Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
E. Zaenal Arifin
"ABSTRAK
Konsep jumlah tergolong kategori semantik, seperti halnya jenis kelamin, modalitas, aspektualitas, dan temporalitas yang masing-masing berpasangan dengan kategori gramatikal bilangan, jenis (gender), modus (mood), aspek (aspect), dan kala (tense). Konsep jumlah tersebut merupakan gambaran di dalam pikiran manusia yang menyatakan satu atau tunggal dan lebih dari satu atau jamak tentang maujud, hal, atau peristiwa di dunia nyata atau yang dibayangkan.
"Pengungkapan konsep jumlah di dalam bahasa Sunda" ini berlatar pokok bahasan semantik, yaitu berlatar masalah pengacuan, sedangkan pengungkapannya harus diamati pada tataran morfologi dan sintaksis. Dari sudut semantik ditelusuri berjenis jenis pengacuan yang disandang pleb konsep ketunggalan dan kejamakan. Dari sudut morfologi dan sintaksis analisis data diarahkan pada pemarkahan, pembentukan, dan distribusi ungkapan yang berkonsep ketunggalan dan kejamakan. Di samping 1W, ungkapan tertentu mempertimbangkan juga aspek pragmatik, yaitu yang menghubungkan sistem bahasa dengan pemakaian bahasa di dalam komunikasi (Kridalaksana et al. 1985:6; Verhaar 1996:14; Levinson 1997:9), yang di dalam hal ini siapa pembicara, kawan bicara, di mana, dan kapan diproduksinya ungkapan yang berkonsep jumlah tersebut (Brown dan Yule 1996:27).
Pertanyaan tentang bagaimana pengungkapan konsep jumlah, baik secara leksikal maupun secara gramatikal, belum dirinci dengan jelas. Alat apakah yang dipergunakan sebagai pemarkah jumlah secara leksikal, dan alat apa pula yang dipergunakan secara gramatikal, baik secara morfologis maupun secara sintaktis, belum juga dibahas dengan memadai.
Tujuan Penelitian
Sesuai dengan latar pokok bahasan pada tujuan penelitian ini adalah:
(a) mengamati, memerikan, dan menjelaskan jenis pengacuan yang disandang each ungkapan yang berkonsep ketunggalan dan kejamakan;
(b) mengamati, memerikan, dan menjelaskan bermacam-macam pemarkah jumlah, baik secara leksikal maupun secara gramatikal;
(c) mengamati, memerikan, dan menjelaskan kendala konstruksi dan distribusi ungkapan yang berpengacuan ketunggalan dan kejamakan.

ABSTRACT
Concepts of numbers are classified as a semantic category, likewise sex, modality, aspectuality and temporality, each of which can be paired with the grammatical category of numeral, gender, mood, aspect, and of tense. Such a concept is formulated in one's mind as being one or singular and being more than one or plural about entities, conditions, and phenomena in a real or imagined world.
The act of expressing the concepts of number in Sundanese concerns mainly with semantic issues, namely references, whereas it has to be observed at the levels of morphology and syntax. From semantic points of view, various referring expressions endowed in the concepts for singularity and plurality are thoroughly analysed in this study. From morphological and syntactical points of view, an analysis is conducted with the focus on the process of marking, forming, and distributing expressions of the concepts for singalurity and plurality. Besides, certain expressions are analysed with some considerations on the aspects of pragmatic, namely those interconnecting a language system and a language use (Kridalaksana et at. 1985:6; Verhaar 1996:14; Livinson 1997:9), and those concerning the speaker, hearer, setting, and time of producing an expression of the concept of number (Brown and Yule 1996:27).
2. Research Objectives
In line with the background stated earlier, the research study aims to
(a) observe, describe, and explain various references shown by the expressions of the concepts for singularity and plurality;
(b) observe, describe, and explain various markers of number, both lexically and grammatically;
(c) observe, describe, and explain the constraints on the formation and distribution of referring expressions of singularity and plurality.
"
2000
D39
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Munawar Holil
"Penelitian ini membahas teks Wawacan Samun (WS) yang terkandung dalam naskah berbahasa Sunda dan ber-genre wawacan. Tujuan penelitian adalah menyajikan suntingan teks dan terjemahan teks WS dalam bahasa Indonesia, mengetahui perbedaan teks yang diproduksi di skriptorium pesantren dan kabupaten, serta menunjukkan tegangan antara konvensi dan kreasi dalam teks. Untuk mencapai tujuan itu digunakan teori filologi dan sastra. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari lima naskah yang mengandung teks WS terdapat dua versi cerita, yaitu versi skriptorium pesantren dan versi skriptorium kabupaten. Naskah yang diproduksi di skriptorium pesantren dan kabupaten memperlihatkan penggunaan bahasa dan tema cerita yang berbeda. Naskah pesantren banyak menggunakan ungkapan dan peribahasa serta interferensi kata-kata yang berasal dari bahasa Arab, sedangkan naskah dari kabupaten menggunakan gaya bahasa langsung tanpa menggunakan ungkapan dan peribahasa serta dominan dengan interferensi kata-kata yang berasal dari bahasa Melayu. Dalam hal tema, naskah pesantren mengandung tema cerita: 'upaya menyebarkan agama Islam' atau 'proses Islamisasi', sedangkan naskah kabupaten bertema 'kebaikan, kesabaran, dan kerja keras merupakan sifat dan sikap yang harus dimiliki oleh seorang calon pemimpin'. Dalam hal tegangan antara konvensi dan kreasi tampak bahwa para penyalin teks WS masih mengikuti konvensi penulisan metrum pupuh yang konvensional walaupun banyak ditemukan kekeliruan. Kreasi yang dilakukan para penyalin teks WS difokuskan dalam penggarapan aspek naratif. Suntingan teks dan terjemahan menggunakan versi pesantren yang diwakili naskah SD 26.

This research analyses Wawacan Samun (WS) texts in Sundanese manuscripts with wawacan genre. This research aims at presenting WS text editions and their translations in Indonesian Language, acknowledges the text differences produced in pesantren (an Islamic institution whose students live in the boarding school system) scriptorium and kabupaten (district) scriptorium, and shows the tense between convention and creation in the texts. To achieve this objective, philology and literary theories were used. The research found out that out of five WS manuscripts there are two story versions, i.e. pesantren scriptorium and kabupaten scriptorium. The texts produced in pesantren scriptorium and kabupaten scriptorium show the different languages and story themes. The pesantren manuscript mostly uses expressions, proverbs, and the interference of words derived from Arabic Language, while the kabupaten manuscript uses a direct language style without using expressions and proverbs as well as being dominated with interference words derived from Malay Language. In term of the theme, the pesantren manuscript illustrates: 'the efforts to propagate Islam' or 'an Islamization process'; meanwhile, the kabupaten manuscript has the themes of 'good deeds, patience, hard working as the attribute to be possessed by a to-be leader'. In term of the tense between convention and creation, it is clearly seen that the editors of WS texts still follow the conventional pupuh metrum writing with many errors found. The creation done by WS text editors is focused on narrative aspects. The editions and translations use the pesantren version represented by SD 26.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2016
D2237
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library