Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Zessinda Luthfa
Abstrak :
Thermoplasma acidophilum adalah jenis arkaea yang mampu beradaptasi di lingkungan ekstrim, yaitu pH 1- 4 dan temperatur antara 39oC dan 59oC (Freisleben et al., 1994). Karena organisme ini tidak memiliki dinding sel, maka membran sel ini harus tahan dan stabil untuk melindungi sitoplasma terhadap pengaruh lingkungan. Cincin siklopentana dan eter berkontribusi sebagai stabilitas struktural tetraether lipid (TEL) dalam konstituen membran. Pada studi ini, membran TEL yang berdimensi 4x1x1 Å dimodelkan dengan menggunakan model pelarut implisit GBSW. Selain itu diberikan pengaruh temperatur (312 dan 332 K), pH (1 dan 4), dan jumlah cincin siklopentana (no l , tiga, dan lima NCC dilambangkan, TCC, LCC, masing- masing) yang kemudian disimulasikan se lama 100 ps. Hasilnya, dianalisis berdasarkan pada struktur, energi interaksi, dan RMSD dari se luruh atom di dalamnya. Berdasarkan ketiga variasi yang digunakan, maka membran dengan kandungan cincin s iklopentana disimulasikan denga n empat keadaan: keadaan A (pH 4;T=312K), B (pH 4;T=332K), C (pH 1,5;T=312K), dan D (pH 1,5;T=332K). Jarak antara gugus kepala (bagian hidrofobik) merupakan ketebalan dari struktur membran, berada pada 21- 23A (konsisten dengan Stern et al., 1992) dengan nilai terpanjang dimiliki oleh membrane NCC dan terpendek LCC. Sedangkan berdasarkan perhitungan energi interaksi, energi ikatan terendah dan RMSD dari se luruh atom paling kecil dimiliki oleh membran LCC di keadaan D (81,03 kkal/mol dan 8,13 Å). Nilai tersebut sesuai dengan kondisi kultur pertumbuhannya (pH 1,5 dan 59oC) dan beberapa hasil eksperimen (Ernst et al., 1998, Shimada et al., 2008, dan N icolas, 2005) yang menunjukkan bahwa secara biologis dan model membran TEL stabil dalam kondisi ekstrim dengan temperatur tinggi dan pH rendah.
Thermoplasma acidophilum is an archaeon able to grow in extreme conditions of pH 1- 4 and temperatures between 39 and 59oC (Freisleben et al., 1994). Since the organism lacks a cell wall, the cell membrane must be resistant and stable to protect the cytoplasm from life- threatening environmental influences. Pentacycles and ether bonds contribute to the structural stability of tetraether lipids (TEL) as membrane constituents. In this work, molecular dynamic simulations of TEL membrane with 4x1x1 dimension is used as an implicit solvent GBSW model .The influence of temperature (312 and 332 K), pH (1 and 4), and the number of pentacycles ( none, three, and five denoted NCC, TCC, LCC, respectively ) is simulated at 100 ps. Analysis is based on the structure, interaction energy, and RMSD of all atoms and with these three variations, a model with four membrane states is established for each number of pentacycles: State A (pH 4; T =312K), state B (pH 4 ;T =332K), state C (pH 1.5;T =312K), and state D (pH 1.5 ; T =332K). The distance between the polar head groups denoting the thickness of the hydrophobic membrane moiety of all different structures is obtained between 21-23Å (consistent with Stern et al., 1992). NCC exerts the longest and LCC the shortest distance. Based on interaction energy calculations, the lowest bond energy and RMSD of all atoms is obtained for LCC at state D (81.03 kcal/mol and 8.13 Å). This result is consistent with culture growth conditions at pH 1.5 and 59oC and experimental studies, which show the stability of biological and model TEL membranes in extre m e conditions of high temperature and low pH (Ernst et al., 1998, Shimada et al., 2008, and N icolas, 2005).
Depok: Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andi
Abstrak :
Dalam penelitian ini, arkaea termoasidofil diisolasi dari sumber mata air panas bersulfur di Kawah Domas, Tangkuban Perahu. Isolat KD1 sampai KD3 diambil dengan kondisi pH 2 dan temperatur antara 52 dan 57 oC. Kultur diatur untuk mendukung pembiakan Thermoplasma dikarenakan dalam habitat alami tersebut terdapat beberapa mikroorganisme ekstremofilik lainnya (spesies Sulfolobus, Bacillus acidocaldarius) sehingga mikroorganisme lainnya terseleksi. Themoplasma dari alam yang terdapat di Kawah Domas bertumbuh dengan kondisi anaerob-autorof dengan bantuan elemental sulfur, namun di dalam laboratorium Thermoplasma ini mampu bertumbuh secara mikroareofil-heterotrof di dalam kultur yang ditambahkan glukosa dan yeast extract Difco dengan keasaman diatur menggunakan asam sulfat. Kondisi pembiakan laboratorium tadi diatur pada temperatur 55±2 oC and pH 1.5-2 di dalam medium Freundt melalui serial transfer sampai beberapa generasi agar terpilih spesies Thermoplasma. Mikroaerasi diatur dengan menggunakan kanula jarum suntik yang ditancapkan pada tutup botol kultur. Sebelum pengkulturan, medium dan komponen tambahan tersebut dibagi ke dalam botol dengan volume 300 mL dan disterilisasi pada 121 oC di dalam autoclave. Laju pertumbuhan kultur dipantau menggunakan spektrofotometer melalui nilai densitas optisnya pada panjang gelombang 578 nm dan kondisi mikroskopisnya menggunakan mikroskop beda fase. Jumlah sel tiap mililiter dihitung menggunakan kamar hitung Neubauer. Kurva pertumbuhan dibuat untuk tiga generasi kultur dari isolat KD3. Sel dipanen pada fase logaritma akhir setelah 150-200 jam pada nilai densitas optis 0.35. Pengamatan mikroskop beda fase menunjukkan 57.5 x 106 sel Thermoplasma tiap mililiter, berbentuk telur mata sapi dengan rata-rata ukuran diameternya 1.2 μm. Tidak ada kontaminasi mikroorganisme lain yang ditemukan, khususnya Bacillus acidocladarius yang dalam eksperimen ini tidak ditemukan. Dari sel yang dipanen, dilakukan ekstraksi total lipid membrannya, cairan organik diuapkan dalam rotavapor dan pola lipid yang dianalisis menggunakan kromatografi lapis tipis menunjukkan pola karakteristik spesies Thermoplasma. Kesimpulan: Dari isolat Kawah Domas, spesies Thermoplasma dapat dikultur secara selektif seperti ditunjukkan oleh mikroskop beda fase dan menggunakan kromatografi lapis tipis yang menunjukkan pola lipid yang khas pada membrannya. ......In this study, thermoacidophilic archaea were isolated from hot acidic sulfur springs in Kawah Domas, Tangkuban Perahu. Isolates KD1 to KD3 were taken at pH 2 and temperatures between 52 and 57 oC. From the variety of extremophilic microorganisms in such habitat (e.g., Thermoplasma species, Sulfolobus species, Bacillus acidocaldarius), selective cultures with optimum conditions for the growth of Thermoplasma species were applied. Wild type Thermoplasma at Kawah Domas is growing anaerobic-autotrophically on elemental sulfur, but is able to grow microaerophilic-heterotrophically in culture with glucose and Difco yeast extract in sulfuric acid. The latter growth conditions were chosen at 55±2oC and pH 1.5-2 in Freundt’s medium through serial transfer for several generations to select Thermoplasma species. For micro-aeration, a syringe cannula was inserted into the rubber top of the culture bottles. Prior to culture, the medium and additional components were divided into 300 mL bottles and sterilized at 121 oC in an autoclave. Culture growth was monitored photometrically by OD at 578 nm and by phase contrast microscopy. The number of cells per mL of culture was counted in a Neubauer chamber. Growth curves were plotted for three culture generations of isolate KD3. Cells were harvested in late log-phase after 150 - 200 hours at OD 0.35. Phase contrast microscopy showed 57.5 x 106 Thermoplasma cells per mL, typically “fried-egg” shaped with an average size of 1.2 μm in diameter. No contamination by other microorganisms could be found, especially Bacillus acidocaldarius was not present. From harvested cells, total membrane lipids were extracted, organic solvents evaporated in a rotavapor and the lipid pattern analysed by thin layer chromatography showing a lipid pattern characteristic of Thermoplasma species. Conclusion: From Kawah Domas isolates, Thermoplasma species could be cultured selectively as demonstrated by phase contrast microscopy and by thin layer chromatography with the characteristic membrane lipid pattern.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2013
S47654
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Anita Suryandari
Abstrak :
ABSTRAK Ruang lingkup dan cara penelitian : Ekspresi suatu gen di dalam bakteri dapat diubah melalui proses mutasi dengan cara menyisipkan gen lain ke dalam gen tersebut. Mutasi yang terjadi dapat diketahui dengan adanya gen penanda Salah satu diantaranya adalah gen pembentuk inti es yaitu gen iceC. Gen ini memiiiki sensitivitas yang cukup tinggi, mudah diamati pada lembaran aluminium, dapat diukur secara kuantitatif dengan uji tetes beku, tidak membutuhkan pemrosesan lain kecuali pengenceran dan hasilnya akan diperoleh hanya dalam beberapa menit. Sebagai bahan mutagen dan sekaligus sebagai pembawa gen iceC digunakan transposon 916 karena transposon ini menyisip secara tunggal, tidak membuat duplikasi, penyisipan terjadi secara acak, relatif stabil dan tidak mudah terjadi transposisi. Tujuan penelitian ini adalah merancang alat genetik yang dapat digunakan untuk menginduksi mutagenesis gen di dalam bakteri dengan melihat pembentukan inti es. Metode yang digunakan dalam penelitian ini ialah menggabungkan gen iceC dengan (pAM120::Tn916)-.HindIII menggunakan enzim ligase kemudian ditransformasi ke dalam E coli S17-1. Selanjutnya dilakukan studi pendahuluan di dalam bakteri golongan mikoplasmayaitu Urealiasma urealytcum. Hasil dan kesimpulan : Penggabungan gen iceC (9kb) dengan (pAM120::Tn916)-HindIII(23,3 kb) dengan menggunakan enzim ligase membentuk fragmen DNA berukuran 32,3 kb yang dinamakan pUL Hasil uji aktivitas pembentukan inti espada E coli DH5α(pJL1703::iceC), E. coli S17-1 (pUI::iceC) dsn Ureaplasma urealyticum relatif sama. Pembentukan inti es mulai aktif pada suhu -7°C. Terbentuknya inti es pada E. cali S17-1 dan Ureaplasma urealyticum karena adanya transformasi transposon916 yang membawa gen iceC.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tri Wahyuni
Abstrak :
Latar Belakang: Talasemia merupakan anemia herediter yang salah satu pengobatannya adalah dengan tranfusi darah secara teratur yang dapat mengakibatkan terjadinya peningkatan kadar besi dalam tubuh. Peningkatan kadar besi tersebut meningkatkan jumlah besi bebas yang dapat membangkitkan ROS yang mengakibatkan terjadinya stres oksidatif. Kelator besi standar yang digunakan secara klinis saat ini adalah desferoksamin, deferipron, dan deferasirok, namun harganya sangat mahal dan efek sampingnya dapat memperburuk kondisi pasien. Alternatif yang digunakan adalah mangiferin, senyawa hasil ekstraksi kulit batang Mangifera indica L. yang terbukti sebagai kelator besi in vitro. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membuktikan bahwa mangiferin dan ekstrak air daun Mangifera foetida L. sebagai kelator besi dan antioksidan secara in vivo pada tikus Sprague Dawley yang telah diinduksi besi berlebih. Metode: Tikus jantan galur Sprague Dawley terbagi 5 kelompok, tiap kelompok terdiri dari 6 tikus. Semua kelompok, kecuali kelompok normal, diinduksi besi berlebih dilakukan dengan pemberian injeksi iron dextran secara intraperitoneal dengan dosis total 90 mg/tikus (15 mg/tikus setiap 3-4 hari selama 3 minggu) yang diikuti dengan pemberian deferipron 462,5 mg/kg BB/hari, mangiferin 75 mg/kg BB/hari, ekstrak air 2930 mg/kg BB/hari selama 7 hari pada masing-masing kelompok secara oral. Parameter yang diukur adalah kadar besi plasma dan urin, aktivitas SOD, dan kadar MDA. Analisis data menggunakan uji ANOVA one way. Hasil: Mangiferin dan ekstrak air daun Mangifera foetida L. dapat menurunkan kadar besi dalam plasma dan meningkatkan ekresi besi dalam urin yang hasilnya tidak berbeda dengan efek terapi deferipron, serta mampu meningkatkan aktivitas SOD dalam darah, namun tidak mempengaruhi kadar MDA plasma. Kesimpulan: Mangiferin dan ekstrak air daun Mangifera foetida memiliki efek kelator besi dan antioksidan, sehingga potensial dapat digunakan untuk pengobatan kelebihan besi dalam tubuh manusia. ......Introduction: Thalassemia is a hereditary anemia requiring regular blood transfusions for survival. This may result in increasing of iron levels. The excess of iron deposition may lead to increased amount of free iron and the generated ROS can result in oxidative stress. At present, the standard iron, chelators used in human are desferrioxamine, deferiprone, and deferasirox, which are expensive and associated side effects. Mangiferin is an alternative compound from extract of selected species of Mangifera indica L. that has iron-chelating effect in vitro. The aim of this study is to prove that the mangiferin and aqueous extract Mangifera foetida L. leaves have iron chelating and antioxidants effect in Sprague Dawley rats in vivo. Methods: Five groups of six Sprague Dawley rats each, were treated with iron dextran, iron dextran and deferiprone, iron dextran and mangiferin, iron dextran and aqueous extract of Mangifera foetida L. leaves, and untreated, respectively. All groups, except the untreated one, were brought to iron overload by giving iron dextran injection intraperitoneally with a total dose of 90 mg/mouse (15 mg/mouse every 3-4 days for 3 weeks) followed by oral administration of deferiprone 462,5 mg/kg bw/day, mangiferin 75 mg/kg bw/day, the aqueous extract of Mangifera foetida L. leaves 2930 mg / kg bw / day for 7 days, respectively. Outcome measures in this study were the iron content of plasma and urine, the activity of Superoxide Dismutase (SOD), and Malondialdehida (MDA) plasma levels. Data were analized by using one way ANOVA test. Result: Mangiferin and aqueous extract of Mangifera foetida L. leaves decreased iron levels in plasma and increased urinary iron excretion which were comparable to that of deferiprone and increased the activity of SOD, but did not affect on MDA plasma levels. Conclusion: Mangiferin and aqueous extract of Mangifera foetida L. leaves have iron chelating and antioxidants effect that can be potentially useful for the treatment of iron overload.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library