Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Lie Tjun Tjie
"ABSTRAK
Munculnya isu penelitian ini diawali dengan adanya tingkat kesenjangan yang
signifikan di bidang studi perancangan arsitektur, yaitu antara konsep verbal yang
diinginkan oleh seorang perancang dengan konsep figural yang dihasilkan. Hasil
pengamatan banyak menunjukan pola hubungan yang tidak signifikan atau tidak
sejalan. Peneliti merasa tertarik untuk meneliti lebih jauh terhadap fenomena
tersebut.
Melalui kajian bidang psikologi khususnya psikologi pendidikan, peneliti
menganalisis beberapa teori yang relevan seperti; teori kreativitas khususnya pada
proses berpikir kreatif teori perancangan arsitektur, dasar-dasar teori neurologi, dan
teori belajar. Hasil analisis beberapa teori tersebut disintesakan oleh peneliti dalam
bentuk model pembelajaran yaitu ?model pembelajaran transfomasi kreatif dalam
proses berpikir?.
Tujuan penelitian adalah ingin membuktikan pengaruh model pembelajaran
transformasi kreatif dalam proses berpikir terhadap prestasi belajar di bidang
perancangan arsitektur (bangunan). Sedangkan masalah utama penelitian ini adalah
?apakah ada perbedaan yang signifikan antara prestasi belajar pada matakuliah
perancangan arsitektur yang disebabkan oleh model pembelajaran transformasi
kreatif dalam proses berpikir dan model pernbelajaran konvensional (analisis
tugas)?.
Prosedur penelitian meliputi: sampel berasal dari mahasiswa arsitektur, metode
yang digunakan untuk interpretasi hasil penelitian menggunakan rancangan
eksperimen, alat analisis datanya menggunakan Uji-U, dan koefisien jalur atau path
analysis.
Dari hasil analisis atau olah data, diperoleh hasil yang menunjukkan bahwa
terdapat perbedaan yang signifikan terhadap prestasi belajar antara kelompok yang
diberi model pembelajaran transformasi kreatif dalam proses berpikir dan model
pembelajaran konvensional (analisis tugas), disamping itu terdapat juga peningkatan
yang signifikan pada kemampuan berpikir transformasi kreatif pada kelompok yang
diberi model pembelajaran transformasi kreatif dalam proses berpikir serta mampu
menghasilkan karya-karya kreatif dan inovatif.
Model pembelajaran transformasi kreatif dalam proses berpikir ini merupakan
inovasi terkini (2005) dalam ilmu psikologi khususnya bidang kreativitas dan
perancangan arsitektur.

Abstract
The emergence of the research topic was initiated by the significant discrepancies found
in the field of architectural designs, particularly between the verbal concept, which is
desired by a designer and the figural concept, which results in. The results of the
observation have indicated that the relationship is not significant or inconsistent. The
researcher is interested to explore such phenomena further.
Based on the analysis in the psychological Held, particularly the educational psychology,
the researcher attempted to analyze some relevant theories, such as: creativity theory -
particularly the creative thinking process, theory of architectural designs, basic theory of
neurology, and theory of learning. The results of the analysis on the theories are
synthesized by the researcher in the form of a learning model, which is ?the creative
transformational learning model of the thinking process".
The objective of the research is to prove the influence of the creative transformational
learning model of the thinking processes on the academic achievements in the areas of
architectural designs. Whereas the main problem of this research is whether there is a
significant difference between the academic achievements in the architectural design
class, caused by the creative transformational learning model of the thinking process and
the conventional learning model (based on the assignment analysis)
The research procedure includes the following aspects: samples taken from the architect
students. The research methods used to interpret the data were based on the experimental
design. The data analysis tools used were the U-Test and path analysis.
Based on the data analysis, it is indicated that there is a significant difference towards die
academic achievements between the groups where the creative transformational learning
model was applied and the groups where the conventional learning model was applied.
Some significant components, which have contributed to the academic achievements, are
as follows: the improvement of the creative transformational abilities and the works
produced are innovative and original.
The creative transformational learning model of the thinking process is the most recent
innovation in Psychology, specifically in the areas of creativity and architectural designs."
2005
D684
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Danang Priatmodjo
"ABSTRAK
Kehilangan kekuasaan politik sejak tahun 1950, Keraton Kasunanan Surakarta
menjalani masa survival untuk mempertahankan eksistensi kerajaan yang dibangun pada
tahim 1745 ini. Setengah abad kemudian tampak bahwa usaha keraton mulai menuai
basil. Tradisi-tradisi yang semula hilang bangkit kembali, dan upacara-upacara ad at Jawa
semakin marak dijalankan baik di dalam maupun di luar keraton. Gelar kebangsawanan
dikejar oleh berbagai kalangan pada skala nasional; dari orang biasa, usahawan, sampai
pejabat tinggi pemerintah.
Hasil penelitian mengungkapkan bahwa keberadaan Keraton Kasunanan dapat
dipertahankan karena peran sentral Raja Paku Buwono XII dalam melestarikan tradisi dan
memelihara ritual keraton. Dari sudut pandang antropologi politik, upaya sang raja ini
dapat diartikan sebagai bentuk strategi peneguhan kekuasaan melalui pemeliharaan
dukungan, legitimasi, dan otoritas. Pemeliharaan tradisi dan ritual yang sarat dengan
makna simbolik (bila perlu menciptakan tradisi baru yang tampak seolah tradisi kimo)
berperan besar dalam meneguhkan legitimasi kekuasaan. Di samping itu, keraton juga
menggimakan basis sakral sebagai strategi politik. Konsep keraton sebagai jelmaan alam
semesta {imago mundi) dan raja sebagai pusat alam semesta {axis mundi) dipakai sebagai
alat untuk meneguhkan eksistensi kerajaan yang sesungguhnya tidak lagi memiliki
kekuasaan politik.
Dari sudut pandang antropologi perkotaan, strategi survival berbuah pada bentukbentuk
kompromi penggunaan ruang dan tata ruang keraton berumur 250 tahun ini. Di
sini dapat dilacak pola perubahan dan konstansi tata ruang, yang menyangkut elemenelemen
tetap, setengah-tetap, dan tidak tetap.
Di balik kisah kebangkitan keraton yang tampak fenomenal ini, jika ditempatkan
pada skala yang lebih luas (skala kota Surakarta atau negara Indonesia), geliat Keraton
Kasunanan masa kini masih terlihat bagaikan "negara teater" yang mengandalkan
suguhan tradisi sebagai menu utamanya. Semangat mendukung keberadaan keraton
nampaknya masih merupakan minat individual.

ABSTRACT
Losing its political power in 1950, Keraton Kasunanan Surakarta has endured a
survival period in preserving the existence of this kingdom that was established in 1745.
Half a century later, seems that the kingdom has gained a considerable success.
Vanishing traditions have restored, while the practice of old Javanese rituals have
blossoming both inside and outside the kingdom wall. Nobility titles have been demanded
by broad range of people in nation-wide; from ordinary people, businessmen, until highrank
government officers.
The research reveals that the existence of Keraton Kasunanan has survived because
of the central role of King Paku Buwono XII in preserving traditions and maintaining
keraton's rituals. From the viewpoint of political anthropology, all the king's efforts can
be meant as strategy of strengthening the power by maintaining supports, legitimacy, and
authority. Maintenance of traditions and rituals, which full of symbolic meanings (and if
necessary, inventing new tradition that looks like ancient tradition), takes an important
role in building up power legitimacy. The kingdom has also made use of sacred base as
political strategy. The idea that puts the palace complex as representation of the universe
(imago mundi), and the king as center of the universe (axis mundi) has been used as a
tool to strengthen the existence of the kingdom that in fact has no more political power.
From the viewpoint of urban anthropology, the strategy of survival has resulted in
the compromise in the use of space and the spatial order of this 250-year old kingdom.
Here can be traced the change and constancy of urban order, which cover the fixed-feature,
semifixed-feature and nonfixed- feature elements.
Behind the revival story of the kingdom that looks phenomenal, ifplaced in larger
scale (city-wide Solo, or country-wide Indonesia), the struggle of Keraton Kasunanan
today appears no more than a "theater state " that relies on performing tradition as its
main menu. The spirit of supporting kingdom's existence seems to be individual interests."
2004
D834
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rudyanto Soesilo
"Arsitektur Postmodern yang mulai berkembang pada tahun 1970an, merupakan bagian yang penting dan tak terpisahkan dari Fenomena Postmodern sebagai pergerakan budaya pada akhir abad XX. Setelah Postmodernisme berkembang di dunia sastra, maka perkembangan ini menjalar ke sektor-sektor lain terutama ke sektor postmodern 'par-excellence", yaitu arsitektur. Pada tahun 1975, seorang sejarawan dan teoritikus Amerika. Charles Jencks dalam bukunya The Language of Post Modern Architecture telah mengalihkan istilah Postmodern dari sastra ke arsitektur. Sampai sekarang arsitektur merupakan bidang yang menonjol dalam wacana mengenai modernitas dan postmodernitas, sehingga tak dapat dipungkiri, bahwa arsitektur mempunyai peran yang penting dalam pergerakan Postmodern sebagai fenomena abad XX.
Di antara tahun 1960-an dan 70-an Postmodernism menyebarkan pengaruhnya pada seni dan arsitektur. Hal itu telah dimulai sejak tahun 1961 oleh buku yang spektakuler yang ditulis oleh Jane Jacobs The Death and Life of American Cities yang menjelaskan tentang pengaruh modernisme dan politik welfare state yang menciptakan kantong-kantong perumahan untuk kaum miskin, kebijaksanaan yang anti urban dan anti human yang pola-pola gridnya telah memotong mekanisme sosial dari pola urban neighbourhood yang telah secara tradisional hidup dalarn masyarakat.
Tahun 1966 Robert Venturi, seorang arsitek, kritikus dan teoritikus arsitektur meluncurkan buku Complexity and Contradiction in Architecture yang menekankan bahwa komunikasi arsitektural membutuhkan kompleksitas bukan simplisitas dan bahkan membutuhkan kontradiksi. Slogan dari kaum modernis "less is more" akan menjurus pada "less is a bore". Pendekatan gaya modernis dan pendekatan sosial yang uniform, teknokratik, dan solusi top down telah ditinggalkan.
Istilah postmodern kemudian dipakai secara menyebar sejak tahun 1970-an. Pada tahun 1975 Charles Jencks menggunakannya dalam arsitektur. Pada akhir tahun 1970-an tiga buah buku menegaskan Postmodernisme sebagai sebuah pergerakan : The Language of Post-Modern Architecture (1977) oleh Charles Jencks, La Condition Postinoderne : rapport sur le savoir (1979) oleh Jean-Francois Lyotard dan Philosophy and the Mirror of Nature (1979) oleh Richard Rorty.
Walaupun sulit untuk merumuskan arti postmodemisme, bukan saja banyaknya hal-hal yang dilabeli postmodernisme tetapi karena para postmodemis sendiri menyangkal bahwa mereka mempunyai doktrin dan teori tertentu. Tetapi walau bagaimanapun harus dilakukan suatu pemahaman yang kurang lebih dapat dicatat, sbb : Adanya tema-tema besar ataupun ide yang muncul dalam karya-karya post-modernisme, adanya berbagai klaim para postmodemis dan adanya isu-isu yang membagi postmodernisme.
Arsitektur Post-Modern kemudian berkembang pesat dengan beberapa doktrin-doktrinnya, di antaranya dikenal : Historicism, Straight-revivalism, Neo-vernacular, Adhocism Urbanist, Metaphor Metaphysical, Post-modern space Masing-masing mempunyai ciri fisik arsitektural tersendiri dan secara keseluruhan mengandung makna pluralistis serta mengindahkan masa lalu.
Arsitektur sering disebut sebagai Applied Art salah satu cabang seni-guna. Sesuai perkembangannya sebagai applied-art, karena harus bisa digunakan, Arsitektur harus ditopang oleh teknologi (building-engineering) dan fisibilitas ekonomi. Dalam perkembangan terakhir, Arsitektur didekati dari berbagai cabang ilmu, misalnya: ilmu-ilmu perilaku (behavioural sciences) seperti: Psikologi, Sosiologi dan Antropologi, di?."
Depok: Universitas Indonesia, 2004
D489
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Uguy, Mediana Johanna Hendriette
"ABSTRAK
Suburbanisasi dalam pengembangan wilayah jabotabek, ditandai dengan pembangunan jalan raya bebas hambatan yang memencar dari Jakarta hampir ke segal arah, yang menghasilkan pola perkembangan sprawl. Berpindahnya fungsi hunian ke pinggi kota Jakarta mendorong pula timbulnya fungsi-fungsi lain yang mengikutinya yaitu kesehatan, pendidikan, perbelanjaan, dan lain-lain. Pembangunan kawasan pinggir kota yang sangat pesat ini telah menimbulkan juga berbagai permasalahan lingkungan hidup.
Timbulnya permasalahan lingkungan hidup di kawasan peri-urban antara lain dapat dijelaskan sebagai berikut: (1) Fungsi daerah-daerah resapan dan tangkapan air berkurang, digantikan oleh fungsi permukiman, baik untuk hunian maupun usaha komersial; (2) Kapasitas infrastruktur jalan raya dan jaringan transportasi massal tidak memadai untuk melayani penduduk ulang-alik; (3) Arus ulang-alik yang tinggi juga menunjukkan mata pencarian penduduk yang tinggal di luar kota berada di dalam Kota Jakarta; (4) Harga lahan relatif murah di luar jakarta merupakan salah satu pendorong pembangunan fasilitas hunian besar-besaran di kawasan peri-urban; (5) Kapasitas pelayanan publik tidak sepadan dengan pertumbuhan populasi dan kompleksitas pembangunan di peri0urban. Kualitas lingkungan buruk seperti kekumuhan, jalan rusak, limbah yang tidak teratasi dengan baik, dan tata ruang semrawut merupakan indikasi dari fungsi pelayanan publik yang tidak berjalan dengan baik.
Berdasarkan pengenalan permasalahan di atas, saya mengembangkan pertanyaan-pertanyaan penelitian sebagai berikut:
(1) Apakah kebijakan yang berkaitan dengan pembangunan perkotaan yang ada telah mengarahkan pembangunan menuju tujuan keberlanjutan, yaitu telah mempertimbangkan keseimbangan tujuan-tujuan ekologi, ekonomi, dan sosial? Pada implementasi dari kebijakan tersebut, aspek-aspek apa saja yang menjadi penghambat tercapainya tujuan keberlanjutan dimaksud.
(2) Faktor-faktor apa saja yang menentukan pengembangan lingkungan peri-urban?
(3) Konsep apa yang dapat diusulkan bagi pengembangan lingkungan peri-urban yang menuju keberlanjutan?
Tujuan dan Manfaat
Tujuan utama penelitian ini adalah menemukan konsep baru bagi pengembangan lingkungan peri-urban yang menuju keberlanjutan. Upaya membangun konsep dimaksud, antara lain dengan: (1) Mengevaluasi kebijakan pembangunan perkotaan dan mengenali aspek-aspek apa saja yang menjadi pendorong maupun penghambat dalam pencapaian tujuan berkelanjutan;
(2) Menemukan faktor-faktor yang membentuk kawasan peri-urban, baik eksternal maupun internal; dan (3) Mengajukan konsep berkelanjutan perkotaan sebagai tujuan pengembangan.
Manfaat studi ini adalah turut mengisi khazanah Ilmu Lingkungan, sebagai body of knowledge, menyangkut aktivitas manusia dalam mengintervensi kawasan peri-urban dengan mengintegrasikan prinsip-prinsip ekologi dalam perencanaan. Pemanfaatan ruang dan pengelolaan kota. Dalam konteks ini ditekankan bahwa manusia adalah bagian dari lingkungan hidup kotanya yang saling berinteraksi secara interdependen dengan komponen lainnya menuju suatu keadaan homeostasis atau keseimbangan.
manfaat praktis bagi pemerintah adalah tersedianya salah satu referensi, untuk mengevaluasi serta mengembangkan pembangunan dan pengelolaan kotanya, mengenal dan memahami lingkungan hidup lokalnya, baik potensi maupun ancaman yang terkandung di dalamnya. Bagi masyarakat umum, perorangan, atau lembaga swadaya, atau badan-badan perwkilannya, hasil studi ini dapat memberikan pemahaman yang lebih baik tentang lingkungan hidupnya secara lokal maupun dalam pengertian yang luas; guna berpartisipasi scara lebih cerdas dan efektif dalam penentuan kebijakan, perencanaan, dn pengelolaan kota tempat tinggalnya. Kita membentuk lingkungan kita dan kemudianlingkungan yang kita bentuk itu membentuk kita. Pilihan ada pada kita."
2006
D642
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yuke Ardhiati
"ABSTRAK
Kehadiran ide "Arsitektur Panggung" merupakan visualisasi ideologi Penguasa melalui karya arsitektur terdorong oleh trilogi hasrat, intervensi, dan rasa seni. Di Indonesia terwujud sebagai ekspresi kekuasaan Soekarno 1960-an menjadi ruh tergubahnya karya arsitektur "Projek Mercusuar"di Jakarta. Teori "Arsitektur Panggung" sebagai Arsitektur Non Material yaitu "sesuatu‟ yang tak teraga mendahului fisik material Arsitektur memiliki karakteristik sebagaimana konsep Khora.
Sejumlah data metafisik berdasar data kesejarahan menunjuk bekal Soekarno Muda sebagai arsitek, politisi, dan penulis naskah drama tonil yang memampukannya di saat menggaungkan Nation Pride melalui karya arsitektur. Fenomena serupa di mancanegara ditampakkan pada arsitektur warisan Adolf Hitler di Jerman, Joseph Stalin di Soviet Uni, Kubitchek di Brazilia dan Mao Tze Dong di Cina, serta Nehru di India. Akan tetapi bekal pengetahuan tacit kearsitekturan khas Timur yang dipadukan dengan Barat yang dimiliki Soekarno telah membedakannya dengan Penguasa lainnya. Soekarno telah memberi warna kehadiran ide "arsitektur panggung" dengan pesona ke-Indonesia-an khas Jawa Kuno berupa ornamentik yang dilekatkan pada bangunan Arsitektur Modern, telah membedakannya dengan Hitler ketika menggubah gaya Fuhrer, Stalin ketika menggubah Gothic Stalinist, Kubitcheck dalam menggubah Ibukota Brazilia, Nehru ketika menggubah Chandigarh ataupun ketika China menggubah diri sebagai "Paris dari Timur".
Melalui penelitian Grounded Theory dan cara pengamatan fenomenologis pada sepilihan karya arsitektur "Projek Mercusuar" melalui pengamatan visual, pengalaman keruangan, serta penghimpunan data metafisik yang dipertautkan keterhubungannya secara hermeneutik- interpretatif terungkap adanya proses memutu dalam kehadiran arsitektur. Ketika urutan demi urutan keruangan juga dipertautkan tersingkap adanya kesepadanan struktural yang membingkai ruh dan raga dari ide "Arsitektur Panggung" gagasan "Arsitek" Soekarno sebagai ekspresi kesepadanan pengetahuan arsitektural dan jiwa dramaturgi yang melingkupinya.

ABSTRACT
The presence of the idea of "Architecture Stage" is a visualization of the Ruler through the architectural work as his ideologies are driven by trilogies of his passion, his intervention and his sense of art. In Indonesia Soekarno manifested his ideologies as his expression in the 1960‟s with the architectural masterpiece known as the "Project‟s Lighthouse" in Jakarta. The theory of the "Architecture Stage" was found as part of a "Non-material Architecture‟, that is "something‟ regarded as an intangible architecture that precedes the materiality with similar characteristics as the concept of space " Khora.
Some of the metaphysical data as historical archives was collected through the historical of event, starting from young Soekarno as an Architect, Politician, and the Playwright of drama tonil, which empowered him in echoing the Nation‟s Pride ideology through his works and architectural masterpieces. The same phenomena abroad was revealed in the architectural legacies of Adolf Hitler in Germany, Joseph Stalin in the Soviet Union, Kubitchek in Brazilia, Mao Tze Dong in the People‟s Republic of China, and Nehru in India. However, there are different types in Indonesia. Soekarno‟s architecture tacitly expressed architectural knowledge in the manner of "Eastern meets Western‟, resulting in a combination of differences between them. Soekarno has given "color‟ as sense of presence in the ideas of the "Architecture Stage". Combining the charm of the Indonesian culture by exploring Ancient Javanese form, Soekarno distinguished his architectural style by attaching building ornamentation to Modern Architecture. This was done at a time when Hitler was composing his architectural style, when Stalin was composing the Stalinist Gothic, when Kubitcheck was designing the capital city of Brazilia, when Nehru was composing Chandigarh and when Shanghai, China was declared as the "Paris of the East‟.
By using the "Grounded Theory‟research method, which refers to Glaser and Strauss, phenomenological observations are noted in several architectural works concerning the "Project‟s Lighthouse" in Jakarta in the 1960‟s. Through visual observation and spatial experiences as well as metaphysical data collection, the idea of connectedness was found. Through a Hermeneutic-Interpretive method, the process of deriving quality from an architectural presence is revealed. By connecting the spatial sequences in architecture, Tugu Nasional, known as the "Project‟s Lighthouse" reveals the structural equivalence of the spirit as the body and soul of the idea of an "Architecture Stage." This was Soekarno‟s idea as an expression of his architectural knowledge with his dramaturgy representation. Soekarno composes the idea of a "Soekarnoestic Architecture Stage" as the metaphor for representing himself as the "Stage of Indonesia".
"
2012
D2029
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library