Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 15 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Evan Setiawan
"Reducing radiographic contrast does not always mean reducing the radiographic quality. Early detection of changes in periodontal tissue, especially in the attachment area which consists of soft tissue, is difficult to reveal by conventional radiography since object with low density, tend to be radiolucent. On this purpose, the diagnostic information needed can be achieved by reducing the radiographic contrast. The use of alumunium filter and developing time can affect the radiographic contrast. The aim of this study is to get the best detail and contrast to reveal interdental object using alumunium filter and different developing time. 60 radiographs was taken from phantom. The first 30 are radiographs using alumunium filter and normal developing time. The other 30 processed by 45 second reduction of developing time. Digitizing radiographic method is used, resulted as radiometric data. Region examined is the interdental area between right mandibular first molar and second molar. The data then analyzed using the independent t-test. The result showed that p=0,014 (p<0,05), which means that there are significant defferences in radiographic contrast and detail. From this research can be concluded that by decreasing 45 seconds of the developing time, a better diagnostic information to detect early changes in the interdental area can be achieved, rather than only by using an added alumunium filter.

Penurunan kontras tidak berarti mengurangi mutu radiograf. Deteksi dini perubahan jaringan periodonsium di daerah perlekatan yang merupakan jaringan lunak, sulit diperoleh pada radiograf konvensional karena obyek dengan ketebalan/densitas yang kurang cenderung tidak terlihat. Informasi diagnostik yang dibutuhkan bisa didapat dengan cara menurunkan kekontrasan. Penggunaan bahan filter alumunium dan waktu developing dapat mempengaruhi kekontrasan radiograf. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh kontras dan detil yang terbaik pada obyek regio interdental, dengan penggunaan filter alumunium dan perbedaan waktu developing. Subyek penelitian adalah 60 buah radiograf. Tiga puluh menggunakan filter alumunium tambahan dengan waktu developing sesuai pabrik, dan tiga puluh radiograf diproses dengan waktu developing yang diturunkan selama 45 detik. Pemeriksaan kekontrasan dilakukan secara digitasi dengan bantuan komputer. Data yang diperoleh adalah data radiometrik dalam nilai gray scale yang diukur dari histogram dengan menggunakan software Adobe Photoshop CS. Regio yang diperiksa adalah daerah interdental antara gigi molar 1 bawah kanan dengan gigi molar 2 bawah kanan. Analisis dilakukan dengan uji t tidak berpasangan. Hasil penelitian menunjukan nilai p=0.014. Dengan nilai p < 0,05, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan rerata derajat kekontrasan yang bermakna. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa penurunan waktu developing selama 45 detik, akan didapatkan kontras dan detil obyek interdental yang lebih baik dibandingkan dengan hanya filter alumunium tambahan."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2007
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rio Suryantoro
"Nowadays, instant film is being an alternative choice on supportive radiographic examination in dentistry. Early diagnosis of alteration in periodontal tissue, especially gingiva which has a low density, on a conventional radiographic image often give a difficulty to the dentists. Detail image of soft tissue can be gained by decreasing radiographic contrast. Added aluminium filter itself can influence radiographic contrast. The purpose of this research is to observe the effect of coin Rp. 100,- as added aluminium filter in increasing the detail of intraoral image of interdental object with D-speed instant film Hanshin© on phantom. Sixty radiographic images were taken. 30 films added with aluminium filter and 30 films without any added filter. The examination was taken by measuring the height of vertical dimention of interdental papilla?s opacity with caliper. Data gained in the region of interest which was the interdental papilla between mandibular right first molar and mandibular second molar were analize with independent-sample t test. The result showed that there is differences in mean of the height of interdental object?s opacity (p<0,05). It was concluded that coin Rp. 100,- as added aluminium filter can increase the radiographic detail of interdental object with instant film compare with the intraoral image without any added filtration.

Dewasa ini, penggunaan film instan menjadi pilihan alternatif dalam pemeriksaan penunjang radiografis di bidang kedokteran gigi. Deteksi dini perubahan jaringan periodonsium pada radiograf konvensional sering memberikan kesulitan bagi dokter gigi, terutama jaringan lunak/gingiva yang mempunyai densitas minimal. Gambaran detil jaringan lunak dapat diraih dengan cara menurunkan kekontrasan radiograf. Penggunaan filter aluminium tambahan dapat mempengaruhi kekontrasan radiograf. Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh uang logam seratus rupiah sebagai filter dalam meningkatkan detil gambaran radiografis obyek interdental model gigi pada foto intraoral dengan film instan Hanshin D-speed. Obyek penelitian adalah 60 buah radiograf, 30 tanpa menggunakan filter alumunium dan 30 radiograf menggunakan filter aluminium. Pemeriksaan detil dilakukan dengan cara mengukur panjang dimensi vertikal opasitas papila interdental menggunakan kaliper (milimeter). Data yang diperoleh adalah data numerik. Regio yang diperiksa adalah obyek interdental antara gigi molar 1 bawah kanan dengan gigi molar 2 bawah kanan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan rerata panjang dimensi vertikal opasitas obyek interdental (uji t tidak berpasangan, p<0,05). Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa filter aluminium berupa uang logam Rp 100,- (seratus rupiah) terbukti dapat meningkatkan detil obyek interdental model gigi foto intraoral dengan film instan dibandingkan dengan foto tanpa menggunakan filter."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2007
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Missy Mercia
"Pada usia 40-75 tahun tulang rahang mengalami pengurangan massa yang dapat menyebabkan kehilangan gigi, sehingga dapat digunakan sebagai penanda awal risiko osteoporosis. Penelitian cross-sectional deskriptif ini dilakukan untuk mengetahui distribusi frekuensi jumlah kehilangan gigi pada usia yang berisiko osteoporosis dari radiograf panoramik. Penghitungan kehilangan gigi pada 191 sampel di Paviliun Khusus RSGM FKG UI. Penghitungan oleh dua orang pengamat dan masing-masing dua kali penghitungan. Data reliabel dengan uji reliabilitas Intraclass Correlation Coefficient = 0,999, sedangkan uji korelasi usia dan jumlah kehilangan gigi menggunakan Pearson?s correlation coefficient (r) = 0,318. Database didapatkan dan terdapat korelasi antara usia dengan jumlah kehilangan gigi.

In the age of 40-75, bone mass reduction occurs and can lead to tooth loss, which is considered as an indicator of osteoporosis. This descriptive cross-sectional study was held to provide database of tooth loss frequency distribution in risk ages of osteoporosis by using panoramic radiograph. Two observers counted the tooth loss in 191 samples from Paviliun Khusus RSGM FKG UI. Data set is reliable with Intraclass Correlation Coefficient (ICC) 0.999. Pearson Correlation test shows correlation between age and tooth loss (r = 0.318). Frequency distribution of tooth loss database is attained with a correlation between age and tooth loss."
Depok: Universitas Indonesia, 2013
S45351
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andiena Syariefah Primazetyarini
"Toleransi perubahan sudut vertikal merupakan aspek penting dalam upaya meminimalisir distorsi vertikal pada radiograf gigi molar rahang bawah.
Tujuan: Menganalisis toleransi perubahan sudut vertikal pada radiograf periapikal gigi molar rahang bawah.
Metode: 30 gigi molar rahang bawah (15 gigi molar pertama dan 15 gigi molar kedua) dilakukan pengukuran panjang klinis lalu ditanam dalam model dan dilakukan pemeriksaan radiografik dengan teknik radiografi periapikal masing-masing sebanyak 7 kali dengan sudut vertikal 00, +50, +100, +150, -50, -100 dan -150 kemudian dilakukan pengukuran panjang gigi dan perbedaan tinggi cusp bukal lingual pada radiograf.
Hasil: Panjang gigi radiograf pada sudut vertikal +15° telah bertambah sebesar 0,81 dari rerata panjang klinis dengan simpangan baku ±0.39.
Kesimpulan: Toleransi perubahan sudut vertikal positif pada radiograf periapikal gigi molar rahang bawah untuk melihat panjang gigi adalah 15°.

Tolerance of vertical angle alteration is an important aspect in an effort to minimize vertical distortion on lower molars radiograph.
Objective: To analyze the tolerance of vertical angle alteration on lower molars periapical radiograph.
Methods: 30 lower molars (15 first molars and 15 second molars) were performed measurement of clinical tooth length then were planted in model and were performed radiographic examinations by using periapical radiography technique 7 times for each tooth with vertical angle 00, +50, +100, +150, -50, -100 and -150 then tooth length and buccal and lingual cusp height difference on radiograph were measured.
Results: Tooth length on radiograph at vertical angle +15° has increased 0,81 mm from clinical tooth length mean with standar deviation ±0.39 mm.
Conclusion: Tolerance of positive vertical angle alteration on lower molars periapical radiograph to looking at the tooth length is 15°.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fawnia Raissa Azzahra
"Latar belakang: Terdapat banyak tindakan Kedokteran Gigi yang dilakukan di daerah foramen mental serta adanya risiko komplikasi cedera neurovaskular. Foramen mental memiliki letak bervariasi yang dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti ras dan jenis kelamin. Mengetahui normal range letak foramen mental merupakan hal yang penting diketahui klinisi untuk mengurangi resiko cedera saat perawatan. Tujuan: Mengetahui nilai rata-rata dan membandingkan jarak foramen mental terhadap puncak tulang alveolar pada kelompok laki-laki dan perempuan berusia 20-40 tahun di RSKGM FKG UI. Metode: Dilakukan pengukuran nilai jarak dengan membuat garis tegak lurus antara garis singgung pada batas superior foramen mental dan garis singgung pada puncak tulang alveolar, di mana garis-garis singgung tersebut sejajar dengan batas bawah mandibula pada 140 radiograf panoramik digital yang dibagi menjadi kelompok laki-laki dan perempuan berusia 20-40 di RSKGM FKG UI menggunakan software viewer Microdicom. Kemudian dilakukan uji reliabilitas intraobsever dan interobserver dengan uji ICC dan uji komparatif dengan uji T-test Independen. Hasil: Berdasarkan pengukuran diperoleh rata-rata dan standar deviasi pada kelompok laki-laki berusia 20-40 tahun adalah 15.60 ± 1.73 mm dan pada kelompok perempuan berusia 20-40 tahun adalah 15.12 ± 1.97 mm. Kesimpulan: Tidak terdapat perbedaan bermakna antara nilai rata-rata jarak foramen mental terhadap puncak tulang alveolar pada kelompok laki-laki berusia 20-40 tahun dan kelompok perempuan berusia 20-40 tahun di RSKGM FKG UI.

Background: There are a lot of dental treatments involving mental foramen and a risk of neurovascular injuries as the complication from the treatments. Mental foramen varies in position based on several factors including race and gender. Knowing the position range of mental foramen is essential to prevent injuries during dental treatment. Objective: To elicit and compare the mean distance of mental foramen to alveolar crest in male and female aged 20-40 years old at RSKGM FKG UI. Method: This study is utilizing 140 digital panoramic radiographs divided into male group and female group aged 20-40 years old in RSKGM FKG UI. Samples were measured by making a perpendicular line to tangent line of mental foramen’s superior border and tangent line of alveolar crest which both tangent lines are parallel to inferior border of the mandible. Samples were measured directly on the digital panoramic viewer software (Microdicom). Then, carry on with the reliability test for both intraobserver and interobserver with ICC test and comparative test with Independent T-test. Results: Average and standard deviation for mean distance of mental foramen to alveolar crest in male group aged 20-40 years is 15.60 ± 1.73 mm and in female group aged 20-40 years is 15.12 ± 1.97 mm. Conclusion: There is no significant difference between the mean distance of mental foramen to alveolar crest in male aged 20-40 years and in female aged 20-40 years at RSKGM FKG UI"
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2021
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Astien Amalia Hidayah
"Latar Belakang: Sella turcica merupakan anatomi yang penting untuk diteliti dikarenakan deformitas bentuknya dapat menjadi petunjuk utama adanya kelainan skeletal. Hal ini dapat mempengaruhi fungsi fossa hipofisis dikarenakan letaknya yang berada di tengah fossa hipofisis dan dapat menghambat pertumbuhan tulang pada regio kraniofasial seperti maksila, mandibula, palatal dan frontonasal.
Tujuan: untuk mengetahui bentuk variasi morfologi sella turcica pada kelompok umur tertentu di RSKGM FKG UI.
Metode: Radiograf sefalometri lateral digital pada pasien dengan rentang usia 17 tahun ke atas sebesar 258 sampel ditracing dan bentuk morfologi sella turcica dinilai.
Hasil: Frekuensi morfologi sella turcica tertinggi yaitu morfologi normal sebesar 52,3%, diikuti dengan morfologi irregular sella turcica sebesar 13,2%, morfologi bridging sella turcica sebesar 10,9%, morfologi oblique dan pyramidal sebesar 9,7%, dan morfologi double contour sebesar 4,3%.
Kesimpulan: Bentuk variasi morfologi sella turcica di RSKGM FKG UI yang paling sering ditemukan adalah morfologi normal.

Background: Sella turcica is an anatomy that is important to study because its deformity form can be indication key of the presence of skeletal abnormalities. This may affect the  function of the pituitary fossa due to its location in the center of the pituitary fossa and can inhibit bone growth in the craniofacial region such as the maxilla, mandible, palatal, and frontonasal.
Objective: To determine the shape of the morphological variation of sella turcica in certain age groups in RSKGM FKG UI.
Methods: Lateral cephalometric digital radiographs in patients with an age range of 17 years and over by 258 samples traced and the morphological forms of sella turcica assessed.
Results: The most frequence morphology of sella turcica is the normal morphology which is 52,3%, followed by the irregular morphology of sella turcica is 13,2%, the morphology of sella turcica is 10,9%, oblique and pyramidal morphology is 9,7%, and the morphology of double contour is 4,3%.
Conclusion: The most shape of the morphological variation of sella turcica that can be found in RSKGM FKG UI is normal morphology.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mela Ayumeylinda
"Radiografi panoramik merupakan alat diagnostik yang sangat penting dalam kedokteran gigi namun memiliki kekurangan seperti distorsi geometris, sehingga hasil gambaran cenderung tidak sesuai dengan ukuran struktur anatomi yang sesungguhnya pada pasien.
Tujuan : Mengetahui perbedaan hasil pengukuran horizontal dan vertikal pada cranium dibandingkan dengan pengukuran pada radiograf panoramik, serta untuk mengetahui seberapa besar distorsi pengukuran horizontal dan vertikal pada radiograf panoramik.
Metode : Sampel penelitian berupa 7 cranium yang diberi marker gutta percha dengan panjang 2 mm kemudian dilakukan pembuatan radiograf panoramik sebanyak 4 kali. Pengukuran pada radiograf panoramik menggunakan software Digora for Windows 2.5 R1 Tuusula Finland.
Hasil : Pada pengukuran horizontal bukal/labial HB terdapat perbedaan bermakna.

Panoramic radiography is a very important diagnostic tool in dentistry but the panoramic radiograph also has some disadvantages related to its geometric distortion, the images of anatomical structures on panoramic radiograph are not according to their actual dimension in the patients.
Objective: To determine the amount of horizontal and vertical distortion of panoramic radiograph, by comparing the horizontal and vertical measurements on panoramic radiographs with those on the real object, which was the cranium.
Methods: The samples of this study were 7 cranium with a length of 2 mm gutta percha as markers, panoramic radiograph was taken from each sample 4 times. Measurements on a panoramic radiograph using Digora for Windows 2.1 R1 Tuusula Finland software.
Results: The horizontal buccal labial HB measurements shows that there were significant differences p
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Florentsia Hanum Nugroho
"ABSTRAK
Latar Belakang: rasio mahkota-akar gigi adalah merupakan kondisi gigi yang penting dalam penentuan prognosis dan rencana perawatan kedokteran gigi. Belum ada data mengenai nilai ini pada populasi di Indonesia. Tujuan: mengetahui nilai rerata rasio mahkota-akar gigi insisif, premolar, dan molar permanen pada pasien laki-laki dan perempuan di RSKGM FKG UI rentang usia 15-25 tahun. Metode: panjang akar dan tinggi mahkota diukur menggunakan modifikasi metode Lind pada 196 radiograf panoramik digital. Uji realibilitas menggunakan uji technical error of measurement. Uji hipotesis menggunakan uji t tidak berpasangan dan uji Mann-Whitney U. Hasil: nilai rerata mahkota-akar gigi terbesar pada kedua jenis kelamin dijumpai pada premolar dua rahang bawah laki-laki 1:2,12, perempuan 1:2,10 dan yang terkecil pada gigi molar satu rahang atas laki-laki 1:1,50, perempuan 1:1,44 . Rasio gigi rahang bawah lebih besar dibandingkan gigi rahang atas. Tidak ditemukan perbedaan rasio bermakna antara laki-laki dan perempuan p.

ABSTRACT
Background tooth crown root ratio is one of the most important condition in determining prognosis and treatment planning in dentistry. There are no data of this value in Indonesia. Purpose to obtain the average crown root ratio value on insisive, premolar, and molar permanent teeth of male and female aged 15 25 in RSKGM FKG UI. Method root length and crown height of teeth were measured by modified Lind method on 196 digital panoramic radiographs. Reliability test was assessed by technical error of measurement test. Independent t test and Mann Whitney U test was applied to test the hipotesis. Results the highest mean crown root ratio in both arches and sex was found in mandibular second premolar male 1 2,12, female 1 2,10 and the lowest in maxillary first molar male 1 1,50, female 1 1,44 . Ratio is higher in mandibule than in maxilla. There are no significant different in ratio between male and female p"
2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suci Xaviera Wardhani
"Latar Belakang: Perubahan kualitas dan kuantitas tulang akan terjadi pada wanita yang memasuki masa lanjut usia yang dipengaruhi oleh berbagai faktor. Salah satu metode pengukuran kuantitas tulang adalah dengan mengukur lebar tulang kortikal sudut mandibula melalui radiograf panoramik menggunakan indeks morfometrik Gonial Index (GI). Pengukuran lebar tulang rahang dapat digunakan sebagai deteksi terhadap perubahan kualitas dan kuantitas struktur tulang. Tujuan: Mengetahui nilai rata-rata GI pada kelompok wanita usia 45-59 tahun dengan kelompok usia 60-70 tahun di RSKGM FKG UI dan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan nilai GI yang bermakna antara kedua kelompok usia. Metode: Studi dilakukan pada 184 gambar radiografik panoramik digital dari pasien wanita berusia 45-70 tahun yang dikelompokkan menjadi dua kelompok usia (1 = usia 45 – 59; 2 = usia 60 – 70). Pengukuran GI dilakukan pada kedua sisi untuk mengukur lebar tulang kortikal pada sudut mandibula. Analisis statistik dilakukan dengan uji Mann-Whitney (p > 0.05). Hasil: Nilai rata-rata GI pada kelompok usia prelansia (45-59 tahun) adalah 1.08 mm dan untuk kelompok usia lansia (60-70 tahun) adalah 0.62 mm. Kesimpulan: Terdapat perbedaan bermakna antara nilai GI pada subjek prelansia dan lansia, di mana terjadi penurunan nilai rerata lebar kortikal sudut mandibula pada kelompok usia lansia.

Background: The changes in quality and quantity of bone structure level occur in elderly women and are caused by some of risk factors. One of the methods to measure bone thickness is by measuring the width of mandible cortical bone using Gonial Index (GI) in radiograph panoramic. The average value of GI can be used as detection to quality and quantity changes of bone structures. Objectives: to obtain average value of GI between 45-59 years old and 60-70 years old women in RSKGM FKG UI and to identify if there is a significant difference of GI average value between two age groups. Method: The study included 184 digital panoramic radiographic images of 45 – 70 years old female patients that were grouped into two age groups (1 = age 45 – 59; 2 = age 60 – 70). The measurement of Gonial Index (GI) were done bilaterally to measure the cortical width of mandibular angle. Statistical analysis was performed with Mann-Whitney test (p > 0.05). Results: The average value of GI of 45-59 years old age group is 1.08 mm and the GI average value of 60-70 years old age group is 0.62 mm. Conclusion: There’s a significant difference of GI value between women at age 45 – 59 years old and 60 – 70 years old, the average value of cortical width of mandible angle decreases in women at age 60 – 70 years old.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dinda Aziza Rialita
"Latar Belakang: Alveolar bone loss dapat terjadi karena ketidakseimbangan remodeling tulang. Selain kehilangan tinggi, tulang alveolar juga mengalami penurunan volume tulang trabekula. Sudah banyak studi yang menilai densitas tulang dengan status periodontal, namun masih sangat sedikit yang melakukannya pada subjek dengan metabolisme tulang yang sehat. Tujuan: Memperoleh hasil evaluasi densitas radiografik interproksimal individu laki-laki dan perempuan usia 25-40 tahun dengan kondisi kehilangan tinggi alveolar sampai dengan setengah akar. Metode: Studi cross-sectional dengan 160 sampel (80 tinggi alveolar normal dan 80 kehilangan tinggi alveolar) radiograf panoramik digital individu laki-laki dan perempuan usia 25-40 tahun dari data sekunder di RSKGM FKG UI. Evaluasi densitas radiografik menggunakan metode pixel intensity dari hasil pengukuran nilai rerata graylevel menggunakan aplikasi I-Dixel Morita di interproksimal alveolar regio premolar dua mandibula. Selanjutnya, evaluasi kesepakatan pengukuran intraobserver dan interobserver dilakukan dengan uji reliabilitas interclass correlation coefficient (ICC). Analisis deskriptif dan uji komparatif dilakukan antar kategori kondisi tinggi alveolar dan jenis kelamin. Hasil: Hasil analisis rerata densitas berdasarkan kondisi tinggi alveolar, didapati terdapat perbedaan bermakna secara statistik antara kondisi tinggi alveolar normal dan kehilangan tinggi alveolar. Evaluasi densitas interproksimal kondisi kehilangan tinggi alveolar lebih rendah (120.61 ± 1,92) dibandingkan kondisi tinggi alveolar normal (135.71 ± 1,57). Pada analisis rerata densitas antar jenis kelamin, terdapat perbedaan bermakna antar jenis kelamin dengan kondisi tinggi alveolar berbeda, tetapi antar jenis kelamin dengan kondisi tinggi alveolar yang sama tidak ditemukan perbedaan yang bermakna. Densitas interproksimal pada kondisi tinggi alveolar normal kelompok subjek perempuan (135,10 ± 1,90) memiliki rata-rata densitas lebih rendah dibandingkan kelompok subjek laki-laki (137,80 ± 2,41). Kesimpulan: Terdapat perbedaan bermakna densitas interproksimal alveolar antara kelompok kondisi tinggi alveolar normal dan kehilangan tinggi alveolar, serta tidak ditemukan perbedaan bermakna antar jenis kelamin pada kondisi tinggi alveolar yang sama.

Background: Alveolar bone loss occur because of the imbalance of bone remodeling process. In addition to decrease of alveolar height, it reduce trabecular volume as well. Several studies have already address the assessment of bone density with periodontal status, but there is little knowledge to assess it with healthy subjects. Objective: The aim of this study was to obtain results of interproximal radiographic density evaluation of male and female individuals aged 25-40 years old with the condition og losing alveolar height up to half of the root. Method: Cross-sectional study with 160 samples (80 normal alveolar height and 80 loss of alveolar height) digital panoramic of male and female individuals 25-40 years old using secondary data at RSKGM FKG UI. Evaluation of radiographic density used the pixel intensity method from the result of measuring mean graylevel value with I-Dixel Morita application in the alveolar interproximal region of the mandibular second premolar. Furthermore, the reliability evaluation of intraobserver and interobserver measurement was carried out by testing interclass correlation (ICC). Descriptive and comparative tests were permorfed between categories of alveolar height conditions and gender. Result: The analysis of average density between different alveolar height showed there was a statistically significant difference between normal alveolar height and decreased alveolar height. Evaluation of interproximal density in condition loss of alveolar height was lower (120,61 ± 1,92) than in condition normal alveolar height (135.71 ± 1,57). In average density between genders analysis showed statistically significant differences were found between genders with different alveolar height conditions, but there is no significant difference were found between gender with same alveolar height conditions. The interproximal density in normal alveolar height of the female subject group (135,10 ± 1,90) had an average density lower than the male subject group (137,80 ± 2,41). Conclusion: There was significant difference of interproximal density between normal alveolar height group and loss of alveolar height, and there was no significant difference between genders on same alveolat height condition"
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>