Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Kartika Soka Rahmita
"Ventilator mekanik adalah salah satu alat bantuan hidup yang paling sering digunakan oleh pasien kritis, namun terdapat banyak komplikasi apabila digunakan dengan durasi yang memanjang yaitu lebih dari 14 hari (prolonged mechanical ventilation, PMV), dan dikatakan hanya 50% pasien dengan
Ventilator mekanik adalah salah satu alat bantuan hidup yang paling sering digunakan oleh pasien kritis, namun terdapat banyak komplikasi apabila digunakan dengan durasi yang memanjang yaitu lebih dari 14 hari (prolonged mechanical ventilation, PMV), dan dikatakan hanya 50% pasien dengan PMV yang dapat dilakukan ekstubasi. Peningkatan durasi pemakaian ventilator dan lama rawat pada pasien ICU disebabkan antara lain karena berkurangnya sintesis protein dan meningkatnya pemecahan protein otot, sehingga asupan protein dalam jumlah yang tepat dan diberikan sesuai dengan waktu rawat dapat mengurangi waktu lama rawat, durasi pemakaian ventilator dan angka kematian pada pasien kritis. Namun, saat ini prevalensi obesitas meningkat pada sakit kritis dan memengaruhi pemanjangan durasi pemakaian ventilator. Penelitian ini menggunakan desain kohort prospektif pada subjek dengan indeks massa tubuh ≥25 kg/m2, berusia 18-70 tahun, menggunakan ventilator mekanik ≥72 jam, dan dirawat di ICU RSCM dan RSUI. Diperoleh 23 subjek dengan proporsi 65,2% laki-laki dan 34,8% perempuan, dengan rerata usia 51 tahun. Mayoritas subjek penelitian memiliki IMT obesitas derajat 1 (91,3%) dan EOSS kelas 2 (56,5%). Berdasarkan diagnosis awal admisi ICU didominasi oleh sepsis dan pasca pembedahan (14,3%). Subjek penelitian sebagian besar belum dapat memenuhi kebutuhan energi berdasarkan rekomendasi (17,52±5,99 kkal/kgBB/hari). Rerata asupan protein pada penelitian ini masih kurang dari rekomendasi (0,833±0,264 g/kgBB/hari) dan rerata durasi pemakaian ventilator pada penelitian ini cukup panjang (245,35±125,16 jam). Hasil penelitian ini tidak didapatkan hubungan antara rerata asupan protein dengan durasi pemakaian ventilator mekanik. Penelitian lanjutan diperlukan dengan kriteria subjek pada variabel dependen dan independen yang lebih bervariasi dan dengan mempertimbangkan analisis faktor perancu lain yang dapat memengaruhi durasi pemakaian ventilator mekanik.

Mechanical ventilators are one of the most frequent life-support used in critically ill patients. However, prolonged mechanical ventilation (more than 14 days) can lead to many complications and only 50% of PMV patients being able to be extubated. The increased duration of ventilator and length of ICU stay in patients is partly due to decreased protein synthesis and increased muscle protein breakdown. Therefore, adequate protein intake may reduce length of ICU stay, duration of ventilation, and mortality in critically ill patients. However, the prevalence of obesity in critically ill patients has been increasing and affecting the longer duration of ventilation. This study employed a prospective cohort design on subjects with a body mass index (BMI) of ≥25 kg/m², aged 18-70 years, who used mechanical ventilators for ≥72 hours, and were treated in the ICUs of Dr. Cipto Mangunkusumo Hospital (RSCM) and University of Indonesia Hospital (RSUI). A total of 23 subjects were included, with 65.2% male and 34.8% female, and an average age of 51 years. The majority of study subjects had a BMI obesity grade 1 (91.3%) and EOSS class 2 (56.5%). The initial diagnosis at ICU admission was dominated by sepsis and post-surgery conditions (14.3%). Most subjects in the study could not meet their energy needs (17.52±5.99 kcal/kgBW/day). The average protein intake in this study was still below the recommendation (0.833±0.264 g/kgBW/day) and the average duration of mechanical ventilation was quite long (245.35±125.16 hours). The study did not find a relationship between protein intake and duration of mechanical ventilation. Further research is needed with more varied subject criteria fpr dependent and independent variables, while considering the analysis of other confounding factors that may influence the duration of mechanical ventilator use."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Teddy Kurniawan
"Pendahuluan: Laparoskopi memiliki risiko intraoperatif dan pascaoperasi, termasuk instabilitas hemodinamik dan nyeri pascaoperasi. Anestesi umum sering digunakan untuk operasi ini, namun teknik ini tidak menekan peningkatan resistensi vaskular sistemik selama laparoskopi sehingga fluktuasi hemodinamik tetap terjadi. Sayatan dinding abdomen dan regangan peritoneum selama operasi juga menyebabkan nyeri somatis dan viseral yang dirasakan pascaoperasi. Penambahan blok TAP pada operasi laparoskopi belum memuaskan disamping memerlukan instrumen tambahan serta bergantung pada kemampuan operator. Anestesi spinal dapat menguntungkan karena dapat menetralkan peningkatan SVR dan menghambat nyeri selama operasi, namun penggunaannya dikaitkan dengan mobilisasi yang tertunda. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah kombinasi anestesi umum dan anestesi spinal lebih baik dalam menjaga perubahan hemodinamik intraoperatif, nyeri pascaoperasi, dan waktu pulih dibandingkan anestesi umum dan blok TAP.
Metode: Penelitian ini merupakan uji klinis acak tersamar tunggal pada 40 pasien yang dibagi menjadi 2 kelompok. Kelompok S (spinal) dilakukan anestesi spinal menggunakan bupivacaine 10 mg + morfin 50 mcg intratekal disusul anestesi umum. Kelompok T (blok TAP) dilakukan anestesi anestesi umum disusul blok TAP dengan bupivacaine 0.25% 20 ml pada kedua sisi abdomen. Perubahan tekanan darah dan nadi, NRS pascaoperasi 3 jam dan 6 jam, waktu untuk mencapai Bromage 0, serta kejadian nyeri bahu dan mual muntah pascaoperasi dicatat. Hasil: Pada kelompok S terdapat perubahan tekanan darah sistolik yang signifikan dibandingkan dengan kelompok T setelah 15 menit insuflasi (-9,35(±19,69) vs 7,65(±16,34), p<0,05). Tidak ada perbedaan nyeri pascaoperasi dan waktu pulih pada kedua kelompok.
Kesimpulan: Kombinasi anestesi umum dan anestesi spinal lebih baik dalam menurunkan tekanan darah sistolik, namun tidak berbeda dalam nyeri pascaoperasi, dan waktu pulih dibandingkan kombinasi anestesi umum dan blok TAP.

Introduction: Laparoscopy is associated with intraoperative and postoperative risks, including hemodynamic instability and postoperative pain. Although general anesthesia is often used for this procedure, hemodynamic fluctuations still occur because this technique does not suppress the increase in systemic vascular resistance during laparoscopy. Incisions in the abdominal wall and stretching of the peritoneum during surgery can also cause somatic and visceral pain after surgery. Adding TAP block to laparoscopic surgery is not satisfactory, apart from requiring additional instruments and depending on the operator’s abilities. Spinal anesthesia may be beneficial as it can counteract the increase in SVR and suppress pain during surgery, but its use is associated with delayed mobilization. The purpose of this study is to determine whether the combination of general and spinal anesthesia is superior in maintaining intraoperative hemodynamic changes, postoperative pain, and recovery time compared to general anesthesia and TAP blockade.
Methods: This study is a single-blind, randomized clinical trial with 41 patients divided into two groups. Group S (spinal) received spinal anesthesia with 10 mg bupivacaine + 50 μg morphine administered intrathecally, followed by general anesthesia. Group T (TAP block) received general anesthesia followed by TAP block with 20 ml of 0.25% bupivacaine on each side of the abdomen. Intraoperative blood pressure and heart rate changes, NRS at 3 and 6 hours postoperatively, time to reach bromage 0, and occurrence of postoperative shoulder pain and nausea and vomiting were recorded.
Results: In group S there was a significant change in systolic blood pressure compared to group T after 15 minutes of insufflation (-9,35(±19,69) vs 7,65(±16,34), p<0,05). There was no difference in postoperative pain and recovery time in the two groups.
Conclusion: The combination of general anesthesia and spinal anesthesia is better in reducing systolic blood pressure, but does not differ in postoperative pain and recovery time compared to the combination of general anesthesia and TAP block.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Sirupang, Yafet Yanri
"Latar Belakang: Anestesi spinal adalah anestesi pilihan untuk ibu melahirkan yang menjalani bedah sesar elektif, di mana kejadian hipotensi sering terjadi akibat anestesi spinal. Perubahan fisiologis yang terkait dengan kehamilan membuat setiap ibu hamil rentan terhadap berbagai gejolak intraoperatif yang dapat mengancam kehidupan ibu dan janinnya. Pengukuran tekanan darah noninvasif (NIBP) yang intermiten mungkin gagal untuk mendeteksi episode hipotensi secara tepat waktu. Perfusion index (PI) didefinisikan sebagai rasio aliran darah pulsatil dengan aliran darah nonpulsatil yang mencerminkan tonus vaskular perifer dan digunakan sebagai prediktor kejadian hipotensi selama pembedahan sesar. Metode : Penelitian ini merupakan studi prospective observasional dengan desain uji diagnostik yang melibatkan 77 pasien wanita hamil yang menjalani prosedur bedah sesar dengan anestesi spinal di RS Cipto Mangunkusumo dan RSUD Tangerang. Anestesi spinal dilakukan pada level L3-4, menggunakan jarum Quincke 27G (gauge) dengan Bupivacain Heavy 0.5% 12,5mg dan Fentanyl 25mcg. Hipotensi ditandai sebagai penurunan 25% tekanan darah sistolik dari nilai dasar. Hasil : Nilai dasar PI dapat menjadi prediktor kejadian hipotensi pascaanestesi spinal pada bedah sesar dengan nilai cut-off 3.75 (p<0.001). Diperoleh sensitifitas sebesar 72.4% dan Spesifisitas 72.9%. Kesimpulan : Nilai dasar PI ≥ 3.75 dapat menjadi prediktor kejadian hipotensi pascaanestesia spinal pada wanita hamil yang menjalani bedah sesar.

Background: Spinal anesthesia is the anesthetic of choice for women undergoing elective cesarean delivery, where hypotension often occurs as a result of spinal anesthesia. Physiological changes associated with pregnancy make every pregnant woman vulnerable to various intraoperative shocks that can threaten the life of the mother and her fetus. Intermittent non-invasive blood pressure measurement (NIBP) may fail to timely detect episodes of hypotension. The perfusion index (PI) is characterized as the proportion of pulsatile blood stream to nonpulsatile blood stream that reflects peripheral vascular tone and is used as a predictor of the occurrence of hypotension during cesarean section. Method: This research is a prospective observational study with a diagnostic test design involving 77 pregnant female patients who underwent caesarean section procedures under spinal anesthesia at Cipto Mangunkusumo Hospital and RSUD Tangerang. Spinal anesthesia was performed at L3-4 levels, using a 27G Quincke needle (gauge) with Bupivacaine Heavy 0.5% 12.5mg and Fentanyl 25mcg. Hypotension was characterized as a 25% diminish in systolic blood pressure from standard. Results: The baseline PI value can be a predictor of the occurrence of hypotension after spinal anesthesia in cesarean section with a cut-off value of 3.75 (p<0.001). Obtained a sensitivity of 72.4% and a specificity of 72.9%. Conclusion: Baseline PI value ≥ 3.75 can be a predictor of post spinal anesthesia hypotension in pregnant women undergoing cesarean section."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library