Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Zahratul Umami Annisa
"Latar Belakang: Poket periodontal merupakan karakteristik periodontitis. Scaling dan root planing merupakan standar emas untuk perawatan periodontitis. Antimikroba lokal tambahan direkomendasikan pada pasien dengan kedalaman probing ≥5 mm.
Tujuan: Untuk mengetahui efektivitas klorheksidin dibandingkan dengan antimikroba lokal lainnya pada periodontitis.
Metode: Pencarian dilakukan dengan menggunakan panduan Preferred Reporting Items for Systematic Review and Meta Analysis (PRISMA). Meta-analisis dilakukan pada studi yang memenuhi kriteria inklusi setelah penilaian risiko bias.
Hasil: Meta-analisis antara chip klorheksidin dan antimikroba lain menunjukkan perbedaan rata-rata kedalaman probing setelah satu bulan sebesar 0,58 mm (p<0,00001) sedangkan setelah tiga bulan perbedaan rata-rata kedalaman probing adalah 0,50 mm (p=0,001), indeks plak 0,01 (p=0,94) dan indeks gingiva -0,11 mm (p=0,02). Antara gel chlorhexidine dan antimikroba lainnya menunjukkan perbedaan rata-rata kedalaman probing 0,40 mm (p=0,30), indeks plak 0,20 mm (p=0,0008) dan indeks gingiva -0,04 mm (p=0,83) setelah satu bulan.
Kesimpulan: Chip klorheksidin lebih efektif pada indeks gingiva dibandingkan antimikroba lainnya setelah tiga bulan. Antimikroba lainnya lebih efektif daripada chip klorheksidin pada kedalaman probing setelah satu dan tiga bulan, dan dari gel klorheksidin pada indeks plak setelah satu bulan.

Background: Periodontal pockets are characteristic of periodontitis. Scaling and root planing is the gold standard for periodontitis treatment. Additional local antimicrobials are recommended in patients with a probing depth of ≥5 mm.
Objective: To determine the effectiveness of chlorhexidine compared to other local antimicrobials in periodontitis.
Method: Searches were conducted using the Preferred Reporting Items for Systematic Reviews and Meta Analysis (PRISMA) guidelines. Meta-analysis was performed on studies that met inclusion criteria after risk of bias assessment.
Results: Meta-analysis between chlorhexidine chips and other antimicrobials showed a mean difference in probing depth after one month of 0.58 mm (p<0.00001) whereas after three months the mean difference in probing depth was 0.50 mm (p=0.001), index plaque 0.01 (p=0.94) and gingival index -0.11 mm (p=0.02). Between chlorhexidine gel and other antimicrobials showed a mean difference in probing depth of 0.40 mm (p=0.30), plaque index of 0.20 mm (p=0.0008) and gingival index of -0.04 mm (p=0.83) after one month.
Conclusion: Chlorhexidine chips were more effective on the gingival index than other antimicrobials after three months. The other antimicrobials were more effective than chlorhexidine chips on probing depth after one and three months, and than chlorhexidine gels on plaque index after one month.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Marius Marcello Utomo Koerniadi
"Latar Belakang: Gingivektomi merupakan metode yang lebih dianjurkan sejak temuan pada tahun 1884. Seiring waktu, metode ini berkembang dari scaling subgingival "buta" menjadi "eksisi dinding jaringan lunak kantung periodontal patologis". Meskipun demikian, penggunaan teknik ini tidak lagi bersifat wajib dalam situasi klinis, sehingga para peneliti telah mencari banyak publikasi yang terdaftar mengenai gingivektomi. Penelitian ini bertujuan untuk mengisi kekosongan dengan mengevaluasi lebih lanjut analisis bibliometrik mengenai gingivektomi. Tujuan: Menghitung tren publikasi global yang terdaftar yang membahas gingivektomi dalam 21 tahun terakhir. Metode: Observasi deskriptif dan analitis dengan mengevaluasi hasil pemetaan VOSviewer dan perhitungan melalui data bibliografis dari publikasi yang diperoleh dari database online SCOPUS pada Juli 2022. Hasil: Sampel penelitian adalah 660 publikasi dari enam jenis publikasi yang berbeda. Kata kunci terkait dikompilasi dan divisualisasikan melalui pemetaan jaringan. Terdapat kesenjangan signifikan di antara negara-negara yang berkontribusi berdasarkan jumlah dokumen, namun kesenjangan minimal terlihat pada tujuan lain, seperti penulis, jurnal, dan institusi dalam kontribusinya terhadap publikasi mengenai topik gingivektomi. Jumlah sitasi per jurnal juga menunjukkan perbedaan signifikan antara yang paling banyak dikutip dan yang paling sedikit dikutip. Kesimpulan: Sebanyak 660 dari 1.914 artikel dimasukkan dalam analisis setelah proses penyaringan, dan artikel-artikel ini dikutip sebanyak 5.910 kali, dengan rata-rata 9 sitasi per artikel.

Background: Gingivectomy is the preferred method since the findings in 1884. Eventually, it evolved from “blind” subgingival scaling to “the excision of the soft tissue wall of a pathologic periodontal pocket”. Nevertheless, the use of these techniques is no longer mandatory in clinical situations, therefore researchers have searched for numerous publications that have been registered regarding gingivectomy. This research aims to fill the niche area by assessing more about the bibliometric analysis of gingivectomy. Objective: To Calculate the trend of registered global publications discussing gingivectomy in the last 21 years. Methods: Descriptive and analytical observation by evaluating the result of the VOSviewer mapping and calculation throughout the bibliographic data from publications that have been obtained from the SCOPUS online database in July 2022. Results: The research samples are 660 publications from six different included types of publication. Related keywords are compiled and visualized by network mapping. There is a significant gap among the contributing countries by the number of documents, however minimal gap is seen on other objectives, such as authors, journals, and institutions on their contribution towards the publication of gingivectomy topic. The number of citations per journal has also shown a significant difference between the most cited and the least cited. Conclusion: A total of 660 of 1.914 articles were included in the analysis after the filtering process and these articles were cited 5.910 times, with an average of 9 citations per article."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Khanza Aulia Prijonggo
"Latar Belakang: Gipsum tipe III banyak digunakan pada bidang kedokteran gigi dalam pembuatan model studi dan model kerja yang hanya digunakan sekali dan menjadi limbah. Gipsum memiliki sifat reversibel sehingga dapat dilakukan daur ulang gipsum melalui proses dehidrasi untuk mengubah limbah menjadi menjadi gipsum daur ulang berupa pengganti bubuk pabrikan. Hingga saat ini, belum terdapat penelitian mengenai pengaruh variasi suhu dehidrasi terhadap waktu pengerasan pada gipsum tipe III daur ulang. Tujuan: Menganalisis pengaruh variasi suhu dehidrasi terhadap waktu pengerasan pada gipsum tipe III daur ulang. Metode: Dua belas spesimen gipsum tipe III dengan dimensi 5x5x5 cm3 dibagi menjadi enam kelompok uji gipsum daur ulang spesimen berdasarkan variasi suhu dehidrasi dengan rentang 110-160˚C menggunakan laju pemanasan 10˚C selama 60 menit dengan masing-masing kelompok empat spesimen. Perhitungan durasi waktu pengerasan dilakukan dengan menggunakan uji Vicat sesuai ISO 6873:1983 dan ADA No. 25. Analisis data yang digunakan menggunakan uji One way ANOVA dengan uji post hoc Bonferroni. Hasil: Uji waktu pengerasan pada gipsum Pro Solid Super Yellow tipe III, terdapat perbedaan waktu pengerasan antar kelompok. Kelompok dengan suhu dehidrasi 110˚C dan 120˚C tidak terjadi pengerasan sehingga tidak dapat dilakukan uji data. Pada kelompok suhu dehidrasi 130˚C, 140˚C, 150˚C, dan 160˚C didapatkan nilai signifikansi sebesar 0,001 (p<0,05). Kesimpulan: Semakin tinggi suhu dehidrasi maka durasi waktu pengerasan menjadi lebih lama. Namun, pada kelompok dengan suhu dehidrasi 110˚C dan 120˚C tidak terjadi pengerasan selama waktu pengerasan.

Background: Type III gypsum are widely used in the field of dentistry in the manufacture of study models and working models that are only used once and become waste. Gypsum has reversible reaction properties so that gypsum recycling can be carried out through a dehydration process to convert waste into recycled gypsum in the form of a substitute for manufactured powder. Until now, there has been no research on the effect of dehydration temperature variations on the setting time of recycled type III gypsum. Objective: Analyzing the effect of dehydration temperature variation on setting time of recycled type III gypsum. Research Methods: Twelve type III gypsum specimens with dimensions of 5x5x5 cm3 were divided into six groups of recycled gypsum test specimens based on variations in dehydration temperature with a range of 110-160˚C used a heating rate of 10˚C for 60 minutes with each group of four specimens. The calculation of the setting time test was carried out using a Vicat needle according to ISO 6873: 1983 and ADA No. 25. Data analysis used the One way ANOVA test with Bonferroni post-hoc test. Results: Setting time test on Pro Solid Super Yellow type III gypsum, there is a difference in setting time between groups. The 110˚C and 120˚C dehydration temperature groups had no change so that the data test cannot be carried out. In the 130˚C, 140˚C, 150˚C, and 160˚C dehydration temperature groups, the significance value was 0.001 (p<0.05). Conclusion: The higher the dehydration temperature, the longer the setting time reaction. However, in the groups with dehydration temperatures of 110˚C and 120˚C, no change during the setting time. "
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Geraldi Hartono Kurniawan Tan
"Latar belakang: Periodontitis merupakan inflamasi kronis yang dapat merusak jaringan periodontal dan mempengaruhi hinggi 50% populasi dunia, sedangkan prevalensinya di Indonesia sebesar 77,8%. Perubahan pada proses inflamasi di jaringan periodontal terjadi akibat faktor mikrobial yang mengubah ekspresi faktor-faktor inflamasi seperti IL-1, TNF-, IL-6, IL-10. Konjac glucomannan (KGM) adalah polisakarida dari tanaman Amorphophallus konjac, yang sudah lama dikonsumsi sebagai sumber makanan dan obat tradisional. Banyak penelitian menunjukkan kemampuan KGM untuk memodulasi reaksi inflamasi, yang berpotensi untuk pencegahan dan perawatan penyakit periodontal. Tujuan: Mendapatkan efek anti-inflamasi KGM secara histologis (skor dan distribusi) dan biomolekuler (kadar IL-6 dan IL-10 di gingival crevicular fluid/GCF dan serum) pada model periodontitis di mencit Swiss Webster. Metode: Mencit Swiss Webster berusia 8 minggu dibagi secara acak ke dalam empat kelompok perlakuan (Kontrol, Konjac, Periodontitis, Periodontitis+Konjac). Suspensi KGM diberikan selama 14 hari dan induksi periodontitis dilakukan tujuh hari setelah pemberian KGM. Euthanasia dilakukan setelah 14 hari penelitian dan diambil sampel GCF, serum dan maksila mencit untuk pembuatan preparat histologis. Hasil: Kelompok periodontitis menunjukkan skor dan distribusi inflamasi tertinggi dan menurun setelah pemberian KGM. Pemberian KGM pada mencit periodontitis dapat mencegah penurunan kadar IL-10 serum dan peningkatan kadar IL-6 serum. Pemberian konjac pada mencit sehat cenderung meningkatkan kadar IL-6 GCF dan IL-10 GCF, walaupun tidak berbeda secara statistik. Kesimpulan: Pemberian KGM mampu menurunkan tingkat inflamasi pada model periodontitis secara histologis dan mengubah proses inflamasi.

Background: Periodontitis is chronic inflammation that characterized by the destruction of periodontal tissue, affecting up to 50% of the world’s population and having a prevalence as high as 77.8% in Indonesia. The inflammatory process in periodontal tissue changes as a result of microbial factors that will affect the expression of pro- and anti-inflammatory factors such as IL-1, TNF-, IL-6, IL-10. Konjac glucomannan (KGM) is a polysaccharide from the tubers of Amorphophallus konjac, that have long been used as a food source and traditional Chinese medicine. Many studies have shown that KGM is capable of modulating inflammation, which has potential usage for the prevention and treatment of periodontal diseases. Aim: To study anti-inflammatory effects of KGM thru histological (score and distribution) and biomolecular (levels of IL-6 and IL-10 in gingival crevicular fluid and serum) analysis on periodontitis model in Swiss Webster mice. Methods: Eight weeks old mice is randomly divided into four groups (Control, Konjac, Periodontitis, Periodontitis+Konjac). Konjac glucomannan suspension is administered daily for 14 days dan mice is ligated to induce periodontitis 7 days after administration of KGM. Mice is euthanized after 14 days and GCF, serum and maxilla is acquired for analysis. Results: Periodontitis group have the highest inflammation score and distribution out of all the groups and reduces with administration of KGM. Administration of konjac glucomannan prevents the reduction of IL-10 serum levels and increase of IL-6 serum levels in mice with periodontitis. While KGM increases both IL-6 and IL-10 GCF levels in healthy mice, though not statistically significant. Conclusion: Adminstration of KGM can supress inflammation in mice periodontitis model histologically and alter the inflammatory process."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Popy Sandra
"Latar belakang : Penyakit periodontal disebabkan oleh akumulasi plak mengandung kumpulan mikroorganisme patogen yang memicu respons imun host, menyebabkan pelepasan mediator inflamasi. Peradangan jaringan periodontal yang bersifat kronis menyebabkan inflamasi sistemik derajat rendah dan peningkatan kadar sitokin, seperti Interleukin 1 Beta (IL-1β). Respons imun yang konstan terhadap antigen terus menerus terjadi pada penderita long Covid. Terdapat persamaan respons inflamasi menunjukkan potensi hubungan antara periodontitis dengan infeksi COVID-19. Evaluasi parameter klinis periodontal subjek dengan dengan dan tanpa riwayat COVID-19 memberikan pemahaman dampak COVID-19 terhadap kesehatan periodontal Tujuan: Menganalisis hubungan penyakit periodontal dan riwayat COVID-19 dengan parameter klinis periodontal dan kadar sitokin IL-1β. Metode : Subjek penelitian berjumlah 36 orang terbagi menjadi tiga kelompok yaitu sehat periodontal, gingivitis dan periodontitis dengan parameter klinis periodontal yang diperiksa yaitu kehilangan perlekatan klinis / CAL, indeks plak / PI, perdarahan papila interdental / PBI dan gingival index (GI). Peneliti menganalisis hasil perbandingan nilai CAL, PI, PBI, dan GI pada subjek penyakit periodontal dengan riwayat COVID-19 dan kadar interleukin dengan ELISA. Hasil: Terdapat perbedaan subjek sehat, dan subjek penyakit periodontal dengan parameter klinis periodontal CAL, PI, PBI, GI yang signifikan (p<0.05). Kecenderungan peningkatan parameter klinis periodontal CAL, PI, PBI, GI sesuai keparahan penyakit periodontal. Subjek riwayat COVID-19 memiliki kadar sitokin IL-1β lebih tinggi dibandingkan tanpa riwayat (p<0.05). Terdapat hubungan parameter klinis Gingival Index (GI) pada subjek Gingivitis dan PBI dengan kadar sitokin IL-1β pada subjek riwayat COVID-19. Kesimpulan: Terdapat hubungan penyakit periodontal dan riwayat COVID- 19 dengan parameter klinis periodontal dan kadar sitokin IL-1β. Studi ini menunjukkan bahwa penyakit periodontal merupakan faktor resiko keparahan dari infeksi COVID dan sebaliknya.

Background: Periodontal disease, including gingivitis and periodontitis, is caused by the
accumulation of plaque containing a group of pathogenic microorganisms that trigger the
host's immune response, leading to the release of inflammatory mediators. Chronic
inflammation of the periodontal tissues causes low-grade systemic inflammation and an
increase in cytokine levels, such as Interleukin 1 Beta (IL-1β). Constant immune
responses to continuous antigen exposure occur in individuals with long Covid. The
similarity in inflammatory responses indicates a potential connection between
periodontitis and COVID-19 infection. Evaluating the clinical parameter periodontal of
subjects with and without a history of COVID-19 provides insights into the impact of
COVID-19 on periodontal health Objective: To analyze the relationship between
periodontal disease and a history of COVID-19 with clinical parameter periodontal and
IL-1β cytokine levels. Methods: The study included 36 participants divided into three
groups: a healthy periodontal group, a gingivitis group, and a periodontitis group. The
clinical parameter periodontal was assessed using clinical attachment loss (CAL), plaque
index (PI), papillary bleeding index (PBI), and gingival index (GI). The researcher
analyzed the mean values of CAL, PI, PBI, and GI in patients with periodontal disease,
considering their history of COVID-19 and interleukin levels using ELISA. Result:
Significant differences were found between subjects with healthy clinical parameter
periodontal and those with periodontal disease, as indicated by the values of CAL, PI,
PBI, and GI (p <0.05). There was a trend of increasing CAL, PI, PBI, and GI values in
line with the severity of periodontal disease. Subjects with a history of COVID-19 showed
higher levels of IL-1β cytokine compared to those without a history (p <0.05). There was
a relationship between clinical parameter periodontal (Gingival Index - GI) in subjects
with gingivitis and PBI with the IL-1β cytokine levels in subjects with a history of
COVID-19. Conclusion: There is relationship between periodontal disease and a history
of COVID-19 with clinical parameter periodontal and IL-1β cytokine levels. This study
suggests that periodontal disease is a risk factor for the severity of COVID-19 infection.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library