Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 7 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Antonius Ritchi
"Pengelolaan Limbah Medik: Identifikasi, Castilant Limbah Medik yang dihasilkan oleh kegiatan operasional dokter praktek umum dapat mengakibatkan bahaya dan pencemaran terhadap lingkungan. Limbah medik seperti yang dihasilkan oleh kegiatan operasional rumah sakit, pengelolaannya sudah diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 85 tahun 1999 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah No. 18 tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun. Mengapa limbah praktek dokter umum yang juga termasuk Iimbah medik tidak tercantum dalam Peraturan Pemerintah? Padahal sama-sama mengandung risiko sebagai limbah bahan berbahaya dan beracun (B3).
Penelitian pengelolaan limbah medik identifikasi, karakterisasi dan evaluasi limbah praktek dokter umum di Jakarta bertujuan membuklikan, bahwa limbah yang dihasilkan oleh praktek dokter umum lama bahayanya dengan limbah rumah sakit, dengan melakukan perbandingan antara jenis limbah yang dihasilkan oleh dokter praktek umum dan RS tipe D (Puskesmas Kecamatan, menemukan adanya risiko infeksius melalui pemeriksaan adanya kandungan darah dalam limbah praktek dokter umum, serta melihat salah satu solusinya dengan melihat adanya hubungan antara Pengetahuan, Sikap dan Perilaku di kalangan dokter praktek umum dalam pengelolaan limbah praktek. Dengan harapan agar dapat menjadi titik tolak bagi pihak yang berwenang dalam mengangani pengelolaan limbah praktek dokter umum.
Penelitian dilakukan dengan melakukan studi cross sectional untuk mendapatkan: Identitas limbah praktek dokter umum, dengan cara melakukan pencacahan terhadap jenis-jenis limbah yang dikandungnya, serta membandingkan dengan jenis-jenis limbah yang terkandung dalam limbah yang dihasilkan oleh Puskesmas Kecamatan.
Karakter limbah praktek dokter umum, dengan melakukan pemeriksaan adanya kandungan darah, menggunakan test Peroksidase (Hematest®). Adanya hubungan antara Pengetahuan, Sikap dan Perilaku dokter praktek umum tentang pengelolaan limbah praktek.
Hasil penelitian menunjukkan: terdapat persamaan antara identitas limbah yang dihasilkan oleh dokter praktek umum dengan Puskesmas Kecamatan. Sebagian besar (59,4% responden) dokter praktek umum menghasilkan limbah yang mengandung darah. Terdapat hubungan yang positif antara Pengetahuan dengan Sikap dan Perilaku dokter praktek umum dalam pengelolaan Iimbahnya. Berdasarkan temuan-temuan di atas, maka peneliti menyarankan untuk:
1. Dikeluarkannya addendum dalam Peraturan Pemerintah No. 85/1999 , tanggal 7 Oktober 1999, yang mencantumkan Kegiatan Dokter Praktek Umum sebagal salah satu penghasil limbah klinis yang tergolong sebagai limbah B3.
2. Memberlakukan peraturan wilayah mengenai penggunaan insinerator rumah sakit di daerah oleh dokter praktek umum yang berpraktek di wilayah berdekatan.
3. Mengupayakan pembentukan badan usaha yang dapat melakukan pengangkutan, pengumpulan dan pengeloaan limbah yang dihasilkan oleh dokter praktek umum.
4. Melakukan pengenalan tenting pengelolaan limbah medik pada taraf sedini mungkin pada masyarakat kedokteran di Indonesia, disertai dengan teladan yang baik di kalangan petinggi kedokteran yang menjadi panutan bagi masyarakat kedokteran Indonesia.
5. Memberikan penghargaan seperti sertifikasi "Green Doctor" bagi pelaksanaan pengelolaan limbah yang baik, dan konsekuensi hukum maupun administratif bagi pelanggaran terhadap peraturan yang sudah ditetapkan.

Medical Waste Management: Identification, Characterization and Evaluation of wastes produced by General PractitionersMedical waste or wastes produced by General Practitioners without good management could be harmful or endanger the environment. As a matter of fact, The Government Regulation No. 85/1999, about the management of toxic and dangerous waste, has ruled Medical wastes produced by hospitals. The problem is, why wastes produced by General Practitioners have not been managed by any particular government regulation, since they have the same risk as toxic and dangerous waste?
This Research, Medical Waste Management, was aimed to prove that wastes produced by General Practitioners are as dangerous as wastes produced by hospitals, by comparing the identity and character of the wastes and finding out the solution through the relationship between Knowledge, Attitude and the way the General Practitioners managed their clinical wastes.
This study was a cross sectional with a reference standard, to find: the identity of the wastes produced by General Practitioners; by using manual identification of every item contained in those wastes, and comparing them to the items produced by the hospitals.
The character of the wastes produced by General Practitioners, by finding the blood containment in those wastes, using Peroksidase test (Hematest®). One of the solutions of those problems through finding out the relationship between Knowledge, Attitude and The way General Practitioners managing wastes produced in their clinics.
The results were: There were similarity between items of wastes produced by General Practitioners and Hospitals. Most of wastes produced by General Practitioners (59,4% sample) were contaminated by blood. There were positive relationship between Knowledge, Attitude and The way General Practitioners managing wastes produced in their clinics.Based on those results above, writer would recommend to:
1. Revise The Government Regulation No. 85/1999, dated on 7 October 1999, by adding the activity of General Practitioner as one of the producers of medical waste or toxic and dangerous waste.
2. Create local regulation, concerning the utilization of local hospital incinerators by General Practitioners in their vicinity.
3. Create specific institution, which would transporting, collect and manage all the wastes produced by General Practitioners.
4. Introduce Medical Waste Management or Procedure as soon as possible in the early medical community.
5. Provide Rewards, such as certification of "Green Doctor" for those who comply with the regulations, and enforcement of legal or administration sanction for those who disobey the regulations."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2003
T10830
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Silvia
"Rumah sakit adalah salah satu industri jasa yang memberikan pelayanan kesehatan bagi masyarakat dan berfungsi sosial serta menyelenggarakan kegiatan rumah sakit yang meliputi kuratif (pengobatan penyakit), rehabilitatif (pemulihan kesehatan), preventif (pencegahan penyakit), dan promotif (pembinaan kesehatan).
Untuk melakukan kegiatannya, rumah sakit menghasilkan bermacam-rnacam buangan berbentuk cair, padat, dan gas yang berasal dari kegiatan medis maupun nonmedis. Hasil buangan ini akan berdampak terhadap kesehatan pasien, pengunjung, masyarakat sekitar rumah sakit, petugas yang menangani secara langsung, bahkan pada lingkungan alam sekitar.
Berdasarkan survei yang dilakukan bersama Suku Dinas Kesehatan Masyarakat Jakarta Pusat pada bulan Juli 2003, masih didapati beberapa masalah dalam pengelolaan limbah padat, yaitu:
1. Pemisahan antara limbah medis dan non-medis belum dilaksanakan dengan baik. Hal ini dapat dilihat dengan masih adanya limbah medis yang bercampur dengan limbah nonmedis.
2. Sarana dan prasarana untuk pengelolaan limbah padat belum memadai, seperti bak-bak sampah yang tidak mempunyai tutup dan tidak dilapisi dengan kantong plastik serta jumlahnya kurang.
3. Kurangnya disiplin petugas yang mengelola limbah padat untuk menggunakan Alat Pelindung Diri (APD), seperti masker dan sarung tangan.
4. Masih terdapatnya pemulung dengan bebasnya berkeliaran di lingkungan rumah sakit.
5. Dari 26 rumah sakit yang ada di Jakarta Pusat, 19 rumah (73%) yang mempunyai IPAL dan hanya 7 rumah sakit (27%) yang mempunyai insinerator, dan tidak satupun rumah sakit yang memiliki insinerator melakukan pemantauan terhadap emisi gasnya.
RS. St. Carolus adalah RS swasta yang berlokasi ditengah-tengah permukiman penduduk. Dalam pengelolaan limbahnya telah menggunakan IPAL untuk limbah cair dan insinerator untuk limbah padat. Sejak tahun 1999, RS St. Carolus telah menerima penghargaan karena pengelolaan limbah cairnya yang bagus, sedangkan untuk limbah padat masih perlu pengelolaan yang lebih baik lagi karena asap dari insineratornya mengganggu masyarakat sekitar.
Tujuan penelitian ini adalah untuk: a. Mengetahui jumlah limbah padat yang dihasilkan RS. St. Carolus, b. Mengetahui cara pengelolaan limbah padat di RS St. Carolus, c. Mengetahui kualitas emisi gas insinerator di RS. St. Carolus, d. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku tenaga kerja dalam mengelola limbah padat di RS St. Carolus.
Penelitian ini menggunakan rancangan analitik yang dilakukan secara observasional dengan metode cross sectional dilakukan antara bulan Mei 2003 sampai dengan Agustus 2003. Populasi dalam penelitian ini adalah pegawai RS. St. Carolus. Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui kuesioner, wawancara, dan pengamatan langsung di lapangan, sedangkan data sekunder diperoleh dan pihak RS. St. Carolus dan berbagai sumber yang berkaitan.
Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku tenaga kerja dalam pengelolaan limbah padat di RS. St. Carolus, digunakan variabel pendidikan, umur, pengetahuan, pengalaman, sikap sebagai variabel bebas, dan perilaku sebagai variabel terikat.
Hasil penelitian didapat jumlah timbunan limbah padat di RS. Sint Carolus adalah 3,66 m3/ hari (1.393,25 kg) dengan rincian limbah padat nonmedis 3,61 m3/ hari dan jumlah limbah padat medis 0,05 m3 (71,61 kg).
RS Saint Carolus sudah mulai menjalankan peraturan dalam pengelolaan limbah padat namun masih perlu perbaikan pada beberapa hal antara lain dengan melakukan segregasi limbah infeksius dan non infeksius lebih optimal, meningkatkan pengetahuan tenaga kerja, meningkatkan minimisasi limbah padat, meningkatkan disiplin tenaga kerja untuk menggunakan Alat Pelindung Diri (APD), dan dilakukan pemantauan terhadap emisi insineratornya.
Berdasarkan hasil pengukuran emisi gas insinerator didapat parameter yang melewati baku mutu yaitu partikel 179,6 mg/m3. Hal ini membuktikan bahwa parameter ini yang mencemari udara dan mengganggu masyarakat sekitar RS. Sint Carolus.
Analisis terhadap responden dibagi 3 kelompok, yaitu kelompok manajerial, kelompok profesional, dan kelompok pekarya. Analisis terhadap kelompok manajerial menggunakan korelasi Spearman's rho dengan hasil sebagai berikut: antara faktor pendidikan dengan umur menghasilkan hubungan sangat kuat (r = 0,801), terdapat hubungan yang sangat kuat (r = 0,935) antara pendidikan dengan pengetahuan, hubungan yang kuat (r = 0,722) antara pendidikan dengan pengalaman, hubungan yang sangat kuat (r = 0,801) antara pendidikan dengan sikap, hubungan yang sangat kuat (r = 0,876) antara umur dengan pengetahuan, hubungan yang kuat (r = 0,685) antara umur dengan pengalaman, hubungan yang sedang (r = 0,418) antara umur dan sikap, hubungan yang sangat kuat (r = 0,810) antara pengetahuan dengan pengalaman, hubungan yang kuat (r = 0,798) antara pengetahuan dengan sikap, dan hubungan yang kuat (r = 0,739) antara pengalaman dengan sikap.
Analisis kelompok pekarya menggunakan korelasi Spearman's rho dengan hasil sebagai berikut: korelasi antara faktor pendidikan dengan perilaku menghasilkan hubungan lemah (r = 0,210), korelasi yang sangat lemah (r = 0,116) antara umur dengan perilaku, korelasi kuat (r = 0,626) antara pengetahuan dengan perilaku, korelasi yang sangat lemah (r = 0,162) antara pengalaman dengan perilaku, dan korelasi yang sangat lemah (r = 0,045) antara sikap dengan perilaku.
Analisis terhadap kelompok pegawai menggunakan regresi berganda, didapat hasil persamaan regresi sebagai berikut:
Y= 0,203-7,64 X1 + 4,897 X2 + 2,104 X3-9,81 X4+0,168X5
F hitung persamaan garis regresi perilaku pegawai sebesar 143,63 lebih besar dari F tabel yaitu 2,30, hal ini berarti Ha diterima yaitu secara bersama-sama pendidikan, umur, pengalaman, pengetahuan, dan sikap berpengaruh terhadap perilaku kelompok profesional dalam pengelolaan limbah padat.
Hasil hitung koefisien determinasi (R2) adalah 0,88 yang berarti bahwa 88% perilaku kelompok profesional dalam mengelola limbah padat dipengaruhi oleh faktor-faktor pendidikan, umur, pengetahuan, pengalaman, dan sikap.
Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah: a. Limbah padat yang dihasilkan RS.St.Carolus adalah 3,66 m3/hari (1.393,25 kg) dengan komposisi limbah medis adalah 71,61 kg (5,14%); b. RS St. Carolus sudah mulai menjalankan peraturan dalam mengelola limbah padatnya, namun masih didapati beberapa hal yang diperbaiki dan ditingkatkan; c. Berdasarkan hasil pengukuran terhadap emisi gas insinerator RS. St. Carolus masih didapati satu parameter yang di atas baku mutu yaitu parameter partikel; d. Berdasarkan perhitungan statistik didapatkan hasil sebagai berikut: Untuk kelompok manajerial terdapat hubungan yang sangat kuat antara faktor pendidikan, umur, pengetahuan, pengalaman, dan sikap dalam pengelolaan limbah padat; Untuk kelompok pekarya tidak terdapat hubungan antara perilaku dengan pendidikan, umur, pengetahuan, pengalaman, dan sikap dalam pengelolaan limbah padat; Untuk kelompok profesional didapat faktor pendidikan, umur, pengetahuan, pengalaman, dan sikap berpengaruh secara bersama-sama terhadap perilaku kelompok profesional dalam pengelolaan limbah padat.
Adapun saran yang dapat diberikan adalah: a. Kereta dorong yang digunakan untuk limbah infeksius dan noninfeksius agar dibedakan dan setelah digunakan harus dibersihkan dan diberi desinfektan; b. Pengetahuan tenaga kerja pekarya agar lebih ditingkatkan lagi dengan cara mengikutsertakan dalam pelatihan pengelolaan limbah padat; c. Disiplin tenaga kerja dalam memakai APD agar lebih ditingkatkan lagi untuk menjaga keselamatan dan kesehatan tenaga kerja; d. Pelaksanaan minimisasi limbah padat agar lebih ditingkatkan lagi dengan melakukan segregasi terhadap limbah yang dapat di daur ulang dan bemilai jual; e. Supaya dipasang alat pengukur suhu pembakaran untuk insinerator (thermocopel) agar diketahui apakah suhu pembakaran sudah mencapai 1000°C atau belum; f. Pemantauan terhadap emisi insinerator agar dilakukan setiap 6 bulan dan dilaporkan ke instansi yang berwenang; g. Abu hasil pembakaran agar diperiksa untuk mengetahui apakah mengandung B3. Apabila mengandung B3 maka harus dikelola oleh instansi yang telah ditunjuk oleh pemerintah.

Hospital Solid Waste Management (Case Study of Jakarta Saint Carolus Hospital)Hospital has known as one of service industry provided health care to community, hold social function and organized hospital activity including curative (sickness healing), rehabilitative (health recovery), preventive (disease prevention) and promotion (health education).
During running its activities, hospital produce manures in forms of liquid, solid, and gasses that came from both medical and non-medical activities. Those waste substances were no doubt could affect patients' health, neighborhood communities, hospital staffs that directly manage the waste, hospital visitors and even natural environment.
Based on the collaborative survey with Office of Public Health Center of Jakarta Municipality on July 2003, there are some problems exist in solid waste management, following:
1. Imperfection in separating effort between medical and non-medical waste. This condition shown by the mixture of both types of waste,
2. Inadequate of tools and infrastructures for waste management, such as uncovered litterbins with no plastics layer inside, not to say the lack in numbers,
3. Lack of discipline from officer in charge to use Personnel Protective Equipment (PPE) such as mask and hand gloves,
4. Uncontrolled and illegal activities of pemulung (people who collect materials from garbage tanks and separate by the types, i.e. plastic, glass, Styrofoam, etc. and sold them to be re-use) around the hospital,
5. The fact that, from all 26 hospital located in Center Jakarta Municipality, there is 19 in number (73%) that have Waste Processing Installation (IPAL) and only 7 hospitals (27%) have incinerator, but not a single of these hospital conduct monitoring program for their gas emission.
St. Carolus is a private hospital and located in center of communities settlement. In handling its waste, St. Carolus operated IPAL for liquid waste and incinerator for solid one. Since 1999 St. Carolus Hospital had been rewarded for its excellent performance in liquid waste management, whereas for solid waste improving were still require since the smoke coming from incinerator started to disturbing the population around.
Research objectives are: a) To find out the amount of solid waste produce by St. Carolus Hospital; b) To discover any steps in waste management of St. Carolus Hospital; c) To find out the quality of gas emission from the incinerator; d) To determine factors that influence behavior of hospital workers in managing hospital's solid waste.
This research used analytical design carried out in observational manner with cross sectional approach from May to August 2003. Research population is the staff of St. Carolus Hospital. Data used were primary and secondary data. Primary data gathered through questionnaire, interview and direct observation while secondary data were getting from hospital and other relevant sources.
To find out behavior-influenced factors, the research used several variables, such education, age, knowledge, experience, and attitude as independent variables, while behavior put as dependent variables.
The result showed the amount of solid waste is 3.66 m3/day (1,393.25 kg) consist of non-medic waste of 3.61m3/day and medic waste of 0.05 m3 (71.61 kg).
Basically St. Carolus had implemented regulation for solid waste management, however, improving still require, like, more optimal segregation for infectious and non-infectious waste, enhance knowledge capacity of the labors, improving minimization effort of solid waste, improving workers' discipline in using of PPE and start monitoring program for incinerator's emission.
Based on result in measurement of gas emission, there is one parameter that exceeded quality standard that is particles in level of 179.6 mg/m3. It proved that the air already contaminated by this parameter and disturbing population around. Analysis were divided base on 3 (three) groups that are, managerial groups, professional groups and workers groups.
Managerial groups analyzed by Correlation of Spearman's rho with the result as follow: there is very strong relation between education factor and age (r=0.801) and between education and knowledge (r=0.935); strong relation between education and experience (r=0.722) and, very strong relation between education and attitude (r=0.801), very strong relation between age and knowledge (r=0.876), strong relation between age and experience (r=O.685), moderate relation between age and attitude (r=0.418), very strong relation between knowledge and experience (r=0, 801), strong relation between knowledge and attitude (-0.798) and strong relation (r=0.739) between experience and attitude.
The analyzing of workers group was doing by correlation of Spearman's rho with results as follow: weak correlation between education factor and behavior (r-0.210), very weak correlation between age and behavior (-0.116), strong correlation (r=0.626) between knowledge and behavior, very weak correlation between experience and behavior (r=0.162) and very weak correlation (r=0.045) between attitude and behavior.
Groups of professional were analyzing using multiple regression technique with the result:
Y=0.023-7.64 X1+4.897 X2+ 2.104 X3- 9.81 X4+ 0.168 X5
By doing comparison, the Fcalculation (143.63) was found higher than Ftable (2.30), mean the research accept hypothesis Ha, that is education, age, experience, knowledge and attitude altogether influenced the behavior of professional group in solid waste management.
Coefficient of determination (R2) showed number of 0.88 mean 88% of professional group's behavior was influenced by education, age, knowledge, experience and attitude.
Conclusion for this research is: a) Solid waste produced from activities in St. Carolus Hospital is 3.66 m3/day (1,393.25 kg) consist of non-medic waste of 3.61 m3/day and medic waste of 0.05 m3 (71.61 kg); b) St.Carolus already implemented the regulation in processing its solid waste, however some improvement and reformation were required; c) Based on the examination of gas emission from incinerator, it was founded that there is one parameter that exceeded standard quality, that is particles; d) Based on statistical calculation there are some results, following: For managerial group there strong relation between factors of education, age, knowledge, experience and attitude in solid waste management; For workers group there is no relation between behavior and education, age, knowledge, experience and attitude in solid waste management; and for professional group there is influence of education, age, knowledge, experience and attitude altogether toward the behavior in solid waste management.
Base on those results, I hereby give suggestion: a. wheeled containers used for the waste of infectious and noninfectious should be differentiated and after used have to be cleaned and using disinfectant; b. knowledge of man power should be more improved again by participating in training of management of solid waste; c. Man power discipline in wearing APD should be more improved again to keep safety and health of the man power; d. Minimize implementation of solid waste should be more improved again with segregation of solid waste which can be recycle and have selling value; e. Should be installed measuring burning temperature's instrument for incinerator (thermocoppel) to be known the burning temperature have reached 1000°C or not yet; f. Monitoring to the emission of incinerator should be conducted every 6 months and reported to institution in charge; g. The ash from result of burning should be checked to know if the ash still containing 133. If it still contains B3, it has to be managed by institutions which have been appointed by Government."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2004
T 11399
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
R. Girl Rajasha
"Rumah Sakit Sumber Waras adalah rumah sakit tipe B sesuai dengan penggolongan Rumah Sakit di Indonesia oleh Depkes RI dengan 18 jenis pelayanan spesialis. RSSW menyelenggarakan Pendidikan Keperawatan Tingkat Akademi sejak tahun 1998 dan merupakan rumah sakit pendidikan Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara sejak tahun 1970 hingga sekarang. Status akreditasi penuh tahap I juga telah diberikan oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia kepada RS Sumber Waras dikeluarkan di Jakarta tanggal 12 Maret 1999 dengan sertifikat No. YM.00.03.3.3.5.1154.
Dan studi awal penelitian ini, didapatkan informasi rumah sakit ini mempunyai jumlah tempat tidur sebanyak 400 buah dengan pemakaian air bersih minimum berdasarkan Kep.Dirjen PPM dan PLP no.HK.00.06.6.44 tahun 1993 sebesar 500 liter per tempat tidur perhari, jika seluruh tempat tidur terisi maka jumlah air bersih yang dibutuhkan adalah sebesar 200 m3 perhari, tetapi kapasitas IPAL sebesar 60 m3 per hari, sehingga dapat dikatakan )PAL sudah melampaui batas, atau limbah tersebut hanya sebagian diolah dalam IPAL. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan mengkaji sistem pengelolaan limbah cair di RSSW.
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analitik yang dilakukan antara bulan April sampai dengan Agustus 2003. Pengambilan data kualitas limbah cair dilakukan dengan pengambilan sampel limbah cair secara langsung dari saluran limbah cair dan IPAL dan wawancara mendalam dengan responden terpilih. Analisa data dalam penelitian ini dengan menggunakan tabulasi tabel dan linear regresi untuk mendapatkan gambaran terdapatnya kecenderungan data.
Dan observasi diperoleh hasil, sistem pengelolaan limbah cair di RSSW belum berjalan dengan baik, karena hanya 4 unit (gedung rawat inap, kamar operasi, bagian gizi dan laundry) dari 30 unit yang menghasilkan limbah cair disalurkan menuju IPAL atau sebesar 13,3%, sisanya disalurkan melalui septic tank serta sebagian lagi dibuang menuju sungai.
Dengan diasumsikan kebutuhan air untuk masing-masing unit sama, maka air yang digunakan sebesar 13,3% dari total air bersih yang digunakan, atau sebesar 86,05 m3 per hari. Dengan asumsi limbah cair yang terbentuk sebesar 60-85%, maka limbah cair yang masuk ke dalam IPAL sebesar 51,63-73,14 m3 per hari. Dari data diatas, maka kondisi IPAL RSSW saat ini dapat mengalami kelebihan pemasukkan air limbah sebesar 13,14 m3 per harinya.
Kesimpulan yang didapat dari penelitian yaitu:
  1. Kualitas limbah cair yang berada di luar IPAL menunjukkan lebih besar dari baku mutu yang ditetapkan oleh pemerintah, terutama pada saluran 1, yang menunjukkan konsentrasi TSS 35.00 mg/L, BOD 48.60 mg/L, COD 163.37 mg/L dan Total Coliform sebesar 3.105 yang kesemuanya lebih besar dari pada baku mutu yang ditetapkan oleh Men.LH No.58 tahun 1995. Konsentrasi yang besar ini disebabkan banyaknya kegiatan yang berada di saluran. Pemakaian air bersih di RSSW sebesar 647 m3 perhari, maka volume limbah cair total yang terbentuk sebesar 388.20-549.95 m3 perhari. Efisiensi IPAL sebesar 66.67%-95%, tetapi untuk parameter mikrobiologi menunjukkan harga MPN sebesar 24.104 lebih besar batas yang diijinkan oleh pemerintah sebesar 1.104. Upaya yang dapat dilakukan RSSW dengan mengurangi pemakaian air berarti dapat menurunkan penggunaan air sebesar 471.194-538.01 m3lharinya.
  2. Sumberdaya manusia yang mengelola limbah belum diberikan tugas khusus dan pemahaman mengenai limbah cair. Kebijakan yang telah dibuat oleh pihak RSSW dalam mengelola limbah cair adalah memasukkan pengelolaan limbah cair ke dalam bagian instalasi pemeliharaan sarana, tetapi belum membentuk bagian khusus yang mengelola limbah tersebut. Kurangnya sumberdaya manusia menyebabkan rencana yang tidak tertata baik seperti memeriksa disinfektan untuk menurunkan kadar mikrobiologi, membersihkan bar screen dan lain-lain.
  3. Kebijakan yang dibuat oleh RSSW dalam mengelola limbah cair berupaya untuk memenuhi baku mutu limbah cair sesuai dengan Kep.Gubernur KDKI Jakarta no.582 tahun 1995, tetapi pemantauannya yang rutin dilakukan hanya dilakukan pada instalasi pengolahan limbah saja, di samping itu kurangnya kelengkapan informasi lingkungan yang terdapat pada RSSW menjadi kendala dalam pengelolaan limbah cair.
  4. Disebabkan karma krisis ekonomi dan penurunan BOR, maka penggunaan dana digunakan untuk biaya operasional IPAL yaitu pembelian bahan kimia dan pemakaian listrik. Perbaikan alat-alat hanya digunakan untuk kondisi tertentu seperti penggantian pampa submersible dan lain-lain.
Saran yang dapat diajukan dalam penelitian ini adalah:
  1. RSSW sebaiknya melaksanakan audit lingkungan yang diwajibkan seperti yang tertera dalam Kep.Men.LH Nomor 30 tahun 2001.
  2. Pemasangan pengukur debit limbah cair pada inlet dan outlet IPAL RSSW.
  3. Kep.Gub. DKI Jakarta No. 582 tahun 1995 sebaiknya menambahkan parameter coliform sebagai acuan cemaran mikrobiologi.

Management of Hospital Waste Water (a case study at Sumber Waras Hospital West Jakarta)Sumber Waras Hospital is a B type hospital refers to Indonesia hospital classification with 18 specializations. This hospital provides Nursery Academy since 1998 and since 1970 until now and also become medicine education program for Department of Medicine University of tarumanegara. Sumber Waras Hospital also accomplished full accreditation stage I from Department of Health Republic of Indonesia at 12 Maret 1999 with certification no. YM.00.03.3.3.5.1154.
From pre-research gathered some information this hospital has 400 beds with minimum water consumption per bed, according to Kep. Dirjen PPM and PLP no.HK.00.06.6.44 in year 1993 is 500 liters per bed per day, if every bed is occupied then water needed is 200 m3 per day, but the capacity of treatment plant is 60 m3 per day. In this situation, treatment plant is overloading or not all of wastewater is treated in wastewater treatment plant. The aim of this research is for knowing wastewater management system in Sumber Waras Hospital.
This research used analytical descriptive method and persisted since April to August 2003. Collecting wastewater data is conducted by directly picking up sample from treatment plant and sewer, and also hospital's database. Depth interview with selected respondent is also used. Data analysis in this research used table tabulation and linear regression to describe tendency of data.
From observation resulted, the wastewater management system at Sumber Waras Hospital is not properly working, because only 4 units from 30 units that potentially produce wastewater connected to treatment plant, or only 13,3%, and the rest of it, is divided into two section, septic tank and sewer.
By assuming water needed for each section is equal then water used is about 86,05 m3 per day, and also by assuming wastewater produce is about 60-85%, then wastewater entered to wastewater treatment plant is about 51,63-73,14 m3 per day. From data above, Sumber Waras Hospital's wastewater treatment plant has already overloaded in about 13,14 m' per day.
Conclusions from this research are:
  1. Wastewater quality outside treatment plant had shown above the government standard especially at sewer one had shown significantly above the government standard. This is caused by large number of activities around sewer one. Water consumption is 647 m3 per day, and wastewater production is about 388.20-549.95 m3 per day. Treatment plant's efficiency is about 66.67-95%, but for microbiology parameter, coliform, had shown MPN (Most Probable Number) value 24.104 above government allowed standard, MPN value 1.104. This hospital can reduce water consumption is about 471.194-538.01 m3 per day.
  2. Human resources that manage wastewater had not been assigned for handling and knowledge improvement. Management policy had made maintenance facility department to put in charge for operating treatment plant and government laboratory analysis respond, yet not made special section who really put in charge. Lack of manpower resources resulted unstructured planning, such as checking disinfectant for microbiological reduction, cleaning bar screen, etc.
  3. Policy that had been made by Sumber Waras Hospital for managing wastewater is to fulfill wastewater standard based on Kep.Gubernur DK1 Jakarta no.582 tahun 1995, but surveillance is only conducted for wastewater treatment plant. Lack of environmental information that exists in Sumber Waras Hospital is also burden in wastewater management.
  4. Due to economic crisis and declining bed occupation ratio, the existing fund is for only chemical and electricity consumption, maintaining is only incidental situation, such as replacing submersible pump, etc.
Recommendation:
  1. Sumber Waras Hospital should perform environmental audit as mention at Kep.MenLH Nomor 30 tahun 2001.
  2. Placement of wastewater flow rate at inlet and outlet Sumber Waras Hospital's wastewater treatment plant.
  3. Kep.Gub.DKI Jakarta No. 582 tahun 1995 should be added by coliform parameter as an indicator of microbiology pollutants.
"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2004
T11370
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Djauhari
"Isi Ringkasan Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedies aegypti, ditandai dengan demam mendadak 2 sampai dengan 7 hari tanda penyebab yang jelas, lemah/lesu, gelisah, nyeri ulu hati, disertai tanda bintik merah di kulit akibat pendarahan kulit. Penyakit dimaksud sangat menular dan berbahaya serta persebarannya hampir merata di seluruh Indonesia.
Di Kota Pontianak, penyakit tersebut masih diprogramkan pemberantasannya, mengingat setiap tahun kejadian penyakit demam berdarah dengue cenderung meningkat. Sebagai upaya bersama mencegah dan membatasi penyebaran penyakit DBD, telah diterbitkan Keputusan Menteri Kesehatan .Nomor 581/Menkes/SK/VII/1992 tentang Pemberantasan Penyakit Demam Berdarah. Tujuan diterbitkannya keputusan ini adalah memberikan pedoman kepada masyarakat, petugas kesehatan, dan sektor-sektor terkait lainnya dalam upaya bersama pencegahan dan pemberantasan penyakit DBD agar masyarakat dapat terhindar dari penyakit yang berbahaya tersebut.
Walaupun upaya pengendalian penyakit DBD di Kota Pontianak telah dilaksanakan, namun kasus/kejadian penyakitnya cenderung meningkat setiap tahunnya. Hal ini kemungkinan disebabkan kondisi lingkungan dan partisipasi masyarakat yang masih rendah. Untuk itu telah dllakukan suatu penelitian ilmlah yang menghubungkan kondisi lingkungan dan partisipasi masyarakat dengan pemberantasan demam berdarah. Tujuan umum penelitian ini adalah meningkaban taraf kesehatan masyarakat melalui ldentifikasi faktor-faktor lingkungan dan faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi masyarakat dalam upaya pengendalian penyakit DBD di Kota Pontianak.
Desain penelitian yang digunakan adalah mode survei yang bersifat studi deskiptif cross sectional. Istilah cross sectional dihubungkan dengan waktu pengambilan sampel yang dilakukan pada satu saat tertentu, tidak diabaikan Intervensi atau perlawan pada populasi atau sampel saat dilakukan penelitian.
Penelitian dilakukan pada bulan Mei sampai dengan Juni 2003 di Kota Pontianak, Kalimantan Barat Data primer diambll dari responden yang terpilih dengan teknik wawancara menggunakan kuesioner yang telah diuji coba terlebih dahulu kepada Kepala Keluarga di lokasi penelitian. Data sekunder sebagai data penunjang diperoleh dari Instansi terkait, seperti Dinas Kesehatan, Badan Pusat Statistik,, Kantor Kecamatan dan Kantor Kelurahan. Besarnya sampel yang digunakan adalah 399 KK yang tersebar di 3 Kelurahan (Sungai Bangkong, Sungai Lawi Luar, dan Sungai Lawi Dalam). Instrumen penelitian berupa kuesioner yang terbagi menjadi 4 bagian, yaitu: Kondisi Lingkungan (17 item), Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku (PSP) sebanyak 15 item, Partisipasi Masyarakat (10 item), dan Pengendalian Penyakit (10 item).
Hasil penelitian diolah menggunakan perangkat lunak komputer, sebagai berikut:
1. Pengaruh umur, pendidikan, pendapatan dan PSP terhadap partisipasi masyarakat.
Koefisien korelasi ganda R (multiple R) sebesar 0,755 menyatakan besarnya derajat hubungan antara variabel terikat (partisipasi masyarakat) dan variabel bebas (umur, pendidikan, pendapatan, dan PSP). Koefisien Determinasi (R Square = R2) sebesar 0,570 artinya 57,0% keragaman nilai partisipasi masyarakat ditentukan oleh besarnya nilai umur, pendidikan, pendapatan, dan PSP. Berdasarkan analisis ragam (nilai F) diperoteh hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat adalah bersifat nyata. Dengan uji t diperoleh hasil bahwa koefisien regresi PSP mempunyai pengaruh yang besar/kuat terhadap partisipasi masyarakat, sedangkan koefisien regresi umur, pendidikan, dan pendapatan berpengaruh kecil/lemah terhadap variabel terikat partisipasi masyarakat. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa secara bersama-sama maka variabel bebas berpengaruh nyata terhadap variabel terikat, sedangkan secara parsial maka variabel PSP yang berpengaruh nyata.
2. Hubungan Kondisi Lingkungan dan Partisipasi Masyarakat dengan Pengendalian Demam Berdarah Dengue.
Dengan menggunakan perhitungan Korelasi Produk Mornen Pearson, didapatkan bahwa korelasi antara kondisi lingkungan dan pengendalian penyakit DBD mempunyai R hitung= 0,088 (lebih kecil dari R label= 0,116) pada tingkat signifikansi 0,01. Ini berarti bahwa kondisi lingkungan berhubungan sangat lemah terhadap pengendalian penyakit DBD. Sedangkan hubungan antara partisipasi masyarakat dan pengendalian penyakit DBD mempunyai R hitung= 0,826 (lebih besar dari R label= 0,116) pada tingkat signifikansi 0,01. Ini berarti bahwa terdapat hubungan positif yang tinggi/kuat dan signifikan antara partisipasi masyarakat dengan pengendalian penyakit DBD.
Berdasarkan uraian pendahuluan, hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat disimpulkan bahwa:
  1. Tingkat partisipasi masyarakat dalam upaya pengendalian penyakit DBD di Kota Pontianak sudah cukup baik.
  2. Tingkat pengetahuan masyarakat mengenai penyakit DBD dan akibat yang ditimbulkannya sudah cukup baik.
  3. Sikap masyarakat Kota Pontianak mengenai penyakit DBD dan upaya pengendaliannya sudah cukup baik.
  4. Perilaku masyarakat Kota Pontianak dalam upaya pengendalian penyakit DBD sudah cukup baik.
  5. Faktor umur, pendidikan, pendapatan, dan PSP secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap partisipasi masyarakat Namun demikian, secara parsial hanya PSP yang berpengaruh besar tehadap partisipasi masyarakat, sedangkan umur, pendidikan, dan pendapatan mempunyai pengaruh yang kecil pada partisipasi masyarakat.
  6. Kondisi lingkungan mempunyai hubungan yang sangat lemah dengan pengendalian penyakit, sedangkan partisipasi masyarakat mempunyai hubungan yang tinggi/kuat dengan upaya pengendalian penyaktt DBD.
Daftar Kepustakaan : 32 (1967-2003)

Dengue Haemorrhagic Fever (DHF) is a spreaded disease caused by dengue viruses and carried by Aeries aegypti mosquito. It's indicated by sudden fever between 2 to 7 days without any certain causes, weak, restless, solar plexus painful, marked by red dot on the skin, due to the skin bleeding. DHF is a very dangerous spreadable disease. It spreads throughout area of Indonesia.
In Pontianak (West Kalimantan), DHF has been programmed in the eradication as the increase number year after year. The Minister of Health has issued a Decree Number 581/Menkes/SK/VII/1992 about Eradication of DHF. The aim of decree to give the guidance for public, health officer and other related sectors.
Although the control effort had been executed in Pontianak, cases of this disease trends to increase in every year. It's probably caused by the bad environment conditions as well the lark of community participation. Therefore, a scientific research has been done to correlate the environment condition and community participation with the control of DHF. The general aim of this research to increase standard of public health through environment factors identification and factors influence the community participation in control of DHF in Pontianak.
Research design use a descriptive cross sectional survey method. The term of cross sectional related to the interpretation of sample in certain time, without intervention or treatment on the population or sample in research. The research has been conducted on May until! June 2003 in Pontianak, West Kalimantan. Primary data taken from choosen respondents by interview with previously tried out questionaire to the head of household. Sustained secondary data taken from the related institution, for example Health Service,' Statistic Center Agency, District Office and Village Office. Sample scale is 399 head of household spread over 3 villages (Sungai Bangkong, Sungai Jawi Luar and Sungai Jawi Dalam). The research instrument is a questionaire divided by 4 parts. Environment Condition (17 items) 15 items of Behavior and Attitude Knowledge (PSP), Community Participation (10 items) and Control of DHF (10 items).
The result of the research was processed by computer software as follows:
1. Influence of Age, Education, Income and PSP with the Community Participation
Double correlation coefficient R (R Multiple) as 0,755 indicates the standard of correlation between dependent variables (Community Participation) and independent variable (Age, Education, Income and P5P). Coefficient of Determination (R Square= R2) as 57,0% variation of community participation value determined by the age value, education income and PSP. In the variances analysis (F value) obtained a significant correlation between dependent variable and independent variable. By t test obtained a result that the coefficient of regression PSP is significant at the 0,05 level; while age, education, income is not significant influenced the dependent variable. Therefore, ft can be concluded that simultaneously independent variable really influence dependent variable, while partially PSP variable is really influence.
2.The Relationship of The Environment Condition and Community Participation with The Control of DHF
Using the calculation of Pearson Product Moment (PPM) correlation, obtained the relationship between environment condition and DHF control has R calculation= 0,088 (less than R table= 0,116) is significant at the 0,01 level. It means the environment condition has not significant correlation with the DHF control. While relationship between community participation and DHF control has R calculation= 0,826 (more than R table=0,116) is significant at the 0,01 level. It means there as positive and significant correlation between community participation and DHF control.
From the previous explanation, result of the research and investigation, can be concluded:
  1. Proper level of the community participation on the effort of DHF in Pontianak.
  2. Proper level of community knowledge on the effort of DHF.
  3. Good attitude of Pontianak people on DHF and its control.
  4. Good habit of Pontianak people on the effort of DHF control.
  5. Age, education, income, and PSP influenced the community participation. However, only PSP partially influenced the community participation; while age, education, and income do not influence the community participation.
  6. There is a close relationship between environment condition and community participation with the effort of controlling DHF in Pontianak.
Number of References: 32 (1967 - 2003)
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2003
T11876
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anita Rahman
"ABSTRAK
Peranan wanita dalam era pembangunan diarahkan dan diutamakan dalam pengembangan keluarga sehat, sejahtera dan bahagia, dalam rangka pembangunan manusia seutuhnya dan masyarakat seluuhnya.
Wanita menurut ajaran Islam, adalah manusia yang utuh, dalam segala aspek kehidupan, sebagaimana halnya dengan laki-laki, baik dari kejadiannya, amal perbuatannya, nilai dan ganjarannya serta sangsi hukum, bertanggung jawab menuju kepada suatu realitas kehidupan yang ideal yang serba serasi dan seimbang, berdasarkan moral kehidupan yang dibimbing oleh agama seperti moral kemandirian, berpikir logis, bertanggung jawab kepada Penciptanya atas segala amanat yang diberikan kepadanya.
Melalui berbagai peranannya ketika memasuki kehidupan berumah tangga dengan moral kemandirian dalam kemitraannya bersama suaminya, wanita bertanggung jawab untuk membawa keluarganya kepada kehidupan Keluarga yang Sakinah, suatu keluarga yang mempunyai ciri bahagia, sejahtera, tenteram, damai hidup penuh kasih dan sayang yang menjalankan ajaran Islam, yang dapat melahirkan generasi penerusnya yang berkualitas balk secara fisik material maupun mental spritual.
Untuk menunjang tanggung jawab diantara kemampuan dan keterbatasannya dalam menyiapkan anak yang berkualitas, wanita memerlukan sarana untuk membatasi jumlah anak, yang pelaksanaannya tidak bertentangan dengan ajaran agama Islam.
Kontrasepsi mantap sebagai alternatip diantara kontrasepsi lainnya yang ditawarkan oleh program Keluarga Berencana untuk menuju keluarga bahagia sejahtera, belum mendapat pengakuan sepenuhnya dari para ulama Islam, karena kontrasepi mantap dianggap tindakan pemandulan abadi. Sebagian mengatakan boleh, sebagian lagi mengharamkan. Penggunaannya diserahkan kepada manusia yang bersangkutan sesuai dengan apa yang diniatkannya. Hal demikian akan menggiring wanita kepada ketidakpastian hukum atas kontap, sehingga menimbulkan beban psikologis disatu pihak, sedangkan kebutuhan yang mendesak di pihak lain. Bagi wanita yang dapat berfikir logis, tidak menimbulkan masalah karena dia berani memutuskan sesuatu melalui proses berfikir yang logis, dan mempunyai suatu tujuan untuk menunjang tanggung jawabnya terhadap kesejahteraan rumah tangganya dan penyiapan anak yang berkualitas di satu pihak, dan usaha pencegahan beban diluar kemampuannya di pihak lain.
BKKBN, melalui PKMI, suatu lembaga yang mengelola pelaksanaan kontap, mencanangkan sistem konseling untuk melengkapi proses pengambilan keputusan bagi calon akseptor nya, untuk mendapatkan persyaratan sukarela,bahagia dan medis.
Dengan analisa tersebut penulis melihat ada permasalahan dalam pelaksanaan kontrasepsi mantap, tidak demikian halnya pada alat kontrasepsi lainnya. Dalam hal ini penulis meneliti 25 orang responden yang sudah menjalani kontap di Klinik KB Raden Saleh, untuk melihat proses pengambilan keputusan, serta faktor lain yang berkaitan dengan pengambilan keputusan serta dukungannya terhadap pembinaan Keluarga Sakinah. Sebagai pembanding, penulis mengambil juga 5 orang responden suami-isteri yang suami sudah menjalani vasektomi.
Dari hasil penelitian yang bersifat kualitatif dengan menggunakan metode observasi dan wawancara, diperoleh hasil bahwa, proses pengambilan keputusan tidak melalui proses dalam teori pengambilan keputusan, karena responden harus segera memutuskan steril karena sudah terdesak dengan kehamilan tanpa dikehendaki, dimana pelaksanaannya dilakukan sekaligus. Banyak faktor yang mempengaruhi responden untuk memilih kontap, diantaranya kegagalan memanfaatkan alat kontrasepsi non permanen, ekonomi, kedudukan wanita dalam rumah tangga, kebanyakan anak, moralitas yang selalu menenggang, pendidikan, anjuran dokter/paramedis.
Konseling dan hukum agama tidak berpengaruh, karena konseling tidak dilakukan, dan faktor agama ketika itu tidak dipertimbangkan karena kehamilan yang mendesak. Aspek dosa dirasakan sesudah menjalani kontap.
Makna Keluarga Sakinah secara hakiki tidak dipahami, walaupun hampir seluruh responden mengatakan hidupnya sakinah. Sakinah baginya hanyalah kebahagiaan karena hidup rukun damai bersama suami dan anak walau dalam kekurangan, tanpa memikirkan kualitas kehidupan yang harus dicapai dalam keluarga sakinah. Akan tetapi akibat dari kontap, hampir semua mengatakan bermanfaat, karena dengan tidak hamil lagi, responden merasa sehat, dapat mengurus rumah tangga lebih baik lagi, dapat dikatakan menunjang kepada jenis keluarga sakinah menurut ukuran dirinya.
Bagi isteri yang suaminya dikontap, moralitas dan pengetahuannya sama seperti 25 orang responden diatas, kelebihannya cuma mereka tidak hamil, yang menjadi dasar suami untuk kontap. Proses pengambilan keputusan pada akseptor vasektomi adalah mantap karena terencana dengan matang melalui proses penyuluhan, pemantapan dan konseling, sehingga memenuhi teori proses pengambilan keputusan."
1993
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Johannes Janto Thomarius
"ABSTRAK
Sejak dahulu kala infertilitas sudah merupakan masalah. Kisah-kisah tersebut juga bisa didapatkan dalam Al Qur'an dan Alkitab. Hippocrates (460 SM) sebagai bapak kedakteran telah menaruh minat dalam masalah infertilitas dan telah menulis "On Sterile". (IQ) Pada tahun-tahun akhir ini cukup banyak kepustakaan yang menuliskan timbulnya gangguan mental emosional dan ganngguan disfungsi psikoseksual pada pasangan infertil. Menurut Elstein (1975) pasangan infertil secara potensiil mudah mengalami abnormalitas dalam fungsi seksual mereka dan dapat digolongkan dalam tiga kelompok, yaitu :
1. Infertilitas sebagai penyebab masalah psikoseksual.
2. Masalah psikoseksual yang mendasari infertilitas, seperti vaginismus, impotensi, ketidak sanggupan ejakulasi, ketakutan dan kecemasan.
3. Secara kebetulan sudah mengalami abnormalitas seksual, seperti ketidak mampuan orgasme (anorgasmia) dan ejakulasi prematur. (30)
Juga oleh Berger. (I976) dikatakan bahwa cara yang paling sederhana dan mudah dimengerti adalah adanya konflik psikologik yang dapat menyebabkan infertilitas dan kemudian berakibat pada penampilan seksual (sexual performance) (5). Masalah seksual sering diklasifikasi menurut gangguan penampilan. Pada laki-laki seringkali dijumpai adanya impotensi, ejakulasi prematur atau ejakulasi retarda, serta frekuensi hubungan seks yang berubah. Kekurangan atau kelebihan hubungan seks mungkin berpengaruh terhadap terjadinya infertilitas. Sedangkan pada wanita seringkali mengalami tidak adanya libido (frigiditas), hambatan orgasme dan vaginismus. Baik pada laki-laki maupun pada wanita maka gangguan psikoseksual dapat bersifat primer atau sekunder. (5)
Seibel dan Taymor (1982) menyatakan bahwa pengobatan dan evaluasi dari infertilitas membutuhkan sejumlah besar perhatian terhadap hubungan seks. (30) : Sedangkan Sandler (1959) menyatakan bahwa bukti jelas hubungan antara stres dan infertilitas dapat ditemukan pada pasien yang mengalami dispareunia, ketidak mampuan orgasme dan lain-lain gangguan seksual. (29) Kaplan (1982) menyatakan bahwa pasangan infertil memerlukan evaluasi psikiatrik. Disharmoni perkawinan atau konflik emosional bisa mempengaruhi keintiman hubungan seks, peran suami atau isteri dan dapat secara langsung mempengaruhi fungsi endokrin dan proses fisiologik seperti ereksi, eyakulasi dan ovulasi.(11)?
"
1986
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Prasetio Wicaksono
"Avian influenza (Flu Burung) merupakan salah satu penyakit prioritas kesehatan internasional karena berpotensi untuk menyebabkan pandemi influenza pada manusia. Indonesia memiliki jumlah kasus flu burung terbanyak, terutama di provinsi DKI Jakarta dengan 44 kasus dengan 37 korban meninggal. Namun pengaruh faktor lingkungan yang terkait dengan flu burung pada manusia masih kurang jelas. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi keberadaan, asosiasi, dominasi serta upaya pencegahan terkait faktor lingkungan dengan penyebaran dan infeksi virus influenza Af(H5N1) pada manusia. Penelitian menggunakan analisis spasial GIS dan analisis statistk. Berdasarkan hasil identifikasi dan uji statistik faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi penyebaran dan infeksi virus influenza Af(H5N1); faktor lingkungan alami (suhu, kelembaban, curah hujan) dan faktor lingkungan buatan Garak terhadap badan air, jalan/rute transportasi, pasar) terasosiasi namun tidak bertaraf signifikan dengan suhu sebagai faktor yang paling dominan. Upaya pencegahan terhadap kejadian flu burung pada manusia terkait faktor lingkungan disarankan pada peningkatan kewaspadaan dan surveilans terhadap kondisi lingkungan (alami, buatan dan sosial) yang beresiko tinggi.

Avian influenza (bird flu) has become a disease of international health priority because of its potential to cause an influenza pandemic. Indonesia has the highest number of human cases, especially within the DKJ Jakarta province with 44 cases and 37 deaths. Environmental factors influence associated with bird flu in humans is still unclear. This study aims to identify the existence, association, domination and prevention efforts related to environmental factors and the spread of influenza virus A/(H5N1) in humans. Spatial GIS and statistical analysis were used in the reseal'ch Based on identification and statistical tests of environmental factors that can affect the spread and infection of influenza A/(H5N1); natural environmental factors (temperature, humidity, rainfall) and artificial environmental/actors (distance 10 water bodies, roads and transportation routes, market) were associated but not statistically significant, with temperature as the most dominant factor. Efforts to prevent the occurrence of bird flu in humans related to environmental facrors is suggested increased vigilance and surveillance of environmental conditions (natural and artificial) that are of high risk."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2011
T33671
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library