Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Inadia Putri Chairista
"Latar Belakang: Skrining kanker kulit dilakukan sebagai salah satu upaya dalam mengurangi morbiditas dan mortalitas yang ditimbulkan akibat kanker kulit. Karsinoma sel basal (KSB) merupakan salah satu kanker kulit yang paling sering ditemukan. KSB berpigmen seringkali menunjukkan fitur klinis yang menyerupai melanoma, sehingga kriteria klinis ABCDE diduga dapat menjadi salah satu pilihan dalam membantu penegakan diagnosis.
Tujuan: Mengevaluasi kriteria klinis ABCDE sebagai alat bantu skrining KSB berpigmen dibandingkan dengan baku emas histopatologik.
Metode: Penelitian potong lintang analitik ini dilakukan pada bulan Januari sampai dengan Juni 2023 di Rumah Sakit Umum Pusat Nasional dr. Cipto Mangunkusumo (RSUPNCM). Pasien dengan lesi tumor kulit berpigmen dari tahun 2017 sampai dengan 2022 yang mempunyai data klinis, histopatologis, dan foto dokumentasi yang lengkap direkrut ke dalam penelitian secara konsekutif. Kriteria eksklusi mencakup lesi berukuran lebih dari 2 cm, ras kulit putih (tipe kulit Fitzpatrick 1-3), serta hasil pembacaan histopatologis lesi tumor sesuai dengan penyakit prakanker dan kanker kulit lainnya. Data diolah secara statistik menggunakan perangkat lunak Stata versi 16 (StataCorpTM) dan Medcalc diagnostic evaluation test calculator.
Hasil: Sebanyak 84 pasien direkrut ke dalam penelitian dengan total 95 lesi yang mencakup 61 lesi KSB dan 34 lesi non-KSB. Median usia subjek KSB lebih tua dibandingkan dengan usia subjek non-KSB (p<0,001). Median ukuran lesi KSB lebih besar dibandingkan dengan ukuran lesi non-KSB (p<0,001). Lesi pada subjek KSB lebih banyak di wajah dibandingkan dengan subjek non-KSB (p=0,005). Proporsi kepositivan KSB berdasarkan kriteria klinis ABCDE adalah 87,5%. Kriteria klinis ABCDE menunjukkan sensitivitas 57,4% (interval kepercayaan [IK] 95% 44,0%–70,0%); spesifisitas 85,3% (IK 95% 68,9%–95,0%); nilai duga positif 87,5% (IK 95% 75,2%–94,2%); nilai duga negatif 52,7% (IK 95% 44,7%–60,6%); dan akurasi 67,4% (IK 95% 57,0%–76,6%) dalam mendiagnosis KSB berpigmen.
Kesimpulan: Kriteria klinis ABCDE secara lengkap mempunyai nilai diagnostik yang kurang baik sebagai alat bantu skrining KSB berpigmen.

Background: Skin cancer screening is performed as an effort to reduce the morbidity and mortality caused by skin cancer. Basal cell carcinoma (BCC) is one of the most common skin cancers. Pigmented BCC often shows clinical features resembling melanoma, so that ABCDE clinical criteria are thought to be a potential modality to help establishing the diagnosis of pigmented BCC.
Objective: To evaluate the ABCDE clinical criteria for the screening of pigmented BCC compared to histopathological examination as the gold standard examination.
Method: This analytical cross-sectional study was performed from January to June 2023 in dr. Cipto Mangunkusumo National Central General Hospital (RSUPNCM). Subjects with pigmented skin lesions visiting RSUPNCM from 2017 to 2022 whose clinical data, histopathological data, and photographs were documented completely were recruited to the study consecutively. Exclusion criteria included lesion’s size more than 2 cm, light skin (Fitzpatrick skin type 1-3), and histopathological diagnosis in line with precancerous lesion or other skin cancer. Data were analyzed with Stata software version 16 (StataCorpTM) and Medcalc diagnostic evaluation test calculator.
Results: A total of 84 subjects were recruited to the study with a total of 95 lesions consisting of 61 BCC lesions and 35 non-BCC lesions. Median age of the BCC subjects was older than that of non-BCC subjects (p<0.001). Median lesion’s size of the BCC lesions was larger than that of non-BCC lesions (p<0.001). The lesion location in BCC subjects was significantly prevalent on the face (p=0.005). The proportion of BCC positivity based on ABCDE clinical criteria was 87.5%. ABCDE criteria had sensitivity of 57.4% (95% Confidence Interval [CI] 44.0%–70.0%); specificity of 85.3% (95% CI 68.9%–95.0%); PPV of 87.5% (95% CI 75.2%–94.2%); NPV of 52.7% (95% CI 44.7%–60.6%); and accuracy of 67.4% (95% CI 57.0%–76.6%) in diagnosing pigmented BCC.
Conclusion: Fulfilling all ABCDE clinical criteria had poor diagnostic value for the screening of pigmented BCC.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Raissa
"Latar belakang: Alopesia androgenetik (AAG) merupakan jenis kebotakan rambut paling umum pada laki-laki yang menyebabkan gangguan estetik sehingga memengaruhi kualitas hidup dan dapat berkaitan dengan kondisi sistemik. Tata laksana yang ada seringkali belum memuaskan. Vitamin D sebagai salah satu mikronutrien yang telah dikenal memiliki banyak manfaat juga diduga berperan dalam kejadian kelainan rambut termasuk AAG.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antara kadar 25(OH)D serum dan status kecukupan vitamin D dengan derajat keparahan AAG pada laki-laki.
Metode: Penelitian ini merupakan suatu studi observasional analitik dengan desain potong lintang. Subjek penelitian dipilih menggunakan metode consecutive sampling berdasarkan kriteria penelitian. Diagnosis AAG ditegakkan secara klinis berdasarkan klasifikasi Hamilton-Norwood lalu dibagi menjadi derajat ringan dan sedang-berat. Dilakukan pula fotografi 7 posisi kepala serta pemeriksaan trikoskopi dan Trichoscan®. Pemeriksaan kadar 25(OH)D serum diambil dari darah vena sebanyak 3 mL dan menggunakan metode chemiluminescent microparticle immunoassay (CMIA). Klasifikasi status kecukupan vitamin D ditetapkan menjadi defisiensi dan nondefisiensi berdasarkan Endocrine Society Guideline. Nilai p<0,05 dianggap bermakna secara statistik.
Hasil: Di antara 74 SP dengan rerata usia 37,4(8,89) tahun yang berpartisipasi dalam penelitian, sebanyak 29 orang (39,2%) mengalami AAG ringan dan 45 orang (60,8%) mengalami AAG sedang hingga berat. Rerata kadar 25(OH)D serum untuk seluruh SP adalah 18,9(5,89) ng/mL yang termasuk ke dalam kategori defisiensi vitamin D. Rerata kadar 25(OH)D serum pada SP dengan AAG ringan adalah 21,8(6,39) ng/mL dan pada AAG sedang hingga berat sebesar 17,1(4,79) ng/mL. Terdapat hubungan bermakna secara statistik antara kadar 25(OH)D serum dan status kecukupan vitamin D dengan derajat keparahan AAG (p=0,01; p<0,001). Sebagai data tambahan, ditemukan pula hubungan bermakna secara statistik antara diameter rambut (p=0,036) dengan derajat keparahan AAG.
Kesimpulan: Terdapat hubungan bermakna antara status kecukupan vitamin D dengan kadar 25(OH)D serum dengan derajat keparahan AAG pada laki-laki.

Background: Androgenetic alopecia (AGA) is the most common type of hair loss in men which causes aesthetic disturbances that affect quality of life and can be associated with systemic conditions. Existing management is often not satisfactory. Vitamin D, as a micronutrient that is known to have many benefits, is also thought to play a role in the incidence of hair disorders including AGA.
Objective: This study aims to analyze the association between serum 25(OH)D levels and vitamin D sufficiency status with the severity of AGA in men.
Method: This research is an observational analytic study with a cross-sectional design. The study subjects were selected using consecutive sampling. The diagnosis of AGA was established clinically according to the Hamilton-Norwood classification and then categorized into mild and moderate-severe degrees. Photographs of the head in seven positions were taken, and trichoscopy and Trichoscan® examinations were performed. Serum 25(OH)D levels were measured from 3 mL of venous blood using the chemiluminescent microparticle immunoassay (CMIA) method. Vitamin D status was classified as deficient or non-deficient according to the Endocrine Society Guideline. Statistical significance were set at p<0.05.
Results: Among the 74 subjects with a mean age of 37.4 (8.89) years, 29 (39.2%) had mild AGA and 45 (60.8%) had moderate to severe AGA. The mean serum 25(OH)D level for all participants was 18.9 (5.89) ng/mL, indicating vitamin D deficiency. For those with mild AGA, the mean serum 25(OH)D level was 21.8 (6.39) ng/mL, while for those with moderate to severe AGA, it was 17.1 (4.79) ng/mL. There was a statistically significant association between serum 25(OH)D levels and vitamin D status with AGA severity (p=0.01; p<0.001). Additionally, a significant association was found between hair diameter and AGA severity (p=0.036).
Conclusion: This study found significant association between vitamin D status and serum 25(OH)D levels with AGA severity in men
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library