambangan batubara Indonesia dapat disimpulkan sebagai berikut: (1) Kebijakan Pemerintah Indonesia untuk mendukung peningkatan pemanfaatan batubara dengan membuat Kebijakan Batubai Nasional (KBN); (2) Pada hakikatnya regulasi perpajakan pada industri pertambangan batubara di Indonesia diperlakukan khusus {lex specialist) dan dipersamakan dengan Undang Undang. Dengan perkataan lain, apabila dalam Kontrak Kerjasama Batubara tidak diati mengenai perpajakan yang ada, maka UU Perpajakan berlaku secara umum; (3) Insentif paja yang diberikan pada industri pertambangan batubara di Indonesia sesuai yang tertera pada PKB2B masing-masing Generasi PKP2B; (4) Persepsi investor pada umumnya menyataka prospek industri pertambangan batubara di Indonesia kurang begitu bagus karena tidak adan) investasi baru pada pertambangan batubara maka dapat dipastikan jumlahnya bakal merosot
In the coal mining industry, one of the legal instruments is a Work Agreement. This agreement is made between the Government of Indonesia and a private contracting company. The term contract of work can be found in Article 10 paragraphs (2) and (3) of Law Number 11 of 1967 concerning Basic Mining Provisions. Meanwhile, the term used in Presidential Decree Number 75 of 1996 concerning the Main Provisions of Coal Mining Concession Work Agreement is Coal Mining Concession Work Agreement (hereinafter abbreviated as PKP2B). So PKP2B is an agreement made by the Government of the Republic of Indonesia with foreign private companies. Contractors are reluctant to explore because of the many internal problems that must be addressed, including the tax system. Of course, the government does not allow this problem to hinder the flow of funds to the coal mining sector. The government also increases investment power through various policies, such as the provision of tax incentives.
In writing this final paper, to review the incentives for the coal mining industry in Indonesia, the author uses qualitative data analysis with the method of analyzing individual performance and experience, as well as institutional behavior by using documentary materials. With this analysis of the use of documentary materials, it will produce useful documentation for data analysis that requires information support from document materials so that it can explain the relationship between the objects analyzed with one another in this case the relationship between the Indonesian Government's policies to support the increase in the use of coal in Indonesia, regular taxation, tax incentives on the coal mining industry in Indonesia, and investors' perceptions of the prospects for the coal mining industry in Indonesia.
From the results of a study of tax incentives in the Indonesian coal mining industry, it can be concluded as follows: (1) The Indonesian Government's policy to support the increase in coal utilization is by making the National Batubai Policy (KBN); (2) In essence, tax regulations on the coal mining industry in Indonesia are treated specifically (lex specialist) and are equated with the Law. In other words, if the Coal Cooperation Contract does not comply with the existing taxation, then the Taxation Law applies in general; (3) The tax incentives given to the coal mining industry in Indonesia are as stated in the PKB2B of each Generation of PKP2B; (4) The general perception of investors is that the prospect of the coal mining industry in Indonesia is not very good because there is no new investment in coal mining, so it is certain that the number will decline.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2008
T-Pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Muchamad Arifin
"Tidak bisa di copy"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2006
T24518
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kristanto Nirboyo
"Bank dan lembaga keuangan yang berdasarkan syariah di Indonesia, baru diakomodir dan diberikan keleluasaan secara legal dengan diundangkannya Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan yang kemudian disempurnakan lagi dengan Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992. Berkenaan dengan kepentingan perpajakan, sampai saat ini belum ada peraturan maupun ketentuan perpajakan yang mengatur secara spesifik mengenai transaksi keuangan yang dilakukan oleh perbankan syariah. Pendekatan yang diambil untuk pengenaan pajak atas transaksi keuangan syariah sampai dengan saat ini masih mengacu pada ketentuan perpajakan yang berlaku saat ini mengingat belum ada aturan perpajakan yang baru.
Perdebatan mengenai perpajakan dalam kontrak keuangan syariah umumnya terjadi karena secara esensial kontrak keuangan syariah memiliki sejumlah perbedaan mendasar dibandingkan dengan kontrak dan skema produk keuangan bank konvensional. Produk perbankan syariah secara umum menerapkan prinsip bagi hasil, jual beli dan sewa/jasa. Hal ini disebabkan dalam sistem ekonomi Islam, pengenaan bunga pada pemberian pinjaman uang tidak diperkenankan, sehingga dalam aktivitas penyediaan jasa pembiayaan digunakan instrumen nisbah bagi hasil, marjin/keuntungan jual beli dan upah sewa.
Tesis ini bertujuan untuk meneliti dan membahas produk dan jasa yang dijalankan oleh perbankan syariah dan aspek perpajakannya di Indonesia kemudian dibandingkan dengan Malaysia yang merupakan pelopor perbankan syariah di Asia Tenggara dengan menggunakan metode deskriptif kualitatif. Dengan membandingkan kondisi perbankan syariah di Indonesia dengan di Malaysia diharapkan dapat dijadikan bahan masukan bagi terciptanya fair treatment ketentuan perpajakan atas produk dan jasa perbankan syariah dengan produk dan jasa perbankan konvensional sehingga disintermediasi pada lembaga keuangan dapat diminimalkan. Jika equal treatment dapat diwujudkan dan transaksi yang dijalankan oleh perbankan syariah tidak dikenakan pajak berganda maka diharapkan akan mendorong pertumbuhan dan perkembangan perbankan syariah di Indonesia serta dapat menarik minat investor asing, khususnya negara-negara dari Timur Tengah, untuk berinvestasi di Indonesia yang pada akhirnya akan menambah penerimaan negara.

Bank and finance institutions based on shariah in Indonesia have just been accomodated and provided facility legally by Law Number 7 Year 1992 concerning Banking which is a letter ammended by Law Number 10 Year 1998 concerning Amendment to Law Number 7 Year 1992. For the tax puspose, up to now there is no special tax regulation which regulate financial transaction conducted by shariah banking. The approach which is selected to tax treatment on shariah financial transactions up to now referring on the existing tax regulation because of no new tax regulation.
Debate about taxation of shariah financial contracts commonly happen because essensially shariah financial contracts have the fundamental differences compared with financial product scheme of conventional bank. Product of shariah banking generally adopted profit and loss sharing principle, sales and purchase, lease/service. This is cause by the Islamic economic system, which is interest is not allowed for loan therefore activity for financing is use based on profit and loss sharing ratio, margin/gain of sales and lease fee.
The aim of thesis is to research and discuss product and service which is conducted by shariah banking and its tax aspect in Indonesia which is a letter compared with Malaysia recognize us the first mover of shariah banking in South-East Asia furthermore the research use qualitative descriptive method. Having compared the condition of shariah banking in Indonesia and in Malaysia is expected as the feedback for the realization of fair tax treatment on product and service of shariah banking with the conventional banking ones therefore distortion in banking industry could be avoidable. If equal tax treatment could be realized and then the financial transaction conducted by shariah banking should not be tax twiced so this is expected to stimulus the growth and the development of shariah banking in Indonesia and also to attrack the foreign investor, specially middle east countries, for investment in Indonesia leading to increase of the state revenue."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2007
T24499
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yulius Bungkang
"Tidak bisa di copy"
2007
T 24487
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>