Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Tintin Sukartini
Abstrak :
Faktor utama penyebab kegagalan pengobatan TB paru adalah ketidakpatuhan pasien. Perawat berperan penting dalam meningkatkan kepatuhan pasien melalui proses interaksi. Berdasarkan hal ini maka perlu dikembangkan model intervensi berbasis sistem interakasi untuk meningkatkan kepatuhan. Tujuan penelitian yaitu menghasilkan model yang dapat meningkatkan kepatuhan pasien TB paru berbasis teori sistem interaksi King. Penelitian melalui dua tahap penelitian yaitu, tahap I: Penelitian kualitatif dan pengembangan model peningkatan kepatuhan berbasis teori sistem interaksi King yang dihasilkan melalui penelitian kualitatif, studi literatur dan konsultasi pakar; Tahap II: Validasi model dengan desain quasy eksperimen dengan kelompok kontrol. Metode sampling yang digunakan adalah consecutive sampling dengan sample sebanyak 50 pasien. Uji statistik menggunakan uji chi square, independent t-test, Mancova dan GLM-RM. Hasil didapatkan 1) Tahap I: diperoleh 12 tema kepatuhan dan model peningkatan kepatuhan berbasis teori sistem interaksi dengan 1 modul untuk pasien; 2) Tahap II: terdapat perbedaan bermakna dalam pengetahuan, self efficacy, motivasi, pencegahan penularan, kepatuhan nutrisi dan kepatuhan pengobatan. Kesimpulan, model peningkatan kepatuhan berbasis teori sistem interaksi King terbukti efektif meningkatkan kepatuhan pasien TB paru. Rekomendasi: Model peningkatan kepatuhan berbasis teori sistem interaksi King dapat diintegrasikan dalam clinical pathway pada pasien TB paru di poli paru. Penelitian lebih lanjut mengenai pengembangan model kepatuhan pada pasien TB paru yang memiliki keterbatasan sistem interpersonal dengan keluarga yaitu pada pasien yang tidak memiliki keluarga atau tinggal terpisah jauh dari keluarga. ...... The main factor cause the failure of Tuberculosis (TB) treatment was the patient's non-adherence. Nurses play an important role in improving patient's adherence through interaction nurse-patient. It is necessary to develop interaction model based on interaction system theory to improve patient's adherence. The purpose of the study was to develop adherence improvement model based on King's inetraction system theory. This study was divided into 2 phase, Phase 1: qualitative study and development adherence improvement model based on King's interaction system theory resulted from qualitative study, literature review and expert consultation. Phase II: validation of the model by quasy experiment design with control group. Sampling used in the study was consecutive sampling to select 50 patients. Data were analyzed using chi square, independent t-test, Mancova and GLM-RM. Result shows: Phase I: There were found 12 themes and adherence improvement model based on King's interaction system. Phase II: There were significant different on knowledge, self efficacy, motivation, prevention transmission, nutrition adherence and treatment adherence. Conclusion, Adherence improvement model based on King's interaction system theory is effective on improving TB patient's adherence. Development adherence improvement model based on King's interaction system theory can be integrated into clinical pathway in TB patients. Further study on adherence improvement model with limited interpersonal system, namely patient without family and separated.
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2015
D2049
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fatimah
Abstrak :
ABSTRAK
Disertasi ini membahas tentang determinan infeksi tuberkulosis laten pada wargabinaan pemasyarakatan di Rutan klas 1 Bandung. Penelitian ini menggunakandesain cross sectional dan dianalisis dengan regresi logistik berganda. Hasilpenelitian ini menunjukan prevalensi infeksi TB laten sebesar 76,9 dan TB aktif2,3 . Risiko tinggi dan faktor yang paling dominan berhubungan dengan kejadianinfeksi TB laten yaitu kebiasan merokok sering sebesar 12,99 kali dan kebiasanmerokok kadang-kadang sebesar 9,34 kali. Determinan lainnya yang berisikomengalami infeksi TB laten yaitu riwayat kontak TB diluar rutan sebesar 3,02kali, status gizi kurang dari normal sebesar 2,64 kali dan status gizi lebih darinormal sebesar 0,21 kali, penahanan lebih dari 1 kali sebesar 0,44 kali, usia lebihdari 26-34 tahun sebesar 0,23 kali, usia 34-42 tahun sebesar 0,41 kali dan usialebih dari 42 tahun sebesar 0,63 kali. TB laten sangat tinggi sehingga diperlukanskrining TB laten agar dapat memutus mata rantai TB. Determinan utama TBlaten adalah merokok sehingga perlu pembatasan penjualan rokok dan membuatregulasi hingga kebiasaan merokok warga binaan pemasyarakatan berhenti. Selainitu, juga perlu meningkatkan status gizi sesuai dengan angka kecukupan gizi.
ABSTRACT
This dissertation discusses the determinant latent tuberculosis infection ofprisoners in state prison class 1 Bandung. This study used cross sectional designand analyzed by multiple logistic regression. The results of this study show theprevalence of latent TB infection is 76.9 and active TB is 2.3 . The highest riskand the most dominant factors associated with the incidence of latent TB infectionwho have smoking habits frequently are 12.99 times and intermitent smokinghabits are 9.34 times. Other determinants who have risk of latent TB infectioninclude a history of TB contact outside the prison is 3.02 times, less nutritionalstatus from normally is 2.64 and nutritional status more than normally is 0.21times, incarceration more than once is 0,44 times, age range of 26 34 years old is0.23 times, the age 34 42 years is 0.41 times and the age more than 42 years is0.63 times. The occurence of latent TB is very high that latent TB screening isnecessary to be able to cut the transmission of TB. The main determinant of latentTB is smoking so it is necessary to restrict the sale of cigarettes and make aregulation to stop smoking habits of prisoners. In the other hand, it also needs toimprove nutritional status in accordance with the nutritional adequacy rate.
2017
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kemalasari Nas Darisan
Abstrak :
ABSTRAK
Latar belakang : Penyebab kematian pada TB paru seringkali tidak tergambarkan dengan jelas disebabkan sebagian besar studi mengandalkan pada registrasi TB berdasarkan sertifikat kematian. Hanya sedikit studi penyebab kematian berdasarkan otopsi ataupun audit kematian untuk mengetahui penyebab kematian sebenarnya. Audit kematian diperlukan untuk meningkatkan mutu pelayanan Rumah Sakit. Tujuan : Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui penyebab kematian pada TB paru bakteriologis terkonfirmasi apakah berkaitan dengan TB secara langsung atau tidak langsung (berkaitan dengan komorbid) berdasarkan audit kematian, guna identifikasi intervensi yang efektif untuk mencegah kematian TB. Metoda : Penelitian potong lintang ini dilakukan di RSUP Persahabatan dengan subjek penelitian adalah semua pasien TB paru bakteriologis terkonfirmasi yang meninggal di RS Persahabatan tahun 2014 yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Data diambil dari rekam medis, dilakukan audit kematian dan dinilai kesesuaian penyebab kematian langsung maupun tidak langsung antara sertifikat kematian dengan audit kematian. Hasil : Terdapat 51 subyek dengan laki-laki sebanyak 35 orang (68,6%) dan perempuan 16 orang (31,4%). Penyebab kematian langsung terkait TB berdasarkan audit kematian sebanyak 15 subyek (29,4 %) yaitu disebabkan oleh gagal napas (17,6 %) dan meningitis TB (11,8%). Penyebab kematian langsung tidak terkait TB berdasarkan audit kematian adalah 36 subyek (70,6%) yaitu sepsis infeksi bakteri (41,2%) menjadi penyebab terbanyak, diikuti AIDS (3,9%), penyakit kardiovaskular (3,9 %), penyebab lain (5,9 %) dan tidak diketahui (15,7%). Diagnosis TB paru bakteriologis terkonfirmasi yang sesuai pada sertifikat kematian berdasarkan audit adalah 25 subyek (49%) dan penyebab kematian langsung TB paru bakteriologis terkonfirmasi pada sertifikat kematian yang sesuai berdasarkan audit kematian adalah 27 subyek (52,9%). Kesimpulan : Penyebab kematian langsung pada TB paru bakteriologis terkonfirmasi terkait TB yang terbanyak disebabkan oleh gagal napas sedangkan yang tidak terkait TB yang terbanyak disebabkan oleh sepsis infeksi bakteri. Diperlukan intervensi lebih lanjut untuk mencegah kematian TB.
ABSTRACT
Background : The causes of death in pulmonary TB are often not represented clearly caused most studies rely on the registration of TB based on death certificates. Only a few studies based on autopsy or death audits. Medical audit is necessary to improve the quality of service in the hospital. Objective : The aim of the study is to know the cause of death in pulmonary TB bacterically proven whether related directly or undirecly with TB (regarding comorbid) based on audit of death to identify effective intervention to prevent mortality in TB. Method : This is cross sectional study in RSUP Persahabatan with subject of study all of pulmonary TB patients bacterically proven died in RSUP Persahabatan in 2014 according to inclution and exclusion criteria. The data were taken from medical record, with audit of death asses the cause of death direct or not direct between certificate of death and audit of death. Result : There are 51 subjects. Male are 35 subjects (68,6%) and female are 16 subject (31,4%).The causes of death directly related with TB based on audit of death are 15 (29,4%) caused by respiratory failure (17,6 %) and meningitis TB (11,8 %). The causes of death are not directly related with TB based on audit of death are 36 subjects (70,6 %) caused by sepsis with bacterial infection (41,2 %), AIDS are (3,9 %), cardiovascular diseases (3,9 %), other causes are (5,9 %) and unknown are (15,7 %). The diagnosis of pulmonary TB in a death certificate in accordance with the results of the audit are 25 subjects (49%) and pulmonary tuberculosis cause of death on death certificates in accordance with the results of the audit are 27 subjects (52.9%). Conclusion : The causes of death are pulmonary tuberculosis bacteriology most directly caused by respiratory failure while the causes of death are not immediately TB that most caused by sepsis with bacterial infection as the cause. Required further interventions to reduce mortality of TB.
2016
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Musfardi Rustam
Abstrak :
Peningkatan insidensi kasus Tuberkulosis Resistensi Obat (TB-RO) merupakan masalah besar dalam kesehatan masyarakat di Indonesia. Salah satu faktor risiko timbulnya kasus TB-RO adalah tingginya prevalensi DM tipe 2. Prevalensi DM tipe 2 pada pasien TB-RO sangat tinggi yakni berkisar antara 18,8% sampai 23,3%. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara diabetes mellitus tipe 2 dengan kejadian TB-RO pada Masyarakat Melayu di Provinsi Riau Tahun 2014-2018. Desain penelitian kuantitatif adalah kasus kontrol pada 251 kasus (TBRO) dan 502 kontrol (Tuberkulosis Sensitif Obat/TB-SO). Data kuantitatif diperoleh dari data sekunder TB-RO yaitu form 01.TB-RO, Form 03.TB-RO, rekam medis dan e-TB manager. Sedangkan data sekunder TB-SO diperoleh dari form.01 TB-SO, Form.03 TB-SO, rekam medis dan Sistem Informasi Tuberkulosis Terpadu (SITT). Variabel independen adalah DM Tipe 2, variabel kovariat adalah usia, jenis kelamin, Pendidikan, pekerjaan, kategori tempat tinggal, status pernikahan, status HIV dan riwayat pengobatan TB sebelumnya. Dalam mendukung penelitian kuantitatif, maka dilakukan penelitian kualitatif pendekatan sejarah hidup (Life History) dengan metode diskusi kelompok kecil (DKK) dan wawancara mendalam (WM). Data kuantitatif dianalisis dengan uji regresi logistik. Hasil penelitian kuantitatif menunjukkan bahwa pada orang yang DM tipe 2 memiliki risiko 2,27 kali (95% CI: 1,58-3,27) untuk mengalami kejadian TB-RO jika dibandingkan dengan pasien yang tidak DM tipe 2 setelah dikontrol variabel pekerjaan, tempat tinggal, status pernikahan dan riwayat pengobatan TB sebelumnya. Hasil penelitian kualitatif untuk memperoleh riwayat kejadian penyakit DM tipe 2 terjadi lebih dahulu dari pada kejadian TB-RO serta melihat faktor resiko sosial budaya yang berpengaruh terhadap terjadinya TB-RO pada masyarakat Melayu di Provinsi Riau. Faktor risiko sosial budaya yang memungkinkan berhubungan dengan TB-RO adalah kebiasaan minum manis, kepatuhan menelan obat TB-RO, Kepatuhan minum obat DM dan masyarakat Melayu Daratan.
Increased incidence of drug-resistant tuberculosis (DRTB) is a major public health problem in Indonesia. One of risk factors for the emergence of DRTB case is a high prevalence of type-2 diabetes mellitus (DM). The prevalence of type-2 DM in patients with DRTB is very high, ranging from 18.8% to 23.3%. This study aimed to determine relationship between type-2 DM and the incidence of DRTB in Malay community, Riau Province, in 2014-2018. The quantitative study design was case control in 251 cases (DRTB) and 502 controls (drug-sensitive tuberculosis / DSTB). Quantitative data were obtained from DRTB secondary data, namely Form 01.DRTB, Form 03.DRTB, medical records and electronic TB manager (e-TB manager); while, DSTB secondary data were obtained from DSTB Form.01, DSTB Form.03, medical records and Integrated Tuberculosis Information System. The independent variable was type-2 DM, and the covariate variables were age, sex, education, occupation, residence category, marital status, HIV status and previous TB treatment record. In supporting the quantitative study, qualitative study was conducted with life history approach using a small group discussion method and in-depth interview. Quantitative data were analysed with logistic regression. Quantitative study results showed that peoples with type-2 DM had a 2.27 times risk (95% CI: 1.58-3.27) to experience the incidence of DRTB if compared to peoples without type-2 DM after controlling for occupation, residence, marital status and previous TB treatment record. The results of qualitative study were to obtain a record of the incidence of type-2 DM that occurred earlier than the incidence of DRTB and to examine socio-cultural risk factors affecting the occurrence of DRTB in the Malay community, Riau Province. Possible socio-cultural risk factors associated with DRTB were habits of drinking sweet drinks, adherence to taking DRTB medicine, adherence to taking DM medicine, and the community of Mainland Malay.
Depok: Universitas Indonesia, 2020
D2721
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library