Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 6 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Pardan Syafrudin
"ABSTRAK
Harta bersama adalah harta yang diperoleh suami isteri selama menjalani kehidupan rumah tangga, yang keduanya sepakat apabila setelah bersatu melalui ikatan pemikahan bahwa harta yang dihasilkan oleh salah satu atau oleh keduanya menjadi harta bersama. Hal ini menunjukan bila terjadi perjanjian antara suami isteri sebelum menikah untuk tidak menyatukan hartanya, maka harta yang dihasilkan keduanya tidak menjadi harta bersama. Dengan demikian bila suami atau isteri meninggal, atau pun cerai, maka harta yang dimiliki oleh keduanya dapat dibagikan sesuai dengan sahamnya masing¬masing. Lain halnya bila kedua pasangan tersebut tidak melakukan perjanjian, maka harta yang diperoleh selama ikatan pemikahan dapat dibagi menjadi jenis harta bersama.
Dalam hukum Islam, jenis harta ini tidak terdapat dalam AI-Qur'an maupun Sunnah, begitupula dalam literatur fiqih Islam. Namun hukum Islam melegalkan keberadaan harta bersama selama berlaku dalam suatu masyarakat dan adanya kemaslahatan dalam pembagian harta tersebut. Berbeda dengan hukum positif, harta jenis ini telah diatur dan dijelaskan dalam Undang-¬undang Perkawinan, maupun Kompilasi Hukum Islam, yang menjadi sandaran hukum dalam urusan perkawinan yang berlaku di Indonesia. Dalam'penelitian ini, penulis mencoba mengkomparasikan keberadaan harta bersama menurut tinjauan hukum Islam dan hukum positif.

ABSTRACT
Community property is obtained by estae [is] spouse during experiencing domesticity, second of him agree if after coalescing to pass/through nuptials tying that estae yielded by one of [the] or by both becoming community property. This matter is happened agreement [among/between] spouse before marriage [in order] not to unite its estae, hence yielded estae both [do] not become community property. Thereby if/when wife or husband die, nor divorce, hence esrae had by both can be alloyed as according to its share each.. Other the things of if/When both the couple [do] not [do/conduct] agreement, hence obtained estae during divisible nuptials tying become community property type.
In Islam law, this estae type [do] not there are in Al-Qur'An and also of Sunnah, and in literature of fiqih Islam.. But punish legal Islam [of] existence of community property during going into effect in a[n society and existence of good in division of estae. Differ from positive law, estae this type of have been arranged and explained in [Code/Law] Marriage, and also Kompilasi Hukum Islam, becoming arm rest punish in marriage business going into effect in Indonesia. In this research, writer try omparability existence of community property according to evaluation punish Islam and positive law.
"
2007
T20518
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Retno Listyarti
"Gerakan perempuan di Republik Islam Iran terbilang lebih maju dibandingkan negara-negara Islam lainnya di Timur Tengah. Meski mengalami banyak hambatan mulai dari tafsir agama maupun budaya etnis serta kebijakan pemerintah, namun kenyataannya gerakan perempuan di Iran dapat tumbuh dan berkembang, bahkan muncul banyak tokoh¬tokoh perempuan Iran yang eksistensinya diakui masyarakat internasional. Tesis ini mencoba mengungkap tumbuh dan berkembangnya gerakan Perempuan di Republik. Islam Iran dan faktor-faktor yang mempengaruhi berkembangnya gerakan Perempuan pasca revolusi Islam Iran, mulai dari tokohnya, tuntutannya, model gerakannya, dan perubahan kebijakan pemerintah yang adil terhadap perempuan.
Terdapat tiga (3) fase dalam menggambarkan gerakan perempuan di Iran pasca kemenangan revolusi Islam Fase pertama, sepuluh tahun pertama pasca revolusi Islam (1979-1989)--di era pemerintahan Ayatullah Khomeini- menghasilkan berbagai peraturan yang bias jender. Misalnya peraturan yang melarang jabatan hakim bagi perempuan, dengan alasan wanita lebih emosional dan irasional. Pada era ini, sudah mulai muncul oposisi gerakan perempuan Iran yang melakukan perlawanan terhadap berbagai kebijakan yang merugikan hak-hak kaum perempuan dan korban kekerasan.
Fase 2 : Sepuluh tahun kedua (1989-1999) pasca revolusi islam terjadi perubahan terhadap berbagai peraturan yang bias jender-peraturan tersebut secara bertahap mulai direvisi. Sehingga 11 tahun setelah revolusi islam, pemerintah mencabut pelarangan hakim perempuan di Iran. Pada era ini, pemerintahan Iran juga membuat kebijakan yang menjamin hak-hak reproduksi Perempuan. Perempuan Iran sudah ada yang menjadi anggota parlemen, bahkan ada yang menduduki jabatan strategis di pemerintahan. Hal ini tentunya dampak signifikan dari jaminan pelaksanaan hak atas pendidikan rakyat
Fase 3 : Sepuruh tahun ketiga (1999 s.d sekarang, pada fase ini, banyak perempuan --baik secara individu-maupun berkelompok terus memperjuangkan hak asasi manusia (HAM) dan demokrasi di Iran. Mereka yang kemudian menciptakan model gerakan perempuan di Iran. Model yang dikembangkan adalah: Pertama, tuntutan yang diajukan kaum perempuan didominasi oleh persamaan hak-hak perempuan dan perlindungan hak anak; kedua, tuntutan merevisi hukum keluarga di Iran karena banyak yang mengabaikan hak perempuan dan anak-anak, terutama hukum yang berkaitan dengan perkawinan, perceraian dan implikasinya; ketiga, menyuarakan gagasan bahwa HAM universal tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Hal-hal yang sudah jelas di atur dalam Al-Quran., misalnya hak waris yang berbeda antara laki-Iaki dan perempuan, & kewajiban menggunakan jilbab, tidaklah menjadi bagian yang mereka gugat. Inilah yang membedakan gerakan perempuan barat dengan gerakan perempuan di Iran, di Iran gerakan perempuannya justru menyakini banyak pihak bahwa ajaran Islam dan hukurn Islam tidaklah bertentangan dengan prinsip-prinsip HAM universal.
Dalam tesis ditemukan faktor-faktor yang mendorongnya terjadi perubahan kebijakan di Iran terhadap Perempuan dan yang secara signifikan juga telah mempengaruhi tumbuh dan berkembangnya gerakan Perempuan di Republik Islam Iran. Faktor pertama adalah meningkamya pendidikan; dan Faktor yang kedua adalah Perubahan politik di dalam negeri karena munculnya kesadaran dan tafsir hukum Islam yang tidak di dasari budaya patriarki. Selain itu ada temuan yang menarik, ternyata perempuan-perempuan Iran yang terusir dari negeri Iran karena menolak kebijakan pemerintah tetap bisa berhubungan dengan organisasi perempuan dalam negeri Iran, atau tetap bisa rnemberikan informasi berkaitan dengan perkembangan Iran. Faktor ketiga, Munculnya tokoh-tokoh perempuan Iran yang berani melawan kondisi sosial politik dan sosial budaya di Iran, mereka berjuang sesuai dengan latar belakang keahliannya. Toko-h¬tokoh tersebut berupaya menegakan HAM dan demokrasi di negerinya. Faktor keempat, ada faktor lain, yaitu munculnya kesadaran Para Mullah & pemimpin Iran bahwa ajaran Al Quran senantiasa mengikuti perkembangan jaman dan kitab tersebutlah yang menjadi dasar islami bagi konstitusi Iran, sehingga pemerintah pun mau melakukan telaah kembali bagi kebijakan-kebijakan pemerintahan Iran yang bias jender. Faktor kelirna, Faktor sosial budaya masyarakat yang menghormati perempuan mulia dalam sejarab Islam, mis. putri Rasullah SAW - Fatimah Az Zahra- dimana kemuliaan Fatimah, perilakunya yang santun, lemah lembut, pintar, berani dan bijak, dijadikan doktrin nilai-¬nilai yang dianut masyarakat Iran dan terinternalisasi dalam budaya masyarakat. Nilai¬nilai ini berisi ajaran agar kaum laki-laki dan perempuan saling menghargai, menghormati, memahami hak dan kewajibannya masing-masing.

Women movement in Islamic Republic of Iran admitted more developed than Islamic countries in Middle - East. Though, obtaining many obstructions starting from exegesis, ethnic culture to government policy; in fact that women movement in Iran can grow and develop, moreover many Iran female figures emerge whose existence admired by the world. This Thesis tries to uncover the growth and the development of women movement in Islamic Republic of Iran and some factors affecting its development in the post - Islamic revolution of Iran, starting from the figures, the demands, the movement form and the changes of government policy which is fair towards women.
There are three phases in describing women movement in Iran in the post - victory of Islamic revolution. In the first phase, first decade of the post . Islamic revolution (1979-1989) in the era Ayatollah Khomeini authority causing many regulations which were obscure in gender. For instance, the regulation which forbade the position of judge for women with the reason that's women admired more emotional and irrational. In the era, Iran women movement had emerged as opposing against some regulations causing disadvantages for women right and authority victim.
In the second phase: second - decade (19894999) of the post - Islamic revolution, there were many changes for several regulations which were obscure in gender- those were gradually revised. After eleven years in Islamic revolution, Iran government withdrew prohibition for women judge. In the era, Iran government also withdrew the policy protected reproduction right for women. Iran women became member in parliament; even there were some occupied strategic position in government. This matter was definitely significant effect from the guarantee of applying the right for citizen education.
In the third phase: third - decade (1999- ....) , many women both individually or in group keep on struggling the human right and democracy in Iran. And they create women movement form there. The form developed as follows; firstly, the demands they ask are dominated with the equality of women right and the protection of children right; secondly, the demand to revise family rules in Iran as they ignored more the right of women and children, mainly the rules dealing with marriage, divorce and its implications; thirdly, declaring ideas of universal human right which is not against Islamic laws. Those matters which are obviously regulated in Al- Qur'an, for example heritage right differing women and men, and the obligation for using veil are not a part to be claimed. This thing makes a difference among women movement in Iran and west countries; in Iran, the women movement believes that Islamic law is not against to the principles of universal human right.
The third factor, many women figures emerge who bravely fight social-political condition and social-culture in Iran, they fighting line with their competence background.. Those figures make an effort to uphold the human right and the democracy there.
The forth factor, the awareness of mullahs and Iran leaders raise up as they understand that Al - Qur'an continually follows the development and the holy book becomes the Islamic basic for Iran constitution, so that the government study further the Iran government policies which are obscure in gender
The fifth factor, social- cultural factor in society giving respect to magnificent women in Islamic history, e.g Fatimah Az Zahra- the daughter from Rasullah SAW , her nobility,her politeness, her gracefulness, her brilliance, her courage and wisdom, can be doctrinal values followed by Iran society and internalized into culture society. These values consist of the knowledge teaching men and women should respect each other and understand the right and the obligation.
"
2007
T20706
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Djarot Nugroho
"Tesis ini membahas tentang perkawinan beda agama yang dilematis karena terjadi perbedaan antara peraturan yang berlaku dengan kenyataan yang ada. Tujuan penelitian ini untuk memberi pengertian secara akademis tentang perkawinan beda agama. Penelitian ini dengan metode deskriptif kualitatif dengan pendekatan studi kasus, sedangkan Ruang lingkup penelitian hanya sebatas ijtihad Zainun Kamal dan ijtihad Majelis Ulama Indonesia. Ada pun data diambil langsung dari wawancara dengan partisipan, informan dari Paramadina dan dari Kantor Catatan Sipil di Bekasi. Hasil penelitian dapat diketahui bahwa perkawinan beda agama adalah haram hukumnya bagi wanita muslimah dengan pria non muslim dan bagi pria muslim sangat tidak dianjurkan.

This thesis analyses about different religious marriage dilemma because the differences between the rules applicable to the fact . The purpose of this research to provide the academic understanding of the Marriage Different Religions.This research is Descriptive Qualitative research Case Study approach, whereas the scope of the research was limited to individual mterpretation of verse in the Quran of Zainun Kamal and Fatwa Majelis Ulama Indonesia, as for the data taken from direct interviews with participants, infonnants from Paramadina and from the Civil Registry Office in Bekasi and the data from the media. The results of the research is that different religious marriage is prohibited it is unlawful, especially for a Muslim woman. with a non-Muslim man but for Muslim men is not recommended."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2009
T26823
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Aqil
"Islam memandang perkawinan sebagai bagian dari peribadatan sekaligus juga menjadi bagian yang tak terpisahkan dari panggilan kebutuhan manusiawi. Oleh karena itu, perkawinan menjadi praktik yang integratif dengan norma-norma sosial dan Agama, sehingga dalam pelaksanaan perkawinan. Agama ikut andil dalam mengarahkan demi terwujudnya kemaslahatan yang terjalin antara kedua pasangan yang melangsungkan perkawinan tersebut.
Kemaslahatan tersebut berasas pada bahwa perkawinan diadakan untuk waktu dan secara permanen, sehingga apabila di kemudian terjadi sengketa yang berujung pada keharusan berpisah, maka, Agama pun juga membolehkan langkah tersebut sesuai dengan aturan yang ada.
Di sekian aturan yang nampak dari paparan para ahli, Islam memberikan hak penuh pemutusan tali perkawinan (cerai) berada di tangan suami. Bertolak dari fungsi suami sebagai kepala keluarga yang segala keputusan ada di tangannya, maka, inisiatif dan wewenang untuk menentukan pisah pun juga ada pada tangan suami.
Namun, hukum yang diterapkan di Indonesia tidak berpedoman pada filosofi hukum diatas. Perundang-undangan Indonesia diformat untuk mengawal obyektifitas keputusan perceraian dari suami yang bersengketa tersebut, sehingga kekhawatiran adanya kesewenangan perceraian yang sewaktu waktu dapat saja muncul, jika mengikuti filosofi hukum diatas, dapat diminimalisir.
Perbedaan pola ini pada gilirannya bepotensi untuk menciptakan kondisi tidak sehat dan teijadi chaos dalam pelaksanaan hukumnya. Dinamika tersebut berujung pada terciptanya konflik antar sistem.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang bertujuan pada pewujudan legal frame work (kesatuan kerangka hukum) dan unifiet legal oponion (kesatuan persepsi hukum) dalam penyelesaian perkara di Pengadilan Agama di Indonesia.

Islam regards marriage as part of worship. Iherefore, the wedding is in accordance with social norms and religion, so in the implementation of marriage, religion contribute in directing for the realization of harmony that exists between the two couples who enters into a marriage is.
The harmony is based on that marriage is permanent, so in the fiiture there should be a divorce, then, religion was also to allow these measures in accordance with existing rules.
Islam gives full rights of divorce by the husband according to several expert opinions. Starting from the function of the husband as head of the family that all decisions in the hands, then, initiative and authority to determine the separation was also there at the hands of husbands.
But, law in Indonesia is not based on that philosophy. Indonesian legislation made for the objectivity of the husband's divorce decree, so fear of arbitrary divorce will happen at any time, but if you follow the philosophy of law above, it can be minimized.
These different Systems can create unhealthy conditions and will be chaos in the implementation of the law. These activities will result in conflicts between systems
This study uses qualitative methods aimed at the realization of legal frame work (unity of the legai framework) and oponion legal unifiet (unity perception of law) in settling disputes in the religious courts in Indonesia.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2009
T26822
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Eka Yulianti
"Dalam perspektif sosiolinguistik, sabîl lebih cenderung digunakan untuk mengungkapkan suatu jalan atau cara, yang pada umumnya bermakna jalan maknawi. Sedangkan ṭarīq (‫)طريق‬ bermakna jalan fisik, yaitu jalan yang dapat dilalui menuju suatu destinasi fisik pula. Di dalam al-Qur’an, nomina sabîl (‫)سبيل‬ diulang sebanyak 170 kali, dan ṭarīq (‫)طريق‬ diulang sebanyak 4 kali. Namun, di dalam al-Qur;an, perbedaan ini tidak begitu tampak, khususnya pada QS. Al-Baqarah [2]:108 yang menyebutkan sawa assabîl (‫ل‬ِ ‫ي‬‫ب‬ِ ‫س‬‫ال‬ ‫ء‬َ ‫ا‬‫و‬َ ‫س‬) yang artinya ‘jalan yang lurus’ dan dalam QS.) yang artinya ‘jalan yang Al-ahqaf [46]:30 menyebutkan ṭarīqi mustaqim (‫يم‬ٍ ‫ق‬ِ َ ‫ت‬‫س‬ْ ‫م‬ُ ‫ق‬‫ي‬‫ر‬ِ ‫ط‬ lurus’. Maka dari itu, penelitian ini bertujuan untuk mengungkap persamaa n danperbedaan nomina sabîl (‫)سبيل‬ dan ṭarīq (‫)طريق‬ dalam al-Qur’an yang diliha t dariperspektif sosiolinguistik. Penelitian ini termasuk penelitian pustaka (library research), yang tergolong pada penelitian kualitatif dalam paradigma bahasa. Data yang diperlukan dalam penelitian ini yaitu nomina sabîl (‫)سبيل‬ dan ṭarīq (‫)طريق‬ yang terdapat dalam al-Qur’an dan koran Arab. Data yang diambil dari al-Qur’an mer upakandata yang ingin dikaji persamaan dan perbedaannya, sedangkan data yang diambil dari koran merupakan data perspektif sosiolinguistiknya. Sehingga, pemaknaan nomina sabîl (‫)سبيل‬ dan ṭarīq (‫)طريق‬ dalam al-Qur’an dapat dianalisa melalui penggunaannya dalam koran. Hasil penelitian tesis ini menunjukkan bahwa persamaan antara nomina sabîl (‫)سبيل‬ dan ṭarīq (‫)طريق‬ berada dalam konteks makna leksikal, yaitu makna fisik sebenarnya yang sudah terverifikasi oleh hasil pengamatan indera manusia. Maka makna leksikal cenderung apa adanya sesuai dengan makna dalam kamus. Kemudian persamaan makna gramatikal, atributif, denotatif, dan konseptual. Sedangkan perbedaannya terletak pada konteks makna kontekstual, yaitu makna sebuah leksem yang berada dalam suatu konteks kalimat. Fungsi nomina sabîl (‫)سبيل‬ selain sebagai jalan maknawi, juga sebagai cara, jalur, alur, jejak, rute, saluran, sarana, medium, dan alat yang tertuju pada posisi yang maknawi pula. Sedangkan fungsi dan posisi nomina ṭarīq (‫)طريق‬ untuk menunjukkan jalan fisik yang dapat terukur ukurannya, baik panjangnya, lebarnya, dan medannya. Setiap ‘jalan’ yang menggunakan terminologi ṭarīq (‫)طريق‬ pasti menunjukkan bahwa jalan yang dimaksud adalah jalan fisik. Di dalam al-Qur’an, jalan menuju surga dan neraka menggunakan terminologi ṭarīq(‫)طريق‬, yang dalam perspektif sosiolinguistik nomina tersebut menunjukkan jalan fisik. Jalan menuju surga terdapat dalam QS. Al-Ahqaf ayat ke 30, sedangkan jalan menuju neraka terdapat dalam QS. An-Nisa ayat ke 169. Hal inilah yang menjadi signifikansi adanya pembedaan kata ‘jalan’ dalam al-Qur’an.

In sociolinguistic’s perspective, sabîl (‫)سبيل‬ and ṭarīq (‫)طريق‬ occupy different functions and positions. Sabîl (‫)سبيل‬ is more likely to be used to express a way, which generally means a contextual path. While ṭarīq (‫)طريق‬ its use in the physical context, that’s a path that can be passed to a physical destination as well. In the Qur'an, nomina sabıl (‫)سبيل‬ is repeated 170 times, and ṭarīq (‫)طريق‬ is repeated four times. However, in the Qur'an, this distinction is not very visible, especially in the QS. Al-Baqarah [2]: 108 which mentions sawa assabîl (‫السبيل‬ ‫)سواء‬ which means 'straight path' and in QS. Al-ahqaf [46]: 30 mentions ṭarīqi mustaqim (‫مستقيم‬ ‫)طريق‬ which means 'straight path'. Therefore, this study aims to reveal the similarities and differences of nomina sabîl (‫)سبيل‬ and ṭarīq (‫)طريق‬ in the Qur'an from sociolinguistic perspective. This research includes library research, which belongs to qualitative research in the language paradigm. The data required in this study are nomina sabıl (‫)سبيل‬ and ṭarīq (‫)طريق‬ which mentioned in the Qur'an and Arab newspapers. The data which is taken from al-Qur'an is the data to be studied equations and differences, while data which is taken from the newspaper is the data for the sociolinguistic perspective. Thus, the meaning of nomina sabıl (‫)سبيل‬ and ṭarīq (‫)طريق‬ in the Qur'an can be analyzed through its use innewspapers. The result of this thesis research shows that the equation between sabıl (‫)سبيل‬ and ṭarīq (‫)طريق‬ is in the context of lexical meaning, that is, the actual physical meaning that has been verified by the observation of the human senses. Then the lexical meaning tends to be what it is in accordance with the meaning in the dictionary. Then the meanings of grammatical, attributive, denotative, and conceptual. While the difference lies in the context of contextual meaning, namely the meaning of a lexm that is in a sentence context. The function of nomina sabıl (‫)سبيل‬ other than as a means of contextual, also as a way, path, trace, route, channel, medium, and tools are fixed in a position that contextual too. While the function and position nomina ṭarīq (‫)طريق‬ to show the physical path that can be measured size, both the length, width, and terrain. Any 'path' using the term of ṭarīq (‫)طريق‬ must indicate that the road in question is a physical path. The significance of the distinction of the word 'path' in the Qur'an is a miracle of language that explains the authenticity of the physical path to heaven and hell. In the Qur'an, the road to heaven and hell uses the term of ṭarīq (‫)طريق‬, which in the sociolinguistic perspective, terminology of ṭarīq (‫)طريق‬ shows the physical path to a physical destination as well. The road to heaven is in the QS. Al-Ahqaf verse 30, while the path to hell is contained in the QS. An-Nisa verse 169."
Depok: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2018
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Mardiah
"Penyaluran Zakat, Infak, Shadaqah, Wakaf  dan derma bagi yang membutuhkan tidak hanya dilakukan langsung dari muzaki kepada mustahik di lingkungan terdekat dimana mustahik tinggal, akan tetapi supaya penyaluran bisa lebih luas jangkauannya dibutuhkan Lembaga Amil Zakat (LAZ) dan Lembaga Kemanusiaan sebagai lembaga yang kompeten dan profesional, supaya penyaluran dana lebih terorganisir, tepat sasaran, bersifat global, lintas suku, ras, agama dan negara. Eksistensi LAZ dan Lembaga Kemanusiaan sangat tergantung kepada donatur sebagai pemilik dana, maka menciptakan donatur yang loyal adalah hal yang penting bagi LAZ dan Lembaga Kemanusiaan agar program terus berjalan berkesinambungan. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi loyalitas donatur lembaga kemanusiaan. PLS-SEM digunakan sebagai alat analisis data. Hasil penelitian menunjukan bahwa variabel brand social trust berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap citra, citra berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan donatur, citra juga  berpengaruh positif dan signifikan terhadap loyalitas donatur, demikian pula kepuasan donatur berpengaruh positif dan signifikan terhadap loyalitas donatur.


ABSTRACT

 

Distribution of Zakat, Infaq, Sadaqah, Waqf and charity for those who need it is not only done directly from muzaki to mustahik in the closest environment where mustahik lives, but so that the distribution can be more broadly needed by the Amil Zakat Institution (LAZ) and Humanitarian Institutions as competent institutions and professionals, so that the distribution of funds is more organized, on target, of a global nature, across tribes, races, religions and countries. The existence of LAZ and the Humanitarian Institution is very dependent on donors as owners of funds, so creating loyal donors is important for LAZ and the Humanitarian Institution so that the program continues to run continuously. This study uses a quantitative approach to analyze the factors that influence the loyalty of donor humanitarian agencies. PLS-SEM is used as a data analysis tool. The results showed that brand social trust variables had a positive and significant effect on the image, the image had a positive and significant effect on donor satisfaction, the image also had a positive and significant effect on donor loyalty, as well as donor satisfaction positively and significantly on donor loyalty."

2019
T53518
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library