Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 7 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Jonathan Megan
"ABSTRAK
Lumpur biologis merupakan masalah yang timbul setelah proses pengolahan air, tetapi dapat menghasilkan energi jika diolah dengan proses AD. Potensi energi dari suatu substrat dapat diperkirakan dengan biochemical methane potential BMP . Pengukuran BMP dapat dilakukan dengan dua metode, yaitu gas chromatography GC dan GB-21. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis potensi produksi gas metana dari substrat lumpur biologis 100 L100 , dan dengan penambahan ko-substrat sampah makanan dengan variasi 25 L75 dan 50 L50 volume, dan menganalisis perbedaan volume gas dari metode pengukuran GC dan GB-21. Parameter yang diiuji yaitu pH, TS, VS, COD, C/N, amonia, temperatur kering dan basah, tekanan udara dan uap air, kelembaban udara serta konsentrasi dan volume gas metana. Pengujian dilakukan selama 35 hari, yaitu dihentikan saat produksi gas metana kumulatif.

ABSTRAK
Waste activated sludge WAS is a problem that arises after water processing, but it can produce energy if processes by AD process. Energy potential of a substrate can be estimated by biochemical methane potential BMP . BMP measurement can be done by two methods, gas chromatography GC dan GB 21. The research objective was to analyze methane gas production potential from WAS 100 L100 , and with the addition of food waste as co substrate with variation 25 L75 and 50 L50 of the volume, and to analyze the differences between methane gas production of GC and GB 21 methods. The parameter examined are pH, TS, VS, COD, C N, ammonia, dry and wet temperature, air and vapor pressure, air humidity, and methane volume and concentration. The study was conducted for 35 days, stopped when cumulative methane gas production."
2017
S69391
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yohannes De Britto H
"
ABSTRAK
Saat ini produksi air bersih instalasi pengolahan air IPA milik Bandara Supadio Pontianak BPS diperkirakan sebesar 108 m3/hari dengan menggunakan air baku air gambut dari Sungai Gertak Kuning. Mengacu pada rencana induk Bandara Supadio, diperkirakan tahap ultimate jumlah penumpang sebesar 8.460.363 penumpang yang tercapai pada tahun 2026 dan proyeksi kebutuhan air bersih mencapai 684 m3/hari. Tujuan penelitian adalah mengetahui proses pengolahan air bersih eksisting, melakukan evaluasi permasalahan yang dihadapi dan menganalisis upaya optimalisasi kinerja IPA. Penelitian dilakukan dengan membandingkan aspek kualitas, kuantitas dan kontinuitas IPA eksisting dengan kriteria desain, peraturan perundang-undangan yang berlaku terkait dengan kualitas air serta eksperimen dengan metode jar test untuk menentukan jenis dan dosis bahan kimia yang diperlukan. Proses pengolahan air terdiri dari koagulasi, flokulasi, sedimentasi, filtrasi, dan desinfeksi. Hasil evaluasi menunjukkan bahwa permasalahan utama yang ditemukan adalah kapasitas IPA eksisting tidak akan mampu memenuhi kebutuhan air pada tahap ultimate, unit operasi dan proses pada IPA tidak sesuai dengan kriteria desain, IPA tidak dapat beroperasi secara kontinu, dan kualitas air hasil produksi belum memenuhi baku mutu. Hasil optimalisasi terhadap unit operasi dan proses pada IPA menunjukkan bahwa diperlukan adanya perubahan dimensi terhadap unit koagulasi, unit flokulasi, unit sedimentasi, dan unit desinfeksi agar dapat memenuhi kebutuhan air bersih Bandara tahap ultimate dan beroperasi dengan efektif. Hasil uji jar test menunjukkan bahwa koagulan yang paling baik digunakan adalah tawas dengan dosis sebesar 17 kg/hari. Sementara itu, untuk mendapatkan air yang dapat memenuhi baku mutu berdasarkan Permenkes No. 32 Tahun 2017 tentang Standar Baku Mutu Kesehatan Lingkungan dan Persyaratan Kesehatan Air untuk Keperluan Higiene Sanitasi, Kolam Renang, Solus Per Aqua, dan Pemandian Umum, khususnya parameter warna, maka perlu ditambahkan activated carbon powder pada unit koagulasi dengan dosis sebesar 250 kg/hari. Saran yang dapat diberikan di antaranya adalah perlunya pemasangan meteran air, perbaikan dan pemeliharaan IPA, pengujian break point chlorination BPC untuk menentukan dosis desinfektan efektif dan pemantauan kualitas air hasil produksi. Kata Kunci: air bersih; evaluasi; Instalasi Pengolahan Air IPA ; kualitas air; optimalisasi.

ABSTRAK
The current water production from water treatment plant WTP owned by Bandara Supadio Pontianak BPS is estimated at 108 m3 day by using peat water as the water resource from Gertak Kuning River. Referring to BPS master plan, it is estimated that passenger number of the ultimate phase in 2026 is 8,460,363 passengers and projection of water requirement is estimated at 684 m3 day. The purpose of this research is to know the existing WTP process, to evaluate the problems encountered and to analyze the optimizing of WTP performance. The study was conducted by comparing the aspect of quality, quantity and continuity of existing WTP with design criteria, laws and regulations related to water quality, and experimenting the jar test method to determine the type and dose of the required chemicals. The water treatment process consists of coagulation, flocculation, sedimentation, filtration, and disinfection. The results of the evaluation indicate that the main problem found in WTP are the existing WTP capacity will not be able to meet the water needs at the ultimate phase, the unit of operation and process is not in accordance with the design criteria, WTP can not operate continuously, and the water quality of the production has not met the quality standard. The optimum result of the operation unit and process on the WTP shows that there is a need for dimensional changes to the coagulation unit, flocculation unit, sedimentation unit, and disinfection unit in order to meet the ultimate phase clean water supply and operate effectively. Based on jar test results, it is showed that the best coagulant used was alum with a dose of 17 kg day. Meanwhile, to obtain water that can meet the quality standard based on Permenkes No. 32 Tahun 2017 tentang Standar Baku Mutu Kesehatan Lingkungan dan Persyaratan Kesehatan Air untuk Keperluan Higiene Sanitasi, Kolam Renang, Solus Per Aqua, dan Pemandian Umum, in particular color parameters, it is necessary to add powdered activated carbon to coagulation units with a dose of 250 kg day. Based on this research, it can be suggested that WTP needs to install water meter, to repair and maintain WTP, to conduct break point chlorination BPC test to determine the effective dosage of disinfectant, and to monitor production water quality. Keywords water, evaluation, water treatment plant WTP , water quality, optimization"
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fildzah Dhira Lestari
"ABSTRAK
Kebocoran jaringan pipa distribusi air bersih dapat menimbulkan risiko keselamatan air bersih berupa kontaminasi air dan penyebaran penyakit melalui air. Sehingga dalam mendukung, mengevaluasi, dan meningkatkan manajemen keselamatan air pada jaringan pipa distribusi, digunakan metode pendekatan kuantitatif salah satunyaQuantitative Microbial Risk Assessment (QMRA). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas air bersih terutama parameter E. coli di jaringan pipa distribusi, menganalisis penilaian risiko keterpajanan E. coli O157:H7, mengidentifikasi risiko penilaian efek kesehatan dan menganalisis karakter risiko bakteri tersebut. Metode penelitian menggunakan metode QMRA, yaitu identifikasi bahaya, penilaian paparan, penilaian efek kesehatan dengan model Beta-Poisson, dan karakterisasi risiko. Tahap identifikasi bahaya menetapkan paparan E. coli O157:H7 berasal dari air PDAM, dimana jalur paparannya adalah unboiled water, dengan rute paparan melalui proses menelan akibat aktivitas pemakaian air PDAM sehari-hari. Terdapat dua tipe penggunaan air, yaitu penggunaan air secara langsung dari jaringan pipa distribusi dan air dialirkan menuju tangki air. Identifikasi bahaya dilakukan dengan pemeriksaan kualitas air pada jaringan pipa distibusi, bahwa hasil menunjukkan kualitas air telah memenuhi Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 492 Tahun 2010 untuk parameter fisik dan kimia. Namun untuk parameter biologis, konsentrasi E. colimaksimum ditemukan 49 MPN100 mL pada 1 responden (20) yang menggunakan tangki air. Penilaian paparan untuk menentukan dosis paparan akibat E. coli O157:H7 mendapatkan besarnya rata-rata kurang dari 0,01090,0026 organismeL dan 0,01440,0041 organismeL saat pemakaian air minimum dan maksimum. Dosis paparan meningkat pada responden yang menggunakan tangki air sebesar 946 dan 860 saat penggunaan air minimum dan maksimum. Tahap penilaian efek kesehatan menggunakan model Beta-Poisson dengan dan adalah 0,0571 dan 2,2183 mendapatkan bahwa rata-rata probabilitas infeksi harian pada jaringan pipa distribusi PDAM adalah kurang dari adalah 2,800x10-46,723x10-5 dan 3,698x10-41,046x10-4saat pemakaian air minimum dan maksimum. Bagi responden yang menggunakan tangki air, probabilitas infeksi harian meningkat sebesar 876 dan 785 saat penggunaan air minimum dan maksimum. Sehingga, pada tahap karakterisasi risiko, probabilitas infeksi tahunan adalah kurang dari 9,598x10-22,205x10-2 dan 1,236x10-13,127x10-2 saat pemakaian air minimum dan maksimum. Bagi responden pengguna tangki air, probabilitas infeksi tahunan meningkat sebesar 271 dan 204 saat penggunaan air minimum dan maksimum. Karena itu, evaluasi parameter fisik, kimia dan biologi perlu dilakukan berdasarkan waktu dan wilayah untuk meningkatkan performansi IPAB dan keselamatan konsumen.

ABSTRACT
Pipe leakage of clean water distribution network can cause clean water safety risks in the form of water contamination and waterborne disease. So that, in supporting, evaluating, and improving water safety management in distribution pipe network, a quantitative approach is used, which is Quantitative Microbial Risk Assessment (QMRA). This study aims to study the quality of clean water, especially E. coli in distribution pipe network; analyzing the exposure assessment of E. coli O157:H7, identification the risk of health effects assessment and analyzing the risk character. The research method uses QMRA method, namely hazard identification, exposure assessment, health effects assessment with Beta-Poisson model, and risk characterization. Hazard identification determines exposure of E. coli O157:H7 come from PDAM water, which the exposure path is unboiled water, with route of exposure through ingestion due to daily PDAM water usage activities. There are two types of water usage, its water usage directly from water distribution pipe and through water tank. Examining water quality carries out hazard identification, which water quality on the PDAM distribution pipe network has fulfilled the Regulation of the Minister of Health of the Republic of Indonesia No. 492 in 2010 for physic and chemical parameter. However, in biologic parameter, the maximum E. coli concentration was found to be 49 MPN100 mL in 1 respondent (20), who used water tank. Exposure assessment determines the exposure dose of E. coli O157:H7 on clean water distribution pipe network with the averages of doses are less than 0,01090,0026 organismsL and less than 0,01440,0041 organismsL at minimum and maximum of water usage, respectively. The exposure dose increase when the respondent use water tank, its 946 and 860 at minimum and maximum water usage. Health effects assessment usingBeta-Poisson model with and are 0,0571 and 2,2183, respectively. The averages of daily probability of infection on clean water distribution pipe network in PDAM are less than 2,800x10-46,723x10-5 and less than 3,698x10-41,046x10-4 at minimum and maximum of water usage, respectively. Respondent, who use water tank, have increased the daily probability of infection to 876 and 785 at minimum and maximum water usage. So that, in risk characterization, the annual probability of infection are less than 9,598x10-22,205x10-2 and 1,236x10-13,127x10-2 at minimum and maximum of water usage, respectively. For respondent who use water tank, it has increased to 271 and 204 at minimum and maximum of water usage, respectively. Therefore, evaluation in physic, chemical, and biology parameters needs to be done based on time and region to improve WTP performance and consumer safety.
"
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amelia Yasmine Cahyaningrum
"Klinik merupakan fasilitas pelayanan kesehatan yang berhubungan dengan berbagai macam pasien dan penyakit sehingga kualitas udara mikrobiologis dalam ruangan perlu diperhatikan terkait resiko kesehatan. Oleh karenanya tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui sumber pencemar mikrobiologis pada Klinik, nilai konsentrasi bakteri dan jamur di udara, faktor lingkungan yang mempengaruhi konsentrasi bakteri dan jamur dan pengaruh jumlah pasien terhadap konsentrasi bakteri dan jamur di dalam ruangan. Identifikasi sumber pencemar dilakukan menggunakan ceklist dan skoring yang mengacu pada National Research Council (2005) dan Peraturan Menteri Kesehatan RI No 1204 Tahun 2004 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit Lampiran 3 Formulir Penilaian Pemeriksaan Kesehatan Lingkungan (Inspeksi Sanitasi) Rumah Sakit. Selanjutnya sampel udara diambil menggunakan alat EMS E6 Bioaerosol Sampler Single-Stage dengan debit aliran udara sebesar 28,3 L/menit. Sampel udara diambil selama 2 menit pada media Malt Extract Agar dan diinkubasi pada suhu 28°C selama ±48 jam untuk jamur, serta 1,5 menit pada media Triptone Soya Agar dan diinkubasi pada suhu 37°C selama ±24 jam untuk bakteri. Sumber pencemar potensial pada Klinik Satelit UI antara lain keberadaan manusia, adanya pertumbuhan mikroba pada dinding maupun langit-langit ruangan, adanya water reservoirs seperti wastafel dan keberadaan soft furniture yang menghasilkan beberapa lokasi yang diduga memiliki konsentrasi bioaerosol tinggi, yaitu Poli Umum, Poli Gigi, IGD, Laboratorium, Ruang Administrasi dan Ruang Tunggu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi bakteri tertinggi terdapat pada Ruang Tunggu (743 ± 10) CFU/m3 dan terendah pada Ruang Administrasi (348 ± 24) CFU/m3. Konsentrasi jamur tertinggi terdapat pada Ruang Poli Gigi (689 ± 40) CFU/m3 dan terendah pada Ruang Administrasi (457± 14) CFU/m3. Berdasarkan hasil uji statistik menggunakan metode Spearman Rank dengan p value (<0,01) suhu udara, kelembapan dan jumlah pasien merupakan parameter yang paling dominan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan bioaerosol. Dengan korelasi tertinggi antara konsentrasi bakteri dan jamur dengan suhu adalah (r = 0,689 ) dan (r = -0,695), korelasi tertinggi dengan kelembapan adalah (r = 0,574) dan (r = 0,761) dan jumlah pasien memiliki korelasi konsentrasi tertinggi dengan bakteri dan jamur sebesar (r = 0,829) dan (r = 0,855). Dimana berdasarkan Permenkes No 1204 Tahun 2004, standar untuk suhu udara di Fasilitas Kesehatan adalah (19-26)°C dan kelembapan yang baik berkisar antara (45-60)%. Untuk mencegah perkembangan bioaerosol pada lingkungan Klinik Satelit UI diperlukan pengaturan suhu dan kelembapan yang baik, serta perawatan berkala untuk peralatan Klinik dan berbagai furniture serta pengecatan dinding minimal 1 kali dalam 1 tahun.

Clinics are health care facilities that are related to various types of patients and diseases so that indoor microbiological air quality needs to be considered related to health risks. Therefore the purpose of this study is to determine the microbiological pollutant sources in the clinic, the concentration of bacteria and fungi in the air, environmental factors that affect the concentration of bioaerosols and the effect of the number of patients on the concentration of bacteria and fungi in the room. Identification of pollutant sources was carried out using checklists and scoring referring to the National Research Council (2005) and Regulation of the Minister of Health of the Republic of Indonesia No. 1204 of 2004 concerning Hospital Environmental Health Requirements Appendix 3 Assessment Form for Hospital Environmental Health Inspections (Sanitation Inspection). Furthermore, the air sample was taken using the EMS E6 Bioaerosol Sampler Single-Stage with an air flowrate of 28,3 L/min. Air samples were taken for 2 minutes on Malt Extract Agar and incubated at temperature 28°C for ±48 hours for fungi, and 1,5 minutes on Triptone Soya Agar media and incubated at temperature 37°C for ±24 hours for bacteria. Potential pollutant sources at the Klinik Satelit UI include human presence, microbial growth in the walls and ceilings of the room, the presence of water reservoirs such as sinks and the presence of soft furniture which concludes that several locations are suspected of having high bioserosol concentrations, is General Poly, Poly Dental, IGD, Laboratory, Administration Room and Waiting Room. The results showed that the highest bacterial concentration was found in the Waiting Room (743±10) CFU/m3 and the lowest was in the Administration Room (348±24) CFU/m3. The highest fungal concentration was found in the Dental Poly Room of (689±40) CFU/m3 and the lowest was in the Administration Room of (457±14) CFU/m3. Based on statistical tests using the Spearman Rank method with p value (0,01), air temperature, humidity and number of patients are the most dominant parameters affecting the growth and development of bioaerosol. With the highest correlation between bacterial and fungal concentrations with temperature is (r=0,689) and (r=-0,695), with humidity is (r=0,574) and (r=0,761) with number of patients is (r=0,829) and (r=0,855). Where based on Ministry of Health Regulation No. 1204 of 2004 the standard for air temperature in Health Facilities is (19-26)°C and good humidity ranges between (45-60)%. To prevent the development of bioaerosol in the Klinik Satelit UI good temperature and humidity settings are needed, as well as periodic maintenance for Clinic equipment and furniture and painting wall at least 1 time a year."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dany Fauzan
"Kualitas udara mikrobiologis pada lingkungan proses pembelajaran perlu diperhatikan terkait dengan risiko kesehatan dan tingkat produktivitas terutama untuk mahasiswa yang melakukan kegiatan dalam waktu yang lama di dalam ruangan kelas. Oleh karena itu penting untuk melakukan penelitian mengenai udara mikrobiologis di dalam ruang kelas. Penelitian ini dilakukan di Gedung K Fakultas Teknik Universitas Indonesia.
Penelitian ini memiliki empat tujuan yaitu: 1.) Mengetahui intensitas cahaya di dalam ruang kelas di Gedung K FTUI 2.) Mengetahui konsentrasi udara mikrobiologis di dalam ruangan dengan parameter konsentrasi bakteri dan jamur 3.) Menganalisis perbedaan konsentrasi bakteri dan jamur pada ruangan-ruangan yang memiliki intensitas cahaya yang berbeda 4.) Menganalisis pengaruh faktor lingkungan terhadap konsentrasi mikrobiologis bakteri dan jamur di udara dalam ruangan. Sampel udara diambil dengan metode impaction dengan alat EMS impactor single stage type Viable Andersen Cascade Impactor dan metode enumerasinya TPC. Parameter lingkungan dan fisik yang diukur pada saat pengambilan sampel di lokasi adalah suhu, kelembaban, intensitas cahaya dan nilai pertukaran udara dengan rentang pengukuran 20-28°C, 41,9-84,6%, 103-279 lux dan 1-8-h.
Hasil enumerasi pada penelitian menunjukan kisaran konsentrasi mikrobiologis sebesar 30-3188 CFU/m3 untuk bakteri dan 47-1869 CFU/m3 untuk jamur. Hasil penelitian menghasilkan Intensitas cahaya pada Gedung K FTUI tidak ada yang memenuhi baku mutu dengan angka 250 lux. Konsentrasi bioaerosol pada 3 kelas tidak memenuhi baku mutu bakteri yaitu 700 CFU/m3 untuk jamur tidak ada yang melebihi baku mutu 1000 CFU/m3.
Uji Anova pada ruang yang memiliki perbedaan intensitas cahaya ditemukan adanya perbedaan konsentrasi bioaerosol dengan nilai Fhitung ­8,553 dan 11,015 untuk bakteri dan jamur. Berdasarkan nilai korelasi, faktor lingkungan yang dominan dalam mempengaruhi konsentrasi bakteri dan jamur pada Gedung K FTUI adalah jumlah orang (0,538 dan 0,433) dan nilai pertukaran udara (-0,452 dan -0,489), sementara suhu (0,146 dan 0,192) dan kelembaban (0,171 dan 0,003) tidak berpengaruh secara signifikan.

The microbial air quality for an educational environment needs to have an assessment related to its health risk and productivity level spesifically for students whose activities were mostly spent indoor in a long period of time. Hence it is important to do research on microbial air inside a classroom. This research is done in Building K of Engineering Faculty of Universitas Indonesia.
This research has four goals which are: 1.) To determine the light intensity of the classrooms of Building K of Engineering Faculty of Universitas Indonesia 2.) To determine microbial concentration of the indoor air with bacteria and fungi as the parameters 3.) To analyze the difference of bacterial and fungal concentration on rooms with different light intensity 4.) To analyze the effect of environmental factors to indoor bacterial and fungal concentration. The air sample was taken with EMS impactor single stage type Viable Andersen Cascade Impactor. The environmental factors that were measured while the sampling was took place on set are temperatures, humidity, light intensity, and air change rate which have range of measurement 20-28°C, 41,9-84,6%, 103-279 lux, and 1-8-h respectively.
The result from the bacterial concentration enumeration is in range of 30-3188 CFU/m3 and for the fungal concentration rate is in range of 47-1869 CFU/m3. There were 3 rooms with bacterial concentration surpassed the level limit required which was 700 CFU/m3. The fungal concentration the limit was 1000 CFU/m3 and no rooms reached the concentration limit. The light intensity on the tested building were all on below 250 lux which was the requirement.
Through Anova test, with Fcalculation of 8,553 and 11,015 it was found that there was a difference level on the bacterial and fungal concentration on rooms with different light intensity. According to the Pearson correlation value from the correlation test environmental factors that were dominating on this research are human population (0,538 and 0,433) and air change rates (-0,452 and -0,489), while there is no significance correlation found on temperature (0,146 and 0,192) and humidity (0,171 and 0,003).
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Rahayu
"Kompos sebagai media biocover merupakan salah satu opsi untuk mengurangi gas metana pada landfill. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui karakteristik kompos UPS Hanggar 4 dan pengaruh pemadatan terhadap penyisihan metana oleh kompos. Penelitian dilakukan secara batch selama 35 hari dengan variasi pemadatan 750, 800, 850 dan 900 kg/m3. Ketinggian media 80 cm dan menggunakan artificial gas dengan komposisi 50% metana dan 50% CO2.
Hasil penelitian menunjukkan kompos memiliki karakteristik yang tidak memenuhi kriteria sebagai kompos matang sesuai dengan SNI 19-7030-2004 dan media biocover. Namun, pre-treatment dapat meningkatkan kualitas kompos. Pemadatan 900 kg/m3 memiliki kemampuan penyisihan dan kapasitas eliminasi metana tertinggi yaitu 98,31%±3,6% dan 13,98±4,32 g/m3/jam.

Compost as biocover media is one of the options to reduce methane on landfill. The purpose of this study is to determine the characteristic of compost UPS Hanggar 4 and the effect of compaction on the elimination of methane by compost. This study was conducted in batches for 35 days with variation of compaction: 750, 800, 850, and 900 kg/m3. The height of medium is 80 cm and utilizing artificial gas with a composition of 50% each for methane and CO2.
The results showed compost has characteristics that do not meet the criteria as mature compost in accordance with SNI 19-7030-2004 and biocover requirement. However, pretreatment can improve the quality of compost. Compaction of 900 kg/m3 has the highest removal efficiency and elimination capacity which is 98,31%±3,6% and 13,98±4,32 g/m3/hour, respectively.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2014
S56500
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Isnainy Valencia Sari
"Pencemaran bioaerosol yang ada di dalam ruangan memiliki potensi 1.000 kali lebih berbahaya daripada di luar ruangan. Oleh karena itu, kualitas udara mikrobiologis pada ruang kuliah Gedung S di FTUI Depok perlu diteliti lebih lanjut. Sampel udara diambil menggunakan EMS bioaerosol single stage sampler selama dua menit dengan debit pemompaan 28,3 L/menit. Media pertumbuhan yang digunakan untuk bakteri dan jamur adalah TSA dan MEA. Konsentrasi bakteri tertinggi pada ruang kelas S101 2.407 362 CFU/m3 , terendah terdapat pada Lobby 1 384 142 CFU/m3. Konsentrasi jamur tertinggi ditemukan pada ruang kelas S203 810 215 CFU/m3, terendah pada S503 195 51 CFU/m3. Sebagian besar konsentrasi bakteri di udara melebihi baku mutu, sedangkan konsentrasi jamur masih memenuhi baku mutu. Suhu seluruh ruangan 21-27oC sudah memenuhi baku mutu dan kelembapan 38-71 serta Intensitas cahaya 4,21-335 lux pada sebagian ruangan tidak memenuhi baku mutu. Uji-Independent T-test menunjukan terdapat perbedaan signifikan pada konsentrasi jamur dan bakteri lantai bawah dan lantai atas sig< 0,05. Korelasi Pearson Product Moment menunjukkan terdapat korelasi yang kuat antara jumlah orang dengan konsentrasi bakteri r=0,73 dan berkorelasi lemah dengan konsentrasi jamur r=0,47. Jenis aliran udara didominasi oleh aliran laminer dan kecepatan partikel bakteri dan jamur pada kisaran 0,002-0,16 cm/detik.

Indoor bioaerosol contamination has potency 1,000 times more dangerous than outdoor. Therefore, microbiological air quality in the classrooms of Building S Engineering Faculty UI City of Depok need to be further investigated. The air samples were taken by using EMS bioaerosol single stage sampler in two minutes with airflow rate 28.3 L minute. The growth media used were TSA and MEA for bacteria and fungi. Highest bacterial concentration found in classroom S101 2,407 362CFU m3 , lowest in Lobby 1 384 142 CFU m3. The highest fungi concentration found in classroom S203 810 215 CFU m3, lowest in classroom S503 195 51 CFU m3. Most of the bacteria concentrations exceeded whereas the fungi concentration still met the quality standard. For the environmental factors, the entire classroom temperatures 21 27oC have met the quality standard but not the humidity 38 71 and light intensities 4.21 335 lux. The Independent T test showed that there were significance differences between bacteria and fungi on lower and upper floor sig."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library