Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 21 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Jane Patricia Lee
"Di Indonesia, dunia kerja modern saat ini sedang mengalami perubahan transformative dengan anggota Generasi Z (juga dikenal sebagai Gen Z, yakni generasi yang lahir antara tahun 1997 hingga 2012) mulai mendominasi ranah profesional. Akan tetapi, apa yang diketahui tentang kelompok ini masih sangatlah sedikit, sehingga seringkali muncul pandangan dan stereotipe yang seringkali menggambarkan Gen Z sebagai profesional muda yang tidak loyal, lemah, dan kurang termotivasi. Hal ini konsisten pula dengan tingkat turnover mereka yang jauh lebih banyak daripada generasi sebelumnya. Berdasarkan hipotesis bahwa kepuasan kerja yang lebih tinggi berkorelasi dengan niat untuk keluar yang lebih rendah, penelitian ini bertujuan untuk menyelidiki lebih lanjut apakah tuduhan terhadap Gen Z ini benar dengan mengeksplorasi hubungan kompleks antara kepuasan kerja dan niat untuk keluar di kalangan profesional Gen Z di Jakarta. Mengadopsi pendekatan kuantitatif, data dikumpulkan dari 103 profesional Gen Z di Jakarta dengan berbagai jenis kelamin, masa kerja, dan tingkat pekerjaan, melalui kombinasi sampling purposive dan snowball. Hasil penelitian mengungkapkan lima temuan utama. Pertama, ditemukan adanya korelasi negatif yang signifikan, meskipun lemah (-0,270), antara niat untuk keluar dan kepuasan kerja. Korelasi lemah ini berasal dari tiga faktor utama yang berakar pada pemahaman terhadap karakteristik mendasar Gen Z dan kondisi pasar tenaga kerja yang berbeda saat mereka memasuki dunia kerja. Kedua, meskipun kepuasan kerja memengaruhi niat mereka untuk keluar, dimensi pekerjaan itu sendiri ditemukan memiliki korelasi terkuat dengan niat untuk keluar (pada -0,403), diikuti oleh supervisi (-0,154), kemudian gaji, rekan kerja, dan promosi secara berurutan. Namun, korelasi antara tiga dimensi terakhir ditemukan tidak signifikan secara statistik dengan nilai Chi-Square sebesar >0,05. Hal ini menunjukkan adanya tren konsisten yang mengarah pada makna kerja yang bersifat semakin ekspresif, yang mana Gen Z memaknai pekerjaan sebagai bagian sentral dari hidup mereka, terutama dengan konteks keadaan di Jakarta. Ketiga, gender ditemukan memiliki pengaruh signifikan terhadap korelasi ini dengan laki-laki memiliki korelasi yang lebih kuat (-0,414) dibandingkan perempuan (-0,170). Perbedaan signifikan ini menunjukkan bahwa laki-laki Gen Z lebih cenderung untuk meninggalkan pekerjaannya berdasarkan ketidakpuasan terhadap pekerjaan. Hal ini mengungkapkan bagaimana peran gender tradisional masih berpengaruh di antara kalangan Gen Z, terutama dalam hal merencanakan karier jangka panjang mereka. Keempat, tingkat pekerjaan juga memengaruhi korelasi ini, meskipun tidak sekuat pengaruh gender; tingkat entry-level ditemukan memiliki korelasi yang lebih kuat (-0,294) dibandingkan tingkat menengah hingga senior (-0,151), yang menunjukkan adanya pergeseran dalam tingkat sentralitas pekerjaan dalam kehidupan. Terakhir, penelitian ini mengungkapkan bahwa masa kerja tidak memengaruhi korelasi secara signifikan, menghadirkan kasus replikasi.

In Indonesia, the modern-day workforce is witnessing a transformative disruption as members of Generation Z (otherwise known as Gen Z, the generation born between 1997 to 2012) are starting to dominate the professional sphere. As little is still known about this new cohort, there has been an ongoing notion surrounding Gen Z, often stereotyping these young professionals as disloyal, weak, and unmotivated, due to the significant increase of turnover rate in their generation. Grounded in the hypothesis that higher work satisfaction correlates to lower turnover intention, this research intends to further investigate whether these allegations made against Gen Z are true by exploring the complex correlation between work satisfaction and turnover intention among Gen Z corporate professionals in Jakarta. Adopting a quantitative approach, data was collected from 103 Gen Z corporate professionals in Jakarta, with different genders, tenure, and job levels, through a combination of purposive and snowball sampling. Findings revealed five key takeaways. Firstly, it was found that there is a significant, albeit weak (-0.270), negative correlation between turnover intention and work satisfaction. This weak correlation stems from three key factors rooted in understanding Gen Z’s fundamental characteristics and the distinct labour market conditions during their entry to the workforce. Second, while work satisfaction influences their turnover intention, the work itself was found to be the dimension with the strongest the correlation with turnover intention (at -0.403), followed by the supervision (-0.154), and then, pay, co-workers, and promotion, in order. However, the correlation between the three weakest dimensions was found to be statistically insignificant with a Chi-Square value >0.05. This indicates a consistent trend geared towards a more expressive meaning to work, where Gen Z approaches work to be closely at the centre of their lives due to the circumstances of living in Jakarta. Third, gender was studied to have significantly affected the correlation, with men having a stronger correlation (-0.414) than women (-0.170). The significant discrepancies show that Gen Z men are more inclined to leave their job based on unsatisfactory work, which further to reveals how traditional gender roles still influences even Gen Z today shaping long-term career planning and. Fourth, different job level also effects the correlation, although not as far as gender; entry-levels were found to have a stronger correlation (-0.294) compared to mid-to-senior-levels (-0.151), suggesting perhaps a shift in the state of centrality of work in life. Lastly, this study revealed that tenure does not significantly affect the correlation, presenting a replication case. "
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2025
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Himawan Riswanda
"ABSTRAK
Skripsi ini bertujuan untuk menjelaskan peran jaringan sosial dalam komunitas Gamelan sebagai strategi upgrading industri kreatif pengembang game lokal di Provinsi Yogyakarta menuju rantai nilai global. Kajian mengenai strategi upgrading industri terdahulu menyatakan bahwa sebuah industri melakukan strategi dengan pengelolaan organisasi internal industri, peningkatan keterampilan pekerja, peran institusi negara serta jaringan bisnis dengan analisis yang terpisah. Berbeda dengan studi sebelumnya, skripsi ini berargumen bahwa strategi yang dilakukan oleh industri pengembang game lokal di Yogyakarta untuk melakukan upgrading adalah melalui peran jaringan sosial para pelaku industri game yang terjalin melalui Komunitas Gamelan, yakni dengan penekanan kerjasama antar aktor sehingga terbentuk struktur sosial dan inovasi dalam iklim industri game yang mampu mendorong perusahaan untuk melakukan upgrading. Kajian ini menggunakan kerangka teori jaringan sosial oleh Granovetter dengan konteks dimensi upgrading dalam rantai nilai global oleh Gereffi. Metode yang digunakan adalah pendekatan kualitatif dan Social Network Analysis (SNA) dengan studi kasus komunitas Gamelan di Yogyakarta. Temuan dalam penelitian ini adalah jaringan sosial dalam Komunitas Gamelan adalah kuat berdasarkan hasil Social Network Analysis. Hal tersebut ditunjukkan melalui tiga aktor kunci yang menduduki posisi weak ties dan structural holes secara bersamaan dengan internalisasi nilai pasedhuluran yang kuat. Melalui jaringan sosial tersebut anggota Komunitas Gamelan mampu berpartisipasi menuju Rantai Nilai Global pada tingkat entry the value chain.

ABSTRACT
This thesis aims to explain the role of social networks in the Gamelan Community as a strategy for upgrading the creative industry of local game developers in Yogyakarta Province towards the global value chain. The previous studies of industry upgrading strategies states that an industry carries out strategies with the management of the industry's internal organization, improvement of workers' skills, the role of state institutions and business networks with a separate analysis. Different with the previous studies, this thesis argues that the strategy undertaken by the local game developer industry in Yogyakarta to carry out upgrading is through the role of social networks of the game industry actors who are intertwined through the Gamelan Community, namely by emphasizing cooperation between actors so that social structures and innovation are formed in game industry climate that is able to encourage companies to upgrade. This study uses the social network theory framework by Granovetter with the context of the upgrading dimension in the global value chain by Gereffi. The methods used is a qualitative approach and Social Network Analysis (SNA) with a case study of the Gamelan community in Yogyakarta. The findings in this study are the social networks in the Gamelan Community are strong based on the results of the Social Network Analysis. This is demonstrated by three key actors who occupy the weak ties and structural holes positions simultaneously with the internalization of a strong value of Pasedhuluran. Through this social network Gamelan Community members are able to participate towards the Global Value Chain at the entry-value chain level."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dyandra Kirana
"Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan perilaku merokok perempuan yang bekerja di sektor formal, dengan mempertimbangkan stigma negatif terhadap perokok perempuan dan regulasi ketat di perusahaan sektor formal. Fokus penelitian ini adalah perilaku merokok pekerja perempuan di sektor formal. Hal ini didasarkan pada studi sebelumnya yang menyatakan bahwa perokok perempuan menghadapi adanya suatu stigma negatif terhadap perilaku merokoknya dan menghadapi suatu emotional labor dibandingkan laki-laki. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif melalui wawancara mendalam dan observasi terhadap perokok perempuan yang bekerja di sektor formal, serta observasi terhadap lokasi merokok dan implementasi aturan di lingkungan kerja. Data yang terkumpul dianalisis menggunakan konsep perilaku merokok, seperti faktor pendorong perilaku merokok, dimensi perilaku merokok, dan tipologi merokok. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelima informan menghadapi stigma negatif sebagai perokok perempuan dan diskriminasi dalam lingkungan kerja. Selain itu, perilaku merokok informan dipengaruhi oleh lingkungan kerja, teman, keluarga, dan tekanan emosional. Meskipun demikian, di lingkungan kerja, durasi, frekuensi, dan intensitas merokok mereka lebih sedikit karena adanya aturan khusus dan penilaian masyarakat terhadap perilakunya. Tipologi perilaku merokok pekerja perempuan juga bervariasi dan tidak bersifat mutually exclusive, sehingga perilaku tersebut dapat memiliki karakteristik yang tumpang tindih dan dapat berubah tergantung pada konteks dan situasi.

This research aims to explain the smoking behavior of women who work in the formal sector, taking into account the negative stigma towards female smokers and strict regulations in formal sector companies. The focus of this research is the smoking behavior of female workers in the formal sector. This is based on previous studies which stated that female smokers face a negative stigma regarding their smoking behavior and face emotional labor compared to men. This research uses a qualitative approach through in-depth interviews and observations of female smokers who work in the formal sector, as well as observations of smoking locations and implementation of rules in the work environment. The collected data was analyzed using smoking behavior concepts, such as factors driving smoking behavior, dimensions of smoking behavior, and smoking typology. The research results showed that the five informants faced negative stigma as female smokers and discrimination in the work environment. Apart from that, the informant's smoking behavior was influenced by the work environment, friends, family and emotional pressure. However, in the work environment, the duration, frequency and intensity of their smoking is less because of special rules and society's assessment of their behavior. The typology of female workers' smoking behavior also varies and is not mutually exclusive, so that this behavior can have overlapping characteristics and can change depending on the context and situation."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gian Riyanto
"Peningkatan angka partisipasi pendidikan tinggi di Indonesia masih belum diterima oleh kelompok sosial ekonomi rendah. Kondisi ini mendorong elemen masyarakat sipil melakukan gerakan pendidikan untuk memberikan akses kelompok sosial ekonomi rendah ke pendidikan tinggi. Salah satu elemen masyarakat sipil yang mampu melakukan gerakan pendidikan adalah paguyuban Satu Ikatan Mahasiswa Tegal Bersaudara (Sintesa). Studi-studi sebelumnya menunjukkan bahwa elemen masyarakat sipil mampu melakukan gerakan akhir pendidikan, tetapi masih belum menjelaskan apa dan bagaimana mobilisasi sumber daya yang digunakan dalam gerakan tersebut. Penelitian ini menjelaskan sumber daya apa saja yang digunakan serta bagaimana sumber daya tersebut dimobilisasi. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, menggunakan metode wawancara, observasi dan studi pustaka untuk mendapatkan data. Hasil dari penelitian ini membahas gerakan mobilitas yang dilakukan oleh Sintesa lebih banyak memikirkan hubungan agregasi. Kemudian, hasil gerakan ini juga memiliki peningkatan baik dalam peningkatan akses ke pendidikan tinggi bagi para peserta yang diintervensi.

Higher education participation rates in Indonesia are still not accepted by low socioeconomic groups. This condition encourages elements of civil society to carry out educational movements to provide access to low socioeconomic groups to higher education. One element of civil society that is able to carry out an educational movement is the Tegal Brothers Association (Sintesa). Previous studies have shown that elements of civil society are able to carry out the final movement of education, but still do not explain what and how the mobilization of resources used in the movement. This research explains what resources are used and how these resources are mobilized. This study uses qualitative methods, using interviews, observation and literature study to get data. The results of this study discuss the mobility movement carried out by Sintesa more concerned with the relationship of aggregation. Then, the results of this movement also had a good increase in access to higher education for the intervened participants.

"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Luh Indira Padmadewi
"ABSTRACT
Studi ini membahas tentang strategi pelaku usaha sektor informal, seperti pekerja ojek konvensional, sebagai representasi kelas prekariat dalam menghadapi ketidakamanan dan kerentanan pekerjaan mereka. Ketidakamanan dan kerentanan kerja menjadikan para pekerja sektor informal masuk ke dalam golongan prekariat. Studi-studi sebelumnya hanya melihat pentingnya intervensi keterlibatan pihak eksternal, seperti melalui program pemberdayaan dan regulasi pemerintah dalam mempertahankan keberlangsungan kerja para pelaku usaha sektor informal. Studi-studi tersebut mengabaikan bahwa pelaku sektor informal memiliki kapasitas untuk bernegosiasi dan menciptakan strategi internal mereka sendiri untuk mempertahakan keberlangsungan kerja mereka. Dalam hal ini, penulis berargumen bahwa pemanfaatan jaringan sosial dan model penguasaan ruang menjadi alternatif strategi bertahan yang dapat dilakukan oleh kelompok usaha sektor informal dalam mempertahankan keberlangsungan pekerjaan mereka. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Jenis penelitian ini termasuk ke dalam penelitian deskriptif. Peneliti mendeskripsikan strategi bertahan melalui pemanfaatan klaim atas ruang dan relasi jaringan sosial yang dilakukan oleh pelaku sektor informal, seperti pelaku usaha ojek konvensional dalam mempertahankan keberlangsungan usaha mereka. Subjek penelitian ini adalah kelompok ojek konvensional Lubang Buaya.

ABSTRACT
This study deals with informal sector business actors, such as conventional motorcycle taxi drivers, as a representation of the precariat group in dealing with the insecurity and vulnerability of their work. Both of these, Insecurity and work vulnerability, are two of the reasons why informal sector workers belong to the precarious group. Previous studies have only seen the importance of external stakeholder engagement interventions, through empowerment programs, government regulation in maintaining the sustainability of informal sector workers, and etc. But neglecting that informal sector actors have the capacity to negotiate and create their own internal strategies to sustain their work. In this study, the authors argue that the use of social networks and the model of mastery of space is an alternative survival strategy that can be used by informal sector business groups to sustain the sustainability of their wor. This research uses a qualitative approach with this type of research included into descriptive research. Researchers describe defensive strategies through the utilization of claims to space and social network relations conducted by informal sector actors, such as conventional motorcycle taxi drivers in maintaining their business continuity.Keywords precariat, social network, space control, defensive strategy, informal sector business group, conventional motorcycle taxi
"
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Brian Azeri
"Skripsi ini membahas mengenai ketenagakerjaan dari professional gamer dalam industri Electronic sports eSports di Indonesia. Keberadaan New media di era kapitalisme informasi telah menciptakan komodifikasi kegiatan berbasis leisure menjadi bentuk ndash; bentuk kerja. Salah satu contoh diantaranya adalah berkembang pesatnya industri eSports, yaitu industri hiburan kompetitif yang berbasis pada permainan daring. Industri ini memunculkan lsquo;okupasi rsquo; baru dalam masyarakat yaitu Professional Gamer, atau seseorang yang mendapatkan penghasilan dari keahliannya berkompetisi di eSports. Studi ndash; studi sebelumnya terkait professional gamer dan eSports, terbagi menjadi dua perspektif, yaitu yang memiliki perspektif konflik-eksploitatif dan positif-aktualisasi diri. Peneliti lebih condong kepada perspektif konflik, yang melihat adanya eksploitasi yang dirasakan oleh Professional Gamer, namun studi ndash; studi sebelumnya memiliki beberapa batasan; 1 konteks penelitian di negara maju dengan industri eSports yang sudah mapan, 2 terlalu berfokus pada perdebatan teoritis tanpa melihat kondisi empiris, 3 tidak melihat aspek regulasi dan legal-formal terkait ketenagakerjaan professional gamer dalam industri eSports. Berdasarkan hal tersebut, peneliti berargumen bahwa professional gamer di Indonesia memiliki kondisi yang sangat rentan sebagai tenaga kerja, hal ini karena tidak adanya regulasi sama sekali dan aspek eksploitatif dalam kaburnya kegiatan lsquo;leisure rsquo; dan lsquo;bekerja rsquo; sebagai playbour. Studi ini merupakan studi terhadap pro gamer yang berkompetisi dalam turnamen League of Legends Garuda Series LGS sebagai pelopor eSports di Indonesia. Metode dalam penelitian ini adalah kualitatif dengan pengumpulan data melalui wawancara mendalam dengan aktor ndash; aktor yang terlibat di dalam LGS dan studi dokumen.

This thesis discusses about the labour of professional gamer in Electronic Sports eSports industry in Indonesia. The context of New Media in Informational Capitalism has created commodification leisure activities into type of work. One of the example is the expanding industry of eSports, which competitive entartainment industry based by online games. This industri created new occupation in society, which is professional gamer, or someone who get paid by his ability to compete in eSports. Recent studies about professional gamer and eSports, divided by two perspectives, conflict exploitative and positive self actualisation. Researcher supports conflict perspective, which argue that professional gamer is exploited, but recent studies have few limitations 1 the context in developed countries with good industry, 2 too focused on theoritical debates without examining the empirical evident, 3 not examining regulation and legal formal about labour of professional gamer in eSports. From that, researcher argues that professional gamer in Indonesia is in really precarious condition as labour, this because there are no regulation and the exploitative aspect of the blurring activity between leisure and work as playbour. This thesis research about professional gamer that compete in League of Legends Garuda Series LGS tournament. The method in this thesis is qualitative with data collection with indepth interview from actors within LGS."
Depok: Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Farhanah Aleyda Giri
"Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis bagaimana gerakan sosial anak muda yang bernama Green Welfare Indonesia memanfaatkan media sosial dan sumber daya yang tersedia untuk mencapai tujuannya. Studi terdahulu fokus pada kehadiran internet terutama media sosial bagi anak muda dalam mengekspresikan suaranya melalui media sosial yang menjadi arena baru bagi gerakan sosial, seperti gerakan Fridays for Future. Namun, terdapat studi terdahulu yang berfokus pada lemahnya gerakan sosial yang didukung oleh internet karena partisipasi dari gerakan sosial tersebut dinilai lemah dan tidak cukup merepresentasikan perjuangan gerakan dalam mengatasi isu tertentu. Peneliti berargumen bahwa arena digital sebagai arena baru bagi anak muda dalam menyuarakan suaranya dapat menciptakan perbedaan dalam memanfaatkan kekuatan media sosial dan cara anak muda dalam memobilisasi sumber daya. Hasil penelitian ini melihat bahwa para aktor Green Welfare Indonesia memiliki berbagai platform media sosial yang dimanfaatkan dengan strategi tertentu. Hasil selanjutnya menunjukkan bahwa Green Welfare Indonesia dapat mencari serta memobilisasi sumber daya dengan baik sehingga membantu gerakan untuk mencapai tujuannya. Adapun hasil ini terefleksi dari kanal media sosial dan program kerja yang dibuat. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan metode pengambilan data wawancara mendalam dan observasi digital terhadap konten-konten media sosial dari Green Welfare Indonesia.

This research aimed to analyze how a youth social movement called Green Welfare Indonesia utilized social media and resources to achieve their objectives. Prior studies focused on the existence of the internet, especially social media that is being utilized by youth to express their concern in social media, such as Fridays for Future. Prior study also focused on the weakness of social movement that plays a role in the digital arena due to lack of participation and effort to solve the issue that is carried by the movement. This research argues that the digital arena as a new arena for youth can create a difference in utilizing social media power and how youth mobilize resources that exist. The result of this research is that actors from Green Welfare Indonesia are able to search and mobilize resources. The results are reflected in both social media and events that they held. This research is using qualitative methods with in-depth interviews and digital observation of Green Welfare Indonesia’s Instagram content to collect data."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rafly Caesario
"Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan work life balance dalam penerapan sistem hybrid working yang berdampak pada peran ganda pekerja perempuan. Studi-studi terdahulu belum membahas kasus pekerja perempuan berperan ganda, sebagai pekerja formal dan ibu rumah tangga,  aspek fleksibilitas waktu kerja dalam hybrid working, serta peran ganda pekerja perempuan sebagai dampak dari work life balance dalam hybrid working. Pada penelitian ini menemukan fleksibilitas ruang kerja dan waktu kerja dalam sistem hybrid working yang mendorong pekerja perempuan mencapai work life balance. Selain itu, penelitian ini menemukan dampak work life balance terhadap peran ganda, yaitu di satu sisi pekerja perempuan dapat dimungkinkan untuk mengatur peran gandanya tetapi di sisi lain terjadi kecenderungan memperkuat atau memperkokoh peran-peran domestik (konservatif) perempuan pekerja dalam rumah tangga sehingga membuat beban pekerja perempuan semakin besar. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan teknik penelitian berupa wawancara mendalam. Subjek pada penelitian ini adalah para pekerja perempuan yang telah berkeluarga dan memiliki support system di dalam keluarga, seperti suami, anak, ART, serta orang tua.

This study aims to explain work life balance in the implementation of a hybrid working system which has an impact on the dual roles of female workers. Previous studies have not discussed the case of women workers having dual roles, as formal workers and housewives, aspects of work time flexibility in hybrid working, and the dual role of women workers as a result of work life balance in hybrid working. In this study found the flexibility of work space and working time in a hybrid working system that encourages female workers to achieve work life balance. In addition, this study found the impact of work life balance on multiple roles, namely on the one hand female workers can be enabled to manage their dual roles but on the other hand there is a tendency to strengthen or strengthen women's domestic (conservative) roles in the household so as to make the burden on female workers even greater. This study uses a qualitative approach with research techniques in the form of in-depth interviews. The subjects in this study were female workers who are married and have a support system within the family, such as husbands, children, household members, and parents."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adhisty Prahastiwi Basuki
"Penelitian ini memiliki tujuan untuk menjelaskan pengaruh dukungan sosial terhadap work-life balance pada Generasi Z yang bekerja di startup e-commerce. Studi-studi terdahulu menjelaskan work-life balance cenderung berfokus pada pekerja yang berasal dari Generasi Milenial dan individu perempuan yang telah berkeluarga. Akan tetapi, penelitian yang menjelaskan hubungan antara work-life balance dengan dukungan sosial pada level individu yang berasal dari Generasi Z menjadi hal baru dalam penelitian ini. Saat ini, Generasi Z merupakan generasi yang mulai banyak memasuki dunia kerja dan permasalahan akan keseimbangan kehidupan kerja merupakan aspek penting bagi kesejahteraan pekerja itu sendiri. Selain itu, adanya perkembangan ekonomi pasar digital yang membentuk pekerjaan baru, juga telah memunculkan persaingan dalam kehidupan kerja. Karena hal tersebut, Generasi Z mengalami permasalahan terkait dengan kesehatan mental karena tidak dirasakannya work-life balance akibat budaya kerja yang mereka jalani dalam hidupnya. Penelitian ini memiliki hipotesis bahwa terwujudnya work-life balance dalam kehidupan pekerja dipengaruhi oleh tingginya dukungan sosial yang diberikan keluarga, teman, hingga institusi/perusahaan kepada individu. Metode dalam penelitian ini adalah metode penelitian kuantitatif guna mengukur tingkat dukungan sosial terhadap tingkat work-life balance Generasi Z yang bekerja di startup e-commerce saat ini. Hasil penelitian menemukan bahwa terdapat hubungan signifikan antara dukungan sosial dengan work-life balance pekerja startup e-commerce wilayah DKI Jakarta. Namun, salah satu dimensi dukungan sosial yaitu dukungan informasi tidak terlalu berpengaruh terhadap terwujudnya work-life balance. Di lain sisi, sumber dukungan perusahaan menjadi sumber dukungan paling penting bagi terciptanya work-life balance pekerja dengan memberikan hasil yang signifikan.

This study aims to explain the effect of social support on work-life balance in Generation Z working in startup e-commerce. Previous studies explain that work-life balance tends to focus on workers from the Millennial Generation and individual women who have families. However, research that describes the relationship between work-life balance and social support at the individual level from Generation Z is new in this research. Currently, Generation Z is the generation that is starting to enter the world of work, and the issue of work-life balance is an essential aspect of the welfare of the workers themselves. In addition, developing the digital market economy that forms new jobs has also created competition in work life. Because of this, Generation Z experiences problems related to mental health because they do not feel a work-life balance due to the work culture they lead in their lives. This study hypothesizes that the realization of work-life balance in workers' lives is influenced by the high social support provided by family, friends, institutions/companies to individuals. The research method used in this study is quantitative to measure the social support level to the work-life balance of Generation Z working in startup e-commerce. The study found a significant relationship between social support and work-life balance among workers startup e-commerce DKI Jakarta area. However, one dimension of social support, namely information support, is the only one that not affects the realization of work-life balance. On the other hand, the company's source of support is the most critical for creating a work-life balance for workers with significant results."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jeshica Harlim
"Merebak nya ekonomi digital yang berlangsung bersamaan dengan pandemic COVID-19, memicu ancaman job insecurity di kalangan para pekerja swasta. Penelitian sebelumnya yang menjelaskan terkait tentang job insecurity mengaitkan itu dengan komitmen kerja, struktur organisasi, partisipasi pekerja, turnover, serta perilaku pekerja tersebut. Studi-studi sebelumnya, lebih banyak melihat job insecurity secara objective. Studi terdahulu dengan metode kuantitatif dan membahas job insecurity, lebih banyak menggunakan indikator objective job insecurity. Maka dari itu, penelitian ini ingin mencoba untuk melihat job insecurity secara subjective atau perceived pada pekerja perusahaan swasta dikaitkan dengan kohesi sosial pekerja dengan kelompok, team ataupun divisi tempatnya bekerja. Kohesi sosial dipercaya dapat menjembatani job insecurity yang dirasakan pekerja karena pekerja merasa ada dukungan dari lingkungan sekitar. Oleh karena itu, studi ini membahas hubungan antara tingkat kohesi sosial dengan tingkat perceived job insecurity. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif, yang dilakukan dengan menyebar kuesioner pada media sosial. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara tingkat kohesi sosial dengan tingkat perceived job insecurity pada pekerja di perusahaan swasta.

The spread of the digital economy which took place simultaneously with the COVID-19 pandemic, triggered the threat of job insecurity among private workers. Previous research describing job insecurity related to work commitment, organizational structure, employee participation, turnover, and employee behaviour. Previous studies, more looking at job insecurity objectively. Previous studies using quantitative methods and discussed job insecurity, used more objective job insecurity indicators. Therefore, this study wants to try to see whether job insecurity is subjective or perceived in private company workers associated with the social cohesion of workers with the group, team or division where they work. Social cohesion is believed to bridge the job insecurity felt by workers because workers feel there is support from the surrounding environment. Therefore, this study discusses the relationship between the level of social cohesion and the level of perceived job insecurity. The approach used in this research is a quantitative approach, which is done by distributing questionnaires on social media. The results showed that there was a relationship between the level of social cohesion and the level of perceived job insecurity in workers in private companies."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>