Ditemukan 6 dokumen yang sesuai dengan query
Arief Prasetyo
Abstrak :
ABSTRAK
Tax avoidance merupakan suatu cara meminimalisasi kewajiban pajak tanpa melawan ketentuan perpajakan yang berlaku. Salah satu bentuk penghindaran pajak ini adalah tax avoidance melalui pinjaman antara pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa (related party). Praktek penghindaran pajak yang dilakukan oleh perusahaan yang mempunyai hubungan istimewa biasanya memanfaatkan lemahnya peraturan perpajakan yang berlaku di Indonesia. Dalam karya akhir ini dibahas tentang bagaimana bentuk praktek-praktek penghindaran pajak melalui pinjaman related party dilakukan dan peraturan perpajakan di Indonesia untuk mencegah praktek-praktek tersebut serta cara-cara pencegahannya. Bentuk-bentuk penghindaran pajak pada pinjaman related party ini bisa dilakukan dalam bentuk pemberian modal dalam bentuk pinjaman, pemberian pinjaman dengan
memanfaatkan pihak-pihak mediasi (perbankan), pemberian pinjaman tanpa bunga atau dengan tingkat bunga yang tidak wajar serta pemberian pinjaman dengan memanfaatkan ketentuan Perjanjian Penghindaran Pajak (P3B). Pembahasan bentuk-bentuk penghindaran
pajak ini disertai dengan ilustrasi baik berupa skema maupun contoh perhitungannya agar mudah dipahami. Perlakuan perpajakan atas pinjaman related party meliputi bagaimana Direktorat Jenderal Pajak (DJP) memperlakukan bunga pinjaman tersebut, PPh pasal berapa saja yang terkait, berapa tarif yang berlaku, bagaimana perlakuannya kepada pembayar bunga dan penerima bunganya, bagaimana perlakuan perpajakannya jika penerimanya Wajib Pajak Dalam Negeri dan Wajib Pajak Luar Negeri. Selain itu juga dibahas peraturan perpajakan yang berlaku di Indonesia berkaitan dengan pencegahan tax avoidance melalui pinjaman related party ini. Peraturan perpajakan yang dibahas dalam karya akhir ini adalah ketentuan dalam Pasal 18 ayat (1) UU PPh
berkaitan dengan debt to equity ratio serta peraturan terkaitnya (Keputusan Menteri Keuangan Nomor KMK-1002/KMK.04/1984 dan KMK-254/KMK.01/1985). Ketentuan Pasal 18 ayat (3) UU PPh memberikan kewenangan pada DJP untuk menentukan kembali besarnya penghasilan dan pengurangan serta menentukan utang sebagai modal untuk menghitung besarnya penghasilan kena pajak bagi Wajib Pajak yang mempunyai hubungan istimewa, dan DJP dapat melakukan koreksi pinjaman tanpa bunga dari pemegang saham jika tidak memenuhi syarat kumulatif seperti yang dimaksud dalam Surat Direktur Jenderal Pajak Nomor S-165/PJ.312/1992. Tax avoidance melalui pemberian pinjaman dengan memanfaatkan ketentuan
Perjanjian Penghindaran Pajak (P3B) diambilkan dari adanya loophole dalam ketentuan pasal 11 P3B antara Indonesia dengan Belanda yang memungkinkan atas bunga pinjaman tersebut dikenakan tarif PPh Pasal 26 yang lebih rendah dari 20% yaitu 10% dan bahkan 0%.
Ketentuan yang terkait dengan pencegahannya adalah kewajiban menyerahkan Surat Keterangan Domisili bagi WP luar negeri yang memanfaatkan P3B (Surat Edaran Direktur Jederal Pajak Nomor SE-03/PJ.101/1996) dan ketentuan mengenai ?Beneficial Owner?. (SE-
04/PJ.34/2005) Selanjutnya dilakukan analisa apakah peraturan perpajakan yang sudah ada sudah cukup kuat untuk mencegah tax avoidance melalui pinjaman related party , kelemahankelemahan
peraturan tersebut sehingga dapat dimanfaatkan Wajib Pajak untuk melakukan tax avoidance serta memberikan saran-saran perbaikan terhadap peraturan yang ada serta usul peraturan perpajakan terutama terkait dengan back to back loan.
2007
T 24511
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Ruth Octorina Kantate
2007
T24517
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Dian Savitri Esthi Wardani
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2007
T24535
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Ferizal
Jakarta: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2008
T-pdf
UI - Tesis Open Universitas Indonesia Library
Adhi Catur Nurhidayat
Abstrak :
.......Pengkreditan Pajak Masukan dalam suatu perusahaan terpadu khususnya
perusahaan terpadu kelapa sawit menjadi sengketa yang banyak dibahas di
Pengadilan Pajak. Dari studi kasus terhadap beberapa Putusan Pengadilan Pajak
terkait sengketa PPN Masukan tersebut, terdapat perbedaan pendapat antara DJP
di satu sisi dengan perusahaan terpadu kelapa sawit selaku Wajib Pajak dan
Majelis Hakim di sisi lain. DJP berpendapat bahwa Pajak Masukan terkait dengan
unit yang menghasilkan BKP Strategis yang atas penyerahannya dibebaskan dari
pengenaan PPN, tidak dapat dikreditkan. Namun pengusaha perusahaan terpadu
serta Majelis Hakim berpendapat bahwa pengkreditan Pajak Masukan harus
dikaitkan dengan ada atau tidak adanya penyerahan yang terutang PPN pada
produk akhir dari rangkaian kegiatan usaha integrated tersebut. Analisis ketentuan
pengkreditan Pajak Masukan dilakukan dengan menganalisis pendapat yang
dikemukakan masing-masing pihak pada ketiga contoh kasus yang diambil dalam
penulisan ini. Dari hasil analisis menunjukkan bahwa Pajak Masukan yang
diperoleh dari unit perkebunan yang menghasilkan TBS pada perusahaan terpadu
seharusnya dapat dikreditkan sesuai dengan Pasal 9 ayat (2) Undang-Undang PPN
Nomor 18 Tahun 2000 tentang Perubahan Kedua tentang Undang-Undang Nomor
8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak
Penjualan atas Barang Mewah. Selain itu, dari hasil analisis juga diketahui bahwa
peraturan PPN yang ada belum efektif mengatur tentang pengkreditan Pajak
Masukan dalam suatu perusahaan terpadu khususnya kelapa sawit.
ABSTRACT
Crediting VAT input in an integrated enterprise particularly integrated palm oil
company becomes a dispute that is widely discussed in the Tax Court . From
some case study Verdicts Tax Court concerning the input VAT , there are some
different opinions among the DJP in one side with an integrated palm oil company
as taxpayer and the panel of Tax Court judges on the other side. DJP found that
the input VAT associated with the unit that produces the strategic taxable goods
on transfered is exempt from VAT, can not be credited. However the integrated
companies and the judges of Tax Court thought that the crediting of Input VAT
must be attributed to the existance of the VAT payable transfered on the final
product of the intergrated operations. The analysis of input VAT crediting policy
was done by analyzing the opinions expressed on each of the three cases taken
from this paper. The results of the analysis indicated that the VAT input derived
from plantations that produce TBS unit should be credited according to Article 9
(2) of VAT Act No. 18 of 2000 on the Second Amendment of Law No. 8 of 1983
on Value Added Tax on Goods and Services and Sales Tax on Luxury Goods . In
addition, from the results of the analysis, it?s also known that the existing of VAT
rules has not been effectively regulate the VAT input crediting, especially the
integrated palm oil company.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2013
T55458
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Eko Yunianto Prabowo
Abstrak :
Penelitian ini meneliti bagaimana penerapan analisis FAR untuk untuk menentukan remunerasi sesuai Arm?s Length Principle di Indonesia. Penelitian dilakukan terhadap teori tentang analisis FAR dan prakteknya di negara Jerman, Amerika dan Indonesia.
Dari penelitian terhadap teori dan praktek dilapangan ditemukan bahwa Analisis FAR merupakan faktor penting dalam menentukan remunerasi sesuai Arm's Length Principle. Analisa FAR digunakan untuk memahami transaksi afiliasi yang diperiksa sehingga pihak yang akan diuji melalui pembanding yang potensial akan dapat ditentukan. Penentuan pembanding internal atau pembanding eksternal akan bergantung pada kemiripan karakeristik FAR yang dihasilkan melalui pengulangan proses analisis FAR transaksi/pihak yang dibandingkan oleh pembanding potensial.
Penelitian menghasilkan flowchart langkah-langkah yang harus dilakukan dalam analisis FAR dengan mempertimbangkan faktor-faktor penyesuaian yang dapat diandalkan, hirarki perbandingan dan faktor perbandingan lainnyadalam penetapan pembanding yang dapat diandalkan dan dipercaya. Pertimbangan ketiga faktor tersebut akan membantu penentuan metode transfer pricing terbaik untuk menentukan remunerasi sesuai Arm?s Length Principle.
Penelitian ini menyimpulkan bahwa di Indonesia perlu ditetapkan langkahlangkah dalam membuat analisis FAR dan analisis FAR terintegrasi dalam grup (?Value chain?) agar Agar Wajib Pajak dapat menentukan remunerasi sesuai Arm's Length Principle di Indonesia. Ketika proses analisis FAR telah dilakukan terhadap Wajib Pajak dalam suatu industri, maka akan dapat terbentuk suatu pembanding yang dikenal dengan nama "benchmark".
This research is about the application of functional analysis to determine the arm?s length principle renumeration in Indonesia. This research is done to the functional analysis theory and practice in Jerman, USA and Indonesia.
Functional analysis is an important factor to determine the arm?s length principle renumeration. The functional analysis is used to understand the afiliated transaction so that the potential comparable will depend on functional characteristic that is found through the repeatence of functional analysis transaction or tested party compare to the potential comparable.
This research result the flowchart of step that should be done in functional analysis by considering the adjustment factors that is reliable, the comparable hierarchy and other comparable factors in determining the reasonable and reliable comparable. Those three factors will help determining the best transfer pricing method to determine the arm?s length principle renumeration.
This research concluded that it is needed to determined the step in making the functional analysis and value chain analysis in Indonesia so that the tax payers can determine the arm?s length principle renumeration. When functional analysis is done to the tax payers in the same industry, it will create a comparison that is known as "benchmark".
Depok: Fakultas Eknonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2010
T28294
UI - Tesis Open Universitas Indonesia Library