Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Akhiruddin Maddu
Abstrak :
Pada penelitian ini dikembangkan sistem sensor serat optik dengan cladding termodifikasi lapisan polianilin nanostruktur (nanoserat) untuk mendeteksi uap-uap kimia, meliputi uap amonia (NH3), asam klorida (HCl), metanol (CH3OH), dan uap aseton. Sensor serat optik yang dikembangkan didasarkan pada modulasi intensitas cahaya yang terpropagasi di dalam serat optik akibat perubahan sifat optik (indeks bias atau spektrum absorpsi) cladding modifikasi ketika berinteraksi dengan uap-uap kimia yang dideteksi. Polianilin nanostruktur (nanoserat) disintesis dengan metode polimerisasi antarmuka (interfacial) sistim dua fasa larutan organik/air (aqueous) dan dihasilkan polianilin dalam bentuk terprotonasi atau terdoping (emeraldine salt). Morfologi polianilin diuji dengan mikroskop elektron (SEM), diperoleh morfologi polianilin nanostruktur berbentuk nanoserat dengan diameter beberapa puluh nanometer. Sampel polianilin juga diuji kristalografi dengan difraksi sinar-X (XRD) dan uji spektroskopi FTIR yang mengindikasikan polianilin yang terbentuk adalah emeraldine salt. Uji sifat optik dengan spektrofotometer Vis-NIR memperlihatkan karakteristik spektra spesifik lapisan polianilin dan berubah ketika diberi perlakuan uap-uap kimia (amonia, metanol, aseton dan HCl). Polianilin nanostruktur diterapkan sebagai cladding modifikasi pada serat optik plastik sebagai cladding sensitif. Probe sensor serat optik diuji karakteristik responnya terhadap perlakuan beberapa uap kimia (amonia, HCl, metanol, aseton). Respon dinamik sensor serat optik berupa kurva siklus yang terdiri dari bagian respon dan bagian pemulihan (recovery),yaitu perubahan nilai transmisi intensitas cahaya yang melewati sensor serat optik terhadap waktu. Dari kurva respon ditentukan waktu respon dan waktu pemulihan (recovery) serta juga diketahui kemampuan balik (reversibility) dan kemampuan pengulangan (repeatability). Waktu respon sensor untuk semua uap yang diujikan cukup singkat, yaitu untuk uap amonia, uap asetón dan uap HCl dengan waktu sekitar 20 detik, sedangkan untuk uap metanol lebih lama yaitu sekitar 60 detik. Sebaliknya, waktu pemulihan (recovery time) untuk uap amonia sekitar 50 detik lebih lama dari pada untuk uap metanol (30 detik), uap asetón (10 detik) dan uap HCl (30 detik). Dari kurva siklus respon memperlihatkan kemampuan balik (reversibilitas) sensor yang cukup baik, khususnya untuk respon uap amonia, uap saetón dan uap HCl. Masing-masing siklus tidak memperlihatkan perubahan bentuk yang berarti. Responsivitas sensor terhadap uap kimia memperlihatkan nilai yang berbeda untuk masing-masing uap. Responsivitas terbesar diperoleh untuk uap amonia (1,4 %/detik), diikuti uap aseton (1,25%/detik), uap metanol (0,8 %/detik), dan paling kecil adalah untuk uap HCl (0,05%/detik). Sensor serat optik yang dirancang juga dapat merespon variasi tekanan uap-uap kimia yang diuji dengan batas (limit) deteksi masing-masing, hingga tekanan beberapa puluh mmHg, yaitu 45 mmHg untuk uap amonia dan HCl, 10 mmHg untuk uap metanol dan uap aseton. Respon sensor juga memperlihatkan hubungan logaritmik antara intensitas transmisi terhadap tekanan uap-uap kimia yang diuji dengan linearitas yang cukup baik. Sensitivitas sensor untuk masing-masing uap menunjukkan nilai yang berbeda. Sensitivitas paling baik diperlihatkan oleh sensor uap metanol (0,67 %/mmHg), disusul sensor uap aseton (0,33 %/mmHg), uap amonia (0,20 %/mmHg untuk L=2 cm dan 0,22%/mmHg untuk L=3 cm), dan uap HCl (0,15 %/mmHg).
2007
D1205
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dini Andiani
Abstrak :
Metode moiré telah banyak digunakan terhadap permukaan obyek, yaitu untuk mengukur simpangan sejajar permukaan dan untuk memetakan topografi permukaan, tetapi masih jarang untuk mengukur simpangan tegak Iurus permukaan. Dalam disertasi ini telah diselidiki pengukuran simpangan tegak lurus obyek dengan memanfaatkan metode moire proyeksi. Sebagai kisi proyeksi, digunakan hasil interferensi cahaya laser dari perangkat interferometer Michelson, yang dikenal sebagai kisi maya. Sistem yang dikembangkan terdiri atas dua bagian utama, yaitu bagian optik yang terdiri alas sumbar cahaya laser, interferometer Micheison, dan kamera CCD yang dihubungkan dengan komputer untuk merekam citra. Bagian kedua ialah program pengolah citra yang dibuat khusus untuk penelitian ini. Dalam percobaan digunakan obyek uji berbentuk pelat memanjang yang satu ujungnya dijepit dan ujung lainnya ditekan dengan sebuah mikrometer. Sejumlah citra direkam dari kisi yang terproyeksi pada permukaan obyek, sebelum dan sesudah obyek mengalami simpangan. Oleh program pengolah citra, citra-citra tersebut dikurangkan satu sama lain untuk memperoleh pola moiré. Dari kerapatan pola moiré, simpangan permukaan dapat disimpulkan. Pemakaian komputer mempercepat proses perekaman dan pengolahan citra. Untuk perekaman 10 citra dan pengolahannya, pola frinji moiré dapat diperoleh dalam waktu sekitar 30 menit. Dalam percobaan dilibatkan berturut-turut kisi maya dengan 3 kerapatan yang berbeda. Kisi yang rapat mempunyai periode 0,817 mm pada permukaan obyek dan memberikan ketelitian pengukuran simpangan sebesar 1,85 mm. Kisi yang lebih renggang mempunyai periode 1,196 mm dan menghasilkan ketelitian 1,01 mm, sedangkan kisi yang paling renggang mempunyai periode 1,419 mm dan memberikan ketelitian 1,51 mm. Diperoleh bahwa simpangan yang kecil menghasilkan periode frinji moiré yang besar, sehingga dapat melampaui bidang perekaman. Karenanya terdapat batas simpangan minimum yang dapat diukur. Dinyatakan dalam W sebagai simpangan pada lokasi mikrometer, batas tersebut berkisar dari W =4 mm dengan kisi yang rapat hingga W = 6 mm dengan kisi yang paling renggang. Di pihak lain, kisi yang rapat pada simpangan yang besar akan menghasilkan frinji moire yang sangat berdekatan sehingga menyulitkan penentuan periode frinji moire. Dalam percobaan dengan kisi yang rapat, hal tersebut terjadi waktu W > 12 mm. ......The moiré method has been extensively used for the surface measure of an object, i. e. to measure the in-plane displacement ofthe surface and to map the surface contour. Howe ver, so far the method is rarely utilized to measure the out-of-plane displacement. In this dissertation, the measurement of the out-ojlplane displacement has been investigated by employing projection moiré method As the projected grid o virtual grating formed by interjerencs of laser light from a Michelson interferometer is involved The system developed in this research consists of two main parts. The optical part comprises a laser source, a Michelson interferometer, and a CCD camera coupled to a computer for recording the images. The second part is an image processing program that is specially developed for this work. In experiments, the object takes the form of a cantilever clamped at its one and pushed at the other end by a micrometer. Several images are recorded from the projected gratings at the object surface, before and after displacement. By an image processing program, the images are subtracted one from the other to obtain moiré fringe patterns. From the fringe period surface displacement can be determined. The use of the computer has speeded up the recording and the processing of the images. The whole sequence of recording 10 images successively and processing them to obtain the moiré fringe pattern takes no longer than 30 minutes. Three virtual grating with diferent periods have been involved in the experiments. The most dense grating has a period of 0.81 7 mm at the object surface, resulting the in an accuracy of the displacement measurement of 1. 85 mm. The coarser grating shows a period 1.196 mm and yields an accuracy of 1.01 mm. The period of coarsest grating is 1.419 mm, resulting in an accuracy of 1. 51 mm. In the case of small surface displacement, large moiré fringe periods have been produced which may exceed the recording frame size. Consequently, there is a minimum value of the measurable displacement. This minimum displacement ranges from W = 4 mm for the most dense grating to W = 6 mm for the coarsest virtual grating, W being the object displacement at the micrometer location.. On the other hand, large surface displacement observed with dense virtual grating produces small periods of the moire fringes, which make it very difficult to evaluate. In the experiments it occurs of W > 12 mm.
2005
D663
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syamsir Dewang
Abstrak :
Lidar (light detection and ranging) adalah sebuah aplikasi remote sensing yang panting untuk meneliti parikel-partikel aerosol dan awan di atmoslir. Data sinyal lidar dari Micro Pulse Lidar (MPL) telah diteliti untuk daerah tropis_ Dalam penelitian ini, sifat-sifat fisis dari aerosol dam awan telah dianalisis untuk hamburan tunggal, selanjutnya analisis hamburan ganda dilakukan simulasi dengan menggunakan metoda Monte Carlo. Simulasi sinyal hamburan tunggal untuk memprediksi saturasi ketebalan optis maksimum. Telah diteliti bahwa saturasi ketebalan optis dari sinyal lidar bergantung pada variasi koelisien pelemahan (extinction coeliicient). Hasil simulasi ini dibandingkan dengan perhitungan ketebalan optis dari data Iidar. Data MPL (pada panjang gelombang 523 nm) telah dihitung, baik untuk siang maupun malam han. Selanjutnya data sky-radiometer (panjang gelombang 500 nm) digunakan sebagai data retbrensi. 1-Iasil perhitungan diperoleh kctebalan optis maksimum pada 2,6 untuk malam hari, dan 2,25 pada siang hari untuk tanggal 31 Oktober 1997_ Sedangkan ketebalan optis maksimum untuk sky-radiometer adalah 1,7 untuk waktu yang sama pada 31 Oktober 1997. Selanjunya untuk lidar rasio telah dihitung pada daerah Iapisan dasar (boundary layer) dan pada awan cim1s_ Nilai lidar rasio (81) pada lapisan dasar telah diperoleh antara 31 sampai 40 sr pada ketinggian sckitar 2 km. Selanjutnya untuk penelitian daerah citrus telah digunakan sebuah metoda baru dalam perhitungan nilai lidar rasio. Hasil perhitungan menuniukkan bahwa nilai iidar rasio (Sl) untuk awan cirrus sekitar 10 sampai I8 sr. Penelitian ini juga dibandingkan dengan metoda iterasi, dan membedkan basil perhitungan yang sesuai. Pada hamburan ganda dilakukan simulasi dengan menggunakan metoda Monte Carlo. Efek hamburan gt-mda dianalisis dengan menghitung rasio hamburan ganda terhadap hamburan tunggal (MSS ratio) pada berbagai \'3.I'i6Si sudut Field-of-View (FOV) dad teleskop. Hasil simulasi menunjukkan bahwa awan Iapisan pertama dan kedua dapat diamati pada FOV lebih besar dari 1 mrad. Sedangkan awan yang berlapis dua belum bisa terdeteksi untuk FOV kurang dari 0,1 mrad. Kata kunciz Hamburan Iunggql, hamburan ganda, ketebalan optis, koefsien pelemahan, dan lidar rasio. ......The lidar remote sensing is one important application to observe the aerosol and cloud of the atmosphere. The micro pulse lidar (MPL) return signals are studied in the tropical area. In this investigation, the single scattering is analyzed the physical properties of aerosol and cloud, and multiple scattering is simulated by.Monte Carlo method. The signal simulation of single scattering predicts the maximum optical thickness by saturation. It was observed that the saturation of optical thickness from the lidar signal depends on the variation of extinction coefficient. This simulation is compared to the optical thickness estimation Hom the lidar data. The MPL data (at wavelength of 523 nm) was determined at night and daytime. And the slcy-radiometer (at wavelength 500 nm) is used as a reference data. The maximum lidar optical thickness was 2.6 at nighttime, and the daytime was 2.25 on October 31, 1997. Then, the maximum optical depth of sky-radiomcter data was 1.7 at the same time on October 31, 1997. Furthermore, the estimation of lidar ratio was determined at boundary layer and at cirrus cloud. The Si value of aerosol at boundary layer was observed in ranging of 31 to 40 sr at about 2 kin high. This research observed a new method to estimate the lidar ratio at cimrs cloud. It was estimated of S; parameter about 10 to 18 sr of citrus cloud. This result is also compared with iterative method, and the result shown the reasonable estimation. . The multiple scattering is simulated by Monte Carlo method. The eli`ect of multiple scattering is analyzed by multiple-scattering-to-single-scattering (MSS) ratio for various values of field-of-view (FOV) angles ofthe detection telescope. The simulation showed the first and second layers of cloud for FOV of larger then I mrad. However, the double-layers of cloud can?t be detected for FOV of less then 0.l mrad. Keywords: Single scattering, multiple scattering optical thickness, extinction coefficient, and lidar ratio.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2002
D1366
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library