Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Frans Henny
Abstrak :
ABSTRAK
Latar belakang. Kebisingan merupakan potensi bahaya yang sering ditemui pada industri hulu migas, dan memerlukan pengendalian yang tepat dengan PKP agar tidak menimbulkan NIHL. Perusahaan hulu migas X menjalankan PKP sejak tahun 2014, namun perubahan STS pada audiometri berkala sebesar 12,7% melebihi acuan dari NIOSH. Tujuan Penelitian. Untuk menilai penerapan PKP yang dilakukan perusahaan hulu migas X. Metode penelitian. Menggunakan metode penelitian mixed method, dilakukan scoring pada ke-8 langkah keluaran dan perhitungan perubahan STS yang terjadi. Secara kualitatif membandingkan pelaksanaan tahapan keluaran, proses dan masukan yang diperoleh melalui kontingensi data dengan panduan dari NIOSH. Hasil penelitian. Dilakukan penilaian dan kategorisasi terhadap 8 langkah pada tahap keluaran, dengan hasil hazard monitoring, evaluasi audiometri dan record keeping dikategorikan cukup, sedangkan pengendalian enjinering dan administratif, APT, edukasi dan motivasi, evaluasi program dan audit dikategorikan kurang. Sehingga hasil penilaian untuk keseluruhan langkah pada tahap keluaran adalah kurang. Hasil pada keluaran ini berkaitan erat dengan proses dan masukan. Hampir keseluruhan proses dilakukan oleh tim pelaksana PKP yang merupakan gabungan dari tim kesehatan dan higiene industri yang sebelumnya tidak memiliki pengalaman dalam menjalankan program yang kompleks ini. Dari pihak manajemen, keterbatasan dalam pendanaan, yang utamanya untuk melakukan pengendalian enjinering dan administratif, dimana pendanaan tersebut berkaitan dengan struktur gabungan dua perusahaan serta akan habisnya masa kontrak kerja sama turut memberikan andil pada kegagalan ini. Kesimpulan. Perubahan STS pada pelaksanaan PKP di perusahaan hulu migas X sebesar 12,7% dikarenakan terdapat kekurangan pada tahapan masukan, proses dan keluaran dibandingkan panduan dari NIOSH, yang diakibatkan keterbatasan dari pihak manajemen serta tim pelaksana PKP.
ABSTRACT
Background. Noise is a potential hazard that is often encountered in the upstream oil and gas industry, and requires proper control with HCP to prevent NIHL. Upstream oil and gas company X has run HCP since 2014, but the STS changes on a periodical audiometry of 12.7% still exceed the reference from NIOSH. Purpose. To evaluate the implementation of HCP in upstream oil and gas company X. Method. Using mixed method, scoring the 8 steps of output stage and calculation of STS changes. Qualitatively compares the implementation of the outputs, processes and inputs stages obtained through contingency data, with guidance from NIOSH. Result. Assessment and categorization of the 8 steps at the output stage, with results: hazard monitoring, audiometric evaluation and record keeping are categorized fair, while engineering and administrative control, hearing protection device, education and motivation, program evaluation and audit are categorized poor. The result for the overall output stage is poor. Outputs results are related to processes and inputs. Almost the whole process is carried out by the HCP team, which is a combination of health section members and industrial hygienists that previously had no experience running this complex program. On the management side, financing constraints, principally for engineering and administrative control, where the funding relates to the combined structure of the two companies and the expiration of the contract period contribute the failure. Conclusion. STS changes in the implementation of HCP in upstream oil and gas company X amounted to 12.7% due to lack of input stage, process and output compared to guidance from NIOSH, which resulted from limitations of management and HCP implementation team.
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Saprita Aliance N.
Abstrak :
Pendahuluan : Di Indonesia, menurut Biro Pusat Statistik, persentase penggunaan benzena terhadap seluruh bahan kimia yang digunakan oleh sektor Industri diperkirakan sebesar 20-40%. Pada industri minyak dan gas, para pekerja terpajan benzena dalam waktu yang lama, sehingga ada kemungkinan menderita efek toksik benzena berupa gangguan metabolisme lemak, dalam hal ini trigliserida pada pekerja terpajan benzena rendah dengan dan tanpa patahan kromosom limfosit. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan rerata kadar trigliserida pada pekerja terpajan benzena rendah dengan dan tanpa patahan kromosom limfosit dalam kurun waktu 1 tahun (2011-2012, serta pengaruhnya terhadap faktor sosiodemografi dan pekerjaan. Metode : Penelitian ini menggunakan disain kohort retrospektif. Tempat penelitian dilakukan di sebuah industri migas X. Jumlah sampel yang memenuhi kriteria inklusi den eksklusi adalah 99 orang. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan data sekunder, yaitu data kepegawaian dari bagian SDM dan data pemeriksaan kesehatan berkala pekerja tahun 2011 dan 2012. Analisis bivariat dengan uji kemaknaan chi square. Hasil : Rata-rata perubahan kadar trigliserida dengan patahan kromosom limfosit tahun 2011-2012 yaitu 2,52 sedangkan rata-rata perubahan kadar trigliserida tanpa patahan kromosom limfosit tahun 2011-2012 yaitu 7,08. Kesimpulan dan Saran : Hipotesis diterima karena : rerata perubahan perbedaan kadar trigliserida dengan patahan kromosom limfosit lebih rendah dibandingkan rerata perubahan perbedaan kadar trigliserida tanpa patahan kromosom limfosit pada tahun 2011 dan 2012. Pada pekerja dengan patahan kromosom limfosit dengan kadar rata-rata trigliserida tinggi atau normal perusahaan melakukan pemeriksaan kadar trigliserida minimal 6 bulan sekali. ...... Introduction: In Indonesia, pursuant to Central Statistics Bureau, percentage of benzene utilization upon all chemical material used by Industrial sector was estimated at 20-40%. In oil and gas industry, workers exposed to benzene for a long time, thereby there is a possibility to suffer benzene toxic effect in form of fat metabolism disorder, in this regard triglycerides in workers exposed to low benzene with and without lymphocyte chromosome breakage. The purpose of this research is to understand the different of average levels of triglycerides in workers exposed to low benzene with and without lymphocyte chromosome breakage in period of 1 year (2011-2012), and its affect to socio demographic and work. Method: This research is using retrospective cohort design. Place of research is in oil and gas industry of X. The amount of sample that comply with inclusion and exclusion criteria is 99 peoples. Data collection was conducted by using secondary data, that is employment data form the Human Resources division and workers? periodic health examination in year of 2011 and 2012. Bivariate analysis with chi square significant test. Results: Average level change of triglyceride with lymphocyte chromosome breakage in year of 2011-2012 is 2.52 while average level change of triglyceride without lymphocyte chromosome breakage in year of 2011-2012 is 7.08. Conclusion and Recommendation: Hypothesis is accepted due to: different average change of triglyceride levels with lymphocyte chromosome breakage is lower than the average change of triglyceride levels without lymphocyte chromosome breakage in year of 2011 and 2012. For workers with lymphocyte chromosome breakage with high average levels of triglyceride or normal, a company performs examination of triglyceride levels at least every 6 months.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zein Renaldy
Abstrak :
Latar Belakang : Penyakit akibat panas masih menjadi masalah umum di era globalisasi seiring dengan pembangunan di sektor industri. Di dalam proses produksi pembuatan keramik yang memerlukan pembakaran dengan suhu tinggi hingga mencapai 2000°C adalah sumber panas bagi para pekerja Hilangnya cairan melalui proses evaporasi akan berakibat terjadinya dehidrasi yang kemudian dapat meningkatkan risiko terjadinya heat cramp. Metode: Metode penelitian cross sectional digunakan untuk mengevaluasi insiden hear cramp Pengumpulan data dilakukan melalui distribusi kuesioner, pemeriksaan suhu tubuh dan pengumpulan sampel urin. Pengukuran berat jenis urin menggunakan refreactometer ATAGO Uricon NE. Dinyatakan status dehidrasi apabila nilai berat jenis urin >l,030. Pengukuran suhu tubuh setelah bekenja menggtmakan temnometer badan. Apabila suhu tubuh Z 38° dapat dipertimbangkan sebagai faktor risiko terjadinya heat cramp. Suhu lingklmgan kerja diukur dengan menggunakan WBGT (Wet Bulb Global Temperature) QUESTemp°36 setiap 30 menit pada titik yang telah ditentukan pada waktu yang berbeda. Hasil Penelitian: Insiden terjadinya kram otot ditemukan pada 79 dari total 179 responden (44.I3%). Data menunjukkan bahwa ll responden (6.15%) mempunyai nilai BJ urine >l.030 dan 4 responden (2.23%) dilaporkan dengan suhu tubuh > 38°C setelah 4 jam bekenja. Nilai rata-rata /mean pengukuran suhu dengan WBGT ) > TLV ditemukan pada divisi Glaze (30.25°C; SD =2.82) dan pada divisi Firing (33.25°C; SD=3.25). Dari 39 responden yang bekexja di lokasi kerja dengan suhu > 28°C; 28 respondcn dilaporkan mengeluh kram. Dari 30 responden yang memiliki lama kelja < 1 tahun; 8 dilaporkan mengeluh kmm. Analisa data multivariat menunjukkan bahwa risiko terkena heat cramp lebih rendah pada masa kerja >1 tahun (P=0.04; RR=0.l39) akan tetapi lebih tinggi pada suhu kelja panas \VBGTi >28°C (P=0.0I; RR=3.39). Kesimpulau: Tekanan panas dan masa kerja berhubungan dengan insiden heat cramp. ......Background: Heat stress is still a common health problem in this globalization era throughout development in industrial sector. Production process on manufacture machine which using fumace until 2000°C to make ceramic products, is the main source of heat stress for workers. Water lost due to evaporation process will lead to dehydration state, could make tightening of the muscle. This will increase incidence of heat cramps. Method: Cross sectional study was conducted to evaluate incidence of heat cramp. Data was collected based on distribute Questionnaire, Body temperature and mine sample. Refractometer ATAGO Uricon NE. was used to access urine specific gravity (USG) before and after work; state of dehydration is deiine by USG score >l,030. Body temperature after work was measured by body thermometer; should temperature hit 238°C, will consider as a risk factor for heat crarnp. Working environment condition was measured with Wet Bulb Global Temperature (WBGT) QUESTemp°36 every 30 minutes each spot in different time. Result: Incidence of CIZIIII5 was found on 79 from total 179 respondents (44.l3%). Data showed that ll respondents (6.15%) have Urine Specilic Gravitation >l.030 and only 4 respondents (2.23%) were reported have body temperature after work > 38°C. The mean score of heat measure in Glaze division (30.25°C; SD =2.82) and Firing division (33.25°C; SD=3.25) >TLV. F rom total 39 respondents whom work in environment with temperature > 38°C; 28 respondents among them had cramps problems. From 30 respondents whom have working experiences less than I year, only 8 reported have cramps. Multivariate analysis showed that possibility risk of having heat cramp is low by respondents with working period > 1 year (P=0.04; RR=0.l39) but high possibility whom work in heat stress environment, WBGTi > 28°C (P=0.0l; RR=3.39). Conclusion: Working period and heat environment are associated with risk of having Heat cramp.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2009
T32362
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library