Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 6 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nissia Ananda
Abstrak :
Latar Belakang: Berkembangnya populasi lansia secara global termasuk di Indonesia tidak diikuti dengan kualitas hidup yang baik, yang salah satu penyebabnya adalah penyakit. Osteoporosis adalah salah satu penyakit dengan usia lanjut sebagai faktor risikonya. Deteksi awal osteoporosis antara lain dapat dilakukan melalui pengukuran tebal tulang kortikal mandibula pada radiograf panoramik. Tujuan: Mencari nilai rata-rata lebar/tebalnya tulang kortikal mandibula pada individu yang berisiko mengalami osteoporosis dengan rentang usia 40-80 tahun tanpa membedakan wanita dan pria. Metode: Sampel penelitian adalah radiograf panoramik yang berjumlah 89 dengan usia 40-80 tahun. Pengukuran tebal tulang kortikal mandibula dilakukan pada regio sekitar foramen mental kiri dan kanan. Hasil: Nilai rata-rata tebal tulang kortikal mandibula 4,80618 mm pada populasi kelompok usia 40-80 tahun dengan kecenderungan lebih tebal pada kelompok usia 40-59 tahun dibandingkan pada kelompok usia 60- 80 tahun. Kesimpulan: Nilai rata-rata tebal tulang kortikal mandibula pada kelompok usia 40-80 tahun pada penelitian ini masih tergolong normal.
Background: The increasing number of elderly population in the world, which including Indonesia, is not followed by enhanced quality of life of the elderly that partly caused by with one of the reason is diseases. Osteoporosis is one of the diseases with age as its risk factor. Panoramic radiographs can be used as early detection of osteoporosis, which one of the methods is measuring mandibular cortical bone thickness. Objective: To obtain the average width / thickness of the mandibular cortical bone in individuals at risk of osteoporosis with age ranged 40- 80 years without differentiating women and men. Methods: The research sample is panoramic radiographs. The study subjects were 89 people aged 40-80 years. Measurements of cortical bone thickness done in the left and right foramen mental region. Results: Average width/thickness of the mandibular cortical bone in individuals at risk of osteoporosis with age range 40-80 years is 4,80618 mm. There is a tendency of thicker mandibular cortical bone in age ranged 40-59 years population than in age ranged 60-80 years population. Conclusion: In this study, the average thickness / width of the mandibular cortical bone in the age group 40- 80 years were within the normal range.
Depok: Universitas Indonesia, 2013
S45042
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Olivia Elton Heryanto
Abstrak :
Salah satu evaluasi mutu radiograf adalah besarnya distorsi vertikal yang terjadi. Distorsi vertikal ini relatif lebih sering terjadi pada pembuatan radiograf periapikal regio premolar satu rahang bawah.

Tujuan: Mengetahui perubahan sudut vertikal yang masih dapat ditoleransi pada pembuatan radiograf periapikal gigi premolar satu rahang bawah.

Metode: 30 gigi premolar satu rahang bawah yang sudah diekstraksi diukur panjang klinisnya, lalu dilakukan pembuatan radiograf periapikal dengan sudut vertikal 00, +100, +150, +200, -100, -150, -200. Panjang gigi dan selisih cusp radiograf diukur oleh dua orang pengamat masing-masing dua kali di waktu yang berbeda.

Hasil: Secara statistik, panjang gigi pada sudut 00, +100, +150, +200, -100, -150 nilai p>0,05, sehingga tidak terjadi perbedaan bermakna. Pada selisih cusp gigi secara statistik, nilai p<0,05 sehingga terdapat perbedaan bermakna.

Kesimpulan: Perubahan sudut vertikal sebesar 100 masih dapat ditoleransi untuk melihat panjang gigi pada radiograf intraoral periapikal gigi premolar satu bawah
One of the quality evaluation criteria of a radiograph is the vertical distortion. Vertical distortion is relatively more common in periapical radiographs of the mandibular premolar region.

Objective: To determine the vertical angle changes that can be tolerated in the periapical radiographs of the mandibular premolars.

Methods: 30 mandibular first premolars that were already extracted and had the length measured clinically as well as radiographically. Periapical radiography projection were then taken with the vertical angle set at 00, +100, +150, +200, -100, -150, -200. The tooth length and the difference of the cusp height were then measured by two observers twice at different times.

Results: Statistically, tooth length at vertical angulation 00, +100, +150, +200, -100, -150 has the p value >0,05, so there is no significant difference. On the other hand, the buccal-lingual cusp difference has the p value <0,05, that means there is a significant difference.

Conclusion: In standard periapical radiography, 100 change from the normal vertical angulation could still be tolerated to measure the vertical dimension or tooth length of the mandibular first premolar tooth.
2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Qurrotul Aini
Abstrak :
ABSTRACT
Latar Belakang: Penyakit periodontitis yang sering dijumpai adalah periodontitis kronis. Periodontitis kronis tidak menimbulkan rasa sakit, sehingga tidak jarang penyakit ini terdiagnosa ketika telah mencapai tingkat keparahan moderate atau severe. Pada pemeriksaan radiografis periodontitis kronis, akan terlihat penurunan tulang alveolar. Penurunan tulang alveolar  akibat proses destruksi meluas akan menyebabkan terjadinya perubahan rasio akar-mahkota gigi. Nilai rasio akar-mahkota gigi dapat berpengaruh pada rencana perawatan dan prognosis dari gigi. Tujuan: Memperoleh nilai rata-rata rasio akar-mahkota pada gigi 36 atau 46 pasien usia 40-59 tahun yang mengalami periodontitis kronis di RSKGMP FKG UI dari radiograf. Metode: Pengukuran rasio akar-mahkota dengan menggunakan metode Lind (1972) dan modifikasi metode Lind pada 69 sampel radiograf periapikal digital yang diambil dari rekam medik pasien periodontitis kronis pada gigi 36 dan/atau 46 usia 40-59 tahun di RSKGMP FKG UI. Hasil: Pada gigi molar pertama mandibula, nilai rata-rata rasio akar-mahkota anatomis sebesar 1,99 ± 0,26, nilai rata-rata rasio akar-mahkota radiografis sebesar 1,32 ± 0,18, dan nilai rata-rata rasio akar-mahkota kasus periodontitis kronis sebesar 0,78 ± 0,29. Berdasarkan tingkat keparahan, nilai rata-rata penurunan tulang pada tingkat keparahan moderate sebesar 2,66 ± 1,43 dan menghasilkan nilai rata-rata rasio akar-mahkota sebesar  0,82 ± 0,24, sedangkan nilai rata-rata penurunan tulang pada tingkat keparahan severe sebesar 8,25 ± 1,41 dan menghasilkan nilai rata-rata rasio akar-mahkota sebesar 0,20 ±0,13. Kesimpulan: Nilai rata-rata rasio akar mahkota anatomis gigi molar pertama mandibula lebih besar dari rasio akar-mahkota radiografis. Dari penelitian ini terlihat kecenderungan bahwa semakin besar tingkat keparahan periodontitis kronis maka semakin kecil nilai rata-rata rasio akar-mahkota radiografis gigi.
ABSTRACT
Background: The most common type of periodontitis is chronic periodontitis. Chronic periodontitis is painless, consequently the disease may not be diagnosed until the severity is moderate or severe.  In radiograph examination of chronic periodontitis, a decreased alveolar bone height will be seen. Decreasing alveolar bone height due to the extensive destruction process will cause changes in the root-crown ratio. The value of root-crown ratio can affect the treatment planning and prognosis of the tooth. Objective: To obtain the average value of root-crown ratio on mandibular first molar in 40-59 years old patient with chronic periodontitis at RSKGMP FKG UI radiographically. Method: Measurement of root-crown ratio using Lind Method (1972) and modification of Lind Method in 69 digital periapical radiograph samples obtained from medical records of patient with chronic periodontitis on mandibular first molar aged 40-59 years old at RSKGMP FKG UI. Result: On mandibular first molar, the average value of anatomic root-crown ratio was 1,99 ± 0,26, the average value of radiographic root-crown ratio was 1,32 ± 0,18 and the average value of root-crown ratio was 0,78 ± 0,29. Based on the severity, the average value of decreased alveolar bone height at moderate severity was  2,66 ± 1,43 and  the average value of root-crown ratio was 0,82 ± 0,24, whereas the average value of root-crown ratio at severe severity was 8,25 ± 1,41 dan the average value of root-crown ratio was 0,20 ±0,13. Conclusion: The average value of anatomic root-crown ratio is greater than radiographic root-crown ratio. From this study, there is a tendency that the greater severity of chronic periodontitis, the smaller average value of radiographic root-crown ratio.
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lidya Purnamasari
Abstrak :
ABSTRAK
Latar Belakang: Pada teknik radiografi digitized, image enhancement dilakukan untuk memperbaiki kualitas gambar dengan mengoptimalkan brightness dan contrast. Tujuan: Mengetahui rentang nilai yang dapat ditoleransi pada pengaturan brightness dan contrast pada abses apikalis kronis dan granuloma apikalis. Metode: Dilakukan pengaturan image enhancement dengan mengubah nilai brightness dan contrast pada 60 radiograf dengan diagnosis abses apikalis kronis dan granuloma apikalis. Hasil: Rentang nilai yang dapat ditoleransi pada pengaturan brightness dan contrast dalam interpretasi abses apikalis kronis dan granuloma apikalis berkisar dari -10 hingga +10. Kesimpulan: Pengaturan brightness dan contrast radiograf tidak mempengaruhi interpretasi radiografik apabila pengaturan dilakukan dalam rentang nilai toleransinya.
ABSTRACT
Background: In digitized radiography techniques, adjusment of image enhancement can be done to improve image quality by optimizing brightness and contrast. Objective: To determine the value range of brightness and contrast adjustment on chronic apical abscess and apical granuloma interpretation. Methods: 60 radiographs diagnosed chronic apical abscess apical granuloma were adjusted by changing brightness and contrast values. Results: The value range of brightness and contrast adjustments on radiographic interpretation of chronic apical abscess and apical granuloma ranging from -10 to +10. Conclusion: Brightness and contrast adjustments on digital radiograph do not affect radiographic interpretation if conducted within the value range.
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Devia Tasya Rachmadiani
Abstrak :
Latar Belakang: Tulang mandibula merupakan tulang terkuat pada tengkorak yang mengalami perubahan sesuai usia. Pengukuran mandibula banyak dijadikan parameter terkait tumbuh kembang yang bermanfaat untuk berbagai bidang ilmu kedokteran gigi termasuk ortodonsi dan forensik. Tujuan: Mengetahui nilai pengukuran parameter mandibula pada radiograf panoramik sebagai data dasar untuk estimasi usia rentang 14-35 tahun dan 50-70 tahun. Metode: Pengukuran parameter mandibula pada 200 sampel radiograf panoramik digital usia 14-35 tahun dan 50-70 tahun. Hasil: Pengukuran parameter mandibula terhadap usia tidak berbeda bermakna secara statistik, namun cenderung mengalami peningkatan atau penurunan sesuai perubahan usia. Kesimpulan: Pengukuran parameter mandibula pada radiograf panoramik usia 14-35 tahun dan 50-70 belum dapat digunakan sebagai data dasar untuk estimasi usia.
Background: Mandible is the strongest bone in skull and experience change with age. Mandibular parameters measurements are often used in relation with growth and development that are useful in dentistry including in orthodontics and forensic dentistry. Objective: To obtain the mandibular parameters value through panoramic radiograph as basic data in age estimation of 14 35 and 50 70 years old subjects. Method: Measurement of mandibular parameters on digital panoramic radiograph of 200 subjects at age 14 35 years and 50 70 years old. Results: The measurement of mandibular parameters are not statistically significant but tend to change according to age. Conclusion: Measurement of mandibular parameters in panoramic radiograph cannot be used as basic data for age estimation in 14 35 years old and 50 70 years old.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kandita Iman Khairina
Abstrak :
ABSTRAK
Perubahan pertumbuhan penduduk Indonesia ke arah usia yang lebih tua. Seiring bertambahnya usia, tubuh manusia mengalami perubahan salah satunya adalah perubahan jaringan tulang. Salah satu tulang yang terlibat dalam kedokteran gigi adalah tulang mandibula. Gambaran radiogoraf panoramik dapat melihat tinggi tulang mandibula secara radiografis. Tujuan: Mengetahui nilai rata-rata tinggi tulang mandibula pasien rentang usia 45-75 tahun secara radiografis. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif. Pengukuran tinggi tulang mandibula pada tiga titik referensi spesifik pada 136 radiograf panoramik digital pasien usia 45-75 tahun menggunakan software Digora for Windows 2.5 R1 Tuusula Finland. Tiga titik referensi tersebut yaitu A, C, dan F. Tinggi A merupakan tinggi mandibula pada daerah sudut dalam mandibula, Tinggi F merupakan tinggi pada daerah foramen mental, dan C merupakan tinggi di antara tinggi A dan F. Hasil: Nilai rata-rata tinggi tulang mandibula pasien rentang usia 45-75 tahun yang diperoleh 32.27 mm dengan nilai rata-rata tertinggi pada titik referensi F. Nilai rata-rata tinggi tulang mandibula tertinggi terdapat pada kelompok usia 45-55 tahun, sedangkan terendah pada kelompok usia 66-75 tahun. Kesimpulan: Nilai rata-rata tinggi tulang mandibula menurun pada kelompok usia 66-75 tahun. Usia bukan merupakan satu-satunya faktor yang mempengaruhi tinggi tulang mandibula.
ABSTRACT
Indonesia rsquo s population growth is increasing in older group. As the age is increasing, human body undergoes some changes. One of the changes that happens is osseous tissues changes. One of bones in human body that is involved in dentistry is mandible. Dental panoramic radiograph can be used to see the heigh of mandible bone radiographically. Objective To obtain the average value of mandibular height in 45 75 year old patiesnts in digital panoramic radiograph. Method This study is a descriptive cross sectional study.Mandibular height at three specific references in 136 digital panoramic radiograph of 45 75 year old patients were measured using Digora for Windows 2.5 R1 Tuusula Finland software. The three specific references are, mandibular height A which is the height of mandible in inner angle of mandible region, F is the height of mandible in foramen mental region, and C is the height of mandible between them. Results The average value of mandibular height in 45 75 year old patients that has been obtained is 32.272 mm with the highest average value at specific reference F. The age group with the highest average value is 45 55 age group, while the lowest is 66 75 age group. Conclusion The average value of mandibular height is lower in 66 75 age group.
2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library