Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rafika Indah Paramita
"Kanker payudara merupakan tipe kanker yang paling banyak terjadi didunia dan menjadi penyebab kematian terbanyak pada negara berkembang. Subtipe kanker payudara saat ini dapat diklasifikasikan berdasarkan profil ekspresi gennya dengan immunohistokimia (IHK) menjadi subtipe Luminal A, Luminal B, HER2+, dan TNBC. Namun, IHK memiliki beberapa keterbatasan yang dapat menyebabkan kesalahan klasifikasi. Penelitian ini bertujuan melakukan integrasi data multi-omik (genomik, epigenomik, dan transkriptomik) serta penggunaan machine learning dalam penentuan biomarker subtipe kanker payudara.
Metode
Isolat DNA dari pasien kanker payudara yang menjalani pengobatan di RSUPN Cipto Mangunkusumo dan RS Kanker Dharmais Jakarta sebanyak 48 subjek digunakan dalam penelitian ini. Untuk mengidentifikasi mutasi dan metilasi DNA, digunakan kit Illumina Infinium Asian Screening Array dan Illumina Infinium EPIC Human methylation array v2.0 yang kemudian dilakukan pembacaan dengan Illumina iScan. Biomarker mutasi dan metilasi DNA kemudian dianalisis dengan machine learning untuk mendapatkan biomarker subtipe kanker payudara. Pendekatan transkriptomik dengan analisis DEG (Differentially Expressed Genes) dilakukan dengan menggunakan dataset yang berada pada basis data GEO (Gene Expression Omnibus), yaitu dataset GSE33447 dan GSE20685. Studi translasional untuk identifikasi biomarker metilasi DNA, dilakukan dengan metode MSP (methylated specific PCR).
Hasil
Didapatkan biomarker mutasi dan metilasi DNA yang signifikan berasosiasi dengan masing-masing subtipe kanker payudara serta berkaitan dengan ekspresi gennya, yaitu Luminal A (rs2355062 dan cg14397888), Luminal B (rs36087647 dan cg14397888), HER2+ (rs4925108 dan cg25910261), TNBC (rs137966431, rs886040223 dan cg26371957). Adanya mutasi pada BRCA2 (rs886040223) pada pasien TNBC, diprediksi akan memberikan respon yang sensitif terhadap pemberian terapi inhibitor PARP. Kit diagnostik berbasis biomarker omik dengan metode methylation-specific PCR (MSP) dapat menentukan status metilasi DNA pada biomarker cg14397888 untuk subtipe Luminal A dan Luminal B dengan akurasi 75% dan 76%.
Kesimpulan
Pendekatan biomarker multiomik pada pasien kanker payudara dapat digunakan sebagai pilihan untuk melakukan klasifikasi subtipe kanker payudara dan memprediksi pilihan terapi yang tepat.

Introduction
Breast cancer is the predominant form of cancer globally and is the primary cause of mortality in emerging nations. Currently, breast cancer subtypes can be classified using immunohistochemistry (IHC) into four subtypes: Luminal A, Luminal B, HER2+, and TNBC. Nevertheless, the IHC possesses various constraints that may result in misclassification. The objective of this study is to combine multiple types of biological data (genomic, epigenomic, and transcriptomic) and apply machine learning techniques to identify biomarkers for different subtypes of breast cancer.
Method
DNA isolates obtained from 48 breast cancer patients who were receiving therapy at RSUPN Cipto Mangunkusumo and Dharmais Cancer Hospital Jakarta. The Illumina Infinium Asian Screening Array and Illumina Infinium EPIC Human methylation array v2.0 kits were employed to detect mutations and DNA methylation which were then read using Illumina iScan. Machine learning was used to examine DNA mutation and methylation biomarkers in order to identify biomarkers specific to different subtypes of breast cancer. The transcriptomics approach was employed to analyze differentially expressed genes (DEGs) utilizing datasets from the Gene Expression Omnibus (GEO) database, namely the GSE33447 and GSE20685 datasets. The MSP approach was employed to conduct translational research to identify DNA methylation biomarkers.
Results
Significant DNA mutations and methylation biomarkers were discovered to be linked to each subtype of breast cancer and were found to be associated with gene expression, namely, Luminal A (rs2355062 and cg14397888), Luminal B (rs36087647 and cg14397888), HER2+ (rs4925108 and cg25910261), and TNBC (rs137966431, rs886040223 and cg26371957). Predictions suggest that the presence of mutations in the BRCA2 gene (rs886040223) in TNBC patients will likely result in a highly responsive reaction to PARP inhibitor treatment. A diagnostic kit utilizing the methylation-specific PCR (MSP) approach can accurately assess the DNA methylation status of the cg14397888 biomarker for Luminal A and Luminal B subtypes with an accuracy of 75% and 76%, respectively.
Conclusion
The utilization of the multiomics biomarker strategy in breast cancer patients offers a viable method for categorizing breast cancer subtypes and forecasting suitable therapy interventions.                                                                                                                                                                    
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ratnayani
"Latar belakang dan tujuan: Area kumuh identik dengan permasalahan gizi pada anak. Salah satunya adalah masih terdapatnya anak pendek di daerah tersebut. Perawakan pendek dapat disebabkan oleh berbagai faktor, diantaranya dikarenakan oleh dysbiosis. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis komposisi mikrobiota pada anak pendek dan tidak pendek di daerah kumuh di Jakarta serta faktor-faktor yang mempengaruhinya.
Metode: Penelitian ini menggunakan desain comparative cross sectional study yang dilakukan di RW 9 dan 11, Kelurahan Kebon Bawang, Jakarta Utara. Subjek dalam penelitian ini adalah 21 anak pendek (HAZ £ -2SD) dan 21 anak tidak pendek (-1SD £ HAZ £ 3SD) usia 2-5 tahun. Data yang dikumpulkan meliputi karakteristik subjek dan keluarga, riwayat cara lahir, riwayat asi eksklusif, riwayat sakit serta higiene dan sanitasi. Selain itu juga dilakukan pengumpulan asupan zat gizi melalui Semi Quantitative Food Frequency Questionnaire (SQFFQ). Analisis mikrobiota dilakukan dengan mengekstraksi DNA dari feses subjek kemudilan dilakukan sekuensing 16S rRNA menggunakan Next Generation Sequencing (NGS). Analisis bioinformatika dilakukan untuk membandingkan komposisi mikrobiota pada kedua kelompok. Uji Manova dan korelasi Spearman dilakukan untuk menganalisis kaitan antara faktor-faktor dan asupan zat gizi dengan komposisi mikrobiota.
Hasil: Berdasarkan asupan zat gizi, pada kelompok anak pendek, asupan energi, zat gizi makro (karbohidrat, protein, dan lemak) dan zat gizi mikro (Zn dan Fe) lebih rendah dibandingkan anak yang tidak pendek. Pada kelompok anak pendek terdapat kecenderungan jumlah anak yang dilahirkan secara Caesar lebih banyak, yang memiliki riwayat sakit lebih banyak, konsumsi air minum air isi ulang lebih banyak dan yang tidak mencuci tangan sebelum makan lebih banyak dibandingkan kelompok anak tidak pendek. Dilihat dari komposisi mikrobiota, terdapat perbedaan komposisi mikrobiota pada kedua kelompok, baik pada tingkat genus maupun spesies. Pada kelompok pendek terdapat kelimpahan yang lebih tinggi pada genus Mitsuokella and Alloprevotella serta spesies Providencia alcalifaciens. Sedangkan pada kelompok tidak pendek terdapat kelimpahan lebih tinggi pada genus Blautia, Lachnospiraceae, Bilophila, Monoglobus dan spesies Akkermansia municiphila, Odoribacter splanchnicus and Bacteroides clarus. Perbedaan komposisi mikrobiota ini dipengaruhi oleh riwayat cara kelahiran, riwayat ASI eksklusif, sumber air minum, sumber air untuk aktivitas lain, kebiasaan mencuci tangan sebelum makan serta asupan energi, makronutrient dan mikronutrient.
Kesimpulan: Secara umum kelimpahan mikrobiota yang bersifat patogen pada anak pendek lebih tinggi dibandingkan kelompok tidak pendek. Hal ini dipengaruhi oleh asupan zat gizi serta faktor-faktor lainnya. Faktor-faktor yang berpengaruh ini dapat diterapkan oleh anak pendek di daerah kumuh sebagai upaya perbaikan status gizi.

Background and objective: Slum areas are identic with nutritional problems in children including stunted children. Incidence of stunted can be caused by various factors, one of which is dysbiosis. This study aims to analyze the microbiota composition of stunted and non-stunted children in Jakarta slum areas and related contributing factors.
Method: This study used a comparative cross-sectional study design which was conducted in RW 9 and 11, Kebon Bawang Village, North Jakarta. The subjects in this study were 21 stunted children (HAZ£-2SD) and 21 non-stunted children (-1SD£HAZ£3SD) ages 2-5 years. The data collected included subject and family characteristics, mode delivery history, exclusive breastfeeding history, history of illness and hygiene and sanitation. In addition, nutrient intake was also collected through the Semi Quantitative Food Frequency Questionnaire (SQFFQ). Microbiota analysis was performed by extracting DNA from the subject's feces and then 16S rRNA sequencing using Next Generation Sequencing (NGS). Bioinformatics analysis was performed to compare the composition of the microbiota in the two groups. Manova test and Spearman correlation were performed to analyze the association between factors and nutrient intake with gut microbiota composition.
Results: Based on nutrient intake, in the stunted children, energy intake, macronutrients (carbohydrates, protein, and fat) and micronutrients (Zn and Fe) were lower than non-stunted children. In the stunted group there was a tendency for the number of children born by Caesarean section to be higher, to have a higher history of illness, to consume more refillable drinking water and not to wash their hands before eating than non-stunted group. There were differences in the composition of the microbiota in the two groups, both at the genus and species levels. In the stunted group there were higher abundance in the genera Mitsuokella and Alloprevotella and the species Providencia alcalifaciens. Whereas in the stunted group there was a higher abundance in the genera Blautia, Lachnospiraceae, Bilophila, Monoglobus and the species Akkermansia municiphila, Odoribacter splanchnicus and Bacteroides clarus.
Conclusion: In general, the abundance of pathogenic microbiota in stunted children was higher than in the non-stunted children. This is influenced by nutrient intake and other factors. These influencing factors can be applied by stunted children in slum areas as an effort to improve nutritional status.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ummu Mastna Zuhri
"Latar Belakang: Resistensi insulin pada jaringan otot skelet, hepar, dan adiposit merupakan penyebab utama terjadinya DM tipe 2 serta berbagai penyakit metabolik lain. Resistensi insulin masih sulit diatasi menggunakan obat yang tersedia, sehingga pencarian obat sensitisasi insulin, terutama pada jaringan otot skelet menjadi urgensi dalam riset obat antidiabetes. Salah satu tanaman obat yang berpotensi dikembangkan sebagai obat sensitisasi insulin adalah brotowali.
Tujuan: Mengidentifikasi target terapi utama dari brotowali sebagai agen sensitisasi insulin melalui pendekatan in silico, menguji aktivitasnya secara in vitro pada kultur sel otot skelet L6.C11, dan mengidentifikasi senyawa aktifnya menggunakan metode LC-MS/MS metabolomik.
Metode: Pencarian target terapi utama resistensi insulin yang ditarget oleh brotowali dilakukan melalui analisis jejaring farmakologi yang diikuti dengan simulasi penambatan molekuler dan dinamika molekuler. Kultur sel otot skelet L6.C11 digunakan sebagai model sel resisten insulin pasca-induksi tinggi glukosa dan tinggi insulin. Hasil fraksinasi terhadap ekstrak metanol brotowali (n=33) diuji aktivitasnya terhadap peningkatan kadar glikogen dan inhibisi fosforilasi serin-312 pada IRS1(metode enzime-linked immunosorbent assay), serta peningkatan GLUT4 tertranslokasi (metode konfokal-imunositokimia). Metode LC-MS/MS metabolomik digunakan untuk menganalisis metabolit dari fraksi-fraksi uji. Analisis statistik komparatif melalui uji ANOVA satu arah dan analisi multivariat melalui PCA dan OPLS untuk mengidentifikasi senyawa penanda bioaktif.
Hasil: Analisis jejaring farmakologi memprediksi adanya tiga jalur terapi dari resistensi insulin yang ditarget oleh senyawa kandungan brotowali (jalur persinyalan PI3K, TNF, dan MAPK). Fosforilasi serin-312 pada IRS1 ditentukan menjadi target terapi dalam pengujian in vitro didasarkan pada perannya yang besar pada patogenensis resistensi insulin (degree: 12). Hasil uji in vitro mengidentifikasi fraksi 3 sebagai fraksi dengan aktivitas tertinggi dari seluruh fraksi uji (2,55+0,12 ?g/mL; 45,68+3,20%; 64,07+1,78 AU) dalam aktivitas peningkatan glikogen, inhibisi pIRS1 ser-312, dan peningkatan translokasi GLUT4. LC-MS/MS metabolomik mampu mengidentifikasi senyawa penanda bioaktif batang brotowali berupa tinoskorsida D, higenamin, dan tinoskorsida A.
Kesimpulan: Analisis komputasi jejaring farmakologi mampu memprediksi dengan baik target terapi dan senyawa aktif brotowali. Secara in vitro, senyawa kandungan batang brotowali mampu meningkatkan sensitisasi insulin dengan senyawa penanda bioaktif berupa tinoskorsida D, higenamin, dan tinoskorsida A.

Background: Insulin resistance in skeletal muscle tissue, liver and adipocytes is the main cause of type 2 DM and various other metabolic diseases. Insulin resistance is still difficult to overcome using available drugs, so the search for insulin sensitizing drugs, especially in skeletal muscle tissue, is an urgency in antidiabetic drug research. One of the medicinal plants that has the potential to be developed as an insulin sensitizing drug is brotowali.
Objectives: To identify potential therapeutic targets of brotowali as an insulin sensitizing agent through an in silico approach, to test its in vitro activity in L6.C11 skeletal muscle cell culture, and to identify its active compounds using the LC-MS/MS method.
Methods: The search for the potential therapeutic target of insulin resistance targeted by brotowali was carried out through network pharmacology analysis followed by molecular docking and molecular dynamics simulations.
The fractionation of brotowali methanol extract (n=33) were tested for their activity on increasing glycogen levels and inhibition of serine-312 phosphorylation on IRS1 (enzyme-linked immunosorbent assay method), as well as increasing translocated GLUT4 (confocal-immunocytochemical method). The LC-MS/MS metabolomics method was used to analyze the metabolites of the tested fractions. Comparative statistical analysis through one way ANOVA test and multivariate analysis through PCA and OPLS to identify bioactive marker compounds.
Results: Network pharmacology analysis predicted three therapeutic pathways of insulin resistance targeted by brotowali’s compounds (PI3K, TNF, and MAPK signaling pathways) with the PI3K pathway as the main pathway. Sequentially the signaling pathway regulate the glucose homeostasis, anti-inflammation, and cell proliferation. Phosphorylation of serine-312 in IRS1 was determined to be a therapeutic target in in vitro testing based on its major role in the pathogenesis of insulin resistance (degree: 12). In vitro tests identified fraction 3 as the fraction with the highest activity of all tested fractions (2.55+0.12 µg/mL; 45.68+3.20%; 64.07+1.78 AU) in glycogen increasing activity , inhibition of pIRS1 ser-312, and increased GLUT4 translocation sequentially. The bioactive marker compounds of brotowali stems were identified as tinoscorside D, higenamin, and tinoscorside A.
Conclusion: Network pharmacology computation was successfully predict the therapeutic targets and active compounds of brotowali. At in vitro test, compounds contained in brotowali stems can increase insulin sensitization with bioactive markers were tinoscorsida D, higenamin, and tinoscorsida A.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Budi Ermanto
"Insufisiensi ovarium primer (IOP) adalah sindrom klinik yang ditandai dengan hilangnya aktivitas ovarium sebelum usia 40 tahun, disertai gangguan menstruasi, peningkatan gonadotropin dan rendahnya kadar estradiol. Kondisi tersebut menyebabkan infertilitas. Diagnosis IOP ditegakkan berdasarkan hormon FSH, tetapi memerlukan 2 kali pemeriksaan dalam waktu 4-6 minggu, sehingga digunakan persentil wiweko untuk mengetahui kadar AMH sebagai prediktor cadangan ovarium. Kadar AMH rendah menunjukkan cadangan ovarium juga rendah; diduga karena ada mutasi gen AMH sehingga perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui hubungan antara mutasi gen dengan hormon AMH. Penelitian potong lintang ini dilakukan di Rumah Sakit dr Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta dalam kurun waktu Juni 2021-Maret 2022. Subjek penelitian adalah pasien yang dikonsulkan ke RSCM untuk masalah gangguan menstruasi. Subjek dibagi tiga kelompok yaitu kelompok IOP, SOPK dan kontrol, kemudian dilakukan uji karyotiping dengan G-banding untuk mengetahui normalitas kromosom. Selanjutnya diperiksa urutan gen AMH dan SNP menggunakan sanger sekuensing, sedangkan kadar AMH diperiksa dengan uji ELISA. Data diolah dengan SPSS versi 20 dan uji statistik yang digunakan adalah Uji Mann Whitney, chi square, exact fisher dan uji korelasi spearman. Dari total 31 subjek penelitian, 8 subjek masuk dalam kelompok IOP, 16 subjek SOPK, dan 7 subjek kontrol. Terdapat 30 mutasi dengan 2 mutasi novel pada promoter gen AMH dan 3 mutasi novel pada struktur gen AMH. Terdapat 14 SNP pada kelompok IOP dan 15 SNP pada kelompok SOPK, dengan nilai LDI > 0,8 yang berarti kemunculan satu mutasi diikuti oleh mutasi di titik lain. Mutasi struktural gen AMH, SNP P247Q, menyebabkan perubahan prolin menjadi glutamin. Mutasi itu mengubah folding pada model prediksi 3D protein AMH. Mutasi pada kelompok IOP memiliki nilai HW 0,014; artinya, mutasi tidak diwariskan ke generasi selanjutnya. Terdapat perbedaan bermakna distribusi frekuensi mutasi promoter gen AMH antara kelompok IOP dengan SOPK, pada titik mutasi 19:g.2249146T>G (p=0,007) dengan rasio prevalens RP (95%CI) = 5(1,6-14,9) terhadap SOPK, sehingga genotipe TG 5 kali lebih besar kemungkinan menjadi IOP. Disimpulkan terdapat mutasi pada promoter dan struktural gen AMH pada semua kelompok, yang menyebabkan perbedaan urutan basa; namun tidak bermakna. Model prediksi struktur 3D AMH menunjukkan perubahan folding di titik P247Q yang mengalami mutasi, sehingga mengakibatkan perubahan struktur protein. Jumlah dan jenis mutasi pada struktural gen AMH tidak berhubungan dengan kadar AMH. Jumlah mutasi di promoter gen AMH tidak memengaruhi kadar AMH pada semua kelompok.

Primary ovarian insufficiency (POI) is a clinical syndrome characterized by the loss of ovarian function before the age of 40, resulting in menstrual irregularities, elevated gonadotropin levels, and decreased estradiol levels. It leads to infertility. Diagnosis of POI requires two FSH hormone tests within a 4-6 week period. To predict ovarian reserve, AMH levels are measured using the Wiweko percentile. Low AMH levels indicate diminished ovarian reserve, possibly due to AMH gene mutations. Hence, a study was conducted at Cipto Mangunkusumo Hospital (RSCM) in Jakarta from June 2021 to March 2022.
The study included three groups: POI, polycystic ovary syndrome (PCOS), and control. G-banding karyotyping determined chromosomal normality, while Sanger sequencing examined AMH gene sequence and single nucleotide polymorphisms (SNPs). ELISA was used to measure AMH levels. Statistical analysis employed SPSS version 20, including tests like Mann-Whitney, chi-square, exact Fisher, and Spearman correlation.
Out of 31 subjects, 8 had POI, 16 had PCOS, and 7 were controls. The study identified 30 mutations, including 2 novel promoter mutations and 3 novel missense mutations in the AMH gene structure. The POI group had 14 SNPs, while the PCOS group had 15, with an LDI value > 0.8 indicating multiple mutations. The SNP P247Q caused a proline to glutamine change, impacting the protein structure. The HW value of POI mutations was 0.014, suggesting no inheritance.
There was a significant difference in the distribution of AMH gene promoter mutation frequencies between the IOP and PCOS groups, at the mutation point 19:g.2249146T>G (p=0.007) with a prevalence ratio of RP (95%CI) = 5(1.6-14.9) to PCOS, so that the TG genotype is 5 times more likely to become IOP.. In conclusion, mutations occurred in both promoter and structural regions of the AMH gene but did not significantly impact AMH levels. The 3D model predicted structural changes at the P247Q mutation point. The number and type of structural mutations were unrelated to AMH levels. The number of promoter gene mutations did not affect AMH levels in any group.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library