Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 10 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Satwika Parama Nandini
"ABSTRAK
Menjadi inovatif merupakan suatu kunci keberlangsungan suatu organisasi, termasuk institusi pendidikan. Guru, sebagai pemegang peran krusial dalam institusi pendidikan juga amat perlu mengembangkan perilaku inovatif agar dapat mencapai tujuan pendidikan di abad ke-21. Studi korelasional dilakukan dengan untuk meneliti apakah variabel work environmen support, teachers self-efficacy, dan pendidikan profesi memprediksi perilaku inovatif pada guru sekolah dasar di Jakarta, Bogor, Bekasi, dan Depok. Sebanyak 234 partisipan mengisi kuesioner self-reportuntuk mengukur ketiga variabel tersebut.Analisis multiple regression dilakukan untuk mengolah data yang diperoleh. Hasil penelitian menemukan bahwa ketiga variabel tersebut signifikan memprediksi perilaku inovatif guru, namun pada dimensiyang berbeda-bedadari perilaku inovatif guru. Selain itu, work environment support merupakan kontributor terbesar dalam memprediksi seluruh dimensi perilaku inovatif guru.

ABSTRACT
Being innovative has become a crucial task for any organization, including educational institution. Since teachers are the foremost position in such setting, it is imperative that teachers also exhibit innovative behavior in their daily lives in order to achieve educational goal of 21st century. A correlational study was conducted with 234 teachers filled out self-report questionnaires to test whether work environment support, teachers self-efficacy, and professional education predict elementary teachers innovative behavior in Jakarta, Bogor, Bekasi, and Depok. Multiple regression analysis was done to analyze the data collected. All variables were found significantly predicting innovative behavior, although on the varying dimensions of teachers innovative behavior. Work environment support contributes the most on predicting teachers innovative behavior."
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ashanti Nurshafira Joesoef
"Penelitian ini membahas mengenai  penjatuhan sanksi administrasi kepada notaris yang melakukan pembuatan akta yang dimana mengandung unsur perbuatan  melawan hukum dalam  Putusan Majelis Pengawas Wilayah nomor 05/PTS/MJ.PWN.PROV.DKIJAKARTA/IX/2020. Notaris  dalam menjalankan tugasnya sebagai pejakat umu seharusnya bekerja dengan penuh rasa tanggung jawab, mandiri, jujur, dan tidak berpihak. Notaris hendaknya dalam melakukan kewajibannya dalam pembuatan akta disesuaikan dengan prosedur dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah mengenai tanggung jawab notaris dalam melakukan pembuatan akta dan wewenang Majelis Pengawas Wilayah dalam menjatuhkan sanksi administratif kepada Notaris yang diduga melanggar tanggung jawabnya sebagai pejabat umum. Kasus ini bermula saat Notaris melakukan pembuatan akta jual beli dan akta pengalihan piutang yang dimana pada akta tersebut Notaris melakukan pengalihan hak kepada pihak ketiga tanpa menginformasikan kepadanya terlebih dahulu. Untuk menjawab permasalahan tersebut digunakan metode penelitian yuridis normative dengan bentuk hasil penelitian berupa data deskriptif didasarkan pada metode pendekatan kualitatif. Hasil dari penelitian adalah Notaris terbukti melakukan perbuatan melawan hukum dalam pembuatan akta  dan oleh karena itu Majelis Pengawas Wilayah memberi sanksi administratif kepada Notaris

This study discusses the imposition of administrative sanctions on notaries for establishing  deeds  that contains  unlawful acts in the decree of the Jakarta  Regional Supervisory Board Number 05/PTS.MJ.PWN.PROV.DKIJAKARTA/IX/2020. Notary in carrying out their duties as  public officials must conducting their job with a full sense of responsibility,  independence, honesty and impartity. Notaries must also carry out theor obligation in making deeds in accordance with the procedure and applicable regulations. The main issue in this study is the Notary’s responsibility in the establishment of the deed and the authority of the Regional Supervisory Board in imposing administrative sanctions to the Notary who is suspected of violating their responsibility as public official. This case began when the Notary establishing  sale and purchase deed and transfer of receivables deed where the Notary transferred the rights to a third party without notification in advance. To answer these problems, a normative juridical research method is used with the form of research results in the form of descriptive data based on a qualitative approach method. The result of the research is  proven that the Notary have commited an unlawful act in the establishment of the deed, therefore the Regional Supervisory Council verdict an administrative sanctions to  the Notary."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Loura Hardjaloka
"Adanya ketidakpastian hukum pekerja alih daya dalam hubungan kerja mengakibatkan pekerja alih daya kehilangan keamanan kerja (job security) untuk mendapatkan penghasilan serta minimnya penghasilan telah melanggar hak konstitusional pekerja alih daya berdasarkan UUD 1945. Dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 27/PUU-IX/2011, maka menentukan dua model PKWT untuk melindungi hak-hak pekerja. Pertama, dengan mensyaratkan agar perjanjian kerja antara pekerja dengan perusahaan alih daya tidak berbentuk PKWT, melainkan berbentuk Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT). Kedua, menerapkan prinsip pengalihan tindakan perlindungan bagi pekerja/buruh (Transfer of Undertaking Protection of Employment atau TUPE) yang bekerja pada perusahaan yang melaksanakan pekerjaan alih daya. Dengan menggunakan model TUPE, maka perjanjian kerja yang terdahulu akan dialihkan kepada perusahaan alih daya yang baru padahal pihaknya tidak mengetahui dan tidak mengikatkan diri sama sekali dalam perjanjian kerja tersebut. Hal ini tentu tidak sesuai dengan prinsip perjanjian sebagaimana dapat dilihat dari pengertian perjanjian perburuhan dalam Pasal 1601 huruf (a) Kitab Undang-undang Hukum Perdata dan Pasal 1 ayat (14) UU No. 13 Tahun 2003 serta bertentangan dengan Pasal 1320 KUHPerdata mengenai syarat sahnya perjanjian. Selain itu, prinsip TUPE ini dianggap memiliki kelebihan dan kelemahan berdasarkan perspektif masing-masing pihak yakni pihak PT X dan PT Y serta pekerja alih daya, jika model TUPE akan dilaksanakan dalam waktu dekat ini.

Legal uncertainty outsourced workers in employment resulted in the job security to earn an income as well as lack of income has violated the constitutional rights of workers outsourced by the 1945 Constitution. With the Constitutional Court Decision No. 27/PUU-IX/2011, then determine the two models PKWT to protect workers' rights. First, by requiring that agreements between workers and companies are not outsourcing form, but the form of PKWTT. Second, applying the principle of the transfer of protective measures for workers/laborers (Transfer of Undertaking Protection of Employment or TUPE) who work in companies that perform outsourced work. Using the TUPE model, the previous labor agreement will be transferred to the new outsourced/user company but it did not know and did not engage in the employment agreement. This is unecessary with the contract principle as ruled on Article 1601 sub (a) Civil Law Code dan Article 1 paragraph (14) Law No. 13 Year 2003, and contrary to Article 1320 Civil Code regarding the validity of the agreement terms. Moreover, the principle of TUPE is considered to have advantages and disadvantages from the perspective of each party that the PT X and PT Y and outsourced workers, if the model Tupe will be implemented in the near future."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
S45133
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Faradila Utami
"Pengaturan pengampuan saat ini tidak hanya diatur melalui Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, namun juga undang-undang lain seperti Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas. Dalam Putusan Banding No. 75/PDT/2018/PT.JMB, Majelis Hakim telah mengabulkan pembatalan penetapan pengampuan yang diajukan oleh Terampu. Penyusunan penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif yang menggunakan pendekatan kualitatif untuk meneliti kasus berdasarkan dengan undang-undang berlaku perihal pengampuan, dengan fokus terhadap kedudukan Terampu sebagai pengaju pembatalan dari pengampuan. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa Terampu memiliki kedudukan sebagai pengaju pembatalan pengampuan berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas. Undang-undang ini memiliki beberapa pasal yang mengatur mengenai pengampuan dan menjadi suatu pelengkap dari Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, terutama terkait Pembatalan Pengampuan. Walaupun demikian, terdapat beberapa substansi berbeda dalam aspek sifat pengampuan dan kriteria pengampu. Putusan Banding No. 75/PDT/2018/PT.JMB telah mencerminkan substansi dari undang-undang tersebut, namun undang-undang ini belum menjadi pertimbangan bagi Majelis Hakim dalam memutus perkara penyandang disabilitas pada kasus pembatalan pengampuan tersebut.

Conservatorship is regulated through the Civil Code and other laws such as Law No. 8/2016 on Persons with Disabilities. In Appeal Decision No. 75/PDT/2018/PT.JMB, the Panel of Judges granted the annulment of the conservatorship order filed by the Respondent. This research is a normative juridical research that uses a qualitative approach to examine cases based on the applicable laws regarding conservatorship, with a focus on the position of the Curandus as the applicant for the annulment of conservatorship. The results of this study show that Curandus has a position as a conservatorship annulment applicant based on Law No. 8/2016 on Persons with Disabilities. This law has several articles regulating conservatorship and complements the Civil Code, especially regarding the annulment of conservatorship. However, there are some substantial differences in the nature of conservatorship and the criteria for the conservator. Appeal Decision No. 75/PDT/2018/PT.JMB reflects the substance of the law, but this law has not been taken into consideration by the Judges in deciding cases involving persons with disabilities in cases of conservatorship annulment."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ana Eka Fitriani
"Lampiran III POJK Nomor 29/POJK.03/2019 tentang Kualitas Aset Produktif dan Pembentukan Penyisihan Penghapusan Aset Produktif Bank Pembiayaan Rakyat Syariah menyebutkan bahwa restrukturisasi pembiayaan dapat menggunakan beberapa cara, salah satunya yaitu menggunakan konversi pembiayaan. Pembiayaan IMBT dapat dikonversi menjadi Mudharabah dan Musyarakah. Fokus bahasan penelitian ini hanyalah pada konversi akad IMBT menjadi Mudharabah. Namun, konversi tersebut dapat memberikan dampak yang signifikan terhadap posisi bank sebagai pemberi sewa dan nasabah sebagai penyewa.
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis keabsahan hukum melakukan konversi akad Ijarah Muntahiya bi al-Tamlik (IMBT) menjadi akad mudharabah yang termaktub dalam Lampiran III POJK No: 29/POJK.03/2019 tentang Kualitas Aset Produktif dan Pembentukan Penyisihan Penghapusan Aset Produktif Bank Pembiayaan Rakyat Syariah berdasarkan perspektif Sadd al-Dzari’ah.
Adapun jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif menggunakan metode pendekatan undang-undang (statue approach) dan bersifat evaluatif. Pendekatan tersebut dilakukan dengan mengkaji semua peraturan perundang-undangan dan peraturan lainnya yang berkaitan dengan masalah hukum yang dibahas. Pada penelitian ini menelaah peraturan hukum positif Indonesia yang mengatur tentang konversi akad pada program restrukturisasi, terutama pada konversi akad Ijarah Al-Muntahiya Bi Al-Tamlik (IMBT) menjadi akad Mudharabah. Adapun sifat penelitiannya adalah penelitian evaluatif, yakni penelitian ini digunakan untuk menilai Lampiran III POJK No: 29/POJK.03/2019 mengenai program restrukturisasi yang dijalankan dengan cara konversi akad.
Proses konversi IMBT menjadi Mudharabah tersebut akan menimbulkan beberapa risiko baik bagi nasabah maupun bank. Risiko yang akan dialami oleh nasabah adalah biaya proses perubahan pembiayaan, kerugian atas penurunan nilai aset, berakhirnya wa’d pada akad ijarah sehingga nasabah tidak dapat memiliki aset ijarah di akhir masa sewa, nasabah mengalami kebangkrutan pasca konversi, dan nasabah wajib mengembalikan seluruh modal kepada bank selaku shahib al-mal. Sedangkan risiko yang akan dialami oleh pihak bank adalah nasabah tidak potensial dan tidak memiliki prospek usaha, perubahan margin sewa dari IMBT yang bersifat tetap dan ditentukan dari awal menjadi imbal hasil pada Mudharabah yang bersifat tidak tetap, kerugian usaha mudharib yang tidak disebabkan adanya wan prestasi sehingga harus ditanggung oleh shahib al-mal, penurunan nilai aset yang digunakan sebagai modal usaha sehingga bagi hasil juga menurun, nasabah mengalami kebangkrutan pasca konversi, dan bank berisiko menanggung semua kerugiannya hingga kehilangan seluruh modalnya. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pengaturan terkait konversi akad IMBT menjadi Mudharabah diduga akan mengakibatkan kerusakan sehingga yang mengarah kepada perbuatan tersebut adalah dilarang.

Attachment III of POJK Number 29/POJK.03/2019 concerning Quality of Earning Assets and Establishment of Allowance for Elimination of Earning Assets for Islamic Rural Banks states that financing restructuring can use several ways, one of them is using financing conversion. As example, Al-Ijarah Al-Muntahiya Bi Al-Tamlik (IMBT) financing can be converted into Mudharabah and Musyarakah. The focus of this research discussion is only on the conversion of IMBT financing into Mudharabah financing. However, the conversion can have a significant impact on the position of the bank as the lessor and the customer as the lessee.
The purpose of this study is to analyze the legal validity of converting IMBT financing into mudharabah financing as set out in Attachment III of POJK No: 29/POJK.03/2019 concerning Quality of Earning Assets and Establishment of Allowance for Elimination of Earning Assets for Financing Banks Sharia people based on Sadd al-Dzari'ah perspective.
This research is using normative legal research with statue approach and evaluative nature. This approach is carried out by reviewing all laws and regulations and other regulations related to the legal issues discussed. This study examines Indonesia's positive legal regulations governing the conversion of contracts in the restructuring program, especially the conversion of the IMBT contract into the Mudharabah contract. The nature of the research is evaluative research that is this research is used to assess Attachment III of POJK No: 29/POJK.03/2019 regarding the restructuring program carried out by means of contract conversion.
The process of converting IMBT to Mudharabah will caused several risks for both customers and banks. The risk that will be experienced by the customer is the cost of changing the financing process, losses on asset impairment, the end of the wa'd in the ijarah agreement so that the customer can not own the ijarah asset at the end of the lease period, the customer experiences bankruptcy after conversion, and the customer is required to return all capital to the bank as shahib al-mal. Meanwhile, the risks that will be experienced by the bank are customers who are not potential and have no business prospects, changes in rental margins from IMBT which are fixed and determined from the beginning to return on Mudharabah which are not fixed, mudharib business losses that are not due to defaults so that must be borne by the shahib al-mal, the decrease in the value of the assets used as business capital so that the profit sharing also decreases, the customer goes bankrupt after the conversion, and the bank is at risk of bearing all the losses and losing all of his capital. Thus, it can be concluded that the regulation related to the conversion of IMBT financing into Mudharabah is expected to cause damage so that what leads to the act is prohibited.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ainisa Hijirah Kireina
"Tulisan ini menganalisis bagaimana ketentuan dan proses pengangkatan anak di Indonesia, baik yang dilakukan antar WNI maupun pengangkatan anak antara WNI dan WNA. Tak hanya itu, dianalisis juga bagaimana pembatalan pengangkatan anak, khususnya terhadap Putusan Nomor 464/Pdt.G/2021/PN Jkt.Sel. Tulisan ini disusun dengan menggunakan metode penelitian doktrinal. Pengangkatan anak merupakan perbuatan hukum yang mengalihkan hak anak dari kekuasaan orang tua kandung atau pihak yang bertanggung jawab atas pemeliharaan anak kepada kekuasaan orang tua angkat melalui suatu penetapan atau putusan pengadilan. Pada praktiknya, tak jarang ditemukan kesalahan prosedur pengangkatan anak WNA oleh WNI di Pengadilan. Hal ini dikarenakan Hakim kurang memerhatikan masalah status kewarganegaraan anak angkat seperti yang terdapat dalam Putusan Nomor 464/Pdt.G/2021/PN Jkt.Sel. Padahal, pedoman Hakim untuk memeriksa permohonan pengangkatan anak di Indonesia sejatinya telah diatur oleh SEMA tentang Pengangkatan Anak. Kini, sudah terdapat Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak dan Peraturan Menteri Sosial Nomor 110/HUK/2009. Namun, belum satu pun peraturan yang mengatur secara khusus pembatalan pengangkatan anak di Indonesia. Dalam Putusan Nomor 464/Pdt.G/2021/PN Jkt.Sel, Hakim dalam pertimbangan hukum masih merujuk pada peraturan perundang-undangan yang relevan dengan perkara pembatalan pengangkatan anak. Hal tersebut sudah menjadi kewajiban Hakim untuk memeriksa dan memutus perkara pembatalan pengangkatan anak

This paper analyzes the regulations and processes of child adoption in Indonesia, both among Indonesian citizens and between Indonesian citizens and foreigners. Moreover, this paper also analyzes how the annulment of child adoptions, especially District Court Decision Number 464/Pdt.G/2021/PN Jkt.Sel. This paper is compiled using the doctrinal legal research method. Child adoption is a legal action that transfers the rights of a child from the authority of the biological parents to the authority of the adoptive parents through a court decision or court decree. In practice, the procedure of adoption foreign child by Indonesian citizens frequently were not in accordance. This because, the Judges were less concerned regarding the adopted child’s citizenship status, as found in District Court Decision Number 464/Pdt.G/2021/PN Jkt.Sel. Meanwhile, the Judge's guidelines of child adoption in Indonesia have actually been regulated by the SEMA regarding Child Adoption. Recently, there is also Government Regulation No. 54 of 2007 on the Implementation of Child Adoption and Minister of Social Affairs Regulation No. 110/HUK/2009. However, neither regulation specifically regulates the annulment of child adoption in Indonesia. In District Court Decision Number 464/Pdt.G/2021/PN Jkt.Sel., the Judges referred to the regulations that were relevant to the case of annulment of child adoption. This is the obligation of the Judge to examine and decide cases of annulment of child adoption."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Riharsa Puandri
"Penelitian dilakukan mengenai kasus sengketa administratif antara pasien dengan rumah sakit yang menyebabkan penundaan kepulangan pasien. Analisis kasus dilakukan dengan mengetahui kewenangan serta tanggung jawab rumah sakit dalam penyelesaian sengketa administratif yang ditinjau dari perspektif hukum rumah sakit. Dari penelitian maka dapat ditentukan pencegahan dari terjadinya penundaan kepulangan pasien. Penelitian dilakukan dengan pendekatan yuridis normatif. Proses pengumpulan data dilakukan melalui studi pustaka dan wawancara dengan narasumber. Tipe penelitian bersifat preskriptif, dengan tujuan mencari solusi dari sengketa administratif yang menyebabkan penundaan kepulangan pasien. Metode analisis data secara kualitatif dilakukan melalui analisis terhadap praktik di sebuah rumah sakit dan studi kasus. Penelitian menemukan bahwa penyelesaian sengketa administratif dapat dilakukan dengan melakukan negosiasi dan musyawarah antara pihak rumah sakit dan pasien untuk menemukan solusi yang tidak merugikan kedua belah pihak. Permasalahan sengketa administratif dapat diminimalisir dengan melakukan sosialisasi mengenai bantuan program jaminan kesehatan yang telah disediakan oleh negara.

The study examines cases of administrative dispute between patients and hospitals which result in patient detainment. Case analysis is done through understanding hospital authority and accountability in administrative dispute resolution and patient detainment as reviewed through hospital law. The study is done in a normative legal approach through literature review and conducting an interview. Study is prescriptive in nature, meaning the ultimate goal is to find a feasible solution and prevention for future cases of patient detainment. Data analysis is done by analyzing common practices in a hospital and a case study. The study finds that administrative disputes can be resolved through negotiation between the hospital and the patient so that the just resolution that will benefit both parties can be found. Issues of administrative resolution can be aided through socialization of government programs that specialize in financial aid and healthcare."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aisyah Dwivania Gesty A.
"Saat dilakukan praktik kedokteran, dimungkinkan ada keadaan dimana dokter menemukan pasien yang menyalahgunakan narkotika. Bila hal tersebut terjadi, akan ada dua kewajiban yang dihadapkan terhadap dokter, yaitu kewajiban untuk menjaga rahasia kedokteran dan kewajiban melaporkan pasien tersebut berdasarkan pasal 131 UU Narkotika. Karena hal tersebut, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengaturan di Indonesia terkait pembukaan rahasia kedokteran oleh dokter bila dokter menemukan pasien yang menyalahgunakan narkotika menurut Permenkes No. 36 Tahun 2012, UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, dan peraturan perundang-undangan lain yang relevan. Bentuk penelitian ini adalah yuridis normatif dan dilakukan menggunakan tipe penelitian deskriptif untuk mencari tahu dan memberikan berbagai data yang ditemukan dari peraturan perundang-undangan dan sumber literatur yang lain mengenai bagaimana pengaturan terkait pembukaan rahasia kedokteran pasien yang menyalahgunakan narkotika. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, diperoleh hasil yaitu dokter harus mengutamakan kewajiban untuk melaporkan pasien yang menyalahgunakan narkotika dan karena itu ia dapat membuka rahasia kedokteran pasien yang menyalahgunakan narkotika dikarenakan adanya kepentingan yang lebih diutamakan untuk diselamatkan dari bahaya narkotika yaitu kepentingan umum. Dengan dilakukannya pelaporan tersebut, dokter akan terhindar dari ancaman sanksi pidana pada pasal 131 UU Narkotika. Oleh karena itu, sebaiknya dokter melaporkan penyalah guna tersebut kepada Badan Narkotika Nasional agar dapat dilakukan rehabilitasi terhadap pasien.

When doctors doing their practice, it is possible for doctors to find patients who abuse narcotics. If this happens, there will be two obligations of the doctor, the obligation to keep medical secrets, dan the obligation to report the patient based on article 131 of the Narcotics Law. Because of that, this research aims to find out how the regulations in Indonesia regarding the disclosure of medical secrets by doctors if doctors find patients who abuse narcotics according to Minister of Health Regulation Number 36 of 2012, Law number 35 of 2009 about Narcotics, and also supported by other laws and regulations. The form of this research is normative juridical and is using a descriptive type of research to find out and provide various data found from regulation in Indonesia and other literature sources regarding how to regulate the disclosure of medical secrets of patients who abuse narcotics. Based on the research conducted, the results are that the doctors must prioritize the obligation to report the patients who abuse narcotics and thus he can reveal the medical secrets of patients who abuse narcotics because there are interests that need to be prioritized to be saved from the dangers of narcotics, which is the public interest. When the doctors report the patient, doctors can avoid the threat of criminal sanctions in article 131 of the Narcotics Law. Therefore, the doctor should report the drug abuser to the Badan Narkotika Nasional (BNN) so that the patient can be rehabilitated."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Difa Marsya Meirina
"Perjanjian perkawinan belum diketahui secara luas oleh masyarakat Indonesia. Meskipun demikian, perjanjian perkawinan dapat dianggap penting terutama dalam perkawinan campuran mengingat dampak yang dihasilkan dari perkawinan itu sendiri cukup besar. Skripsi ini membahas mengenai pengaturan perjanjian perkawinan dalam perkawinan campuran di Indonesia yakni dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan membandingkan pengaturan di Texas, Amerika Serikat yakni Texas Family Code dan Uniform Premarital Agreement Act. Penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah penelitian doktrinal untuk melakukan perbandingan pengaturan antara Indonesia dan Texas, Amerika Serikat. Adapun hasil dari penelitian ini adalah pengaturan mengenai perjanjian perkawinan dalam perkawinan campuran di Indonesia diperlukan adanya kepastian hukum karena dalam prakteknya masih terdapat ketidaksesuaian berkaitan dengan pengaturan perjanjian perkawinan dalam perkawinan campuran. Hal ini dapat dilakukan dengan pemerintah sebagai lembaga yang berwenang untuk lebih memperhatikan pengaturan mengenai perjanjian perkawinan dalam perkawinan campuran agar prosedur, akibat hukum, serta legalitas dari perjanjian perkawinan itu sendiri memiliki kepastian.

Prenuptial agreement is still not widely known by the Indonesian people. However, marriage agreements can be considered important, especially in mixed marriages, considering the significant impact of the marriage itself. This thesis discusses the regulation of prenuptial agreement in mixed marriages in Indonesia namely in the Indonesian Civil Code and the Marriage Law No. 1 of 1974 and compares the with those in Texas, United States namely Texas Family Code and Uniform Premarital Agreement Act. The research used in this thesis is doctrinal research to compare the regulations between Indonesia and Texas, United States. The results of this study are that the regulation of prenuptial agreement in mixed marriages in Indonesia requires legal certainty because in practice there are still inconsistencies related to the regulation of prenuptial agreement in mixed marriages. This can be done by the government as the authorized institution to pay more attention to the regulation of prenuptial agreement in mixed marriages so that the procedures, legal consequences, and legality of the prenuptial agreement themselves have certainty."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Safina Anindyaswari Effendi
"Komite medik rumah sakit memainkan peran penting dalam menyelaraskan tanggung jawab hukum dan bisnis dalam operasi perawatan kesehatan, khususnya di MRCCC Mochtar Riady Comprehensive Cancer Center. Studi ini menyelidiki peran komite dalam memastikan keselamatan pasien dan kepatuhan terhadap peraturan perawatan kesehatan sambil mendukung keberlanjutan finansial dan reputasi rumah sakit. Dengan menggunakan pendekatan hukum normatif dan analisis deskriptif kualitatif, penelitian ini menggabungkan tinjauan peraturan dengan wawancara pemangku kepentingan utama, termasuk direktur rumah sakit dan anggota komite medik. Temuan menunjukkan bahwa komite bertindak sebagai jembatan antara manajemen rumah sakit dan staf medis, menyeimbangkan kewajiban etika dengan tujuan operasional. Tanggung jawab dilaksanakan melalui tiga subkomite: Kredensial, yang mengevaluasi dan mengevaluasi ulang kualifikasi staf medis; Kualitas Profesional, yang memastikan standar perawatan yang tinggi; dan Etika dan Disiplin, yang memantau kepatuhan terhadap kode profesional dan etika. Upaya ini menciptakan siklus di mana keselamatan pasien mengarah pada kepuasan, memperkuat reputasi rumah sakit, dan memastikan keberlanjutannya.

The hospital medical committee plays a crucial role in harmonizing legal and business responsibilities in healthcare operations, particularly at MRCCC Mochtar Riady Comprehensive Cancer Center. This study investigates the committee's role in ensuring patient safety and adherence to healthcare regulations while supporting the hospital’s financial sustainability and reputation. Using a normative legal approach and qualitative descriptive analysis, the research combines regulatory review with interviews of key stakeholders, including the hospital director and medical committee members. Findings indicate that the committee acts as a bridge between hospital management and medical staff, balancing ethical obligations with operational objectives. Responsibilities are implemented through three subcommittees: Credential, which evaluates and re-evaluates medical staff qualifications; Professional Quality, which ensures high standards of care; and Ethics and Discipline, which monitors adherence to professional and ethical codes. These efforts create a cycle where patient safety leads to satisfaction, strengthens the hospital’s reputation, and ensures its sustainability."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2025
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library