Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
Norma Diana
Abstrak :
Hidup perempuan Jawa memang ironis. Mereka selalu ditanamkan oleh nilai-nilai yang membatasi kebebasannya. Dengan alasan untuk menjaga keharmonisan relasi antar sesama manusia, perempuan Jawa didoktrin untuk selalu patuh pada nilai-nilai tersebut. Sesungguhnya, nilai-nilai keharmonisan yang didewakan oleh adat Jawa merupakan diskriminasi yang dilakukan oleh kaum patriarki demi merebut subjektivitas perempuan sebagai manusia yang bebas. Kartini, sebagai manusia perempuan Jawa, mengalami langsung diskriminasi ini sehingga membuatnya selalu dijadikan objek oleh adat. Transendensi merupakan cara yang dapat membuat perempuan meraih kembali subjektivitas dan kebebasan tersebut. Namun Kartini tidak bisa melampaui imanensinya, sehingga membuatnya tetap berada pada posisi subordinat di dalam adat Jawa.
......
Javanese women’s live are ironic. They are always embedded with values that bounding her freedom. With motivation for keeping harmony in human relation, Javanese woman obediently doctrined for that values. Actually, harmony values that divined by Javanese tradition are discrimination doing by patriarchist to clutched women’s subjectivity as a free human. Kartini, as a Javanese woman, directly experience this discrimination, so make her always becoming object by Javanese tradition. Transcendence is the only way that can make women reach back her subjectivity and freedom. But, Kartini can not beyond her immanence, so make her always still at subordinate point in Javanese culture.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2015
S61059
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Frederikus Fios
Abstrak :
ABSTRAK
Relasi antara manusia dengan lingkungan selalu mengristalisasikan
fenomena kontradiksi etis. Manusia memposisikan diri sebagai subjek moral yang
bernilai superior sehingga mengakibatkan pandangan inferior atas alam hanya
sebatas objek eksploitasi. Tradisi berpikir antroposentrik berparadigma atomistikmekanistik
seperti ini diletakkan secara meyakinkan oleh para filsuf modern
seperti Francis Bacon, Rene Descartes, dan Emmanuel Kant. Segala sesuatu
dalam alam direduksikan fungsinya hanya pada dimensi rasionalitas logisatomistik
yang memarginalkan posisi nilai-nilai. Tradisi berpikir yang
mempersepsikan alam sebagai objek empiris membuka eksploitasi besar-besaran
mengejar gagasan materialisme dan bisnis-ekonomi untuk meraih target
keuntungan maksimal. Manusia akhirnya menjadi pribadi Homo economicus
materialis. Krisis lingkungan muncul secara sporadis di seluruh belahan dunia.
Dibutuhkan strategi filsafat moral-etis baru sebagai alternatif untuk membenahi
persoalan ini. Para pemikir etika lingkungan sebelumnya seperti Arne Naess,
Fritjof Capra, Aldo Leopold, dan Karen J. Warren belum mampu menawarkan
solusi yang ideal dalam mengatasi relasi disharmoni antara manusia dengan liyan
(others). Kelemahan dasar pemikiran mereka terletak pada dilupakannya
perspektif spiritual dalam konstruksi teori etika yang dibangun. Untuk itu disertasi
ini memeriksa pemikiran humanisme ekologis Henryk Skolimowski untuk
menemukan konsep baru berperspektif spiritual yang dapat menjadi solusi
alternatif mengatasi kelemahan argumentasi etika sebelumnya. Penelitian ini
menemukan adanya model manusia ekologis spiritual-etis (Homo ecologicus spiritual-
etis) yang dapat dijadikan sebagai pilihan hidup dalam cara berada menjadi
manusia (das sein) dalam relasi manusia dengan entitas alam. Menjadi Homo
ecologicus spiritual-etis mengandaikan langkah politik lingkungan berbasiskan
local indigenous sebagai konteks aktualisasi pengembangan konsep Homo
ecologicus spiritual-etis. Kerangka teori utama yang digunakan yakni Etika
Aristoteles yang menekankan dimensi karakter pribadi manusia yang
berkeutamaan dalam relasi dengan entitas liyan. Metode penelitian menerapkan
unsur refleksi etis versi Alasdair MacIntyre. Dengan menempuh prosedur berpikir
metodis demikian, dicapai pemikiran etis bermakna untuk menyelesasikan krisis
lingkungan global dan lokal serta memulihkan kontradiksi etis yang terjadi antara
manusia dengan alam menuju kebaikan bersama (bonum commune) segala entitas
komunitas ekologi alam.
ABSTRACT
The relationship between humans and the environment is always crystallizing
ethical contradictions phenomenon. Human positioning himself/herself as a
subject of moral worth superior resulting in inferior view of nature was limited to
objects of exploitation. Anthropocentric thinking tradition and mechanisticatomistic
paradigm like this laid convincingly by modern philosophers like
Francis Bacon, Rene Descartes, and Emmanuel Kant. Everything in nature
reduced function only on the atomistic and logical rationality dimension that
marginalize the position of values. The tradition of thinking that perceives nature
as an object of empirical opened massive operations to pursue the idea of
materialism and business-economy to achieve the maximum profit target. Humans
eventually become materialist Homo economicus person. The environmental
crisis appeared sporadically throughout the world. It takes a strategy of moralethical
philosophy as the new alternative to solve this problem. The previous
environmental ethics thinkers such as Arne Naess, Fritjof Capra, Aldo Leopold,
and Karen J. Warren not yet able to offer the ideal solution to overcome the
disharmony relationship between human with others entity. The weakness of their
argument forgotten spiritual perspective in the construction of ethical theory was
built. This dissertation examines the ecological humanism thought of Henryk
Skolimowski to find a new concept of the spiritual perspective that can be an
alternative solution to overcome the weakness of the ethical arguments before.
This study found an ecological model of spiritual-ethical of human being (Homo
ecologicus spiritual-ethical) that can be used as an option to live in a way become
a human being (das sein) in the human relationship with natural entity. Being a
Homo ecological spiritual-ethical presupposes political measures based on local
indigenous environment as a context for developing the concept of Homo
ecologicus spiritual-ethical. The main theoretical framework used the Virtue
Ethics of Aristotle that emphasizes the human dimension of personal character
that is virtuous in relation to others entity. The research method applying ethical
reflection element version of Alasdair MacIntyre. By using this methodical
thinking procedure, achieved significant ethical thinking to solve global and local
environmental crisis and restore the ethical contradictions that occur between
humans and nature towards the common good of all entity in nature ecology
community
2016
D2176
UI - Disertasi Membership Universitas Indonesia Library