Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Gigih Setiawan
"Latar Belakang: Salah satu jenis kelompok kanker paru yaitu neoplasma neuroendokrin dikelompokan berdasarakan gambaran histopatologi dengan pervalens 20-25% dari seluruh kanker paru. Karsinoid atipikal adalah tumor derajat menengah yang bersifat lebih agresif dari karsinoid tipikal. Karsinoma neuroendokrin paru sel besar dan karsinoma neuroendokrin paru sel kecil (KPKSK) adalah karsinoma derajat tinggi dengan prognosis yang sangat buruk dan memiliki ekspresi PD-L1. Ekspresi PD- L1 pada karsinoma neuroendokrin berhubungan dengan angka tahan hidup pasien. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proporsi ekspresi PD-L1 pada neoplasma neuroendokrin paru di RSUP Persahabatan
Metode: Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif potong lintang menggunakan data rekam medis pasien neoplasma neuroendokrin paru yang terdiagnosis secara histopatologi di poliklinik onkologi RSUP Persahabatan. Seluruh status rekam medis pasien neoplasma neuroendokrin paru dari januari 2019 hingga mei 2023 didata. Proses pengumpulan data dilakukan pada bulan januari 2023 hingga agustus 2023. Setelah itu dilanjutkan pemeriksaan imunohistokimia (IHK) PD-L1 menggunakan antibodi 22C3 pada sampel yang memenuhi kriteria inkulsi, lalu dilanjutkan analisis data menggunakan SPSS versi 25.
Hasil: Pada penelitian ini terdapat tujuh sampel atau 14% sampel yang memiliki memiliki ekspresi PD-L1 positif dari 50 total sampel. Tendensi karakteristik pasien neoplasma neuroendokrin paru pada penelitian ini yaitu jenis kelamin laki-laki, kelompok usia ≥60 tahun, memiliki riwayat merokok dengan indeks brinkman berat, tidak memiliki riwayat pajanan di lingkungan kerja, tidak memiliki riwayat pengobatan TB paru, tidak memiliki riwayat kanker keluarga dan stage lanjut. Proporsi jenis histopatologi neoplasma neuroendokrin paru dari empat kelompok tersebut yaitu dua sampel (4%) karsinoid tipikal, enam sampel (12%) karsinoid atipikal, 31 sampel (62%) karsinoma neuroendokrin paru sel kecil dan 11 sampel (22%) karsinoma neuroendokrin paru sel besar. Ekspresi PD-L1 positif ditemukan pada 3 kelompok yaitu 1 sampel (16,7%) pada kelompok karsinoid atipikal, 4 sampel (12,9%) pada kelompok karsinoma neuroendokrin paru sel besar dan 2 sampel (18,2%) pada sel kecil. Nilai median overall survival untuk kelompok PD-L1 negatif yaitu 9 bulan (IK 95% 3,9-14 bulan) sedangkan pada kelompok PD-L1 positif median OS 8,5 bulan (IK 95% 4,9-12 bulan) dengan p 0,228.
Kesimpulan: Ekspresi PD-L1 positif ditemukan sebesaar 14% dari 50 sampel. Tidak terdapat perbedaan bermakna secara statistik antara faktor-faktor yang memengaruhi ekspresi PD-L1.

Background: One type of lung cancer group, namely neuroendocrine neoplasms, is grouped based on histopathological features with a prevalence of 20-25% of all lung cancers. Atypical carcinoids are intermediate grade tumors that are more aggressive than typical carcinoids. Large cell lung neuroendocrine carcinoma and small cell lung neuroendocrine carcinoma (SCLC) are high-grade carcinomas with a very poor prognosis and PD-L1 expression. PD-L1 expression in neuroendocrine carcinoma is associated with patient survival. This study aims to determine the proportion of PD-L1 expression in pulmonary neuroendocrine neoplasms at Persahabatan General Hospital.
Method: This study was a cross-sectional descriptive study using medical records of patients with lung neuroendocrine neoplasms diagnosed histopathologically at the oncology polyclinic of Persahabatan General Hospital. All medical records status of lung neuroendocrine neoplasm patients from January 2019 to May 2023 were recorded. The data collection process was carried out from January 2023 to August 2023. After that, the PD-L1 immunohistochemistry examination was continued using the 22C3 antibody on samples that met the inclusion criteria, then continued data analysis using SPSS version 25.
Result: there were seven samples or 14% of the samples had positive PD-L1 expression out of 50 total samples. Characteristics tendency of patients in this study are male, age group ≥60 years, have a history of smoking with a severe Brinkman index, have no history of exposure in the work environment, have no history of pulmonary TB treatment, have no family history of cancer and advanced stage. The proportion of histopathological types of neuroendocrine neoplasms of the lung from the four groups were two samples (4%) typical carcinoid, six samples (12%) atypical carcinoid, 31 samples (62%) small cell lung neuroendocrine carcinoma and 11 samples (22%) lung neuroendocrine carcinoma large cell. Positive PD-L1 expression was found in 3 groups, namely 1 sample (16.7%) in the atypical carcinoid group, 4 samples (12.9%) in the large cell lung neuroendocrine carcinoma group and 2 samples (18.2%) in a small cell. The median overall survival value for the negative PD-L1 group was 9 months (95% CI 3.9-14 months) while in the positive PD-L1 group, the median OS was 8.5 months (95% CI 4.9-12 months) with p 0.228.
Conclusion: Positive PD-L1 expression was found 14% from 50 samples. There was no statistically significant difference between the factors influencing PD-L1 expression.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Christian Febriandri
"Latar belakang: Pasien bekas TB yang telah diobati akan mengalami perubahan struktur anatomi paru permanen sehingga dapat meningkatkan risiko kejadian gejala sisa. Gejala sisa yang terjadi dapat meninggalkan lesi di paru dan ekstra paru. Pada lesi paru biasanya diawali dengan perubahan struktur bronkial dan parenkim paru seperti distorsi bronkovaskuler, bronkietaksis, emfisematus dan fibrosis. Fungsi paru pada pasien 6 bulan setelah menyelesaikan pengobatan TB kategori I ditemukan nilai tes fungsi paru cenderung lebih rendah walapun sudah menyelesaikan obat anti tuberculosis (OAT) selama 6 bulan.
Metode: penelitian menggunakan metode potong lintang pada 65 pasien yang mendapatkan OAT lini I di Poli Paru RSUP persahabatan. Subjek penelitian akan menjalani pemeriksaan spirometri, DLCO, darah rutin dan HRCT toraks.
Hasil: Pada penelitian ini didapatkan median usia subjek 45 tahun dengan usia paling muda 18 tahun dan usia paling tua 60 tahun. Jenis kelamin pada penelitian ini didapatkan laki-laki sebanyak 33 subjek (51%). Sebanyak 66% subjek terdapat kelainan spirometri. Hasil spirometri dengan kelainan terbanyak yaitu gangguan restriksi dan obstruksi (campuran) pada 29 (44%) subjek, gangguan restriksi sebanyak 13 (21%) subjek, satu (1%) subjek gangguan obstruksi dan 22 (33%) subjek tidak ditemukan kelainan. Derajat lesi pada HRCT toraks menggunakan modifikasi Goddard score didapatkan derajat lesi ringan sebanyak 33 (51%), sedang 20 (31%), berat 8 (12%) subjek. Karakteristik lesi terbanyak pada parenkim paru secara berurutan fibrosis, kalsifikasi, bullae, retikuler opasitas, ground glass opacity (GGO), nodul, konsolidasi dan jamur. Lesi saluran napas yang terbanyak secara berurutan yaitu bronkietaksis, ateletaksis, dilatasi trakea. Gangguan kapasitas difusi terbanyak yaitu derajat ringan 25 (38%), moderate 22 (33%) dan berat 3 (5%). Pada penelitian ini ditemukan perbedaan bermakna antara derajat kelainan kapasitas difusi paru terhadap derajat lesi pada HRCT toraks dan terdapat risiko 8,68 kali (IK 95% 2,3-32,72)..
Kesimpulan: Terdapat hubungan bermakna antara derajat gangguan difusi paru terhadap derajat lesi pada HRCT toraks. Penurunan fungsi paru setelah menyelesaikan pengobatan TB dapat terjadi sehingga diperlukan pemeriksaan fungsi paru dan HRCT toraks secara berkala.

Background: Former TB infection patients will experienced changes in anatomical structure of the lung. Hence, it wil increased risk of sequelae. Sequelae can occur in extra pulmonary. Lung lesions changes in the structure of the bronchial and lung parenchyma such as bronchovascular distortion, bronchietacsis, emphysema and fibrosis. Lung functions in patients 6 months after completing TB treatment found that lung function test tend to be lower even after completing treatment for 6 months.
Methods: This studi used a cross-sectional method on 65 patients whom received anti tuberculosis drugs at Lung Polyclinic, Persahabatan Hospital. Research subjects will undergo spirometry, DLCO, blood test and HRCT thorax.
Results: In this study median age of subjects was 45 years. The youngest was 18 years and oldest was 60 years. Male population was 33 (51%) subjects. Total 66% subjects have lung function impairment. Resulst of spirometry showed mixed disorder in 29 (44%) subjects, restriction disorder in 12 (19%) subjects, one subjects with obstructive disorders and 22 (33%) subjects are normal. Based on Goddard modificaion score showed mild degree in 33 (51%) subects, moderate 20 (31%) dan severe 8 (12%) subjects. The most characteristic lesions in the lung parenchymal were fibrosis, calcification, bullae, reticular opacity, GGO, nodules, consolidation and fungi. The most common airway lesions were bronchietacsis, atelectasis and trachel dilatation. The most common lung diffusion impairment is mild 25 (38%), moderate 22 (33%) and severe 3 (5%). In this study found that there was a significant difference among lung diffusion impairment and degree of lesion based on HRCT thorax with OR 8.68 (CI 95% 2.3- 32.72).
Conclusion: There was significant relationship between lung diffusion impairment and degree of lesions based on HRCT thorax. Decrease lung function after completing TB treatment can occur so that routine lung function test and HRCT thorax imaging are recommended.
"
2022
SP-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tika Indriati
"Latar belakang : Bronkoskopi merupakan tindakan penting dalam bidang pulmonologi. Bronkoskopi memiliki peran diagnostik dan terapetik pada pasien perawatan intensif yang tidak dapat ditransport ke tempat pemeriksaan pencitraan. Pasien dalam perawatan intensif dapat terintubasi ataupun tidak. Pasien terintubasi dengan ventilasi mekanis dapat mengalami pneumonia akibat virus, bakteri maupun jamur. Retensi sekresi bronkus dapat menyumbat saluran napas dan meningkatkan risiko infeksi. Metode: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui profil tindakan bronkoskopi pada pasien di Instalasi perawatan intensif (IPI) Rumah Sakit rujukan Respirasi Nasional Persahabatan. Desain penelitian ini yaitu deskriptif dan bersidat retrospektif berdasarkan data pada rekam medik pasien. Penelitian ini dilakukan di IPI RS Persahabatan pada bulan November 2023 sampai Februari 2024 dengan subjek penelitian yaitu pasien di IPI yang menjalani tindakan bronkoskopi pada periode 1 Januari 2022 sampai 31 Juli 2023 yang memenuhi kriteria inklusi. Besar sanpel pada penelitian ini yaitu 113 pasien. Analisis dilakukan pada 70 pasien yang menjalani tindakan bronkoskopi di IPI. Data yang diiperoleh diolah dan dianalisis univariat dengan perangkat lunak SPSS. Hasil : Median umur pasien yang menjalani tindakan bronkoskopi didapatkan 51,5 tahun, jenis kelamin laki-laki dominan (61,95%), dengan perangkat oksigenasi sebelum tindakan bronkoskopi yaitu ventilasi mekanis (90%). Pneumonia merupakan diagnosis penyakit paru terbanyak (50%). Komorbid gangguan sistem kardiovaskular terjadi pada 47,14% pasien. Indikasi tindakan bronkoskopi terbanyak yaitu retensi sputum dan atelektasis (31,43% dan 30%). Modalitas tindakan berupa bronchial toilet pada 98,57% pasien. Analgetik digunakan pada 98,52% pasien. Kombinasi analgetik, sedasi, pelumpuh otot dan ketamin serta kombinasi analgetik dan sedasi paling banyak digunakan. Parameter tanda vital paling banyak ditemukan berupa peningkatan tekanan darah dan nadi sebelum dan sesudah tindakan bronkoskopi. Temuan bronkoskopi berupa stenosis kompresi, mukosa hiperemis dan sekret mukopurulen paling banyak ditemukan. Perbaikan gambaran foto toraks setelah tindakan bronkoskopi pada 35,71% pasien. Belum tercantum dengan jelas data komplikasi dua jam pasca tindakan pada pasien di IPI, namun dan tidak didapatkan perburukan dari parameter tanda vital. Median lama perawatan di IPI pada pasien yang menjalani tindakan bronkoskopi yaitu 12 hari. Angka kesintasan pasien yang menjalani tindakan bronkoskopi di IPI yaitu 52,85%.

Background : Bronchoscopy is an important procedure in the filed of pulmonology. Bronchoscopy has diagnostic and therapeutic role for intensive care patients who cannot be transported to imaging centre. Patients in intensive care may be intubated or not. Intubated patients with mechanical ventilation can experience pneumonia caused by vruses, bacteria or fungi. Retention of bronchial secretions can obstruct the airways and increase the risk of infection. This study aims to determine the profile of bronchoscopy procedures of patient at intensive care installation at hte Persahabatan National Respiratory Center. Method : The design of thins research is descriptive and retrospektive based on data in the patient’s medical record. This research was conducted at intensive care installation Persahabatan Hospital from November 2023 to February 2024. Subject if this study are patients who underwent bronchoscopy procedures from January 1st 2023 until July 31st 2024 whi met the inclusion criteria. The sample size in this study was 113 patients. Analysis was carried out on 70 patients who underwent bronchoscopy at IPI. The data obtained were processed and analyzed univariately using SPSS software. Result : The median age of patients undergo bronchoscopy was 51.5 years, male gender was dominant (61.95%), with oxygenation devices before bronchoscopy, namely mechanical ventilation (90%). Pneumonia is the most common lung disease diagnosis (50%). Comorbid cardiovascular system disorders occurred in 47,14% of patients. The most frequent indication for bronchoscopy were sputum retention and atelectasis (31,43% and 30%). The modality of bronchoscopy was bronchial toilet in 98.52% of patients. Analgesics were used in 98.52% of patients. Combination of analgetics, sedatiopm, muscle relaxant and ketamine as well as combiantion of analgetics and sedation are most widely used. The most common vital sign parameters found were an increase in blood pressure and pulse before and after bronchoscopy. Bronchoscopy findings in the form of compression stenosis, hyperemic mucosa and mucopurulent discharge were most commonly found in patients undergoing bronchoscopy at IPI. Chest radiograph improvement after bronchoscopy in 35.71% of patients. There were no clear data on two-hours complications after the procedure, however there was no deterioration in vital sign parameters. The median length of stay at IPI for patients undergoing bronchoscopy is 12 days. The survival rate for patients who undergo bronchoscopy at IPI is 52.85%."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library