Hasil Pencarian

Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 10 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ras Adiba Riza
"Osteosarcoma adalah keganasan tulang tersering yang ditemukan pada usia muda. Terdapat beberapa faktor prognosis yang mempengaruhi, antara lain, staging, jenis kelamin dan usia. Pada osteosarcoma sel ganas menghasilkan alkaline fosphatase dan laktat dehidrogenase yang dihasilkan dari metabolisme sel kanker. Serum alkalin fosphatase (SAP) dan laktat dehidrogenase (LDH) dapat digunakan sebagai salah satu faktor prediktor prognosis.
Tujuan dari studi ini adalah untuk mengetahui apakah SAP dan LDH dapat dijadikan faktor prediktor prognostik dan memperkirakan angka kesintasan pasien osteosarcoma. Penelitian ini dilakukan menggunakan metode potong-lintang untuk melihat hubungan antara usia, jenis kelamin, dan angka kesintasan 1 tahun dengan SAP dan LDH pada pasien osteosarcoma.
Penelitian ini dilaksanakan di Departemen Orthopedi dan Traumatologi dan Departemen Patologi Anatomi FKUI/RSCM. Dari 303 pasien yang didiagnosis dengan osteosarcoma pada tahun 1995-2011, hanya 55 pasien yang memenuhi kriteria inklusi, terdiri atas 39 pasien laki-laki, 16 pasien perempuan dan umumnya berusia 20 tahun. Analisis dari penelitian ini menggunakan chi-square dan korelasi spearman. Dari hasil studi ini, tidak ditemukan asosiasi antara SAP dan LDH sebelum terapi dengan usia, jenis kelamin dan angka kesintasan 1 tahun.

Osteosarcoma is a bone malignancy that most commonly occurs in the young age. In this disease, there are many prognosis factor, hence, stage of the disease, gender and age. Alkaline phosphatase enzyme is produced by osteosarcoma cells and thus, increase in this malignancy. Whereas, LDH involve in cancer cell metabolism. Currently, the use of both Serum alkaline phosphatase (SAP) and lactate dehydrogenase (LDH) can be used as a prognostic factor.
The research aims is to find out whether SAP and LDH, in addition to other prognostic factors, can be used to predict survivability of osteosarcoma patients. This research is a cross-sectional study and will discuss the association between age, gender, 1 year survival to the SAP and LDH in osteosarcoma patients.
This study was conducted in the Department of Orthopaedic and Traumatology and Department of Pathology Anatomy FMUI/RSCM. There were 303 patients who are admitted to this hospital between the year 1995 to 2011, there were only 55 subjects included in this study that suit to the inclusion criteria. The analyses of this research was done using chi-square and spearman correlation. The sample were predominated by male (n=39), female (n=16) and the majority was the age of 20. In the results of this study, there were no association between pretreatment SAP and LDH with age, gender, and 1 year survival.
"
Lengkap +
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kevin Triangto
"Osteosarkoma digolongkan sebagai salah satu keganasan tersering pada usia remaja dan dewasa muda. Sampai saat ini, angka kesintasan osteosarkoma di Indonesia masih rendah. Penelitian sebelumnya menyatakan bahwa angka kesintasan bergantung pada diagnosis histopatologik. Selain itu, telah ditemukan sebuah pola insidens umum yang berhubungan dengan usia, jenis kelamin, dan lokasi tumor. Maka itu, penelitian ini dilakukan untuk membuktikan adanya hubungan antara usia dan lokasi tumor, juga untuk mengetahui profil osteosarkoma di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo pada tahun 2006-2011.
Desain penelitian ini adalah potong lintang, dan data diperoleh dari departemen Patologi Anatomi Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo sebanyak 187 kasus osteosarkoma. Uji chi-square telah digunakan untuk menganalisis hubungan.
Dari hasil penelitian ini, ditemukan mayoritas pasien adalah laki-laki (58.8%) dan kebanyakan berusia remaja dan dewasa muda (61%). Predileksi tersering adalah bagian tulang panjang ekstremitas bawah (54.3%), telah ditemukan hubungan yang bermakna dengan usia remaja dan dewasa muda (p = 0.018). Selain itu, diagnosis yang tersering ditemukan adalah osteosarkoma konvensional sebanyak 93% dari populasi sampel.
Kesimpulan yang bisa diambil adalah pasien remaja memiliki kemungkinan dua kali lipat lebih tinggi untuk terkena osteosarkoma pada tulang panjang, disebabkan adanya keterlibatan dari lempeng pertumbuhan di tulang.

Osteosarcoma had been classified as one of the most common malignancy in the adolescents. Until recently, osteosarcoma survival rate in Indonesia is still considered low. Previous studies mentioned that survival rates are dependent on histopathologic diagnosis. Interestingly, a common incidence pattern was found and was associated to age, gender and sites. Therefore, this study was meant to describe the association between predilection site and age, as well as presenting the profile of osteosarcoma in Cipto Mangunkusumo hospital in 2006-2011.
This cross-sectional study took place in the Department of Anatomical Pathology Cipto Mangunkusumo hospital, where 187 osteosarcoma cases were found. Chisquare test was used to analyze the association.
It was revealed in the results that the sample was predominated by males (58.8%), and majority of the cases were adolescents (61%), The most common site affected is long bones of the lower extremities (54.3%), and this was found to be associated with the incidence in adolescents (p = 0.018). Accordingly, the most common diagnosis found was conventional osteosarcoma, accounting for 93% of the sample.
In conclusion, adolescent patients were found to be roughly two times more likely to develop conventional osteosarcoma on long bones, suggesting possible growth plate involvement.
"
Lengkap +
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Manurung, Mikhael Dito
"Walaupun masih kontroversial, jenis kelamin dan umur diduga sebagai faktor prognostik yang mempengaruhi angka kesintasan osteosarkoma (suatu keganasan tulang yang umum terjadi pada anak-anak dan dewasa muda). Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui angka kesintasan pasien osteosarkoma di RSCM selama periode waktu enam tahun (2006-2011) dan mengaitkannya dengan umur dan jenis kelamin. Studi potong-lintang ini menggunakan rekam medis 167 pasien osteosarkoma di Departemen Ortopedi dan Traumatologi Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM).
Studi ini menunjukkan bahwa usia lebih muda saat didiagnosis berkaitan dengan respon yang lebih baik terhadap kemoterapi (p=0,028). Jenis kelamin perempuan berkaitan secara signifikan dengan stadium penyakit yang lebih rendah (p=0,04), respon yang lebih baik terhadap kemoterapi (p=0,016), dan berkurangnya risiko metastasis (p=0,008). Median waktu kesintasan pada studi ini adalah 12 bulan, yang disebabkan oleh pendeknya masa pemantauan pasien. Walaupun terdapat keterbatasan, angka kesintasan pasien perempuan lebih baik secara signifikan daripada pasien laki-laki. Angka kesintasan pada golongan usia yang lebih muda menunjukkan kecenderungan lebih baik, walau tidak signifikan secara statistik. Hasil uji multivariate tidak menunjukkan bukti tentang adanya keterkaitan stadium penyakit, respon kemoterapi, dan metastasis terhadap kesintasan. Sebagai kesimpulan, jenis kelamin perempuan berkaitan dengan tumor yang lebih favourable dan angka kesintasan yang lebih tinggi.

In order to improve the plateaued average 70% survival of osteosarcoma patients, prognostic factors has to be identified to improve adjustment according to patient's characteristics. Female gender and younger age at diagnosis have been suggested as good prognostic factors though inconclusive. Therefore, this study aims to determine the survival rate of osteosarcoma patients admitted to Cipto Mangunkusumo Hospital from 2006 to 2011 and correlate it with age and gender. This cross-sectional study used the medical records of osteosarcoma patients admitted in the department of Orthopedics and Traumatology Cipto Mangunkusumo Hospital. Records of 167 patients were retrieved for this study.
This study shown that younger age was associated with better chemotherapeutic response (p=0,028). Meanwhile, female gender was associated with less advanced disease at presentation (p=0,04), better chemotherapeutic response (p=0,016), and less risk for metastasis (p=0,008). The median survival in this study was 12 months, an underestimation due to short followup duration. Still, female patients survived longer than males. We showed a trend of better survival for younger patients, however the result was not significant. Multivariate analysis failed to show any correlation between various tumor-related variables with survival.
"
Lengkap +
Jakarta: Fakultas Kedokteraan Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Fauzi
"Latar belakang : Delayed union merupakan salah satu komplikasi penyembuhan fraktur dengan insiden berkisar antara 4,4% hingga 31%. Penatalaksanaan delayed union dapat menimbulkan masalah ekonomi dan kesehatan pada pasien. Angiogenesis memiliki peran penting dalam penyembuhan fraktur. Sildenafil telah terbukti menjadi stimulator poten angiogenesis melalui peningkatan regulasi faktor pro-angiogenik atau yang dikenal sebagai vascular endothelial growth factor (VEGF). Studi ini akan menentukan apakah sildenafil juga mempengaruhi aktivitas angiogenesis dengan ekspresi VEGF dan mempercepat penyembuhan fraktur dengan delayed union.
Metode : Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan post test only control group design, yang dilakukan pada model delayed union tikus Sprague dawley menggunakan analisis histomorfometri dan imunohistokimia. Penelitian ini diawali dengan studi pendahuluan untuk menentukan model delayed union yang hasilnya akan digunakan sebagai kontrol pada penelitian selanjutnya. Tikus dibagi secara acak menjadi empat kelompok : kelompok delayed union (n=6), kelompok dengan pemberian sildenafil 3,5 mg/kgbb (n=6), sildenafil 5 mg/kgbb (n=6) dan sildenafil 7,5 mg/kgbb (n=6). Parameter yang dievaluasi meliputi luas total kalus, area tulang rawan, area penulangan, jaringan fibrosa dan ekspresi VEGF. Pengukuran dilakukan pada minggu ke-2 dan ke-4 setelah intervensi.
Hasil : Setelah dua minggu kondisi delayed union, sildenafil secara signifikan meningkatkan parameter penyembuhan fraktur. Terjadi peningkatan yang signifikan pada total luas kalus (p=0,004), area tulang rawan (p=0,015), area penulangan (p=0,001), jaringan fibrosa (p=0,005) dan ekspresi VEGF (p=0,037). Setelah empat minggu, perbedaan yang signifikan hanya terjadi pada area penulangan (p=0,015) dan jaringan fibrosa (p=0,001).
Diskusi : Analisis histomorfometri dan imunohistokimia menunjukkan peningkatan yang signifikan pada parameter penyembuhan fraktur dan ekspresi VEGF. Hal ini menunjukkan terjadinya percepatan penyembuhan fraktur dan peningkatan pembentukan pembuluh darah. Semakin sedikitnya area kalus dan berkurangnya area tulang rawan serta meningkatnya area penulangan menunjukkan percepatan proses penyembuhan fraktur. Sildenafil meningkatkan aktivitas angiogenesis dengan meningkatnya ekspresi VEGF dan perbaikan vaskularisasi. Perbaikan vaskularisasi pada fraktur tidak hanya memperbaiki oksigenasi dan nutrisi jaringan, tetapi juga menyediakan suplai mesenchymal stem cells (MSCs) pada jaringan fraktur.
Simpulan : Sildenafil terbukti mempercepat penyembuhan fraktur dan meningkatkan ekspresi VEGF pada fraktur dengan delayed union.

Introduction : Inspite of various methods of management to achieve optimum fracture healing, delayed union remains a major problem. The incidence of delayed union ranging from 4.4% to 31%. The management of such problem include secondary operative intervention, which results in economic impact and patient morbidity. Angiogenesis plays an important role in fracture healing. Sildenafil has been shown to be a potent stimulator of angiogenesis through upregulation of pro-angiogenic factors or known as vascular endothelial growth factor (VEGF). This study will evaluate whether sildenafil also influences VEGF expression and bone formation during the process of healing in delayed union fracture.
Method : This study was an experimental study with post test only control group design. It was performed ina delayed union femur fracture model of Sprague Dawley rats using histomorphometric and immunohistochemistry evaluation. A pilot study was initiated previously to determine the model for delayed union fracture healing, and the results were used as the control. Rats were randomized into four groups : delayed union (n=6), administration of sildenafil 3.5 mg/kgbw (n=6), sildenafil 5 mg/kgbw (n=6) and sildenafil 7.5 mg/kgbw (n=6). The parameters evaluated include total area of callus, cartilage area, total osseous tissue, fibrous tissue and VEGF expression. The measurement was carried out at 2 and 4 weeks after intervention.
Results : After two weeks of delayed union fracture healing, sildenafil significantly increased the parameter of fracture healing. The results showed a significant increase of total area of callus (p=0.004), cartilage area (p=0.015), total osseous tissue (p=0.001), fibrous tissue (p=0.005) and VEGF expression (p=0.037). After four weeks, the results were still significant in total osseous tissue (p=0.015) and fibrous tissue (p=0.001).
Discussion : Histomorphometric and immunohistochemistry analysis showed a significant increase of fracture healing parameter and higher expression of the proangiogenic factors (VEGF). Such result confirmed the increase of bone and vascular formation. A smaller callus area with a slightly reduced amount of cartilaginous tissue and increased osseous tissue indicated an accelerated healing process. Sildenafil improves the expression of VEGF and vascularization repair. The vascular invasion in a fracture not only provide oxygen and nutrients needed to repair the injured tissue cells, but also provide an additional source of MSCs.
Conclusion : Sildenafil is proven to effectively accelerate fracture healing and increase VEGF expression in delayed union fracture.
"
Lengkap +
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Naufal Arkan Arij
"

Latar Belakang: Klasifikasi Lodwick sudah sering digunakan untuk memprediksi derajat keganasan pada suatu tumor tulang. Terdapat klasifikasi terbaru yakni modified Lodwick-Madewell, yang yang diharapkan meningkatkan tingkat akurasi, namun belum terdapat laporan mengenai tingkat akurasi dan kesesuaian klasifikasi yang terbaru. Tujuan: Menilai kesesuaian kemampuan klasifikasi modified Lodwick-Madewell dengan klasifikasi Lodwick dalam membedakan klasifikasi keganasan tumor tulang berdasarkan hasil pemeriksaan patologi anatomi. Metode: Sebanyak 102 pasien memenuhi kriteria penelitian yang telah dilakukan pemeriksaan radiografi dan patologi anatomi. Analisis hubungan untuk membandingkan temuan klasifikasi modified Lodwick-Madewell maupun klasifikasi Lodwick dengan temuan pemeriksaan patologi anatomi dilakukan menggunakan uji modified Mc Nemar-Bowker dengan analisis kesesuaian dinilai dengan uji Kappa Cohen. Hasil: Nilai diagnostik antara klasifikasi Lodwick dan modified Lodwick-Madewell dengan nilai p masing-masing 0,265 dan 0,064 secara berurutan. Nilai Kappa Cohen untuk penggunaan klasifikasi Lodwick dan modified Lodwick-Madewell dengan nilai R sebesar 0,596 dan 0,557 secara berurutan. Hasil rasio konkordans pada klasifikasi Lodwick juga menunjukkan hasil yang sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan klasifikasi modified Lodwick-Madewell, dengan rasio konkordans masing-masing secara berurutan 73,5% dan 70,6 %. Kesimpulan: Tingkat kesesuaian klasifikasi modified Lodwick-Madewell sama dengan klasifikasi Lodwick dalam menentukan klasifikasi keganasan tumor tulang berdasarkan hasil pemeriksaan patologi anatomi. Meskipun demikian, tingkat konkordansi modified Lodwick-Madewell lebih rendah dibandingkan dengan klasifikasi Lodwick dalam menentukan klasifikasi keganasan tumor tulang berdasarkan hasil pemeriksaan patologi anatomi.


Background: The Lodwick classification has often been used to predict the degree of malignancy of a bone tumor. There is a new classification, namely modified Lodwick-Madewell, which is expected to increase the level of accuracy, however there has been no report regarding the level of accuracy and suitability of the latest classification. Objective: Assessing the suitability of the modified Lodwick-Madewell classification with the Lodwick classification in differentiating the classification of malignant bone tumors based on the results of anatomical pathology examination.  Method: A total of 102 patients met the research criteria who had radiographic and anatomical pathology examinations. Correlation analysis to compare the findings of the modified Lodwick-Madewell classification and the Lodwick classification with the findings of anatomical pathology examination was carried out using the modified Mc Nemar-Bowker test with suitability analysis assessed using the Cohen's Kappa test. Results: The diagnostic value between the Lodwick and modified Lodwick-Madewell classifications with p values of 0.265 and 0.064 respectively. Cohen's Kappa value for using the Lodwick and modified Lodwick-Madewell classifications with an R value of 0.596 and 0.557 respectively. The concordance ratio results in the Lodwick classification also show slightly higher results compared to the modified Lodwick-Madewell classification, with concordance ratios of 73.5% and 70.6% respectively.  Conclusion: The level of suitability of the modified Lodwick-Madewell classification is the same as the Lodwick classification in determining the malignancy classification of bone tumors based on the results of anatomical pathology examination. However, the modified Lodwick-Madewell concordance level is lower than the Lodwick classification in determining the malignancy classification of bone tumors based on the results of anatomical pathology examination.

"
Lengkap +
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irsan Abubakar
"Osteosarkoma merupakan salah satu tumor ganas tulang primer yang paling sering ditemukan. Kemoterapi neoadjuvan merupakan salah satu alternatif terapi yang dapat meningkatan luaran dan kesintasan pasien. Studi ini dilakukan untuk menilai luaran klinis, histopatologis, dan radiologis pada pasien osteosarkoma yang menjalani kemoterapi neoadjuvan beserta faktor-faktor yang mempengaruhinya. Penelitian ini merupakan suatu studi potong lintang yang menggunakan data pasien dengan diagnosis osteosarkoma yang telah menjalani kemoterapi neoadjuvan di RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo pada bulan Januari 2017 hinggal Juli 2019. Terdapat 58 subjek dalam penelitian ini. Sebanyak 38 (65,5%) subjek berjenis kelamin laki-laki dengan median usia seluruh subjek 16 (5 hingga 67) tahun. Sebanyak 10 (17,2%) subjek merupakan good responder kemoterapi neoadjuvan. Dari hasil analisis data didaapatkan perbedaan bermakna kadar laboratoris ALP (p=0,002), LED (p=0,002), dan NLR (p<0,001) sebelum dan sesudah kemoterapi. Derajat nekrosis berkorelasi negatif dengan perubahan nilai LDH sebelum dan sesudah kemoterapi (r=-0,354; p=0,006), namun tidak didapatkan hubungan yang bermakna dengan parameter lain seperti perubahan kadar ALP (r=-0,186; p=0,162) dan LED (r=-0,104;  p=0,437). Secara radiologis didapatkan peningkatan nilai ADC yang bermakna (p=0,028) setelah pemberian kemoterapi neoadjuvan, namun perubahannya tidak berhubungan dengan persentase nekrosis tumor (r=-0,300; p=0,433). Pada pasien osteosarkoma yang menjalani kemoterapi neoadjuvan di RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo bulan Januari 2017 hingga Juli 2019, didapatkan perbedaan bermakna kadar penanda inflamasi dan parameter radiologis berupa ADC sebelum dan sesudah pemberian kemoterapi adjuvan.

Osteosarcoma is one of the most prevalent primary tumors of the bone. Neoadjuvant chemotherapy has been administered in osteosarcoma cases to increase the survival rate and improve outcomes. This study is conducted to investigate the clinical, histopathological, and radiological outcome of osteosarcoma patients who underwent neoadjuvant chemotherapy, as well as the various factors that contributes to said outcome. This study is a cross-sectional study that involves the data of patients diagnosed with osteosarcoma who underwent neoadjuvant chemotherapy in RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo from January 2017 up to July2019. A total of 58 subjects was admitted in this study. Thirty-eight (65,5%) subjects are male, with the median age of all subjects being 16 years old (5 to 67). We found that 10 subjects (17,2%) is a good responder to neoadjuvant chemotherapy. From the data analysis, significant differences were observed in ALP (p=0,002), ESR (p=0,002) and NLR (p=<0,001) levels before and after neoadjuvant chemotherapy. The degree of necrosis is inversely correlated with the change in LDH level before and after neoadjuvant chemotherapy (r=-0,354; p=0,006), however, no significant correlation was observed in ALP (r=-0,186; p=0,162) dan ESR (r=-0,104;  p=0,437). Radiologically, there is an increase in ADC value (p=0,028) after neoadjuvant chemotherapy. However, this is not correlated with the degree of necrosis (r=-0,300; p=0,433) observed pathologically. There is a significant difference in inflammatory markers and radiological parameter (ADC) pre and post neoadjuvant chemotherapy among osteosarcoma patients in RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo from January 2017 up to July 2019."
Lengkap +
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Humala Prika Aditama
"Latar belakang: Osteosarkoma adalah tumor tulang ganas yang paling banyak terjadi pada anak dan remaja. Kemoterapi neoadjuvan dapat meningkatkan kesintasan 5 tahun hingga 60 – 80% pada pasien osteosarkoma. Baku emas evaluasi respon kemoterapi neoadjuvan adalah histological mapping untuk menilai persentase nekrosis tumor. Volumetri-Magnetic Resonance Imaging (MRI) menggunakan 3D Slicer dapat menilai nekrosis tumor, tumor viabel, dan volume tumor total secara kuantitatif. Tujuan: Menganalisa korelasi volume dan persentase tumor viabel berdasarkan volumetri-MRI dengan nilai persentase tumor viabel berdasarkan pemeriksaan histopatologi pada pasien osteosarkoma pasca kemoterapi neoadjuvan. Metode: Melakukan volumetri tumor pada MRI pasca kemoterapi neoadjuvan dengan menggunakan teknik segmentasi manual dan semiotomatis pada 3D Slicer untuk mendapatkan volume total tumor, area nekrosis, serta tumor viabel. Hasil pengukuran volumetri tumor viabel dan persentase tumor viabel pasca kemoterapi dikorelasikan dengan persentase tumor viabel berdasarkan histopatologi. Analisis dilakukan dengan uji Spearman. Hasil: Pada 31 subyek penelitian, nilai median persentase tumor viabel berdasarkan volumetri-MRI yaitu 65,9% (range 19,7 – 99,5%), sedangkan berdasarkan pemeriksaan histopatologi didapatkan nilai median 53% (range 8 – 100%). Persentase tumor viabel berdasarkan volumetri-MRI tidak berkorelasi signifikan (p>0,05) dengan persentase tumor viabel berdasarkan histopatologi dengan nilai R: 0,333. Kesimpulan: Terdapat kecenderungan berbanding lurus antara persentase tumor viabel berdasarkan volumetri-MRI dan pemeriksaan histopatologi, walaupun tidak terdapat korelasi yang signifikan.

Background: Osteosarcoma is the most common malignant bone tumor in children and adolescents. Neoadjuvant chemotherapy can improve 5-year survival up to 60 - 80% in osteosarcoma patients. The gold standard of neoadjuvant chemotherapy response evaluation is histological mapping to determine the percentage value of tumor necrosis. 3D Slicer volumetry based on Magnetic Resonance Imaging (MRI) can quantitatively assess tumor necrosis, viable tumor, and total tumor volume. Objective: Analyze the correlation between volume and percentage of viable tumors based on MRI-volumetry and histopathological in osteosarcoma patients post neoadjuvant-chemotherapy. Methods: Perform tumor volumetry on MRI post neoadjuvant-chemotherapy using manual and semiautomatic segmentation techniques on 3D Slicer to obtain total tumor volume, necrosis area, and viable tumor. The results of volumetric measurement of viable tumor and the percentage of viable tumor post chemotherapy were correlated with the percentage of viable tumor from histopathological examination. Analysis was performed with Spearman's test. Results: Based on 31 study subjects, the median percentage of viable tumors based on MRI-volumetry was 65.9% (range: 19.7 - 99.5%), while based on histopathology, the median value was 53% (range: 8 - 100%). The percentage of viable tumors based on MRI-volumetry was not significantly correlated (p>0.05) with the percentage of viable tumors based on histopathology with an R value: 0.333. Conclusion: There is a directly proportional trend between the percentage of viable tumors based on MRI-volumetry and histopathological examination, although there was no significant correlation."
Lengkap +
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Yohana Afrita
"Latar belakang: Pasien dengan tumor muskuloskeletal (MSK) ganas menunjukkan insidens deep vein thrombosis (DVT) bervariasi. USG Doppler berwarna merupakan modalitas terpilih untuk evaluasi DVT.
Tujuan: Menilai hubungan trombus, kecepatan aliran, dan ketebalan dinding vena pada USG Doppler berwarna vena profunda ekstremitas bawah pada pasien dengan tumor primer MSK ganas.
Metode: Penelitian ini menggunakan data primer dari pemeriksaan USG Doppler berwarna vena profunda ekstremitas bawah, yaitu trombus, ketebalan dinding vena, dan kecepatan aliran vena, serta data sekunder, yaitu ukuran tumor dari magnetic resonance imaging (MRI) atau computed tomography >(CT) scan dan durasi gejala tumor dari rekam medis. Penelitian dilakukan di Departemen Radiologi dan Poliklinik Orthopaedi dan Traumatologi Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Cipto Mangunkusumo (RSUPNCM) bulan Agustus 2020 hingga Maret 2022.
Hasil: Terdapat 10% insidens trombus pada sistem vena profunda ekstremitas bawah pada 30 subyek dengan tumor primer MSK ganas. Subyek dengan trombus cenderung memiliki volume tumor lebih besar dibandingkan tanpa trombus, namun secara statistik tidak bermakna.
Kesimpulan: Dimensi dan volume tumor pada subyek dengan trombus cenderung lebih besar dibandingkan tanpa trombus. Pada penderita tumor MSK ganas, dapat ditemukan gambaran klinis dan laboratoris yang menyerupai DVT namun belum tentu didapatkan trombus, sehingga USG Doppler berwarna penting untuk membedakan ada tidaknya DVT.

Background: Patients with malignant musculoskeletal (MSK) tumors show variable incidence of deep vein thrombosis (DVT). Color Doppler ultrasound (CDUS) is the modality of choice for DVT evaluation.
Objective: To assess the relationship of thrombus, flow velocity, and venous wall thickness on CDUS of lower extremities deep veins in patients with primary malignant MSK tumors.
Methods: Primary data from CDUS of lower extremities deep vein, including thrombus, venous wall thickness, and venous flow velocity. Tumor size was taken from magnetic resonance imaging (MRI) or computed tomography (CT) scans. Duration of tumor symptoms was taken from medical records. The study was conducted at the Department of Radiology and the Orthopaedi and Traumatology Polyclinic of the Cipto Mangunkusumo National General Hospital (RSUPNCM) from August 2020 to March 2022.
Results: There was 10% incidence of thrombus in 30 subjects. Subjects with thrombus tended to have larger tumor volume but it was not statistically significant.
Conclusion: Tumor dimensions and volume in subjects with thrombus tend to be larger than those without thrombus. In patients with malignant MSK tumors, clinical and laboratory features that resemble DVT can be found, but not necessarily a thrombus, therefore CDUS is important for distinguishing the presence or absence of DVT.
"
Lengkap +
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Harmantya Mahadhipta
"Pendahuluan
Fraktur kominutif dapat memberikan permasalahan berupa nonunion. Penggunaan graft untuk mengatasi masalah tersebut masih diperdebatkan. Autograft merupakan baku emas dalam penggunaan graft, namun keterbatasannya adalah persediaan yang terbatas. Untuk itu banyak beredar pengganti autograft seperti allograft, xenograft, dan graft sintetik (biomaterial scaffold). Graft harus mempunyai biokompatibilitas yang baik guna mendukung penyembuhan fraktur.
Metode
Dilakukan randomized post test only control group terhadap 30 tikus Sprague Dawley guna menilai biokompatibilitas scaffold secara in vivo. Scaffold yang digunakan adalah hidroksiapatit (HA)-Bongros®, nanokristalin HA-CaSO4 (Perossal®), nanokristalin HA (Ostim®), morselized bovine xenograft (BATAN), dan HA-lokal bank jaringan dr. Sutomo. Dilakukan penilaian reaksi jaringan (jumlah sel datia benda asing dan limfosit), skor radiologis dan histologis pada minggu ke-8.
Hasil
Perbedaan bermakna ditunjukkan pada jumlah sel datia benda asing memberikan perbedaan bermakna (p=0,003), namun tidak dengan limfosit (p=0,397). Scaffold HA-lokal menunjukkan jumlah sela datia benda asing paling banyak. Skor histologis memberikan perbedaan bermakna (p=0,013) , namun skor radiologis tidak menunjukkan perbedaan bermakna (p = 0,204 untuk proyeksi antero-posterior dan p = 0,506 untuk proyeksi mediolateral). Didapatkan 2 subjek yang drop out yaitu 1 subjek pada kelompok kontrol (implant failure) dan 1 subjek pada kelompok IV (osteomielitis). Terdapat korelasi yang bermakna antara jumlah sel datia benda asing dan skor histologis (p=0,034).
Diskusi
Biokompatibilitas scaffold secara in vivo ditentukan oleh komponen fisik dan kimia pembentuknya. Secara fisik, scaffold yang memiliki pori-pori menunjukkan skor histologis yang lebih baik. Komponen kimia pembentuk scaffold dapat memengaruhi reaksi jaringan. Jumlah sel datia benda asing berhubungan dengan sitotoksisitas scaffold.

Introduction
Comminuted fracture may result as nonunion. The use of bone graft is still debatable for treating comminuted fracture. Autograft is the gold standard of bone graft. However, it has a limitation in supply. Therefore, the use of other source of graft (allograft, xenograft, or synthetic) is increasing. Graft must have good biocompatibility in order to enhance fracture healing.
Method
Randomized post test only control group was conducted in 30 Sprague-Dawley rat in order to evaluate biocompatibility of the scaffold. We used hidroxyapatite (HA)-Bongros®, nanocrystalline (HA)-CaSO4 (Perossal®), nanocrystalline HA (Ostim®), morselized bovine xenograft (BATAN), dan local HA from dr. Sutomo Hospital as the scaffold. Tissue reaction (the amount of foreign body giant cell and lymphocyte), radiological and histological score was evaluated at 8th weeks.
Result
The amount of foreign body giant cell (FBGC) and histological score showed significant difference (p=0,003 and p=0,013). Local HA scaffold showed the most FBGC accumulation. There was no significant difference in the amount of lymphocyte (p=0,397) and radiological score (p=0,204 for antero-posterior projection and p=0,506 for medio-lateral projection). Two subjects were considered drop out, one due to implant failure (control group) and the other due to osteomyelitis (group IV). There was significant correlation between the amount of foreign body giant cell and histological score (p=0,034).
Discussion
Both physical and chemical factor influenced biocompatibility of scaffold. Scaffolds that have pores showed better histological score compared to that has none. Chemical compound of the scaffold play important role in tissue reaction. The amount of FBGC showed the cytotoxic level of the scaffold.
"
Lengkap +
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2103
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Novita Sari
"Adenoma hipofisis merupakan salah satu tumor primer intrakranial tersering yang sebagian dapat bersifat agresif dengan risiko rekurensi/regrowth yang lebih tinggi sehingga berdampak buruk pada kualitas hidup pasien. Identifikasi awal adenoma hipofisis yang agresif dapat membantu menentukan strategi tatalaksana dan follow-up untuk mencegah terjadinya rekurensi/regrowth. Penilaian aktivitas proliferasi dengan ekspresi Ki-67 pada adenoma hipofisis diharapkan dapat memprediksi terjadinya rekurensi/regrowth. Penelitian ini bertujuan untuk menilai ekspresi Ki-67 pada adenoma hipofisis yang mengalami rekurensi/regrowth dan yang tidak mengalami rekurensi/regrowth. Penelitian ini merupakan penelitian retrospektif analitik dengan desain potong lintang. Sampel berupa kasus adenoma hipofisis di Departemen Patologi Anatomik FKUI/RSCM tahun 2016-2020. Dilakukan pemeriksaan imunohistokimia Ki-67 dan penilaian persentase sel tumor yang terpulas positif. Analisis statistik dilakukan dengan uji komparatif numerik di antara dua kelompok tersebut. Nilai titik potong untuk prediksi rekurensi/regrowth ditentukan dengan analisis kurva receiving operator characteristic. Didapatkan 46 kasus adenoma hipofisis yang terdiri atas 23 kasus dengan rekurensi/regrowth dan 23 kasus tanpa rekurensi/regrowth. Rerata ekspresi Ki-67 pada kelompok yang mengalami rekurensi/regrowth lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok yang tidak mengalami rekurensi/regrowth. (1,58% vs 0,88%, p=0,003). Nilai titik potong untuk yang direkomendasikan untuk prediksi rekurensi/regrowth sebesar 1,37%. Ekspresi Ki-67 yang lebih tinggi berhubungan dengan rekurensi/regrowth pada adenoma hipofisis.

Pituitary adenoma is one of the most common primary intracranial tumor that some can behave aggresively with higher reccurrence/regrowth risk and have bad impact to patient’s quality of life. Early identification of aggressive pituitary adenoma can help for deciding aggressive treatment strategies and strict follow-up to prevent recurrence/regrowth. Proliferation assesment using Ki-67 expression is expected to be one of the predictor of tumor recurrence/regrowth. This study aims to evaluate Ki-67 expression in pituitary adenoma with recurrence/regrowth and without recurrence/regrowth. This is an analytic retrospective study with cross sectional study design including specimens diagnosed as pituitary adenoma recorded in archives of Anatomical Pathology Departement FMUI/CMH from 2016-2020. Ki-67 immunostaining was conducted and Ki-67 expression in percentage was evaluated. Data was analyzed statistically to evaluate Ki-67 expression. Cut-off point to predict recurrence/regrowth was determined using receiving operator charasteristic curve analysis. Forty-six cases were selected, consisted of 23 cases with recurrence/regrowth and 23 cases without recurrence/regrowth. There was higher expression of Ki-67 in adenoma with recurrence/regrowth than adenoma without recurrence/regrowth (1,58% vs 0,88%, p=0,03). Recommended cut off value to predict recurrence/regrowth in this study was 1,37%. Higher Ki-67 expression was associated with recurrence/regrowth in pituitary adenoma."
Lengkap +
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library