Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 9 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Machi Suhadi
"Judul tulisan Tanah Siena Dalam Masyarakat Majapahit ini diangkat sebagai disertasi karena mengandung beberapa faktor penting yang akan berguna bagi penelitian bidang epigrafi. Sebelum membahas hal tersebut akan dipaparkan dahulu identifikasi masalah yang dijadikan pokok penulisan ini.
Tanah sima yang diajukan di sini merupakan bagian penting dari kehidupan masyarakat Jawa Kuna dan melalui pranata sima itu dapat diketahui kegiatan masyarakat tersebut. Tanah sima bukanlah sejenis tanah biasa melainkan suatu bidang tanah atau desa yang telah diubah statusnya menjadi wilayah babas. yang istimewa. Untuk jelasnya maka kami kutipkan uraian R. Soekmono mengenai hal itu sebagai berikut:
"Dengan penetapan sebidang tanah menjadi sima melalui upacara manusul sima maka tanah itu dibebaskan dari pajak ataupun penggunannya semula, dengan maskud agar tanah tersebut baik penghasilannya maupun pemakaiannya diperuntukkan bagi kelangsungan suatu usaha suci dari banghunan tersebut. Sering pula ketetapan itu berarti dibebaskannya suatu desa dari pajak dan kewajiban lain dari kerajaan, dengan tujuan agar penduduknya menjadi penanggung jawab terhadap kelangsungan usaha suci sang raja. Desa demikian menjadi desa perdikan, demikian perbedaan kedudukan tanah biasa dan tanah sima yang melibatkan penduduk yang berada di lingkungan Kama tersebut."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1993
D338
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Soenarjati Djajanegara
"Dari telaah dalam Bab IV dapat ditarik kesimpulan-kesimpulan sebagai berikut. Pertama-tama, tokoh-tokoh wanita Lewis cenderung memilih peran wanita tradisional. Mereka pada umumnya memilih perkawinan sebagai karier, daripada bekerja di luar untuk mencari nafkah. Kecuali Sharon Falconer, empat tokoh menjadi istri, ibu, serta ibu rumah tangga. Bahkan Myra dan Carol, yang pernah mem_peroleh pendidikan tinggi pun memilih untuk menjadi is_tri. Padahamenjelang akhir abad yang lalu dan pada dasawarsal-dasawarsa awal abad ini banyak wanita terpelajar wani_ta tersebut menunjukkan kecenderungan wanita Amerika pa-da umumnya dalam dasawarsa 1920, sesuai dengan laporan"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1987
D1810
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fachruddin Ambo Enre
"ABSTRAK
Tulisan ini bukanlah karya yang pertama, apalagi untuk dikatakan satu-satunya menyangkut cerita Galigo. Telah ada beberapa usaha terdahulu, dimulai jauh di masa silam, baik untuk mencari dan mengumpulkan naskahnya, maupun untuk mengungkapkan isinya. Kesemuanya itu telah memberikan sumbangan menurut kadarnya masing-masing, dalam rangkaian suatu pekerjaan bersambung yang masih menunggu uluran pikiran, tenaga dan biaya yang tidak sedikit bila ia hendak dirampungkan.
Adapun orang yang pertama menulis tentang Galigo dan memperkenalkannya kepada dunia luar ialah Th. S. Raffles melalui bukunya The History of Java, terbitan tahun 1817. Ia mencatat sedikit tentang isinya serta cara membacanya, yang dikatakannya terdiri atas satuan lima suku kata yang diakhiri dengan jeda. Iramanya disebutnya rangkaian daktilus dan trokhaeus. Menurut dia puisi wiracarita ini adalah satu-satunya jenis pustaka di kalangan orang Bugis yang dikenal pengarangnya, yaitu I La Galigo putera Sawerigading.
Setengah abad kemudian barulah perkenalan tersebut disusul dengan minat untuk mengetahuinya secara bersungguh-sungguh. B.F. Matthes yang pernah tinggal di Makassar antara tahun 1848-1879-dengan diselingi dua-kali cuti panjang ke negeri Belanda menggunakan banyak waktu dan tenaganya untuk mendapatkan naskah dan keterangan mengenai ceritera Galigo. Koleksinya yang terdiri dari 26 buku yang diserahkannya kepada Nederlandsche Bijbelgenootschap (NBG), mencakup materi utama ceritera dari awal hingga ke akhirnya. Dia juga menamai ceritera ini puisi wiracarita. Episoda awalnya pernah ia terbitkan dengan menggunakan aksara lontaraq disertai keterangan anti beberapa kata. Agak berbeda dengan keterangan Raffles, ia hanya menyatakan bahwa ceritera itu dikenal di pedalaman Sulawesi Selatan dengan nama I La Galiga, yang juga merupakan nama salah seorang tokohnya yang memegang peranan penting. Ia sangat menyesalkan tidak dapatnya diperoleh kumpulan ceritera yang lengkap, sebab penduduk nampaknya sudah merasa puas dengan memiliki sebahagian kecil saja daripadanya untuk dibaca pada upacara tertentu. Mengenai iramanya dikatakannya sangat sederhana, berupa satu kaki sajak yang terdiri dari lima suku kata kalau tekanan jatuh pada suku kedua dari belakang, atau empat suku kata jika tekanan jatuh pada suku kata terakhir. Bahasanya, disebutnya bahasa Bugis kuno yang tidak terpakai lagi. Selanjutnya ia berpendapat, bahwa pustaka ini jelas mempunyai nilai sastra yang tinggi, tetapi kegunaannya akan lebih banyak bagi etnologi, karena di dalamnya terdapat berbagai kebiasaan penduduk yang masih berlaku.
Karya berikutnya juga berupa pengumpulan naskah yang dilakukan oleh Schoemann. Koleksinya yang terdiri dari 19 buku, kesemuanya merupakan naskah salinan, kemudian dibeli oleh Perpustakaan Negara Prusia di Berlin."
1983
D1154
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Partini Sardjono Pradotokusumo
"Gajah Mada sebagai tokoh sejarah kiranya tidak asing lagi bagi bangsa Indonesia, tetapi Gajah Mada sebagai tokoh karya sastra (kuna) pada umumnya, kakawin khususnya, mungkin jarang atau lama sekali tidak dikenal.
Dengan ditemukan naskah Kakawin Gajah Mada yang ditulis dalam bahasa Jawa Kuna dan ternyata merupakan hasil gubahan pada abad ke-20, kami sebagai pecinta bahasa dan sastra Jawa Kuna sangat tertarik untuk menelitinya lebih mendalam, yang kemudian kami kembangkan menjadi disertasi ini. Apakah gerangan yang diceritakan penggubah tentang tokoh sejarah yang termashur di Indonesia dalam suatu gubahan yang digurat di atas lontar yang dipuja dan disimpan dalam pamrajan sebuah puri di Ubud, Bali?
Suntingan naskah dan terjemahannya dalam bahasa Indonesia mungkin dapat membuka jalan bagi peminat untuk menikmati cerita tentang tokoh besar ini. Namun kepekatanggapan kami yang utama ialah meneliti kakawin sebagai suatu karya sastra, khususnya kakawin abad ke-20 ini, yang tentunya telah mengalami perubahan dengan lajunya zaman.
Semoga melalui hasil usaha kami yang sederhana ini, warisan kebudaysan daerah yang amat berharga yang berupa kakawin dapat lebih dikenal, dengan harapan dapat menggugah dan mendorong peneliti lain untuk meneliti sastra kuna umumnya, kakawin khususnya, sehingga dapat menyelamatkan salah satu bagian harta karun kebudayaan bangsa, yang terancam kepunahan karena semakin langka penggali dan penelitinya."
1984
D301
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Soenarjati Djajanegara
"ABSTRAK
Sepanjang masa kariernya sebagai penulis, yang lamanya sekitar tiga puluh tujuh tahun, Sinclair Lewis telah menulis dua puluh dua buah novel, dua buah kumpulan ceritera pendek dan esei, tiga buah sandiwara, dan ratusan tulisan lainnya mengenai berbagai topik. Tidak ada satu bidang dalam kehidupan di Amerika yang luput dari pengamatannya.
Hike and the Aeroplane adalah karyanya yang pertama, yang ditulisnya di tahun 1912 dengan nama samaran Tom Graham, dan yang merupakan ceritera bagi anak laki-laki. The Job dan Ann Vickers mengisahkan perjalanan karier wanita. Jika Main Street dan Babbitt mengisahkan kehidupan dan tingkah laku orang di kota kecil Amerika, Dodsworth dan World so Wide menceriterakan orang Amerika di Eropa. Elmer Gantry adalah ungkapan pendapat Lewis mengenai kaum pendeta, sedangkan Kingsblood Royal_ mengupas masalah rasial kulit hitam. Meskipun bukan biografi, Free Air didasarkan atas kesan-kesan Lewis setelah dia bersama istrinya mengadakan perjalanan keliling dengan mengendarai mobil di tanah airnya. Sedangkan Mantrap ditulis setelah Lewis mengunjungi daerah pedalaman Kanada bersama kakaknya, Dr. Claude Lewis. Arrowsmith merupakan novel mengenai bidang kedokteran, The Man Who Knew Coolidge dan It Cantt Happen Here menyinggung masalah politik, serta Cass Timberlane mempersoalkan kehidupan perkawinan. Demikianiah hanya beberapa contoh yang menunjukkan betapa luasnya ruang lingkup perhatian Lewis yang dituangkannya dalam novel-novelnya.
Di samping menjadi novelis Lewis juga sering bertindak sebagai pengkritik sastra, sebagaimana tampak dari berbagai ulasan yang ditulisnya tentang hasil karya rekan-rekan seprofesinya. Kritik-kritik demikian sering dimuat dalam beraneka majalah, misalnya "Floyd Dell," dalam The Bookman,."John Ames Mitchell, Novelist, Editor and Artist," dalam The Book News Monthly, atau "Ioway and the Countess," tinjauan tentang karya Carl Van Hechten "The Tattooed Countess", dalam Saturday Review of Literature.
Isi tulisan-tulisan dalam berbagai majalah tersebut tidak terbatas kepada kritik sastra atau bidang kesusastraan semata, melainkan memuat bermacam-macam topik, dari soal periklanan, yang ditulisnya dalam "Gladvertising," sampai kepada bidang perhotelan dalam karangannya yang berjudul "Sinclair Lewis Finds Italy's Inns a Model for U.S. Hotels"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1987
D98
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Partini Sardjono Pradotokusumo
"Gajah Mada sebagai tokoh sejarah kiranya tidak asing lagi bagi bangsa Indonesia, tetapi Gajah Mada sebagai tokoh karya sastra (kuna) pada umumnya, kakawin khususnya, mungkin jarang atau lama sekali tidak dikenal.
Dengan ditemukan naskah Kakawin Gajah Mada yang ditulis dalam bahasa Jawa Kuna dan ternyata merupakan hasil gubahan pada abad ke-20, kami sebagai pecinta bahasa dan sastra Jawa Kuna sangat tertarik untuk menelitinya lebih mendalam, yang kemudian kami kembangkan menjadi disertasi ini. Apakah gerangan yang diceritakan penggubah tentang tokoh sejarah yang termashur di Indonesia dalam suatu gubahan yang digurat di atas lontar yang dipuja dan disimpan dalam pamrajan sebuah puri di Ubud, Bali?
Suntingan naskah dan terjemahannya dalam bahasa Indonesia mungkin dapat membuka jalan bagi peminat untuk menikmati cerita tentang tokoh besar ini. Namun kepekatanggapan kami yang utama ialah meneliti kakawin sebagai suatu karya sastra, khususnya kakawin abad ke-20 ini, yang tentunya telah mengalami perubahan dengan lajunya zaman.
Semoga melalui hasil usaha kami yang sederhana ini, warisan kebudaysan daerah yang amat berharga yang berupa kakawin dapat lebih dikenal, dengan harapan dapat menggugah dan mendorong peneliti lain untuk meneliti sastra kuna umumnya, kakawin khususnya, sehingga dapat menyelamatkan salah satu bagian harta karun kebudayaan bangsa, yang terancam kepunahan karena semakin langka penggali dan penelitinya."
1984
D1158
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Koosinah Suryono Sastrohadikusumo
"Bangsa Indonesia, khususnya suku bangsa Jawa mempunyai peninggalan naskah sangat banyak dari leluhur. .Berbagai macam kitab disimpan disitu misalnya serat-serat primbon dan kumpulan mantra, serat-serat petunjuk cara mendirikan rumah, menanam padi dan palawija, cara mengobati otang sakit, cara memilih hewan piaraan. Kitab-kitab babad, kitab-kitab mistik, serat-serat mengenai lakon wayang, serat suluk, serat piwulang, kitab Pararaton, Negarakertagama dan lain sebagainya. Sastra wayang yang paling tua itu Ramayana kekawin dalam 7 jilid (kanda) yaitu: 1. Bala Kanda, 2. Ayodya Kanda, 3. Aranya Kanda, 4. Kiskenda Kanda, 5. Yudha Kanda, B. Sundara Kanda, dan 7. Uttara Kanda.
Kitab Mahabarata kekawin dengan 18 parwanya. Kepustakaan Islam santri yang berdasarkan lima rukun Islam, dan kepustakaan Islam kejawen seperti primbon, wirid dan suluk. Primbon itu macam-macam ajaran yang berkembang dalam tradisi Jawa seperti ngelmu petung (mengetung, menghitung), ramalan, guna-guna. Wirid dan suluk berkaitan dengan ajaran mistik Islam.
Tetapi rupanya, peninggalan budaya itu kurang mendapat perhatian dari masyarakat, karena terdesak oleh kemajuan zaman dan derap modernisasi, dimana nilai-nilai lama tidak sesuai lagi. Hal ini dapat menimbulkan krisis sosial dan ketidak pastian mengenai identitasnya. Namun belakangan ini kiranya situasi ketidak pedulian atau situasi kurang perhatian pada peninggalan budaya itu berubah. Dasar perubahan itu adalah sebagai berlkut. Mula-mula orang merasa bingung dan tidak pasti akan identitasnya dengan pesatnya laju pembangunan dalam segala bidang. Perubahan-perubahan sosial sebagai dampak modernisasi, menyebabkan nilai-nilai berubah karena tak cocok lagi. Perubahan-perubahan sosial ini sudah berjalan lama. Timbul kegoncangan-kegoncangan sosial serta kekacauan, hingga rakyat kehilangan arah.
Maka terasa sekali urgensi akan proses penyesuaiannya. Sejajar dengan proses ini muncul kebutuhan mendesak untuk meneliti kembali warisan kultural kita yang menentukan pola kelakuan, adat istiadat, kerangka kehidupan dan sebagainya. Penelitian kembali akan kebudayaan itu dijalankan dalam rangka penyesuaian diri dengan perubahan-perubahan sosial itu yang mengakibatkan goncangan-goncangan.
Meneliti warisan kultural diharapkan dapat ditemukan kembali nilai-nilai yang dapat memperluas kerangka pemikiran kita. Ini akan menghasilkan penemuan-penemuan unsur-unsur dari warisan kultural yang dapat disuabangkan sebagai unsur sintesa antara unsur lama dan unsur baru?"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1993
D304
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Edi Sedyawati, 1938-
"ABSTRAK
Bidang ilmu dari penelitian yang kini disajikan hasilnya ini adalah Sejarah Kesenian, khususnya sebagai pencabangan dari Arkeologi. Dalam hal ini Sejarah Kesenian dipandang sebagai satu bagian dari Sejarah Kebudayaan. Bahwa tujuan Arkeologi adalah antara lain menyusun sejarah kebudayaan dinyatakan misalnya oleh Binford (1972:80-89); sedang tujuan-tujuan lain yang dikemukakannya adalah merekonstruksi cara-cara hidup manusia masa lalu dan menggambarkan proses budaya. Sejarah Kesenian yang merupakan pencabangan dari Arkeologi ini dibina-ulang atas dasar data artefak yang ditunjang oleh data dari sumber tertulis, yang kesemuanya itu dihasilkan oleh manusia yang hidup di maaa lalu.
Ilmu Arkeologi di Indonesia telah pula dikenal dengan nama yang merupakan terjemahannya, yaitu Ilmu Purbakala dalam bahasa Indonesia dan Oudheidkunde dalam bahasa Belanda. Para sarjana yang memulai penelitian kepurbakalaan di Indonesia semula melakukan usaha-usaha berupa pendaftaran, pencatatan dan pemugaran, dan kemudian juga penelitian yang sesungguhnya dengan membahas masalah-masalah yang ada di balik artefak-artefak kuno. Perhatian mula-mula diberikan kepada sisa-sisa kebudayaan kuno yang sebagian besar berupa hasil-hasil karya seni, seperti candi-candi dan area-area.
Karena peninggalan-peninggalan kuna yang mula-mula menjadi perhatian itu adalah sisa-sisa kebudayaan dari masa pengaruh agama Hindu dan Buddha, maka pendekatan penelitianpun disesuaikan dengan itu. Penelitian yang dilakukan pada umumnya mempersyaratkan pengenalan akan kebudayaan India kuna, terutama yang didapat dari sumbersumber tertulisnya. Penafsiran atas artefak banyak disandarkan atas penjelasan-penjelasan dari dumber tertulis. Perwujudan kebudayaan, khususnya kesenian, di Indonesia banyak disoroti dalam hubungannya dengan India yang dianggap sebagai sumbernya.
Pembahasan masalah hubungan pengaruh antara kesenian India dan Indonesia ini memang belum terkuras habis."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1985
D305
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ratnaesih Maulana
"Istilah ikonografi (iconography) berasal dari akar kata ikon (icon) dan graphoo. Istilah ikon berasal dari bahasa Yunani eikoon yang berarti bayangan, potret, gambar. Dalam istilah ikonografi Hindu kata ikon dipakai secara lebih khusus. Kata itu tidak ditujukan kepada materi gambar, tetapi pada tokoh yang digambarkan dan kemiripan tokoh yang dinyatakan dalam gambar dengan tujuan untuk mengadakan hubungan dengan tokoh atau dewa tersebut (Banerjea 1974: 1-2). Menurut Sutjipto Wirjosuparto yang mengutip kitab Pratimamanalaksanam, dalam Sejarah Beni Artja India, di India, tujuan seorang seniman menciptakan sebuah area atau benda seni lainnya adalah untuk mempertinggi martabat dewa dan bukan untuk kepuasan dirinya. Selanjutnya disebutkan bahwa apabila seseorang membuat atau memperbaiki sebuah area maka "jiwanya yang murni mendapat hidup sejahtera di sorga lebih dari seratus ribu yuga". (Wirjosuparto 1956: 6).
Kata graphoo artinya menulis, memerinci. Jadi ikonografi berarti "rincian suatu benda. yang menggambarkan tokoh dewa atau seorang keramat dalam bentuk suatu lukisan, relief, mosaik, arca atau benda lainnya", yang khusus dimaksudkan untuk dipuja atau dalam beberapa hal dihubungkan dengan upacara keagamaanl) yang berkenaan dengan pemujaan dewa-dewa tertentu. (Banerjea 1974: 2-5, Sahai 1975: 1-2).
Kata Yunani eikon dalam anti seperti di atas sesuai dengan istilah-istilah dalam bahasa Sanskerta arca, beta , vigraha dan pratima yang berarti perwujudan jasmani seorang dewa yang dipuja oleh para bhakta , yaitu orang-orang yang berbakti atau memuja. Untuk lebih mendekati rasa ke-Tuhanan, para bhakta kemudian menggunakan istilah tanu dan rupa, yang berarti badan atau bentuk dewa yang digambarkan. Dengan menggunakan istilah tanu dan ru pa mereka merasa puas, karena merasa lebih dekat dengan Tuhan atau dewa yang dipujanya. Selain istilah tanu dan rupa di India dikenal pula kata vimba yang berarti pencerminan yang sama. Pengertian pencerminan ini terlihat dalam upacara Durgapuja, yaitu suatu upacara untuk meminta keselamatan atau hal-hal yang berkaitan dengan keduniawiaan. Dalam upacara ini dilakukan upacara memandikan arca dewi Durga yang terbuat dari tanah liat."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya niversitas Indonesia, 1992
D209
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library