Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 6 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Kusuma Ayu Laksitowening
Abstrak :
Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa peserta didik bervariasi dalam motivasi, gaya belajar, kemampuan pengetahuan, dan lain-lain. Dengan demikian, proses pembelajaran di setiap peserta didik bisa berbeda. Di sisi lain, pendidikan berbasis standar menuntut setiap peserta didik untuk memenuhi standar kompetensi yang ditetapkan. Dengan kata lain, setiap peserta didik dituntut untuk memenuhi target yang sama dalam pembelajaran dan pendidikan yang ditempuhnya. Untuk mencapai kompetensi yang diharapkan dan sekaligus mengakomodasi karakteristik individu, personalisasi e-Learning dapat menjadi solusi. Dalam personalisasi e-Learning, strategi pembelajaran dapat disajikan dengan menyesuaikan pada tipe belajar setiap peserta didik dengan tujuan untuk memenuhi kompetensi yang ditetapkan. Dengan demikian, sistem personalisasi harus memiliki dua kemampuan, yaitu: mengidentifikasi tipe belajar peserta didik dan memberikan penanganan yang sesuai untuk setiap tipe belajar. Penelitian ini mengadaptasi Pendekatan Triple-Factor dalam mengidentifikasi tipe belajar peserta didik. Pendekatan Triple-Factor menganalisis peserta didik berdasarkan faktor gaya belajar, motivasi belajar, dan kemampuan pengetahuan. Faktor-faktor tersebut dapat dianalisis melalui aktivitas peserta didik dalam menggunakan e-Learning. Hasil analisis ini kemudian menjadi acuan personalisasi. Tipe belajar peserta didik mengalami perubahan tergantung pada kondisi mereka sepanjang proses belajar. Untuk itu, analisis peserta didik perlu dilakukan secara periodik pula. Jika analisis hanya dilakukan satu kali, umumnya di awal pembelajaran, maka perkembangan dan perubahan perilaku sepanjang proses belajar tidak dapat diketahui. Dengan adanya perubahan tipe belajar peserta didik, strategi pembelajaran yang diberikan juga perlu disesuaikan. Personalisasi pembelajaran sebaiknya disajikan secara dinamis pula terhadap perubahan tipe belajar peserta didik. Fokus pembahasan dalam penelitian ini adalah menyediakan proses belajar yang membantu peserta didik dalam mencapai kompetensi yang diharapkan, sekaligus adaptif terhadap keberagaman tipe belajar peserta didik dan dinamis terhadap perubahan tipe belajar yang terjadi pada setiap tahapan pembelajaran. Penelitian ini melakukan analisis peserta didik secara temporal dengan mengacu pada fitur-fitur pada Pendekatan Triple-Factor menggunakan Self-Organizing Map (SOM). Hasil analisis peserta didik kemudian menjadi acuan penyajian personalisasi pembelajaran. Dengan memanfaatkan ontologi, personalisasi disajikan dengan menghubungkan tipe belajar dengan jenis aktivitas yang sesuai dengan target kompetensi mata kuliah yang diambil peserta didik tersebut. Usulan personalisasi diterapkan pada prototype sistem untuk kemudian dilakukan ujicoba. Ujicoba diterapkan secara eksperimental dengan menganalisis peserta didik yang memperoleh pembelajaran dengan personalisasi dan peserta didik yang mendapatkan pembelajaran tanpa personalisasi. Analisis juga dilakukan dengan membandingkan kondisi sebelum dan setelah pemberian personalisasi. Hasil ujicoba menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara pemberian personalisasi berpengaruh baik pada kinerja pembelajaran maupun aktivitas pembelajaran peserta didik.
Previous studies have shown how learners vary in motivation, learning style, knowledge ability, and others. Accordingly, the learning process in each learner can be different. On the other hand, standard-based education requires learner to meet the specified competency standards. In other words, all learners are expected to accomplish the same targets in learning and education they are taking. To achieve the expected competencies while accommodating personal characteristics, e-Learning personalization can be a solution. In e-Learning personalization, learning strategies can be adjusted with the aim of fulfilling specified competencies. Consequently, the personalization system must have two abilities: understanding learning types and providing appropriate scenario for each learning type. This research adapted the Triple-Factor Approach in identifying learners' learning type. The Triple-Factor Approach analyzes learners based on three factors: learning style, learning motivation, and knowledge ability. These factors can be analyzed through the activities of learners in using e-Learning. The results of the analysis were then become the reference of personalization. Learners learning type change overtime. It depends on their condition during the learning process. Therefore, the learning type analysis should be conducted periodically as well. If the analysis is only done once, usually at the beginning of semester, the behavioral changes throughout the learning process cannot be described. With the change in the learning type of learners, the learning strategies also need to be adjusted. Learning personalization should also be presented dynamically due to changes that occur in the learning type analysis result. This research aims to provide a learning process that helps learners achieve the expected competencies, while being adaptive to the variety of learning types and dynamic towards changes in learning types that occur at each stage of learning process. This research conducts learner analysis temporally by referring to the features of the Triple-Factor Approach using Self-Organizing Map (SOM). The results of the learner analysis then become the reference for learning personalization. By utilizing ontology, personalization was presented by linking the learning type with activity that matches courses target competencies. Proposed personalized learning was applied to the prototype system as later for testing and evaluation. Testing are applied experimentally by analyzing learners who receive personalized learning and learners that use e-Learning without personalization. Analysis was also conducted by comparing conditions before and after personalization. The experiment results indicated that personalized learning effect significantly both to learning performance and learning activities improvement.
Depok: Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia, 2020
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Malikus Sumadyo
Abstrak :
Pembelajaran daring menjadi alternatif pembelajaran karena untuk memenuhi kebutuhan pendidikan yang terkendala oleh jarak maupun alasan efisiensi waktu. Selain itu pembelajaran kolaboratif semakin banyak dikembangkan sejak munculnya paradigma pembelajaran konstruktivisme. Teori konstruktivisme menyatakan bahwa pengalaman belajar dan interpretasi pengetahuan yang didapat sebelumnya menjadi konstruksi pengetahuan mendalam. Teori konstruksivisme sosial menyatakan bahwa pembelajaran terjadi melalui interaksi sosial yang kemudian diinternalisasi. Berdasarkan teori dan bentuk pembelajaran tersebut, pembelajaran kolaboratif daring menjadi alternatif model pembelajaran yang terus dikembangkan dengan menumbuhkan kesadaran metakognitif. Secara empirik pembelajaran dengan memanfaatkan aspek metakognitif telah banyak dilakukan di Indonesia, bahkan kurikulum nasional pun menjadikan metakognisi menjadi salah satu tujuan pembelajaran. Kemampuan metakognitif peserta didik biasanya dinilai pada saat proses pembelajaran menggunakan think aloud atau setelah pembelajaran dengan menggunakan wawancara maupun kuesioner. Penelitian ini bertujuan mengestimasi kemampuan metakognitif dengan menilai aktivitasnya menggunakan persepsi help-seeking sebelum proses pembelajaran. Kegiatan yang bersifat estimasi membutuhkan model. Model metakognitif ini berfungsi untuk mengestimasi kemampuan metakognitif. Kebutuhan help-seeking tidak hanya kebutuhan kognitif tetapi juga kebutuhan sosial untuk berkomunikasi dan berbagi dalam problem solving. Aktivitas help-seeking biasanya tergantung dari persepsi awalnya. Pertanyaannya adalah bagaimana persepsi help-seeking berkorelasi dengan aktivitas metakognitif. Kemudian jika peserta didik mendapatkan perlakuan tertentu dalam pembelajaran, apakah memungkinkan adanya peningkatan aktivitas help-seeking dan metakognitif serta hasil belajar. Sejauh mana perlakuan tambahan atau intervensi metakognitif terhadap proses pembelajaran akan meningkatkan efektivitas pembelajaran. Penelitian disertasi ini bertujuan untuk menjawab dan memberikan gambaran mengenai hubungan kedua faktor tersebut dengan membandingkan antara pra dan pasca intervensi sehingga gambaran tersebut dapat memprediksi aktivitas metakognitif dan frekuensi help-seeking berdasarkan persepsi help-seeking. Oleh sebab itu, model metakognitif dan help-seeking diperlukan untuk memenuhi tujuan tersebut. Data tentang persepsi help-seeking diperoleh melalui kuesioner. Data tentang aktivitas metakognitif dan frekuensi help-seeking juga diperoleh melalui kuesioner setelah responden diberikan tugas problem solving. Adapun data hasil pembelajaran didapat dari nilai hasil pekerjaan problem solving. Kedua data yang diperoleh melalui kuesioner memberikan hasil yang sangat beragam, oleh karena itu dilakukan proses klasterisasi untuk mengetahui tipe kecenderungannya. Korelasi data persepsi help-seeking dengan aktivitas metakognitif dan frekuensi help-seeking dapat diketahui dengan cara menghubungkan kedua data tersebut pada setiap responden. Hal ini juga dilakukan pada pasca intervensi, sehingga perubahan signifikan setelah diberikan intervensi dapat diketahui. Korelasi antara persepsi help-seeking dengan aktivitas metakognitif dan frekuensi help-seeking didapatkan dengan mengetahui hubungan masing-masing tipenya. Tipe persepsi help-seeking instrumental dan perceived benefit berkorelasi positif dengan aktivitas metakognitif individu maupun kelompok dan sebaliknya tipe persepsi help-seeking avoidance dan executive berkorelasi negatif. Dari semua tipe persepsi help-seeking hanya memberikan sedikit perubahan pada frekuensi non-human help-seeking dan tidak memberikan perubahan pada frekuensi human help-seeking. Namun setelah diberikan perlakuan intervensi, terjadi perubahan signifikan pada metakognitif individu dan kelompok maupun frekuensi non-human help-seeking tetapi tidak terjadi pada human help-seeking. Model matematis mengenai input berupa persepsi dan output berupa aktivitas metakognitif dan frekuensi help-seeking, dapat memberikan gambaran tentang korelasi persepsi help-seeking terhadap aktivitas metakognitif dan frekuensi help-seeking pada pra intervensi maupun pasca intervensi sehingga pemodelan tersebut dapat menjadi perangkat estimasi aktivitas metakognitif berdasarkan persepsi help-seeking. ......Online learning is an alternative learning because it is to meet educational needs which are constrained by distance and time efficiency reasons. In addition, collaborative learning has been increasingly developed since the emergence of the constructivism learning paradigm. Constructivism theory states that learning experiences and interpretations of previously acquired knowledge become in-depth knowledge constructs. Social constructivism theory states that learning occurs through social interaction which is then internalized. Based on these theories and forms of learning, online collaborative learning is an alternative learning model that continues to be developed by cultivating metacognitive awareness. Empirically learning by utilizing metacognitive aspects has been widely carried out in Indonesia, even the national curriculum has made metacognition one of the learning objectives. Students' metacognitive abilities are usually assessed during the learning process using think aloud or after learning using interviews or questionnaires. This study aims to estimate metacognitive abilities by assessing their activities using help-seeking perceptions prior to the learning process. Estimating activities require a model. This metacognitive model serves to estimate metacognitive abilities. Help-seeking needs are not only cognitive needs but also social needs to communicate and share in problem solving. Help-seeking activities usually depend on initial perception. The question is how the perception of help-seeking correlates with metacognitive activity. Then if students get certain treatment in learning, is it possible to increase help-seeking and metacognitive activities and learning outcomes. The extent to which additional treatment or metacognitive intervention in the learning process will increase the effectiveness of learning. This dissertation research aims to answer and provide an overview of the relationship between the two factors by comparing pre- and post-intervention so that this description can predict metacognitive activity and help-seeking frequency based on help-seeking perceptions. Therefore, metacognitive and help-seeking models are needed to fulfill these goals. Data on help-seeking perceptions were obtained through a questionnaire. Data on metacognitive activity and frequency of help-seeking were also obtained through questionnaires after the respondents were given problem solving assignments. The learning outcome data is obtained from the value of problem solving work results. The two data obtained through questionnaires gave very diverse results, therefore a clustering process was carried out to find out the type of trend. The correlation between help-seeking perception data and metacognitive activity and help-seeking frequency can be identified by correlating the two data for each respondent. This was also done post-intervention, so that significant changes after the intervention were given can be identified. The correlation between perceptions of help-seeking and metacognitive activity and frequency of help-seeking is obtained by knowing the relationship between each type. Types of perceptions of instrumental help-seeking and perceived benefits are positively correlated with individual and group metacognitive activities and conversely types of perceptions of help-seeking avoidance and executive are negatively correlated. Of all the types of help-seeking perception, it only gives a slight change in the non-human help-seeking frequency and does not give a change in the human help-seeking frequency. However, after being given the intervention treatment, significant changes in individual and group metacognitive as well as the frequency of non-human help-seeking did not occur in human help-seeking. The mathematical model regarding input in the form of perception and output in the form of metacognitive activity and help-seeking frequency, can provide an overview of the correlation of help-seeking perceptions of metacognitive activity and help-seeking frequency in pre-intervention and post-intervention so that the modeling can be an estimation tool for metacognitive activity based on help-seeking perception.
Depok: Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia, 2023
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ira Maryati
Abstrak :
Peran perpustakaan akademik dalam layanan pendukung penelitian (Research Support Services) telah menjadi isu global. Namun, peran tersebut belum dilakukan dengan baik oleh perpustakaan akademik di Indonesia; adopsinya masih rendah dibandingkan negara lain. Sistem informasi dapat mengatasi permasalahan tersebut melalui pengembangan model bisnis; menghasilkan perubahan proses bisnis yang diimplementasikan dalam prototipe perpustakaan digital layanan pendukung penelitian. Strategi implementasi yang tepat juga dibutuhkan untuk kesuksesan adopsi perubahan proses bisnis. Penelitian ini bertujuan untuk membuat model bisnis perpustakaan digital layanan pendukung penelitian dan implementasinya berupa sebuah prototipe. Tujuan lainnya adalah mengembangkan strategi implementasi untuk perubahan proses bisnis yang diusulkan. Penelitian ini menggunakan metode campuran (mixed-methods). Studi kualitatif melalui focus group disscussion (FGD) digunakan dalam membangun model bisnis yang diadopsi dari Business Model Canvas. Pengembangan prototipe menggunakan pendekatan object oriented dengan metode Rapid Application Development. Analisis usability secara kuantitatif dengan kuesioner system usability scale (SUS) digunakan untuk pengujian prototipe. Pengembangan strategi implementasi diperoleh dari wawancara dengan pakar dengan metode grounded theory method (GTM). Analisis data kualitatif menggunakan analisis konten dan analisis tematik. Penelitian menghasilkan model bisnis dengan sembilan faktor kunci yang unik sesuai karakteristik perpustakaan akademik di Indonesia. Model bisnis tersebut telah dilakukan pemodelan proses bisnisnya menggunakan Unified Modelling Language (UML) dan diimplementasikan dalam prototipe; dimana hal ini belum dilakukan pada penelitian sebelumnya. Strategi implementasi juga telah dirancang untuk kesuksesan adopsi perubahan proses bisnis yang diusulkan. Dibandingkan dengan penelitian terdahulu, pada penelitian ini muncul isu terkait kesadaran staf dan kerjasama antar unit. Hal ini berkaitan dengan karakteristik organisasi nonprofit perpustakaan akademik; dimana pada penelitian sebelumnya strategi dirancang berdasarkan studi kasus organisasi profit. Secara praktikal, hasil penelitian ini dapat digunakan untuk mengatasi keterbatasan pengembangan teknologi dan meningkatkan adopsi perubahan proses bisnis di perpustakaan akademik menuju layanan pendukung penelitian. Beberapa proses bisnis yang belum diimplementasikan karena berbagai keterbatasan penelitian berpeluang sebagai penelitian lanjutan untuk memperkuat penelitian ini. ......The role of academic libraries in Research Support Services has become a global issue. However, this role has not been carried out well by academic libraries in Indonesia; the adoption is low compared to other countries. Information systems can overcome these problems through the development of business models; produce business process changes that are implemented in a prototype digital library of research support services. The appropriate implementation strategy is also needed for the successful adoption of business process reengineering. This study aims to create a digital library business model for research support services and its implementation in the form of a prototype. Another objective is to develop an implementation strategy for the adoption of the proposed business process. This study uses a mixed method. Qualitative studies through focus group discussions (FGD) are used to build a business model adapted from the Business Model Canvas. The prototype development uses an object-oriented approach with the Rapid Application Development method. Quantitative usability analysis using a system usability scale (SUS) questionnaire was used for prototype testing. The development of the implementation strategy was obtained from interviews with experts using the grounded theory method (GTM). Qualitative data analysis used content analysis and thematic analysis. The research resulted in a business model with nine unique key factors according to the characteristics of academic libraries in Indonesia. The business model has been modeling its business processes using the Unified Modeling Language (UML) and implemented in a prototype; which has not been done in previous studies. The implementation strategy has also been designed for the successful adoption of the business process reengineering. Compared to previous research, this study raises issues related to staff awareness and collaboration between units. This relates to the characteristics of the non-profit organization of academic libraries; where in the previous study the strategy was designed based on a case study of profit organizations. Practically, the results of this research can be used to overcome the limitations of technology development and increase the adoption of business process reengineering in academic libraries towards research support services. Several business processes that have not been implemented due to various research limitations have the opportunity as further research to strengthen this research.
Depok: Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia, 2022
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ati Suci Dian Martha
Abstrak :
Pembelajaran daring merupakan hal umum dalam pendidikan di perguruan tinggi. Namun, faktor-faktor seperti regulasi diri (SRL) dan kelompok (CoRL) yang rendah dapat mempengaruhi keterlibatan kognitif dan motivasi pemelajar dalam kegiatan belajar daring. Dukungan eksternal berupa instruksional scaffolding (perancah) dalam domain metakognitif dan motivasi berperan penting dalam pembelajaran daring di tingkat perguruan tinggi. Solusi yang ditawarkan penelitian ini adalah agen pedagogis. Agen pedagogis dengan strategi pembelajaran perancah berpotensi meningkatkan hasil pembelajaran. Penelitian dilakukan menggunakan kerangka mixed-methods sekuensial eksplanatori. Partisipan penelitian ini merupakan pemelajar semester dua mata kuliah Design Thinking yang diselengarakan secara daring. Hasil pengujian menunjukkan, agen pedagogis memberikan peningkatan yang signifikan dengan pengaruh sedang terhadap keterampilan SRL dan CoRL. Hasil tersebut didukung dengan data LMS. Pemelajar merasa terbantu dengan kehadiran agen pedagogis. Mereka menilai kehadiran agen pedagogis memberikan petunjuk yang jelas, mendorong mempelajari kembali materi dan mengevaluasi jawaban, serta mendorong pemelajar terlibat dalam diskusi dan menghargai pendapat orang lain. Dapat disimpulkan bahwa penggunaan integrasi perancah metakognitif dan motivasi melalui agen pedagogis, menumbuhkan keterlibatan kognitif dan mengelola motivasi pemelajar. Agen pedagogis memainkan peran kunci dalam menyediakan bantuan untuk meningkatkan SRL dan CoRL pemelajar. Peningkatan SRL dan CoRL pemelajar mendorong keterlibatan kognitif dan motivasi, yang menghasilkan pemahaman yang lebih baik. ......Online learning is common in higher education. However, low self-regulation (SRL) and co-regulation (CoRL) can affect learners' cognitive engagement and motivation in online learning activities. Instructional scaffolding in the metacognitive and motivational domains plays an essential role in online learning at the higher education level. This research offers a pedagogical agent as a solution. Pedagogical agents with scaffolding strategies have the potential to improve learning outcomes. The study was conducted using an explanatory sequential mixed-methods. The participants are second-semester students of the Design Thinking course, which is held online. The results showed that the pedagogical agent significantly increased with a moderate effect on SRL and CoRL skills. LMS data support these results. Learners feel helped by the pedagogical agent's presence. They assessed that the pedagogical agent provided clear instructions, encouraged reviewing the material and evaluating answers, and encouraged learners to engage in discussion and respect the other's opinions. This study showed that metacognitive and motivational scaffolding integration through pedagogical agents fosters cognitive engagement and manages learner motivation. Pedagogical agents play a crucial role in assisting to improve learners' SRL and CoRL. An increase in the learner's SRL and CoRL promotes cognitive engagement and motivation, which results in better understanding.
Depok: Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia, 2021
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mubarik Ahmad
Abstrak :
Forum diskusi asinkron adalah salah satu media pembelajaran kolaboratif daring yang mampu mendorong pemikiran kritis, pertukaran gagasan, dan pembentukan pengetahuan. Analisis konten merupakan metode ilmiah yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi keterampilan berpikir kritis dari transkrip pada forum diskusi asinkron. Metode analisis konten konvensional membutuhkan tahapan pengodean manual yang membutuhkan banyak waktu dan tenaga. Hal ini dapat mengakibatkan pengajar terlambat dalam memberikan intervensi instruksional karena informasi keterampilan berpikir kritis tidak dapat diperoleh secara cepat. Penelitian ini mengacu pada kerangka kerja Community of Inquiry (CoI) di mana keterampilan berpikir kritis dioperasionalisasikan melalui empat level dalam kehadiran kognitif yaitu pemantik diskusi, eksplorasi, integrasi, dan resolusi. Tujuan penelitian adalah mengembangkan model klasifikasi berbasis machine learning yang mampu menganalisis secara otomatis kehadiran kognitif pada transkrip diskusi berbahasa Indonesia. Desain penelitian menggunakan metode campuran kuantitatif dan kualitatif. Data eksperimen berjumlah 1.200 pesan diskusi dari mata kuliah Aljabar Linear di lingkungan pembelajaran bauran. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kesiapan mahasiswa dalam mengelola pembelajaran dan lingkungan e-learning berpengaruh signifikan terhadap pengembangan kehadiran sosial dan kehadiran kognitif. Dataset level kehadiran kognitif pada transkrip diskusi asinkron dibangun dengan metode analisis konten yang reliabel kategori hampir sempurna (Cohen’s kappa = 0,88). Eksperimen pengembangan model analisis kehadiran kognitif menggunakan sepuluh basis algoritma yaitu XGBoost, Random Forest, Support Vector Machine, Logistic Regression, Naïve Bayes, Convolutional Neural Network (CNN), Long Short-Term Memory (LSTM), IndoBERT-base, IndoBERT-large dan XLM-RoBERTa. Model berbasis IndoBERT-large memiliki performa terbaik dengan akurasi sebesar 0,825. Prototipe sistem Cognipresa (cognitive presence analytics) telah dikembangkan untuk memfasilitasi pengajar dengan menganalisis kehadiran kognitif mahasiswa dalam diskusi secara otomatis. Evaluasi sistem menunjukkan hasil yang menjanjikan dari sisi usability dengan nilai System Usability Scale (SUS) sebesar 80,83. ......The asynchronous discussion forum serves as a collaborative online learning platform capable of stimulating critical thinking, exchanging ideas, and shaping knowledge. Content analysis is a scientific method that can be employed to identify critical thinking skills from transcripts in asynchronous discussion forums. Conventional content analysis methods entail manual encoding stages, which consume a significant amount of time and effort. This may lead to instructors being delayed in providing instructional interventions due to the inability to swiftly obtain information on critical thinking skills. This study references the Community of Inquiry (CoI) framework, where critical thinking skills are operationalized through four levels of cognitive presence: triggering event, exploration, integration, and resolution. The research's objective is to develop a machine learning-based classification model capable of automatically analyzing cognitive presence in Indonesian-language discussion transcripts. The research design incorporates both quantitative and qualitative methods. The experimental data consists of 1,200 discussion messages from the Linear Algebra course in a blended learning environment. The research findings indicate that students' preparedness in managing learning and e-learning environment significantly influences the development of social presence and cognitive presence. The dataset for cognitive presence at the transcript of asynchronous discussions was constructed using a content analysis method with a reliably almost perfect category (Cohen’s kappa = 0.88). An experimental development of the cognitive presence analysis model was conducted using ten algorithmic bases, namely XGBoost, Random Forest, Support Vector Machine, Logistic Regression, Naïve Bayes, Convolutional Neural Network (CNN), Long Short-Term Memory (LSTM), IndoBERT-base, IndoBERT-large, and XLM- RoBERTa. The IndoBERT-large-based model demonstrated the best performance with an accuracy of 0.825. A prototype system called Cognipresa (cognitive presence analytics) has been developed to facilitate educators in automatically analyzing students' cognitive presence in discussions. The system evaluation indicates promising results in terms of usability, with a System Usability Scale (SUS) score of 80.83.
Depok: Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia, 2022
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Berliyanto
Abstrak :
Skenario pemanfaatan massive open online course (MOOC) pada pendidikan tinggi bisa berbeda antara satu institusi dengan institusi yang lain. Setiap skenario memiliki kebutuhan sistem untuk MOOC platform yang berbeda. Salah satu resiko yang dihadapi pada proses analisis kebutuhan sistem adalah requirement identity, yaitu kebutuhan sistem yang dihasilkan belum lengkap atau tidak memenuhi kebutuhan pengguna. Hal tersebut merupakan sebuah masalah yang dapat diatasi jika prosesnya dilakukan dengan automasi. Sebuah kerangka kerja yang mendeskripsikan komponen dari MOOC diperlukan sebagai dasar teori untuk membangun sistem tersebut. Di sisi lain, belum ada kerangka kerja yang secara spesifik digunakan untuk pengembangan MOOC platform. Fokus permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana membangun kerangka kerja untuk membantu proses identifikasi kebutuhan MOOC platform dengan berbagai jenis skenario penggunaan di pendidikan tinggi. Terdapat tiga pertanyaan yang terjawab oleh penelitian ini. Pertama, apa saja komponen penyusun kerangka kerja untuk MOOC? Kedua, bagaimana antarkomponen tersebut saling terkait dan membentuk kerangka kerja MOOC? Ketiga, sejauh mana kerangka kerja yang dihasilkan dapat membantu identifikasi kebutuhan MOOC platform untuk berbagai skenario penggunaan di tingkat pendidikan tinggi? Analisis terhadap 150 artikel MOOC dilakukan dengan data text mining untuk mengidentifikasi komponen kerangka kerja. Selain itu, analisis kualitatif dengan metode grounded theory juga dilakukan terhadap hasil survei kepada para praktisi dan hasil observasi pada penyedia MOOC lokal. Hubungan antarkomponen kemudian diidentifikasi dengan principal component analysis. Penilaian oleh delapan orang pakar dilakukan sebagai bentuk validasinya. Sebuah instrumen untuk mengidentifikasi kebutuhan MOOC platform kemudian dibuat berdasarkan kerangka kerja tersebut. Pada tahap akhir penelitian dikembangkan sebuah MOOC platform untuk memastikan kebutuhan sistem yang dihasilkan oleh instrumen tersebut adalah valid. Unit testing terhadap purwarupa platform dilakukan dengan teknik white-box testing. Usability dari platform juga diukur dengan system usability scale (SUS). Hasil penelitian ini adalah kerangka kerja MOOC dengan 11 komponen, yaitu: course, institution, learner, instructor, interaction, learning evaluation, application software, supporting technology, quality assurance, business, dan management. Purwarupa toolkit untuk mengidentifikasi kebutuhan sistem MOOC platform juga dihasilkan sebagai bentuk implementasi kerangka kerja. Terakhir, purwarupa MOOC platform dikembangkan untuk memastikan kebutuhan sistem yang dihasilkan dari kerangka kerja siap untuk diimplementasikan. ......In the higher education context, the scenario of using massive open online course (MOOC) can differ from one institution to another. Each scenario has different system requirements for the MOOC platform. The system requirement analysis itself is a complex process that require a lot of time and resources. Difficulties in MOOC platform requirement analysis can be resolved if the process is done with automation. A framework that describe MOOC platform components is needed as a theoretical foundation for building the automation system. On the other hand, the framework designed explicitly for MOOC platform development does not exist yet, or if not, is still limited. The problem addressed in this research is how to develop a framework to identify system requirements for various MOOC platform usage scenarios in higher education. Three research questions answered by this study. First, what are the components of the MOOC framework? Second, how do these components relate to each other and form a MOOC framework? Third, to what extent can the framework help develop the MOOC platform for various usage scenarios in higher education? Textual analysis with data text mining is carried out on 150 MOOC articles from various reputable journals to identify the framework components. In addition, this study qualitatively analyzed the results of a survey of practitioners and observations of local MOOC providers in Indonesia using the grounded theory methodology. The relationships between components are then identified using principal component analysis (PCA). Eight experts are involved in validating the framework. An instrument or toolkit to identify the MOOC platform requirements adaptively according to higher education institutions' conditions is then designed from the proposed framework. At the end of the study, a MOOC platform prototype is developed based on the system requirements generated by the toolkit. The white-box testing method is performed to validate its functionality. The usability of the platform is also measured by the system usability scale (SUS). The results of this research are the MOOC framework, toolkit, and platform prototype. Eleven MOOC components obtained, namely: course, institution, learner, instructor, interaction, learning evaluation, application software, supporting technology, quality assurance, business, and management. A toolkit prototype is developed as the framework implementation. Lastly, a fully functional MOOC platform prototype with a SUS score of 76.07 is also developed.
Depok: Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia, 2021
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library