Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 53 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Pindi Setiawan
"Proses pemberdayaan masyarakat yang baik adalah yang memperhatikan pengetahuan masyarakat terkait. Oleh karena itu, pemahaman tentang pengetahuan lokal menjadi penting. Pemberdayaan berarti melakukan sesuatu untuk menjadi lebih berdaya, sehingga tentu di dalamnya mempunyai tahapan belajar atau alih pengetahuan. Pemahaman tentang proses belajar pentimg karena akan mempengaruhi strategi pemberdayaan masyarakat nelayan. Untuk itu saja memfokuskan pada pola proses belajar di dalam kelompok nelayan payang. Kelompok nelayan yang tinggal di Pelabuhan Ratu itu adalah nelayan yang operasi menangkap ikannya menggunakan jenis jaring kantong yang bernama payang. Para nelayan payang berkelompok selain karena kesamaan alat dan tehniknya, juga karena keberadaan kelompok usaha payang dari juragan-juragan yang mempunyai kapal dan jaring payang. Mereka tidak berkelompok karena alasan kesukuan atau kesamaan tempat tinggal.
Para nelayan payang Pelabuhan Ratu percaya bahwa kegiatan menangkap ikan adalah `warisan' leluhur mereka. Sehingga kajian mengenai aksi-aksi memayang dari nelayan Pelabuhan Ratu sedikit banyak akan mengungkapkan salah satu kesinambungan tentang pengetahuan lokal nelayan setempat. Namun pengetahuan nelayan payang tidak berhenti seperti yang diwariskan leluhumya saja, ia terus disempurnakan oleh nelayannelayan payang. Pengetahuan yang ada di individu nelayan juga tidak berhenti menjadi sekumpulkan inovasi-inovasi mereka saja, pengetahuan para nelayan itu, `disebarkan' kepada kelompoknya.
Ada empat peran utama dalam operasi nelayan payang, yaitu peran juragan, peran juru much, peran orang bengkel dan peran anak payang. Anak payang juga terbagi atas sejumlah pecan Lae. Semua peran itu saling berkaitan dan tentu berkaitan dengan kebudayaan yang lebih besar dari nelayan di Pelabuhan Rata dalam membentuk pengetahuan nelayan payang. Peran-peran itu mempengaruhi proses alih pengetahuan. Derajat perbedaan dan persamaan pengetahuan ditentukan pada tingkatan seseorang dalam menjalani perannya. Untuk dapat menelaah proses ini, maka dipakai pendekatan sejumlah teori kognitif dan pembentukan kelompok kecil.
Pada proses alih pengetahuan tidak sepenuhnya bisa terjadi dimana saja dan pada siapa saja. Pengalihan itu butuh 'trig? dan `suasana' untuk mengaktifkannya. Proses alih pengetahuan atau proses belajar ini juga dimungkinkan karena kelompok ini mempunyai kebiasaan membawa orang baru dalam operasi payang. Kenyataan ini membuat para nelayan Pelabuhan Ratu menganggap bahwa kegiatan operasi payang ini adalah sakalal.iannya para nelayan muda. Alih pengetahuan mempunyai dua tahapan penting, yaitu tahapan pengetahuan kelompok dan tahapan pengetahuan minat individu.
Tahapan ini sangat dipengaruhi sifat mekanisme pembagian tugas yang tegas dan luwes dalam operasi menangkap ikan di taut. Proses belajar di dalam tahapan pengetahuan kelompok di atas terdiri dari proses tiru semirip mungkin, tiru-tanya dan tiru contoh. Sedang tahapan minat individu mempunyai proses tiru semirip mungkin per-individu dan proses tirulihat tindakan individu. Proses belajar individu juga dilengkapi dengan percakapan verbal terbatas dan diskusi khas. Suasana proses belajar di atas juga `dilengkapi' dengan cerita tentang kesuksesan likong. Para !ikon yang sukses ini disebut kolot laut, dan mereka menjadi tokoh-tokoh individu yang mempengaruhi pengetahuan kelompok nelayan payang di Pelabuhan Ratu.
Ada sejumlah tempat yang digunakan untuk proses belajar, yaitu di atas perahu ketika melaut, di atas perahu di dermaga, di gudang, di pantai ketika mencelup jating. Selain hari-hari operasi di laut, selama musim payang melaut ada hari yang mempunyai makna penting, yaitu hari jum'at. Hari yang dianggap hari libur, namun juga menjadi waktu untuk para nelayan payang saling berbagi pengalaman."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T11990
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Nurwati Hodijah
"Fokus kajian tesis membahas variasi skema antarkomuniti dan intrakomuniti nelayan Pulau Panggang dalam penangkapan sumber daya taut. Skema yang dimaksud di sini adalah kombinasi berbagai unsur pengetahuan dan perasaan individual yang dipakai untuk memproses informasi (Strauss dan Quinn 1997:49; Winarto dan Choesin 2001:93). Pengombinasian berbagai unsur pengetahuan dan perasaan individual ini mendorong terciptanya variasi. Skema ini menentukan seorang individu ketika melakukan suatu tindakan tertentu. Adapun kajian ini menarik disimak ketika ditemukan adanya fenomena keragaman masyarakat nelayan Pulau Panggang dalam penangkapan sumber daya laut.
Sebenarnya kajian variasi saat ini bukanlah hal yang baru. Kajian-kajian variasi telah dilakukan para antropolog antara lain Borofsky (1989;1994); Vayda dalam Borofsky (1994) ; Barth dalam Borofsky (1994); Barth (1989); Barth (1992) dengan memfokuskan pada dimensi keragaman individu; Sablins dalam Borofsky (1994) memfokuskan pada dimensi waktu; dan Kottak dan Carlson dalam Borofsky (1994) pada dimensi ruang. Namun fokus kajian ini menjadi panting dalam antropolagi karena dianalisa dengan model pendekatan connectionism, yang ditawarkan oleh Strauss dan Quinn. Model pendekatan ini memperlihatkan mekanisme umpan balik dua jenis struktur yang relatif stabil, yakni struktur-struktur ekstrapersonal yang bersifat sosial dan segala apa yang terjadi dalam masyarakat, dan struktur-struktur intrapersonal yang bersifat mental. Struktur-struktur ekstrapersonal ini sudah lazim menjadi pusat perhatian antropologi, sementara struktur-struktur intrapersonal sering diabaikan para antropolog umumnya. Padahal keduanya saling berinteraksi dalam mewujudkan tindakan.
Adapun penelitian ini bertujuan untuk memahami proses pembentukan skema seorang individu nelayan tentang penangkapan sumber daya laut dan cara tersebarnya skema nelayan Pulau Panggang yang mempengaruhi terwujudnya variasi skema di antara individu nelayan Pulau Panggang dalam penangkapan sumber daya laut, serta untuk mengetahui kepentingan-kepentingan yang mendasari variasi skema nelayan Pulau Panggang dalam penangkapan sumber daya laut.
Berdasarkan hasil penelitian, cara pembentukan skema penangkapan sumber daya laut nelayan Pulau Panggang melalui mekanisme belajar yang informal, yakni (1) pengamatan dan peniruan; (2) mendengarkan dalam hubungannya untuk bertanya sesuatu baik secara langsung maupun tidak langsung; dan (3) pengulangan, dengan substansi ajaran yang berbeda antarkomuniti. Komuniti barat cenderung menggunakan skema penangkapan yang dikombinasikan dengan pong, sementara komuniti timur cenderung menggunakan skema penangkapan lama, yakni jaring, bubu dan panting.
Namun demikian, variasi skema penangkapan antarkomuniti nelayan Pulau Panggang ini tidaklah baku, karena ternyata ditemukan pula variasi skema penangkapan sumber daya laut intrakomuniti, yang tidak mengacu pada kecenderungan skema antarkomuniti, Variasi skema intrakomuniti nelayan Pulau Panggang juga melibatkan variasi skema seorang individu nelayan Pulau Panggang. Dari analisis dengan pendekatan connectionism, nelayan Pulau Panggang melibatkan beragam unit-unit pengetahuan dalam menghadapi lingkungannya seperti preferensi, keamanan lahir dan batin, mitos, perilaku biota laut, kemampuan, keahlian, kebijakan Pemerintah, keyakinan, sistem kekerabatan dan pertemanan serta perubahan alam saling mengumpan balik dalam membentuk skema penangkapan sumber daya laut seorang diri individu. Keragaman unit-unit pengetahuan inilah yang mewujudkan variasi skema antar individu maupun seorang individu nelayan Pulau Panggang.
Dengan demikian, benarlah seperti yang diungkapkan Strauss dan Quinn (1997) bahwa kebudayaan tidak bersifat homogen. Ketidakhomogenan dari kebudayaan ini menjelaskan variasi-variasi yang ada ke dalam entitas-entitas yang berdiri sendiri. Anggapan kebudayaan `X' atau kebudayaan sudah tidak memadai lagi, karena dalam kebudayaan `X' atau terdapat pengetahuan, yang dimiliki seorang individu, dan dapat membuat individu bervariasi dalam tindakan serta mampu membuat perubahan, berdasarkan situasi dikarenakan alasan kepentingan yang menguntungkan bagi dirinya."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T12398
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Belanawane S.
"Pergeseran-pergeseran teoretis dalam studi antropologi pada beberapa dekade terakhir telah memberikan cara pengenalan yang diperbaharui dalam memandang isu identitas, yaitu bahwa kehidupan sosial, arena di mana identitas itu bermain, harus secara fundamental dipahami sebagai penegosiasian makna-makna (meanings). Di sinilah posisi pendekatan interpretatif Clifford Geertz menjadi penting sekaligus problematik.
Penting karena Geertz, menawarkan pendekatan humanis yang melihat bagaimana makna dan simbol itu menjadi penting dalam pandangan masyarakat itu sendiri. Karena itu menurutnya, interpretasi budaya membutuhkan analisis yang lebih mendalam, cerdas dan kompleks, yang mana maksud-maksud, bentuk-bentuk budaya yang kompleks itu tidak bisa begitu saja direduksi kepada efek-efeknya terhadap mesin dan organisme sosial seperti yang dikatakan oleh para sarjana strukturalis dan fungsionalis sebelum dia. Pada saat yang bersamaan ia juga problematik karena, posisi Geertz yang mencari makna membuat dia seperti mengabaikan atau meremehkan proses dalam hal bagaimana interaksi?arena di mana makna bekerja, itu diproduksi? Dalam hal ini, para pengkritiknya telah ?membantu? Geertz dengan mengingatkan akan apa yang disebut power relations.
Penelitian ini, dengan menggunakan analisis kekuasaan, di dalam discourse-discourse yang berkembang di antara bukan hanya masing-masing kelompok ke-Islaman?salafî di antaranya, tetapi juga aktor-aktor sosial lainnya yang memiliki kepentingan berbeda-beda, akan terjadi negosiasi-negosiasi yang masing-masingnya berangkat dari posisi kekuasaan yang berbeda. Melalui hubungan-hubungan kekuasaan inilah interaksi itu diproduksi, yang nantinya akan membentuk konstruksi makna tentang identitas.
Oleh karena itu, penulis menawarkan metode lain dalam memahami identitas, yaitu melalui konsep ?agency.? Melalui agency, ada cara untuk melihat perdebatan ini dari sisi pertengahan. Sisi yang bukan untuk menghilangkan signifikansi pengaruh Geertz dan juga bukan untuk mengabaikan signifikansi argumen pengkritiknya, namun menjembatani antara keduanya (meaning dan power relations). Upaya menjembatani teori ini melalui konsep agency, dengan begitu akan mencakup signifikansi salah satu pihak dan sekaligus memperbaiki insignifikansinya melalui kritik pihak yang lainnya, dan begitu juga sebaliknya.
The on-going theoretical shift in anthropology?s approaches in the last few decades has give somewhat a newly identifying methods in approaching the issue of identity, which is that the social life, arenas in which identity plays, must fundamentally understood as a negotiation of meanings. Here?s where Geertz?s interpretative approach became important and problematic in the same time.
Important because Geertz provides the so-called humanistic point of view that sees meanings and symbols became so much important in their own subjectivity. That being said, Geertz thinks that the cultural interpretations needs a more deep, clever, complexs analysis, where these particular complexs culture and intentions can not reduces into mere it?s effects to social machine and organism like what the structuralists, functionalists used to say before him. In the mean time, it?s also problematic because, Geertz position in search of meanings somehow makes him diminished the process in which how social interactions?arenas where meanings works, being reproduced. In this particular acpects, ?the Power scholars? critiques of Geertz helps to reminds Geertz himself (and eventually, us of course, the wider spectator of the debates) with the so-called ?power relations.?
That?s why through this research, author wants to provide a different methods in order to build a better understanding on the concept of identity, using the concept of ?agency.? With agency, there?s way to see this debates in a more middle, moderat view. View in which we?re not going to eliminate the Geertz significant impact, and at the same time, we?re also have the chance to make use of Geertzian critiques in a more broader, yet sharper context. This is also means that with agency, we?re able to embrace Geertzian significanties in a way, and fix their insignificanties through other?s critique in another way, and vice versa.
I have long been interested in the question of how people sustain a culturally meaningful life in situations of large-scale domination by powerful others. This ia a central theme for this research, where I discussed the ways in which Salafîs, despite having been greatly affect by centuries of intimate involvement in the ever-present debates about the co-called true representations of Islam?through discourses, nonetheless retain arenas of culturally ?authentic? life. By this I mean not that those arenas are untouched by the massive presence of ever-present theological-ideological debates between these various sects, but simply that they are shaped less by these sects encounter and more by the Salafîs? own social and political relations, and by their own culturally constituted intentions, desires, and projects. By quoting Ortner, we may shorthand this idea as a cultural life, or in a smaller contexts, an identity formation, ?on the margins of power.?
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2008
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Nainggolan, Yossa Agung Permana
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2001
S7608
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Afra Amalia
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
S7673
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arietta Widiarsanti
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2010
S8265
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Kharisma Tauhid
"Skripsi ini mengaji proses sosialisasi nilai safety riding dalam komunitas sepeda motor ketika berinteraksi dalam berbagai wadah-wadah kegiatan dan melihat nilai-nilai yang sudah ditanamkan tersebut dipraktikan oleh anggotanya dalam kehidupan sosial masing-masing anggota. Wadah kegiatan yang ada di dalam komunitas sepeda motor ada banyak dan terjadi dalam konteks yang dinamis. Kegiatan tersebut mencakup dari kegiatan darat, online, hingga perjalanan jarak jauh dengan menggunakan sepeda motor. Kegiatan dalam komunitas Prides juga mencakup kegiatan-kegiatan yang ruang lingkupnya luas dan melibatkan banyak pihak seperti kegiatan kampanye.
Tujuan dari kegiatan-kegiatan tersebut adalah untuk membina anggota-anggota dalam komunitas agar menjadi pengendara sepeda motor yang memiliki nilai-nilai safety riding ketika berada di jalan raya. Skripsi ini menggunakan teknik pengumpulan data melalui wawancara dan observasi partisipasi. Peneliti menjadi bagian dari komunitas tersebut sebagai anggota untuk kemudian mengikuti secara langsung kegiatan-kegiatan yang ada di dalam komunitas tersebut. Dalam proses penelitian ini, peneliti mendapatkan perasaan langsung sebagai anggota komunitas dan mendapatkan pemahaman langsung dari sudut pandang seorang anak baru yang mendapatkan sosialisasi mengenai nilai-nilai yang ada di dalam komunitas Prides.

This thesis is about the socialization process of safety riding values within the bike community when they interact in various kinds of activities and to see that values that have already been planted are put in practice by it’s member in their social life. There are plenty of places of activity that exist inside the community, which occur in dynamic contexts. Those activities include land activity, online, to long distance travelling with bikes. Activities inside Prides community also include the activites that have wide scope and involve many people.
The purpose of the activities is to teach the members so that they become bike riders with safety riding values when they are in the street. This thesis uses collecting data methods by interview and participant observation. The reseacher becomes a member of the community and then follows every activity that consisted inside the community. In the process of the research, the researcher obtain directly the feeling of the members and getting the straight understanding, from the newbie point of view who get socialization about values inside Prides community.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
S47222
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ghea Adasta Fauzan
"Lingkungan sebuah perusahaan multinasional di salah satu kawasan perkantoran Jakarta Selatan menunjukkan adanya intensi lain dalam perilaku menggosip, yaitu lebih dari sekadar mendapatkan pengetahuan tetapi juga melanggengkan relasi. Sebagai sebuah institusi bisnis formal, PT Robert Bosch Indonesia membentuk sistem alur komunikasi organisasi yang digunakan untuk mencapai tujuan perusahaan. Akan tetapi, sebagai makhluk sosial, karyawan perusahaan tidak hanya mengaktifkan komunikasi formal, tetapi juga komunikasi informal yang juga berpotensi melanggengkan kelompok. Komunikasi ialah hal yang patut diperhatikan ketika berbicara mengenai kebudayaan sebuah masyarakat. Eksistensi individu maupun kelompok terkonstruksi melalui adanya pertukaran nilai, sentimen, dan informasi dalam interaksi. Pembentukkan kelompok salah satunya terjadi berkat hal yang dimiliki bersama karena adanya interaksi antar individu. Tidak hanya berkonsentrasi pada pertukaran pesan, komunikasi juga memiliki peran dalam konstruksi kelompok-kelompok dalam masyarakat. Menyadari pentingnya komunikasi dalam sebuah arena sosial perusahaan multinasional, tulisan ini memaparkan lebih jauh bagaimana sebuah ujaran gosip mampu menggambarkan dinamika relasi karyawan di dalamnya. Fokus tulisan ini adalah penggunaan konsep speech community yang memandang individu di dalam perusahaan ini sebagai sebuah komunitas yang memiliki kesamaan pemahaman atas sebuah ujaran dan aturan terhadap ujaran tersebut. Pembatasan persamaan pemahaman turut membatasi siapa yang menjadi anggota komunitas tersebut. Skripsi ini menunjukkan bagaimana sebuah ujaran dapat menjelaskan pelanggengan, pelemahan, dan pembentukan relasi sosial yang dinamis di dalam lingkungan organisasi yang kaku.

The working environment of a multinational company in one area of South Jakarta office indicates another intention of gossiping behavior, which is not only to gain knowledge but also to perpetuate relations. As a formal business institution, PT Robert Bosch Indonesian formed an organizational communication system to support the attainment of company’s goal. However, as social beings, the employees not only perform formal communication, but also conducting informal communication that potentially perpetuates group. Communication is noteworthy things when talking about the culture of a society. The existence of individuals or groups constructed through an exchange of values, sentiments, and information in the interaction. A group formation occurs due to things that belong together because of the interaction between individuals. Not only does communication concentrate on the exchange of messages, but also plays a role in the construction of groups in society. Recognizing the importance of communication in a social arena of multinational corporations, this paper further describes how gossip is able to describe the dynamics of employee relations. This paper is focused on speech community that views the employees as a community have a common understanding and the rules of the utterance. The understanding of utterances is limited to members of the community. This thesis shows how an utterance can explain the strengthening, weakening, and forming of dynamic social relations within the rigid organization.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
S56333
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Devita
"Penggunaan pestisida oleh para petani di Desa Nunuk untuk tanaman di sawah mereka bukanlah sebuah hal yang baru. Hal ini sudah sejak lama dilakukan, bahkan berbagai program pengendalian hama terpadu yang bertujuan untuk mengurangi penggunaan pestisida kimia ini nampaknya tidak membawa banyak perubahan dalam praktik penggunaan pestisida oleh para petani ini. Hal ini bukannya tanpa alasan. Ada kesamaan dalam skema para petani yang melandasi terus dilakukannya praktik ini, skema kognitif yang membuat para petani berada pada kerangka dunia yang disederhanakan, yaitu mengenai bagaimana mereka sendiri membayangkan dunia ini semestinya?terutama terkait padi dan sawah. Ini adalah sebuah proses kognitif, yang kemudian menghasilkan variasi dalam perilaku petani memilih dan menggunakan pestisida. Penelitian skripsi yang melewati tidak kurang dari dua kali masa panen ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan connectionism sebagai kerangka analisisnya. Teknik pengumpulan datanya adalah dengan observasi dan wawancara mendalam kepada para informan di sebuah desa yang menjadi bagian dari wilayah Kabupaten Indramayu, Jawa Barat.

Pesticide usage by farmers in Nunuk Village is not a new thing. This has been going on for a long time, even the integrated pest management programs with the objective of diminishing chemical pesticides usage among farmers seem to have no significant influence in changing farmers pesticide practices. This isn't without reason. There's a similarity in their schemas which makes this practice continue, a cognitive scheme which makes the farmers exist in such a simplified world, that is about how they imagine what this world should be-mainly about paddy and their rice fields. This, including the various practices in selecting and using pesticides, is a cognitive process. This research which was undertaken through not less than two harvests season uses qualitative method with connectionism as the analytical framework. The data has been collected through observation and in-depth interviews with the informants in a village which administratively is a part of Indramayu district, West Java.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
S57577
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Axel
"Pada bulan Agustus hingga Mei 2022, saya mengikuti program magang menjadi UX Reseach di PT Vidio Dot Com atau biasa dikenal dengan Vidio, perusahaan yang bergerak pada bidang OTT Streaming. UX Research di Vidio memiliki berbagai macam metode pengumpulan data salah satunya studi etnografi. Dalam satu kesempatan, saya dapat menggunakan studi etnografi pada salah satu proyek mandiri. Namun, pada proyek mandiri ini studi etnografi saya lakukan secara daring karena mengingat situasi pandemi COVID-19 yang masih berlangsung. Proyek mandiri tersebut mengusung topik kebiasaan menonton, media sosial, dan pola berlangganan dengan subjeknya adalah pengguna Instagram. Metode pengumpulan data yang digunakan pada proyek mandiri adalah observasi melalui Instagram dan wawancara mendalam melalui Google Meet. Selama melakukan hingga selesai proyek mandiri timbul pertanyaan apa istilah etnografi secara daring yang paling sesuai dari pengalaman proyek mandiri yang saya lakukan. Ternyata, istilah yang paling mendekati adalah netnografi karena topik dan pengumpulan data proyek mandiri sesuai dengan definisi netnografi, yaitu studi tentang online community dan budaya online yang dimediasi oleh komputer atau ruang online. Dengan demikian, netnografi memungkinkan untuk dilakukan sebagai metode pengumpulan data oleh UX Researcher, namun pada pengalaman saya masih ada aspek teknologi dan beban kerja yang menjadi limitasi saat melakukan netnografi.

From August to May 2022, I participated in an internship program to become a UX Researcher at PT Vidio Dot Com or commonly known as Vidio, a company engaged in OTT Streaming. UX Research in Vidio has various data collection methods, one of which is ethnographic studies. On one occasion, I was able to use an ethnographic study on one of my independent projects. However, for this independent project, I did an online ethnographic study because I remember the ongoing COVID-19 pandemic situation. The independent project carries the topic of viewing habits, social media, and subscription patterns with the subject being Instagram users. The data collection method used in the independent project is observation through Instagram and in-depth interviews through Google Meet. During the completion of the independent project, the question arose as to what online ethnographic term was the most appropriate for my independent project experience. It turns out that the closest term is netnography because the topic and data collection of independent projects fit the definition of netnography, namely the study of online communities and online culture mediated by computers or online spaces. Thus, netnography is possible to be used as a data collection method by UX Researcher, but in my experience there are still technological aspects and workloads that become limitations when doing netnography."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6   >>