Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Arsyad
"Tulisan ini berusaha menggambarkan kondisi kebijakan luar negeri Amerika Serikat yang dilakukan oleh Presidennya yaitu George W. Bush. Kebijakan yang dilakukannya melahirkan kontroversi baik di dalam negeri maupun di lingkungan ekstenalnya. Meskipun demikian Presiden Amerika Serikat melakukan kebijakan luar negerinya dengan faktor-faktor yang dianggapnya sangat determinan. faktor-faktor yang mempengarubjn kebijakan tersebut di antaranya adalah keamanan nasionai, ekonomi dan politik. Sebagaimana diketahui bahwa sebelumnya kebijakan luar negeri Amerika Serikat pada waktu perang teluk pertama di masa pemerintahan George Bush Senior selalu mengedepankan multilateralisme. Namun sebelum peristiwa 11 September 2001 unilateralisme Amerika Serikat lebih berorientasi ke dalam, yaitu untuk melindungi kepentingan Amerika Serikat secara langsung, tanpa mengubah tatanan internasional yang berlaku. Situasi berubah setelah serangan teroris yang menghancurkan WTC mempermalukan negara adidaya tersebut, dan membuatnya untuk pertama kali merasa sangat terancam dan tidak berdaya. Dengan menggunakan kekuatan militernya yang tak tertandingi kebijakan unilateralisme Amerika Serikat akhimya diarahkan ke luar, tidak saja untuk menghancurkan ancaman atau potensi ancaman, tetapi juga untuk mengubah lingkungan strategis sesuai perspektif dan kepentingan Washington. Di antara perubahan kebijakan tersebut adalah dengan melakukan invasi ke Irak yang menggunakan dalih dan dalil yang harus dipertanyakan ulang (unilateralisme) dan ini dilakukan karena Amerika Serikat mernpunyai kekuatan hegemoni dalam bidang militer dan ekonomi.
Pokok permasalahan penelitian ini adalah mengapa terjadi perubahan kebijakan luar negeri Amerika Serikat terhadap Irak Pasca Tragedi WTC tahun 2001-2003. Adapun teori yang digunakan adalah tentunya erat kaitannya dengan kepentingan nasional Amerika Serikat itu sendiri. Hipotesa penelitian ini adalah setelah terjadinya Tragedi WTC 11 September 2001 Amerika Serikat memandang penting untuk menciptakan stabilitas keamanan, ekonomi dan politik, maka negara ini melakukan perubahan kebijakan luar negerinya dari multilateral ke unilateral.
Paparan tulisan ini menggunakan metode penelitian eksplanatif yang berusaha menerangkan kausalitas yang terjadi di dalamnya, dalam hal ini penyebab terjadinya perubahan kebijakan luar negeri Amerika Serikat pada masa pemerintahan George W. Bush Pasca Pemboman WTC Terhadap Irak 2001-2003."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T22579
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fajar Dwi Kusuma Wardhana
"Hubungan Indonesia - Australia dapat dikatakan sebagai ‘strange neighbour karena kedua negara memiliki kedekatan secara geografis tetapi merniliki kesenjangan sosio historis yang sangat besar. Tesis ini berupaya menjelaskan hubungan bilateral yang teijadi diantara kedua negara berdasarkan kebijakan luar negeri kedua negara.
Sebagai sebuah negara yang memiliki sistem pemerintahan yang telah mapan, kebijakan luar negeri Australia secara umum telah digariskan dalam buku putih pertahanan Australia. Dalam hal ini, penulis berupaya memetakan pola kebijakan luar negeri yang dimiliki berdasarkan buku putih pertahanan yang ditetapkan dcngan btiku putih pertahananyang dimiliki oleh AustraIia.,Di sisi Iain, buku putih pertahanan Indonesia tidak banyak mcnggambarkan kebijakan luar negeri yang dirniliki oleh negara ini, sehingga pola kebijakan luar negeri yang dimiliki oleh Indonesia dipetakan melaui periode pemerintahan di Indonesia.
Meskipun dalam tcsis ini kcbijakan luar negeri Australia yang dibahas didasarkan pada buku putih pertahanan yang dimiliki, perubahan konstelasi politik intemasional dan aktor penting di Australia juga akan tetap dibahas. Mengingat faktor intemasional, negara clan aktor sebuah negara tidak dapat dipisahkan dalam pembuatan kebijakan luar negeri. peran Indonesia dalam dunia internasional juga akan dibahas sebagai upaya menjelaskan kebijakan luar negeri Indonesia secara umum.
Dengan melakukan komparasi terhadap kebijakan luar negeri kedua negara, dapat digambarkan kemungkinan kebijakan luar negeri yang akan ditetapkan Australia terhadap Indonesia, schingga dapat mcmberikan masukan kepada Indonesia dalam menetapkan kebijakan luar negerinya terutama dalam menjalin hubungan bilateral dcngan Australia.

Indonesia - Australia relations can be mentioned as a “strange neighbour" because of these countries close geographis and huge sociohistoric discrepancy. This thesis try to explain the bilateral relations between both countries based on their foreign policies.
As a country that has established its governmental system, Australia’s foreign policy has been outlined in Austra1ia’s defence white papers. On the oher hand, Indonesia’s defence white papers does not much describe its foreign policy, therefore the pattem of Indonesia’s foreign policy is mapped by the period ofthe government in Indonesia.
Although in this thesis, Australian foreign policy is dismissed based on its defence white papers,the changes of intemational political constellation, state and important actor in Australia will remained to be discussed. Given the intemational factor, thc state and a _state actor can not be separated in the making of tbreign policy. Indoncsia’s role in the intemational world will also be discussed as an attempt to explain lndonesia‘s foreign policy in general.
By doing a comparison to the foreign policy of both countries, the Australia's foreign policy to Indonesia can be estimated, so as to provide input to Indonesia in the making of its foreign policies especially in the bilateral relationship with Australia.
"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2010
T34225
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Astrid Wiriadidjaja
"Hutan Indonesia merupakan hutan yang kedua terbesar di dunia setelah Brasil. Lebih dari tiga dekade dengan eksploitasi hutan tanpa terkendali membuat hutan-hutan tersebut semakin hilang dengan tingkat yang mengkhawatirkan. Studi terakhir tentang kehutanan mengindikasikan bahwa apabila tingkat kerusakan hutan tidak dapat ditahan, maka hutan yang tersisa akan hilang dalam waktu 10-15 tahun.
Selama bertahun-tahun Komisi Eropa telah membangun substansi program pembangunan kerjasama dengan Pemerintah Indonesia di sektor kehutanan. Program kerjasama yang dikenal dengan Program Kehutanan Komisi Eropa - Indonesia (ECIFP) didasarkan pada keperluan untuk melindungi dan mengelola secara lestari sumber daya hutan dengan memperhatikan kesejahteraan masyarakat setempat, pembangunan umum ekonomi Indonesia dan ekonomi global. Analisa penelitian difokuskan terhadap lima proyek ECIFP yang secara total kontribusi bernilai sekitar 110 juta Euro. Pada saat sekarang tinggal hanya satu proyek aktif yang tersisa yaitu Proyek Pengelolaan Kebakaran Hutan Sumatera Selatan.
Dalam implementasinya proyek-proyek tersebut menemui beberapa kendala yang banyak disebabkan oleh kondisi dalam negeri Indonesia, seperti lemahnya penegakan hukum dan tata pemerintahan yang belum stabil. Namun sisi kelemahan juga terdapat pada konsep kerjasama itu sendiri. Adanya perbedaan agenda antara Komisi Eropa dan Indonesia, serta kurangnya kepercayaan dan transparansi membuat proyek-proyek tersebut tidak efektif dan efisien dalam mencapai tujuan-tujuannya.
Saat ini sedang dijalankan sebuah proyek baru dengan skala yang lebih kecil dibandingkan dengan proyek-proyek sebelumnya. Komisi Eropa dan pemerintah Indonesia dalam agenda kerjasama kali ini lebih memfokuskan kepada isu penataan pemerintahan yang baik, penegakan hukum dan perdagangan. Tujuan dari proyek yang disebut sebagai FLEGT ini adalah untuk memperkuat fasilitas pemerintah Indonesia dalam mengelola sumber daya hutan secara lestari, dan dengan demikian dapat mengatasi kegiatan pembalakan liar yang telah banyak terjadi

The forests of Indonesia are currently the second largest in the world, after those of Brazil. However they are disappearing at an alarming rate following more than three decades of uncontrolled exploitation. Recent studies indicate that, if the current rate of deforestation is not arrested, the remaining forests will disappear within 10-15 years.
The European Commission has had a substantial development co-operation program with the Government of Indonesia (Goal) in the forestry sector for many years. Previously known as the EC-Indonesia Forest Program (ECIFP), conserve and sustainable manage Indonesia's forest resources taking account of the welfare of local populations, general development of the Indonesian economy and global concerns. This research focuses on five of the ECIFP projects which had a total value of 110 million Euro. At the moment there is just one residual project active under the ECIFP: The South Sumatera Forest Fire Management Project (SSFFMP).
In the implementation phases, those projects met some challenges caused by the state condition of Indonesia, such as weaknesses in law enforcement and unstable governance. On the other side the concepts of the projects weren't relevant enough with the condition they had to face. Conflict of interests between European Commission and Indonesia, and lack of trust and transparency lead the projects to inefficiency and ineffectiveness.
Currently the European Commission and Government of Indonesia is focusing their agendas in a smaller scale project named Forest Law Enforcement, Good Governance and Trade (FLEGT). The project aims to build good governance in Indonesia, strengthen law enforcement and trade. Those aims are planed to strengthen the GoI's capacity in managing the forests sustainable and therefore able to tackle the increasing illegal logging activities."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2007
T20772
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library