Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 34 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dyah Ayu Saraswati
"[ ABSTRAK
Makalah ini membahas Asosiasi Dongyue Taijiquan Indonesia sebagai bukti adanya
penyebaran senam Tai Chi di Indonesia. Dalam penelitian ini akan dipaparkan
bagaimana Asosiasi Dongyue Taijiquan Indonesia mempengaruhi eksistensi Tai Chi
di Indonesia hingga saat ini. Di samping itu, penelitian ini juga memaparkan kontribusi-
kontribusi yang diberikan oleh Asosiasi Dongyue Taijiquan agar eksistensi Tai
Chi di Indonesia tetap terjaga, serta memaparkan pandangan dan minat masyarakat
Jakarta terhadap Tai Chi. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan pengaruh-pengaruh
yang diberikan oleh Asosiasi Dongyue Taijiquan Indonesia pada penyebaran
Tai Chi di Indonesia dan juga menjelaskan perkembangan Tai Chi di Indonesia. Selain
itu, penelitian ini juga diharapkan dapat menumbuhkan ketertarikan pembaca untuk
mengenal senam ini. Hingga kini, berkat kontribusi yang diberikan oleh Asosiasi
Dongyue Taijiquan, Tai Chi masih bertahan di Indonesia, keberadaannya semakin
meluas di berbagai daerah di Indonesia terutama di Jakarta.
ABSTRACT This paper discusses how Dongyue Taijiquan Indonesia Association as the evidence
of Tai Chi dispersion in Indonesia. This research is going to unveil how Dongyue Taijiquan
Indonesia Association has been influencing the existence of Tai Chi in Indonesia.
Aside from that, this research also exposes the contributions attributed by
Dongyue Taijiquan Indonesia Association to maintain the existence of Tai Chi in Indonesia;
and explains the views and interests of Jakarta?s citizens to Tai Chi. This research
aims to explain the influences given by Dongyue Taijiquan Indonesia Association
to the dispersion of Tai Chi in Indonesia, and also to explain Tai Chi?s development
in Indonesia. Other than that, this paper is highly hoped to spark the readers interest to get accquainted to this calisthenics. Up until today, due to the contributions
attributed by Dongyue Taijiquan Indonesia Association, Tai Chi still survives in Indonesia.
Its existence still expands to various cities in Indonesia, particularly in Jakarta., This paper discusses how Dongyue Taijiquan Indonesia Association as the evidence
of Tai Chi dispersion in Indonesia. This research is going to unveil how Dongyue Taijiquan
Indonesia Association has been influencing the existence of Tai Chi in Indonesia.
Aside from that, this research also exposes the contributions attributed by
Dongyue Taijiquan Indonesia Association to maintain the existence of Tai Chi in Indonesia;
and explains the views and interests of Jakarta’s citizens to Tai Chi. This research
aims to explain the influences given by Dongyue Taijiquan Indonesia Association
to the dispersion of Tai Chi in Indonesia, and also to explain Tai Chi’s development
in Indonesia. Other than that, this paper is highly hoped to spark the readers interest to get accquainted to this calisthenics. Up until today, due to the contributions
attributed by Dongyue Taijiquan Indonesia Association, Tai Chi still survives in Indonesia.
Its existence still expands to various cities in Indonesia, particularly in Jakarta.]"
Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2015
MK-PDF
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Laras Lauditta Hersanto
"[ABSTRAK
Jurnal ini akan memaparkan penyelenggaraan tradisi ritual Qing Ming yang dilaksanakan di Tangerang, Banten
yang jatuh pada tanggal 5 April tahun 2015. Qing Ming di Indonesia lebih dikenal dengan Ceng Beng (bahasa
Hokkian). Perayaan ini merupakan salah satu dari sekian banyak perayaan hari raya Tiongkok yang tetap
dilestarikan perayaannya di Indonesia. Dari makna harafiahnya Qing berarti jernih dan Ming berarti terang. Di
Tiongkok biasanya Qing Ming jatuh pada musim semi, di mana merupakan saat yang paling tepat untuk
mengunjungi makam para leluhur (ziarah). Penelitian ini bertujuan untuk memaparkan apa yang dilaksanakan
oleh masyarakat peranakan Tionghoa di Tangerang pada perayaan Qing Ming dan makna dari pelaksanaan
perayaan Qing Ming itu sendiri.ABSTRACT This journal will explain about the traditional Qing Ming ceremony held in Tangerang, Banten, on April 5th
2015. In Indonesia, Qing Ming is better known as Ceng Beng (the name in Hokkian dialect). This festival is one
of many Chinese traditional festivals that are still celebrated in Indonesia these days. The word "Qing" itself
literally means clear while the word "Ming" means bright. In China, Qing Ming is usually held in the middle of
spring, which is the perfect time to visit family's graveyard. This research aims to explain what the Qing Ming
celebration entails in Tangerang?s Chinese-Indonesian community, and also the meaning of Qing Ming ceremony
in itself., This journal will explain about the traditional Qing Ming ceremony held in Tangerang, Banten, on April 5th
2015. In Indonesia, Qing Ming is better known as Ceng Beng (the name in Hokkian dialect). This festival is one
of many Chinese traditional festivals that are still celebrated in Indonesia these days. The word "Qing" itself
literally means clear while the word "Ming" means bright. In China, Qing Ming is usually held in the middle of
spring, which is the perfect time to visit family's graveyard. This research aims to explain what the Qing Ming
celebration entails in Tangerang’s Chinese-Indonesian community, and also the meaning of Qing Ming ceremony
in itself.]"
Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2015
MK-PDF
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Sarah Ayu Mutia
"[ABSTRAK
Penelitian ini membahas mengenai pengaruh ajaran Konfusianisme terhadap terciptanya praktik footbinding di Cina
sehingga menjadi sangat populer pada masa akhir dinasti Song (960-1297 M). Footbinding pertama kali dipraktekkan oleh
seorang selir istana bernama Yao Niang sebelum ia mementaskan tarian teratai atas titah Kaisar Li Yu. Kaki mungil yang
berbentuk bunga teratai tersebut akhirnya menjadi sangat popular pada masa Dinasti Song. Semua anak perempuan harus
membebat kaki mereka sejak usia dini tanpa bisa menolaknya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui mengapa
praktik footbinding dapat bertahan demikian lama pada masa Cina kuno serta seberapa besar pengaruh ajaran
Konfusianisme dalam praktik ini. Metode yang dipakai adalah metode penelitian kepustakaan. Praktek footbinding dapat
terus ada karena mendapat dukungan dari ajaran Konfusianisme yang tercermin dalam Wu Lun (无论 ), San Cong (三从),
Si De (四德) dan Zheng Ming (正名). Ajaran-ajaran Konfusianisme tersebut mengharuskan perempuan untuk selalu patuh
dan tunduk terhadap segala sesuatu yang diperintahkan padanya. Salah satu bentuk kepatuhan perempuan adalah membalut
kaki mereka hingga mencapai ukuran sekecil mungkin atau dalam istilah barat disebut sebagai footbinding. Praktik ini
begitu popular sehingga menjadi tren di masa Cina kuno
ABSTRACT This study discusses the influence of Confucianism on the creation of footbinding practices in China that became very
popular in the end of the Song dynasty (960-1297 AD). Footbinding was first practiced by a palace concubine named Yao
Niang before she performed the lotus dance at the command of Emperor Li Yu. The small feet which shaped like a lotus
eventually became very popular during the Song Dynasty. All the girls had to bandage their feet at an early age without
being able to reject. The purpose of this study is to determine why the practice footbinding can survive so long in the time
of ancient China and how big the influence of Confucianism was in this practice. The method used is a method of research
literature. Footbinding practice continuously exist due to the support of Confucianism which was reflected in Wu Lun (无
论), San Cong (三 从), Si De (四德) and Zheng Ming (正名). The Confucian teachings required women to obey everything
that was ordered to her, one form of female compliance is bandaged their feet to achieve the smallest possible size or in
terms of western referred to as footbinding. This practice is so popular that it becomes a trend in the period of ancient China, This study discusses the influence of Confucianism on the creation of footbinding practices in China that became very
popular in the end of the Song dynasty (960-1297 AD). Footbinding was first practiced by a palace concubine named Yao
Niang before she performed the lotus dance at the command of Emperor Li Yu. The small feet which shaped like a lotus
eventually became very popular during the Song Dynasty. All the girls had to bandage their feet at an early age without
being able to reject. The purpose of this study is to determine why the practice footbinding can survive so long in the time
of ancient China and how big the influence of Confucianism was in this practice. The method used is a method of research
literature. Footbinding practice continuously exist due to the support of Confucianism which was reflected in Wu Lun (无
论), San Cong (三 从), Si De (四德) and Zheng Ming (正名). The Confucian teachings required women to obey everything
that was ordered to her, one form of female compliance is bandaged their feet to achieve the smallest possible size or in
terms of western referred to as footbinding. This practice is so popular that it becomes a trend in the period of ancient China]"
Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2015
MK-PDF
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Birgitta Cynthia Dwi Puspita
"Jurnal ini membahas mengenai akulturasi dalam pertunjukkan wayang Potehi di Indonesia. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan apa yang dimaksud dengan wayang Potehi, kapan wayang Potehi masuk dan berkembang di Indonesia, serta apakah sudah terjadi proses akulturasi dalam pertunjukkan wayang Potehi di Indonesia. Melalui penelitian ini diharapkan masyarakat dapat memahami mengenai pertunjukkan wayang Potehi dan akulturasi yang terdapat dalam pertunjukkan wayang Potehi di Indonesia.

This journal discusses acculturation within Indonesian Potehi shadow puppet shows. Furthermore, it aims to describe what Potehi shadow puppet shows are, its place in history, and any acculturation process that might have happened to it in Indonesia. Through this paper, people are expected to understand deeply about Potehi puppet shows and process of acculturation in Potehi puppet shows in Indonesia.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2016
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Tiara Sam
"ABSTRAK
Sembahyang rebut atau Chiong Si Ku (Qiāng shì gù-枪事故) sebenarnya berawal dari perayaan sembahyang arwah leluhur atau Zhōng yuán jié (中元节). Sembahyang rebut merupakan salah satu perayaan terbesar bagi masyarakat peranakkan Tionghoa penganut Konghucu di Indonesia yang jatuh pada Chit ngiat pan (七月半-Qī yuè bàn)-tanggal 15 bulan 7 penanggalan kalender Cina. Bagi masyarakat Tionghoa, makna dari sembahyang rebut yaitu selain sebagai wujud laku bakti, juga supaya dapat menghindari kenaasan selama tahun tersebut dengan meminta perlindungan leluhur. Di Kelenteng Setya Bhakti Koba, Bangka Tengah walaupun perayaan sembahyang rebut sarat akan nilai agamis Konghucu, namun peran masyarakat masyarakat non-Tionghoa dan non-Konghucu menjadi sangat penting dalam penyelenggaraan sembahyang rebut ini. Jurnal ini akan membahas mengenai gambaran tentang sembahyang rebut, proses dan tata cara perayaan sembahyang rebut, makna sembahyang rebut bagi masyarakat peranakkan Tionghoa dan non-Tionghoa, serta peran masyarakat setempat dalam perayaan sembahyang rebut.

ABSTRACT
Sembahyang rebut or Chiong Si Ku (枪事故-Qiāng shì gù) was originated from the celebration of the ancestor spirit or Zhong yuan jie (中元节-Zhōng yuán jié). Sembayang rebut is one of the biggest celebration for chinese people whom are confucianism adherent in Indonesia. They call the celebration day as Chit ngiat pan (七月半-Qī yuè bàn) that according to Chinese
calendar happens on the fifteenth day of the seventh month. To the Chinese people, besides for honor the ancestors, sembahyang rebut is also to avoid bad luck on that year by asking for protection from the ancestor spirit. On Setya Bhakti Temple, Koba, Central Bangka even sembayang rebut has religious value, but the non-Chinese and non-confucianism adherents take a big role on the event. This journal is going to discuss about sembahyang rebut in general, the process, and procedures, the meaning of sembahyang rebut to the Chinese and non-Chinese people and the role of the local people to the event."
Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2017
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Balqis Khairunnisa
"ABSTRAK
Jurnal ini membahas tentang ?? Ch ng 39; , sebagai mitos dewi bulan dalam mitologi Cina. Dewi bulan merupakan salah satu dari sekian banyak dewi yang dipercaya oleh masyarakat Cina. Dalam mitos Cina, Chang rsquo;E dikisahkan sebagai manusia biasa yang terbang ke bulan setelah meminum obat keabadian. Malam pertengahan musim gugur dianggap sebagai malam dengan bulan purnama paling terang sepanjang tahun. Oleh karena itu, setiap tahun pada pertengahan musim gugur selalu dilakukan pemujaan pada dewi bulan. Pemujaan tersebut diwariskan secara turun-temurun sejak masa dinasti, sehingga saat ini sudah menjadi tradisi dalam masyarakat Cina. Pemujaan dewi bulan dilakukan karena dipercaya dapat membawa kemakmuran.

ABSTRACT
This journal examines the myth of Chang rsquo E as moon goddess in Chinese mythology. Moon Goddess is one of the Goddesess that is worshipped by most of Chinese people. In Chinese mythology, Chang 39 E was a human who flew to the moon after drinking the immortal elixir. A full moon night in the Mid Autumn is believed to be the brightest full moon among others. Therefore, every full moon night in the Mid Autumn, Chinese people always do a ritual in order to worship Moon Goddess. The ritual is done from generation to generation since the dynasty period in China, hence it is already become a tradition among Chinese people. These days, this ritual is still done by many people because they believe that it can bring prosperity to their life. "
2017
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Indrawati Tanoto
"Topik skripsi ini mengenai pengobatan tradisional Cina yang berkembang di Jakarta. Pengobatan tradisional terus mengalami perkembangan dan mordenisasi namun tetap masih tergolong tradisional. Di era globalisasi yang serba modern ini, semua orang ingin praktis, begitu juga dalam bidang kesehatan . Jika seseorang sakit, dia ingin secepatnya sembuh. Untuk ini sudah banyak yang melirik pengobatan tradisional. Pengobatan tradisional Cina di Indonesia, khususnya di Jakarta, tidak semata-mata bertahan karena perkembangan pengobatan itu sendiri yang semakin ilmiah, tetapi juga karena semakin banyaknya masyarakat yang mempercayai seni pengobatan yang satu ini. Elain itu masih ada factor-faktor lain yang ikut menunjang. "
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1995
S12870
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ariati Tanuwidjaja
"ABSTRAK
Masing-masing negara di dunia mempunyai kebudayaan yang patut dibanggakan. Salah satunya adalah negara Cina yang sudah sejak beribu-ribu tahun memiliki kebu-dayaan yang tinggi. Banyak para ahli, baik dari dalam maupun dari luar negeri yang berusaha untuk menyelidiki kekayaan sejarah yang terkandung di dalam bumi Cina. Begitu pula dengan ilmuwan-ilmuwan Indonesia yang ingin memahami negara Cina. Tetapi, sejak terjadinya Gerakan 30 September/ PKI tahun 1965, Indonesia tidak mempunyai hubungan dengan negara Cina lagi. Oleh karena itu, sumber-sumber bacaan yang berasal dari negara tersebut sulit diperoleh. Dalam meneliti sejarah modern dan politik Cina, sastra dan seni merupakan bagian yang saling berkaitan. Seakan-akan sastra dan seni merupakan sumber informasi untuk sejarah modern Cina. Sudah sejak dahulu kala para sastrawan dan seniman memegang peranan penting dalam percaturan politik di Cina. Lewat buah karyanya, mereka mengungkapkan pikiran, perasaan serta kecintaannya terhadap bangsa dan negara. Dengan kata lain, sastra dan seni sangat berarti di bidang sejarah politik, terutama dalam segi pemikirannya.

"
1986
S10761
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Farida Batarfie
"ABSTRAK
Tujuan penulisan skripsi ini adalah untuk nenggambarkan secara jelas peristiwa Revolusi Kebudayaan (1965-1969), yang menitik beratkan pada pertentangan antara Mao Zedong dan Liu Shaogi. Revolusi Kebudayaan adalah suatu revolusi untuk mentransformasikan peradaban bangsa dan untuk merubah sikap manusia agar tercipta seorang manusia kolektif yang sepenuhnya mencurahkan perhatian kepada perjuangan kelas, garismassa, dan pendekatan Maois menuju transformasi sosialis.Dalam perkembangan selanjutnya Revolusi Kebudayaan yang dilancarkan oleh - Mao lebih merupakan suatu kekuatan untuk menghancurkan bangunan atas atau penguasa Partai yang mengambi] jalan kapitalis..Periode tahun 1965 merupakan periode pengkonsolidasian kediktatoran proletar.'Periode tahun 1966-1969 merupakan periode persaingan atau perebutan ke_kuasaan (power struggle) antara elit politik dan penguasa di Cina. Pada perio_de ini Mao mencari dukungan di luar Partai seperti Pengatral Merah, yaitu para pemuda-pemudi yang diorganisir menjadi kelompok yang bersifat militer dan mili_tan. Selain itu, Mao juga mengandalkan kekuatan Tentara Pembebasan Rekyat/TPR yang ditandai dengan pembentukan Komite Revolusioner. Kekuatan-kekuatan Pengawal Merah dan TPR digunakan Mao untuk membangun kembali supremasi otoritasnya dan memastikan keabadian ideologi serta pemikiran Mao yang mulai memudar pada awal Revolusi Kebudayaan. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa Revolusi Kebudayaan sesungguhnya dirancang oleh Mao untuk memurnikan gagasan ideologi dan menciptakan masyarakat sosialis berdasarkan pikiran-pikiran Mao. Namun, jalan yang ditempuh untuk men_capai tujuan itu secara tak terelakkan harus melalui perebutan kekuasaan..

"
1986
S12944
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fitri Erlinawati
"
ABSTRAK
Sejak jaman dahulu Cirebon telah menjadi salah satu kota pelabuhan di pesisir utara pulau Jawa. Perdagangan yang ramai antara kerajaan-kerajaan Nusantara dengan berbagai negara di dunia menyebabkan banyak kapal asing yang singgah di Cirebon dan banyak bangsa asing yang kemudian tinggal menetap di kota tersebut, termasuk bangsa Cina.
Bangsa asing yang tinggal menetap tesebut kemudian berbaur dan melakukan kegiatan sebagaimana masyarakat Cirebon lainnya, yang antara lain berkecimpung dalam pembatikan. Batik, sebagai salah satu seni budaya khas Cirebon lambat laun mendapat pengaruh budaya Cina, terutama pada motifnya. Banyak lambang-lambang yang digunakan dalam kebudayaan Cina yang dipakai sebagai motif kain batik Cirebon, terutama flora dan fauna.
Berbagai kemungkinan yang menyebabkan lambang-lambang kebudayaan Cina terdapat pada kain batik Cirebon diteliti, termasuk peran Puteri Ong Tien sebagai seorang isteri penguasa Cirebon. Kabut, yang merupakan salah satu lambang yang digunakan dalam kebudayaan Cina dan dikenal sebagai motif khas batik Cirebon, memperkuat adanya pengaruh budaya Cina pada motif batik Cirebon.
"
1997
S12941
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4   >>