Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Jacob Peniel Ninu
"ABSTRAK
Kota merupakan pusat kegiatan ekonomi, pemerintahan, pendidikan, politik, sosial dan budaya. Kota, dengan demikian menjadi pusat industrialisasi dan tempat terkonsentrasinya penduduk serta tempat pendistribusian barang dan jasa. Sebagai pusat kegiatan manusia, kota tidak statis tetapi terus berkembang. Perkembangan kota ke pinggiran kota membawa dampak terhadap kehidupan warga lokal dan dinamis. Berbagai perubahan sosial dialami oleh warga lokal, baik dalam bidang ekonomi, sosial budaya dan bidang politik. Untuk menjelaskan perubahan sosiail di pinggiran kota, peneliti menggunakan metode kualitatif dengan jenis penelitian studi kasus. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada beberapa perubahan sosial yang dialami oleh warga lokal yakni: i). Dalam bidang ekonomi, yaitu berubahnya okupasi warga lokal yakni dari pertanian ke non-pertanian dan hilangnya mata pencaharian sampingan warga. Dalam hal kepemilikan lahan, berubahnya sistem kepemilikan lahan secara budaya (sistem warisan), status hukum, luas dan fungsi atau tata guna lahan). ii). Dalam bidang budaya yaitu: memudarnya mepu nekmese, berubahnya nilai belis dari nilai budaya ke nilai ekonomis, makna budaya (komunikasi) dalam oko mama berubah menjadi nilai ekonomis dan politik, serta berubahnya gaya hidup (life style) dari berbagai lapisan sosial. Dalam bidang stratifikasi sosial ditandai dengan hilangnya peran elit lokal di dalam bidang pemerintahan (sistem marga) dan meningkatnya status sosial warga. Perubahan dalam bidang relasi sosial ditandai dengan berubahnya relasi sosial yang berbasis kultur ke ekonomi, serta munculnya relasi sosial dengan berbagai institusi. iii). Dalam bidang politik ditandai dengan adanya kebebasan warga dalam menggunakan hak politik baik dalam menyampaikan aspiranya maupun dalam kepengurusan suatu partai politik.

ABSTRACT
The city is a center of economic activities, government, education, politic, social and culture. The city is also a place of industry center, citizen and the place of distribution of good and servise. As a center of people activitities, the city not static, but always develop. Urbnization to the sub-urban to bring consequence to the local society. There are social changed in the economic, social, culture and politic. To explan social change in the sub-urban, researcher use the qualitative method and case study. There are many social change in the local society : i). In the economic, there are occupation change from the agriculture to the non-agriculture and disappear addition occupation. In the own of the land, thera a change in the status of the owner of the land. ii). In the culture, there is a faint of ?mepo nekmese?, the chaged of ?belis? ,? oko mama? value, politic participation, life style and social stratification. In the social stratification, disappear local society ( sistem marga) in the government and social mobility of local society. In the social relation, there are a change in social relation from cultural to economic and there is a social relation with NGO. iii). In the politic, the citizens have the freedom to use the politic right and free to give opinion."
Depok: 2012
D1355
UI - Disertasi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Sifatu, Wa Ode
"ABSTRAK
Fenomena tawuran yang telah menjadi pola di Kampus Perak, mendorong penulis untuk mencari akar masalah melalui pendekatan kebudayaan dengan metode etnografi. Penelitian menggunakan paradigma/teori Foucault, Giddens, dan Bourdieu tentang kekuasaan, dapat mengungkapkan akar tawuran.
Mahasiswa di Kampus Perak merepresentasikan masyarakat Sultra yang tidak memiliki kebudayaan dominan mengakibatkan perebutan sumber-sumber kekuasaan dan ekonomi sangat ketat dan berpotensi konflik. Kesejarahan membentuk pengelompokan berdasarkan etnis. Kelompok dominan merendahkan kelompok marginal disebut barata, sebaliknya kaum marginal menolak, merupakan cermin gejala umum dalam masyarakat yang lebih luas. Keterampilan bela diri silat yang semestinya untuk melindungi keamanan dan keselamatan diri, sebaliknya digunakan untuk tawuran telah menjadi kebudayaan para pelaku dan orang-orang yang mengambil keuntungan. Mahasiswa pemenang tawuran mendapatkan kans yang besar menuju posisi sebagai pemimpin kelompok, pemimpin organisasi, hingga birokrat. Dana operasional tawuran bersumber dari tokoh-tokoh Bapak atau Ibu sosial disebut Dalang untuk mendapatkan Pasukan Tertutup (Pastup) sebagai pelindung dan penjaga keselamatan ketika berkontestasi atau mempertahankan kedudukan di birokrasi. Cara tersebut bertentangan dengan kearifan lokal masyarakat yaitu pola pikir kaghati (layang-layang) dan pola tindak toba (proses belajar tindakan) manusia sebagai bagian dari alam semesta. Mahasiswa dari kelompok etnis sub-ordinat atau kaum marginal harus berjuang secara berkelompok dan berkoalisi untuk mendapat kesetaraan dan diperhitungkan. Upaya birokrat Kampus Perak mengatasi tawuran antar kelompok mahasiswa selama ini melalui pendekatan hukum dan dialog antar tokoh masyarakat tidak efektif, tetapi justru menaikkan popularitas individu bermakna sebagai pejuang dan solider kelompok.
Melalui proses penelitian, ditemukan kelompok mahasiswa Kaghati-Toba melawan kelompok Dalang-Barata sebagai ide budaya yang ajeg bersifat being, menggunakan tiga ujung kemampuan yaitu ujung lidah, ujung penis, dan ujung badik sebagai wujud budaya yang cair dan bersifat becoming. Dalam pardigma kekuasaan Foucault, Giddens, dan Bourdieu, bila penggunaan kekerasan akan menyakiti pikiran, sedangkan tawuran mengintervensi pikiran dan menyakiti tubuh atau fisik.

ABSTRACT
The phenomenon of engage in a gang fight which has become a pattern in Kampus Perak, to drive the writer to look for the problems root through cultural approach by ethnography method. This research used paradigms or theories of Foucault, Giddens, and Bourdieu?s power, which express the root of engage in a gang fight.
The students from sub-ordinate ethnic or marginal of social community have to struggle as groups and coalitions to have equality and accounted in Kampus Perak are representation Southeast Sulawesi communities which have not dominant cultures have consequences of power resources and economic fighting too tight and having conflict potentials. The students historical in Kampus Perak formed groups based on ethnicity. The dominant group lowered barata as the marginal groups, in turned over the marginal groups refuse as the mirror of general indication in the larger community. Silat as a self-defense skill to save the security and safe, in turned over uses the need to engage in a gang fight had become a culture of doers and people who take advantages. The winner student of the engage in a gang fight has big chance ahead to the position as group leader, organization, and bureaucrat. The operational fund resource of engaging in a gang fight from prominent figures of Social Fathers or Mothers mentioned as Dalang for having courage troops as safety protectors and guards whenever contestation or to defense position in bureaucracy. This method is in contradiction with community local values such as kaghati mind patterns (kites) and toba action patterns (action learning patterns) of humans as parts of universe. The efforts of Kampus Perak bureaucrat contend of engage in gang fight of the students so far through law and dialogue approaches un effective, but exactly cause individual popularity significant as freedom fighter and group solidarity.
Through the research process, found that the kaghati-toba against Dalangbarata as the culture idea which stable and characterized as ?being?, utilized the three capabilities as tongue, penis, and badik as the implementation of culture which melt and characterized ?becoming?. In the power paradigm of Foucault, Giddens, and Bourdieu, if using the violence will hurt the mind, while the fighting, beside will be intervention the mind, will be hurt the physic or body.
"
2013
D1404
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andi Suriadi
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2011
D1802
UI - Disertasi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Cucu Nurhayati
"Disertasi ini bertujuan untuk menggambarkan pembangunan sosial sektor informal perkotaan terutama pedagang kaki lima di Pasar Minggu DKI Jakarta Serta menjelaskan konsep pembangunan sosial berdasarkan struktur kultur dan proses dalam mewujudkan masyarakat PKL yang inklusif Hasil penelitian ini menunjukan bahwa penataan dan relokasi PKL di Pasar Minggu DKI Jakarta berdasarkan konsep pembangunan sosial belum mencapai tahapan ideal masih dalam tahapan proses menuju pembangunan yang inklusif Pembangunan struktur yang meliputi struktural setting dan struktural instrument dalam pembangunan PKL belum dapat diwujudkan dalam bentuk kebijakan kongkrit untuk peningkatan kualitas hidup PKL Pembangunan kultur sosial menunjukan hasil yang cukup baik dengan mengacu pada misi Jakarta sebagai ldquo Masyarakat yang berkebudayaan rdquo yaitu dengan adanya perubahan prilaku satpol PP dan aparat pemerintahan yang lebih sopan dan persuasif Pembangunan proses sosial melalui interaksi komunikasi yang dibangun antara pemerintah DKI Jakarta UPB Pasar Minggu dan PKL belum terjalin secara maksimal Dengan adanya proses sosial yang maksimal akan melahirkan internalisasi budaya dan institusionalisasi kebijakan dalam rangka mewujudkan pembangunan yang inklusif dan menuju kualitas hidup PKL yang lebih baik Konsep pembangunan sosial idealnya dilakukan dalam bentuk kualitatif namun pada penelitian ini menggunakan metode kuantitatif untuk memberikan model baru dalam penggunaan metodologi Dengan menggunakan metode penelitian kualitatif dan kuantitatif penelitian ini berusaha untuk memudahkan membuat tingkatan pembangunan sosial PKL di Pasar Minggu DKI Jakarta serta dapat memahami makna dalam realitas PKL

This dissertation aims to describe the social development of urban informal sector particularly street vendors PKL at the Pasar Minggu Jakarta and to explain the concept of social development based on the structure culture and the process in creating an inclusive street vendor society The finding of this research shows that the maintenance and relocation of the street svendors in the Pasar Minggu Jakarta based on the concept of social development has not achieved an ideal stage It is still in the process towards an inclusive development Structural development that consists of the structural setting and the structural instrument in developing the street vendors cannot be implemented yet in a concrete policy that is able to improve the life quality of the street vendors The development of social culture shows a quite good result which refers to the Jakarta mission as ldquo civilized society rdquo which is indicated by changing attitude of satpol PP and other government apparatus that are more polite and persuasive The development of social process through interaction and communication which is established between the government of the DKI Jakarta the UPB Pasar Minggu and the street vendors has not been built significantly A significant social process will generate an internalisation of culture and an institutionalisation of policy that helps in creating an inclusive development and a better life quality of the street vendors The concept of social development is ideally conducted in a qualitative form However this research uses quantitative method in order to contribute a new model in the application of methodology Through both qualitative and quantitative methods this research attempts to simplify in making the stages of social development of the vendors in the Pasar Minggu Jakarta and to understand meanings in real life of the street vendors
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
D1993
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wahidah R. Bulan
"Disertasi ini membahas tindakan kepala daerah di Kota Solo dalam menghadapi tantangan struktural (rules dan resources) guna mewujudkan kebijakan inklusif populis, pada. kasus penataan PKL dan pemindahan penduduk bantaran Sungai Bengawan Solo. Penelitian dilakukan dengan pendekatan kualitatif strategi studi kasus, dengan unit analisis individu meski keberadaannya sekaligus merepresentasikan institusi. Konsep utama yang digunakan: agen, struktur, tindakan, relasi; dengan teori strukturasi Giddens (1984) dan the polity model (tilly, 1978). Hasil penelitian menunjukkan empat bentuk tindakan reform aktor kepala daerah, adanya relasi khusus kepala daerah dengan aktifis masyarakat sipil, (CSA) dan kuatnya pengaruh faktor eksternal dalam upaya agen mempengaruhi struktur.

This dissertation discusses regional head in Solo City to face structural challenges (rules and resources) to creat inclusive populist policies. This research used qualitative approach with case studies strategy. The unit of analysis is individual (actor), that simultaneously representing the institution. The main concept used is agent, structure, action, relation. Theory is used structuration theory by Giddens (1984) and the polity model of Tilly (1978). The result showed there are four actions undertaken by agent; the special relation between mayor of Solo with civil society acticist; and the influence of external factors of agen to influencing the structure.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library