Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 54 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Kartika Dewi
"Keberadaan manusia sebagai makhluk sosial membuat manusia tidak pemah lepas dari interaksinya dengan orang lain di lingkungan sekitarnya. Salah satu bentuk hubungan interpersonal yang sering terjalin dan merupakan hubungan yang unik adalah hubungan cinta. Bagi individu yang berada di tahap usia dewasa muda, hubungan tersebut dipandang menjadi sesuatu yang lebih bermakna karena terkait dengan tugas perkembangan yang menuntut mereka untuk mampu menjalin intimacy dalam hubungannya dengan lawan jenis. Sulivan (Steinberg, 1999) menyatakan bahwa keintiman dengan lawan jenis umumnya terjadi dalam konteks berpacaran.
Hubungan pacaran yang dilakukan oleh individu pada tahap dewasa muda cenderung lebih bersifat serius, intim dan eksklusif dibandingkan hubungan yang dilakukan pada tahap remaja. Keintiman tersebut diantaranya ditandai dengan komitmen untuk meneruskan hubungan meski memerlukan pengorbanan dan kompromi. Didasarkan pada hal itu maka hubungan pacaran di tahap tersebut seringkali dipandang sebagai prakondisi pernikahan (Basow, 1992).
Hal yang kemudian penting untuk dilakukan setelah individu dewasa muda mulai menjalin hubungan pacaran adalah mempertahankan kelangsungan hubungan itu sendiri hingga dapat mencapai jenjang pernikahan. Upaya tersebut tidak mudah karena masing-masing individu, sebagai pria dan wanita, telah memiliki sejumlah perbedaan yang mendasar atau built-in differences (Buss, dalam Baron & Byrne, 1994). Sebagai contoh, kaum wanita lebih mencari pasangan yang mampu memberikan kasih sayang dan perlindungan, dimana jika hal itu tidak mampu dipenuhi maka mereka akan merasa sangat kecewa. Seorang pria akan dianggap sebagai pria sejati bila ia kuat, tidak mengenal takut, bertanggung jawab, reaktif dan tidak bersinggungan dengan hal apapun yang terkait dengan feminitas, termasuk seperti pengekspresian emosi (Home & Kiselica, 1999). Sementara itu, kaum pria dianggap lebih memilih pasangan dengan mengutamakan daya tank fisik, seperti berusia muda dan sehat.
Peneliti kemudian menjadi tertarik untuk mengetahui secara lebih mendalam mengenai hubungan pacaran yang dijalani oleh pria dewasa muda yang berstatus sebagai anak bungsu sekaligus anak laki-laki satu-satunya. Meski merupakan anak laki-laki namun dengan statusnya sebagai anak bungsu, pria tersebut seringkali juga dipandang sebagai individu yang tidak ambisus, lebih mengharapkan wanita untuk menyayangi dan memanjakannya, kurang bertanggung jawab, serta kurang mampu menjadi pemimpin atau pelindung yang baik (Taman, dalam Shipman, 1982). Dengan sejumlah karakteristik itu maka pria dengan status seperti diatas nampak memiliki sejumlah kesulitan untuk memenuhi harapan atau tuntutan kaum wanita pada umumnya mengenai pria yang akan menjadi pasangan hidupnya. Kondisi tersebut, dalam perkembangannya dapat pula memunculkan stres pada pria yang bersangkutan.
Lazarus (1976) menyatakan bahwa stres muncul bila suatu tuntutan, baik berupa tuntutan internal (dalam diri) maupun eksternal (lingkungan fisik & sosial), sudah terasa membebani atau menekan bagi individu yang bersangkutan. Ketidaknyamanan yang dirasakan akibat stres pada umumnya akan membuat individu melakukan upaya untuk mengatasi hal tersebut, atau melakukan coping stres. Dalam penelitian ini, gambaran mengenai stres dalam hubungan pacaran dari subjek akan dilihat dari sembilan aspek intimacy yang dikemukakan oleh Orlofsky, sementara gambaran mengenai coping yang dipilih subjek akan mengacu pada jenis coping menurut Lazarus & Folkman.
Dalam pelaksanaan penelitian ini akan digunakan metode kualitatif, dengan metode pengumpulan data melalui wawancara, dengan menggunakan pedoman wawancara umum, dan observasi. Adapun individu yang menjadi partisipan dalam penelitian adalah pria dewasa muda, berusia 18 - 35 tahun, merupakan anak laki-laki satu-satunya dalam keluarga, dan sedang menjalani hubungan pacaran.
Dari penelitian yang dllkukan, diperoleh gambaran secara umum bahwa dari ketiga subjek yang menjadi partisipan, subjek pertama dan kedua mengalami stres yang berbentuk konflik dan terkait dengan aspek komitmen, yaitu dalam upaya memenuhi kebutuhan pasangan untuk menjalankan sejumlah peran gender tradisional bagi pria dewasa. Selain itu, kedua subjek tersebut juga cenderung menggunakan emotion focused coping sebagai cara menghadapi masalah yang dipersepsi sebagai masalah berat. Sementara subjek ketiga juga mengalami stres berbentuk konflik, namun terkait dengan aspek yang berbeda, yaitu aspek perspective-taking, dan lebih menggunakan jenis problem focused coping."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2006
T16810
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anisia Kumala Masyhadi
"Keluarga merupakan kelompok individu yang suatu kesatuan. Hal ini berarti bahwa permasalahan yang dihadapi oleh suami istri (orang tua) juga akan berpengaruh kepada perkembangan dan dinamika anak-anak. Salah satu permasalahan dalam perkawinan yang kemudian men]adi masalah keluarga adalah poligini, dimana seorang suami memiliki lebih dari satu orang istri dalam waktu yang bersamaan. Dalam beberapa penelitian sebelumnya dijelaskan bahwa keluarga poligini akan cenderung memunculkan dampak pada anak, antara lain permasalahan tingkah laku dan rendahnya prestasi anak (Krenawi, 1997). Dalam penelitian ini akan dibahas bagaimana dinamika konflik antara ayah dan anak dalam keluarga poligini.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif, dimana data dari subek penelitian di dapat dengan cara wawancara dan observasi (Poerwandari, 2001). Diharapkan dengan menggunakan metode ini, data yang di dapat bisa lebih mendalam.
Dalam penelitian ini diambil empat subyek secara acak, dengan karakteristik dan latar belakang yang berbeda satu lama lain. Data dari empat subyek ini diambil dengan cara wawancara dan observasi. Hasil yang diperoleh dari pengolahan data subyek yang telah dilakukan menggambarkan bahwa anak dalam keluarga poligini cenderung memiliki perasaan marah kepada ayahnya. Anak juga akan mengalami konflik berkaitan dengan pola hubungannya dengan ayah. Di satu sisi anak merasa marah dan ingin menghindar dari sosok ayah, di sisi lain ia masih merasa membutuhkan ayah dan atau menyayanginya sehingga harus menerima ayahnya dengan kondisi yang ada."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2006
T16811
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Damanik, Evelina Debora
"Anastasi dan Urbina (1997) menyatakan bahwa alat ukur psikologi merupakan pengukuran yang obyektif dan tcrstandarisasi dari suatu sampel perilaku. Alat ukur ini digolongkan menjadi tiga kategori yaitu tes inteligensi yang mengukur tingkat intelektual umum, tes yang mengukur kemampuan khusus (misalnya: tes bakat) dan tes kepribadian (misalnya: tes yang mengukur emosi dan motivasi). Saat ini, begitu banyak alat ukur psikologi yang dikembangkan di dunia, khususnya berkaitan dengan tes kepribadian. Salah satu alat ukur tersebut adalah Depression Anxiety Stress Scale (DASS), yang dikembangkan oleh Lovibond dan Lovibond pada tahun 1995.
Tes DASS ini terdiri dari 42 item yang mengukur general psychological distress seperti depresi, kecemasan dan stress. Tes ini terdiri dari tiga skala yang masing-masing terdiri dari 14 item, yang selanjutnya terbagi menjadi beberapa sub-skala yang terdiri dari 2 sampai 5 item yang diperkirakan mengukur hal yang sama. Jawaban tes DASS ini terdiri dari 4 pilihan yang disusun dalam bentuk skala Likert dan subyek diminta untuk menilai pada tingkat manakah mereka mengalami setiap kondisi yang disebutkan tersebut dalam satu minggu terakhir. Selanjutnya, skor dari setiap sub-skala tersebut dijumlahkan dan dibandingkan dengan norma yang ada untuk mengetahui gambaran mengenai tingkat depresi, kecemasan dan stress individu tersebut.
Sejauh ini, di Australia dan United Kingdom telah dilakukan beberapa penelitian untuk melakukan pengujian validitas dan reliabilitas tes ini. Karena validitas dan reliabilitasnya yang tinggi, baik pada sampel nonklinis maupun sampel klinis, maka saat ini tes DASS sering digunakan baik dalam setting klinis maupun non-klinis dan diadministrasikan baik secara individual maupun kelompok. Selain itu, juga telah disusun norma tes ini berdasarkan penelitian pada 1771 prang dewasa di Australia.
Meski sudah sekitar 11 tahun sejak pertama kali dirampungkan, tes DASS ini belum dapat digunakan di Indonesia karena belum ada norma untuk populasi masyarakat Indonesia. Hal inilah yang mendorong peneliti untuk melakukan adaptasi terhadap tes ini. Dalam pengadaptasian peneliti memilih dua kelompok sampel sebagai subyek penelitian yaitu kelompok sampel Yogyakarta dan Bantu' yang mengalami peristiwa traumatik bencana `gempa bumi' dan kelompok sampel Jakarta dan sekitarnya yang tidak mengalami gempa bumi. Sebelum dilakukan penyusunan norma, tentunya perlu dilakukan uji validitas, reliabilitas dan analisis item terhadap alat ukur ini.
Berdasarkan basil pengujian ref iabilitas dengan menggunakan formula cronbach's alpha ditemukan bahwa tes ini reliabel (a = .9483). Selanjutnya berdasarkan pengujian valid itas dengan menggunakan teknik validitas internal ditemukan 41 item valid dan 1 item tidak valid. Hal ini berarti terdapat 41 item yang mengukur konstruk general psychological distress dan dapat membedakan antara subyek yang memiliki tingkat general psychological distress tinggi dan rendah. Sedangkan norma dibuat berdasarkan T score yang dibagi menjadi lima kategori yaitu Normal. Mild, Moderate, Severe dan Extremely Severe. Selain ditakukan pengkategorian subyek berdasarkan total skor ketiga skala tersebut (general psychological distress), juga dilakukan pengkategorian berdasarkan skor total masingmasing skala (depression, anxiety dan stress). Selanjutnya, untuk melihat profit DASS pada kedua kelompok sampet yang diteliti, dilakukan juga pembandingan terhadap data demogratis subyek yang berupa tempat tinggal, jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan terakhir dan pekerjaan.
Selain kesimpulan dari penelitian ini, di bagian akhir penulisan hasil penelitian ini juga dilakukan diskusi serta dipaparkan beberapa saran yang berkaitan dengan saran pengembangan penelitian dan saran praktis."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2006
T17892
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ivan Sujana
"Masalah yang tak terselesaikan dan terus berlanjut dalam pernikahan sering merugikan istri. Agar mampu bertahan dalam pernikahan konfliktual itu, istri perlu mengembangkan penerimaan (acceptance) atau strategi kognitif tertentu. Hipotesis ini tidak sejalan dengan model tiga tahap forgiveness (Gordon et aI., 2000), yang mengasumsikan acceptance hanya bisa terjadi setelah resolusi masalah pernikahan.
Studi kasus tunggal digunakan untuk menelusuri dinamika acceptance istri yang bertahan dalam pemikahan konfliktual. Analisis didasari model tiga tahap forgiveness, yang sudah dimodifikasi dengan empat tipe acceptance (Hayes, 2001) dan faktor penentu stabilitas pernikahan (Lewis & Spanier, 1979; Heaton & Albrecht, 1991).
Hasil analisis menunjukkan bahwa masalah mereduksi power subyek dalam pernikahan dan harga dirinya sebagai istri. Konflik tidak terselesaikan karena marital skew dan experiential avoidance. Dengan menghindar, penyelesaian masalah diserahkan kepada otoritas eksternal. Melemahnya tanggung jawab personal ini menghambat resolusi afektif, dan menyisakan kemungkinan pada affirmation/approval.
Faktor yang mendukung subyek untuk bertahan meliputi ketergantungan ekonomi pada suami, harapan menggantungkan hidup pada anak di masa depan, dan terimbanginya kekecewaan dengan pengalaman menyenangkan. Keinginan menebus kekalahan dari suami di masa pranikah juga signifikan bagi subyek. Kontribusi faktor kepribadian di luar fokus bahasan studi ini."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2006
T18626
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andreas Setiawan
"Kampus adalah tempat belajar yang mendidik para mahasiswanya menjadi seorang yang pintar dan berguna. Tetapi banyak diantara mereka yang terlibat dalam sex bebas. Bahkan ada diantara mereka yang terlibat dalam prostitusi. Mereka membawa nama mahasiswa untuk menaikkan ?nilai jual? mereka. Peneliti ingin melihat bagaimanakah konsep diri seorang 'ayam kampus' karena konsep diri seseorang akan menentukan perilakunya.
Metode yang digunakan adalah wawancara mendalam untuk mencari tahu bagaimana perasaan yang dialami oleh subjek. Karaktersitik Subjek yang diambil oleh peneliti adalah seseorang yang berada dalam usia remaja (18-22 tahun), aktif dan terdaftar sebagai mahasiswa di Universitas yang ada di Indonesia, dan melakukan prostitusi.
Hasil yang didapat oleh peneliti adalah ketiga subjek memiliki konsep diri yang negatif. Selain itu, peneliti juga melihat salah satu alasan ketiga subjek ini menjadi 'ayam kampus' disebabkan karena mereka melakukan hubungan seksual dengan pacarnya dan ia ditinggalkan.

University is a place that enables its students to pursue a higher level of education in order to be more educated. Nonetheless, it is very unfortunate that many of college students are involved in the free sex. Moreover, some of them are even engaged in the prostitution. They use the label of 'college student' to increase their value in the market. Therefore, the researcher would like to asses how the description of self-concept in college student prostitutes is, because inevitably, this self-concept would eventually influence their social behaviors.
The methodology utilized in this case is a one-on-one interview, in which the researcher shall investigate the emotions or feelings embedded in the subjects. The samples' criteria for this research are those who are in the range of 18 to 22 years old, listed as active students in one of universities in Indonesia, and engaged in the practice of prostitution.
The results are evident that the three subjects have a negative self-concept. Furthermore, the researcher also see a similarity among these three subjects, that one of the reasons behind their involvements in becoming college student prostitutes is due to the fact that they were left behind by their boyfriends with whom they had done sexual intercourse previously.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2008
155.2 SET g
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Lintang Sugiarti
"Banyak wanita ingin merasakan menjadi ibu dan menikmatinya (Donelson, 1999). Lebih lanjut Donelson (1999) menjelaskan bahwa terdapat beberapa stereotipe sosial yang mengatakan bahwa menjadi seorang ibu adalah pencapaian utama seorang wanita. Banyak hal yang mendasari seorang wanita ingin menjadi seorang ibu, namun tidak semua wanita beruntung untuk memiliki anak. Tidak memiliki anak tanpa direncanakan (Involuntary childlessness) bisa diartikan sebagai bentuk ketidakmampuan seseorang secara fisik, misalkan infertilitas. Penelitian ini bertujuan untuk melihat bagaimana seorang wanita yang tidak memiliki anak tanpa direncanakan (Involuntary childless) mampu melakukan penerimaan diri meskipun tekanan yang mereka hadapi cukup besar. serta bagaimana kondisi penerimaan diri-nya tersebut. Teori yang digunakan adalah teori faktor-faktor penerimaan diri dari Hurlock. Peneliti akan mencoba mencari tahu apakah ketidakhadiran anak dalam perkawinan dan besarnya tekanan yang dihadapi (akibat tidak hadirnya anak) dapat mempengaruhi gambaran penerimaan diri seorang wanita. Penelitian ini menggunakan pendekatan metode kualitatif dengan metode pengambilan data melalui wawancara tiga orang wanita yang telah menikah lebih dari tiga tahun, namun belum memiliki anak. Dari hasil penelitian, ditemukan bahwa para wanita Involuntary childless juga mampu menerima diri namun kondisi penerimaan diri mereka berbeda-beda dan dipengaruhi oleh faktor-faktor yang berbeda pula.

Many women do want motherhood and do enjoy it (Donelson, 1999). Furthermore, Donelson (1999) explain that there is a set of social stereotypes that tells women that being a mother is their ultimate fulfillment. There are Many reasons why a woman wants to be a mother, but not every woman can have the luck of having a child of her own. Involuntary childlessness can be defined as physically disability, such as infertility. The purpose of the research was to see how involuntary childless women can accept herself despite of the high pressure they may encounter, and also to see how the condition of the self acceptance was. Self acceptance factors theory from Hurlock aws used in this research. Researcher will try to find out wether childlessness and the pressure that women encounter (due to childlessness conditions) may influence the self acceptance of a woman. The research was using qualitative method by interviewing three childless women who has been married for three years. The result showed that Involuntary childless women are also capable of self-accepting thus having different ways in accepting and also affected by different factors."
Depok: Universitas Indonesia, 2008
155.633 SUG g
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Linda
"Dewasa ini fenomena keberadaan kaum homoseksual semakin hangar dibicarakan seiring dengan semakin banyaknya individu yang memiliki pilihan obyek seksual kepada sesama
jenis tersebut Orientasi seksual mereka yang berbeda dengan mayoritas masyarakat
omderung mendapatkan tanggapan negatif dan berbagai pihak, baik dalam lingkup keluarga maupun masyarakat umum sehingga kehidupan mereka cenderung diliputi
masalah, tekanan dan berbagai hal lainnya. Dalam hal ini gangguan penyesuaian seksual
yang dialami kaum homoseks memainkan peranan panting dalam perkembangan kepribadian mereka (Wheeler dalam Lemcr, 1975). Oleh karena im peneliti lertarik untuk mengadakan studi yang dimaksudkan untuk mendapatkan gambaran kepribadian kaum
homoseks, sekaligus untuk mendeteksi orientasi seksual mereka berdasarkan tes proyeksi kepribadian, yakni tes Rorschach, dan metode wawancara mendalam (deplh interview).
Penelitian ini merupakan penelitian daskriptif dengan pcndekatan kualitatif Pengumpulan data dalam studi ini menggunakan instrumen berupa tes Rorschach, yang dilengkapi pula dengan metode wawancara Bentuk wawancara yang dilakukan adalah wawancara mmdalam berdasarkan pedoman wawancara umum dan personal life line Subjek dalam
penelitian ini berjumlah 3 (tiga) orang homoseks pria (gay) yang berusia antara 19-39 tahun. Kelompok subjek dalam penelitian ini merupakan pria homoseks yang telah
mengakui orientasi seksualnya tersebut dan berdomisili di Jakarta.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketiga subyek memiliki ciri kepribadian yang unik
satu sama lainnya Tidak ditemukan adanya persamaan karakteristik pada aspek kognisi
dan intelektual. Sedangkan pada aspek emosi dan afeksi, dapat disimpulkan bahwa ketiga
pria homoseks dalam peuelitian ini mengalami masalah afeksi dan hubungan
interpersonal, terutama dalam aspek seksualitas. Demikian pula pada aspek fungsi ego, di mana ketiganya memiliki fungsi ego yang tergolong lemah karena diliputi perasaan cemas, tegang, tidak aman dan mengalami berbagai konflik sehubungan dengan orientasi
seksual mareka.
Dalam kontcks psikodiagnistik, dapat disimpulkan pula bahwa tea Rorschach dapat dimanfaatkan sebagai alat diagnose kecenderungan homoseksualitas seseorang karena
dan protokol hasil tes ketiga subyek terdapat banyak respon yang mengungkap oricntasi
homoseksual mereka. Kesepuluh kartu Rorschach memiliki kemampuan untuk
mengungkap kecenderungan homosdcsual individu, di mana dalam hal ini kartu yang dapat dikalakan paling efektif adalah kartu III dan kartu X. Kesemua indikasi
homoscksualitas dalam penelitian ini terutama diperoleh dari hasil analisis isi respon.
Katagori skoring lain, baik lokasi, determinan, P/0 maupun tingkat FLR tidak menunjukkan ciri khas tertentu pada ketiga subyek
Adapun isi respon khas yang dimunculkan oleh ketiga subyek dalam penelitian ini adalah:
- Identifikasi lawan jenis, yakni Egur perempuan pada kartu III
- Respon botani berupa pohon dan atau daun yang mengandung makna interpretif
bahwa subyek memiliki peran seksual yang tidak pasti dan terpaku pada
dorongan homoseks, terutama orientasi homoseks pasi£
Respon binatang berupa ulat, kupu-kupu (pada area tidak popular), burung, dan katak Serta respon nature berupa laut yang mengandung makna interpretif bahwa
subyek mengalami kcgagalan/kesulitan penyesuaian heteroseksual dan memiliki orientasi homosdcsual feminin pasif
Di samping itu muncul pula beberapa indikator lainnya pada minimal 1 (sam) subyek,
yakni dalam bentuk:
- Rapon dehumanisasi Rcspon anaiomis
- Respon derealisasi Respon topeng
Penekanan pada respon scks Respon obyek
- Reject kartu VI
Dengan pertimbangan bahwa penelltian ini masih mengandung banyak kekurangan, bagi
pihak yang hendak melakukan penelitian serupa disaranknn supaym
- Menyediakan waktu yang lebih banyak untuk mengadakan pene1itian supaya dapat memperkaya dan, misalnya dengan menambah jumlah subyek
Mempersempit kriteria atau karaktedstik subyek, misslnya dalam hal rentang usia, tingkat statuus sosial, lama menjalani kehidupan sebagai homoseks, dam Iain- lain dengan harapan diperoleh ciri tertentu yang menggambarkan kondisi subyek
secara lebih mendalam.
Mencoba melakukan penelitian dengan pendekatan kuantitatif untuk
menvasitasi kembali reliabilitas dan validitas indikator-indikator yang menjadi acuan dalam studi ini.
Mencoba melakukan penelitian pada kelompok subyek yang memiliki
kecenderungan homoseksual namun belum mmgakui dan alau belum menjalani
kehidupan sebagai kaum homoseks unmk memperkaya pengetahuan mengenai
pemanfaatan indikaxor yang ada, temasuk indikator berupa detenninan "m"
dengan isi respon tertentu yang mengindikasikan homoseksual laten menurut
Lindner (dalam Lemer, I987).
Mencoba melakukan penelitian kepada kaum homoseks perempuan (lesbi) untuk mendapatkan gambaran apakah tes Rorschach juga dapat mengungkap
kecenderungan homoseksual mereka yang dikenal sebagai kelompok individu dengan ciri khas sifax tenutup; sekaligus untuk menelaah kembali apakah indikator-indikalor yang digunakan dalam studi ini jugs dimunculkan oleh kaum lesbi tersebut dan apakah terdapat perbedaan bentuk respon/indikalor antara kaum gay dan kaum lesbi."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2004
T38771
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Melanie D. Maharani
"Schizophrenia termasuk kelompok psycholic disorder dengan gejala atau simptom utama yaitu gangguan pada pikiran emosi, dan tingkah laku: gangguan pikiran dimana mereka memiliki ide-ide atau pikiran-pikiran yang tidak secara logis berhubungan; memiliki persepsi dan atensi yang salah; gangguan bizarre pada aktivitas motorik emosi yang datar dan tidak sesuai situasi; dan kurangnya toleransi stress pada hubungan interpersonal. Penderita menarik diri dari orang-Orang sekitar dan dari realitas, biasanya melalui hidup berfantasi dengan delusi dan halusinasi. Karakleristik ini dapat kita ukur melalui alat-alat tes diagnostik yang memang telah dipergunakan sebelumnya dan salah satu dari tes diagnostik adalah tes Rorschach. Tes Rorschach memiliki dasar pemikiran bahwa pemikiran sescorang terhadap bercak tinta merupakan contoh tingkah laku orang tersebut
bila dihadapkan pada problem yang serupa. Aspek-aspek kepribadian yang dapat diungkap dalam tes Rorschach antara lain: aspek kognitif atau intelektual, aspek efektif atau emosi, yang antara lain terdiri dari: general emotion tone, perasaan
terhadap diri sendiri, responsiyitas terhadap lingkungan atau orang lain: kemampuan melakukan hubungan sosial, perasaan nyaman/tidaknya bila berada pada situasi sosial. reaksi terhadap tekanan emosi, serta pengendalian terhadap dorongan emosional dan aspek fungsi ego, yang antara lain terdiri dari: ego
strength yailu bagaimana menghadapi realitas, bagaimana penilaian terhadap diri sendiri, kemampuan menghadapi konflik, mekanisme pertahanan diri.
Dari tes Rorschach dapat dilihat hal-hal patologis pada aspek kognitif atau intelektual, emosi dan fungsi ego seseorang sehingga peneliti menarik kesimpulan bahwa tes Rorschach dapat digunakan pada penderita schizophrenia sehingga
akan terlihat dampak dari kepribadian yang patologis yang mereka miliki terhadap hasil dari tes Rorschach itu sendiri. Pada karya tulis ini penulis momfokuskan diri pada aspek emosi dan hubungan sosial dari penderita schizophrenia dan yang
dilihat kemudian adalah analisis kuantitatif dari skor determinan mengingat bahwa skor determinan mengungkapkan aspek-aspek emosi dari kepribadian.
Hasil penelitian menunjukkan skor paling tinggi terdapat pada determinan
FM yang berarti dorongan untuk pemuasan segera muncul segera ke kesadaran,yang sesuai dengan karakteristik pasien schizophrenia yang cenderung impulsif mengalami fiksasi dan regresi. Pada penelitian ini juga ditemukan bahwa penderita schizophrenia menunjukkan persentase yang tinggi pada determinan C yang merupakan indikator dari kekurangan patologis akan kontrol emosional, dan
Schizophrenia merupakan gangguan patologis dimana salah satu karakteristiknya adalah gangguan emosional atau gangguan pengendalian diri.
Pada semua determinan shading, penderita schizophrenia menunjukkan
skor yang rendah. Determinan shading berhubungan dengan cara orang itu
menghadapai kebutuhan keamanannya yang utama dan kebutuhan akan afeksi dan belnngingness. Salah satu simptom negatif yang ada pada schizophrenia adalah afek tumpul dimana terjadi pendangkalan afek dan penderita tidak menyadari adanya kebutuhan akan afeksi.
"
Jakarta: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2002
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rani Agias Fitri
"Merokok merupakan suatu aktivitas yang sudah tidak asing lagi dalam masyarakat kita. Kebiasaan merokok tersebut telah berlangsung sejak lama, yaitu sejak ditemukannya kenikmatan menghisap tembakau di abad lima belas oleh penjelajah Eropa (Sarafino, l998) Semakin lama jumlah perokok menjadi semakin bertambah banyak. Merokok telah memberikan imej-imej yang menarik dan kenikmatan bagi para perokok. Adanya imej kenikmatan yang dapat diperoleh dengan merokok telah mendorong para wanita untuk turut merokok. Kenikmatan merokok menyebabkan wanita perokok sulit melepaskan diri dari kebiasaan merokoknya Banyak wanita yang merasa dirinya berada dalam tekanan terus menerus baik di rumah maupun di tempat kerja Mereka percaya kecemasan, stres, dan perasaan marah serta frustasi dapat diredakan atau dikurangi dengan merokok. Wanita yang telah tergantung pada rokok cenderung mempercayai bahwa mereka tidak dapat mengatasi hal-hal semacam itu tanpa merokok. (WHO, 1992). Meskipun telah mencoba berhenti merokok, tetapi sering kali usaha tersebut gagal dilakukan Jika sempat berhenti merokok, biasanya mereka akan merokok lagi.
Salah satu faktor yang tampaknya mendorong wanita perokok untuk berhenti adalah adanya dampak merokok pada kesehatan. Jika mereka hamil dan terus merokok maka bayinya akan lahir dengan berat badan yang rendah. Selain itu dapat juga terjadi aborsi secara spontan, kematian janin, dan kematian saat lahir. (Kaplan, Salis, & Patterson; 1993). Pengaruh rokok akan terus dirasakan seiring dengan perkembangan anak, terutama saat anak balita. Anak balita mudah mengalami gangguan kesehatan, karena kekebalan tubuhnya belum terbentuk secara sempurna. Asap rokok yang mengandung racun akan membahayakan kesehatan mereka, terutama membuat saluran pernapasannya terganggu (Kaplan, Salis, & Patterson; 1993).
Mempunyai anak balita yang sakit karena terlalu banyak menghirup asap rokok akan membuat wanita perokok merasa bersalah. Hal tersebut tampaknya telah menimbulkan konflik. Di satu sisi mereka menyadari merokoknya dapat berdampak buruk pada kesehatan anaknya, tetapi disisi lain mereka sulit berhenti merokok karena telah mengalami ketergantungan. Menurut Whalen (2005), perasaan bersalah terjadi ketika seseorang merasa bertanggung jawab telah melakukan suatu hal yang salah. Ketika seseorang merasa bersalah ia akan merenungkan apa yang telah dilakukannya, mengkritik dirinya sendiri, dan merasa menyesal. Perasaan bersalah yang muncul biasanya akan mengakibatkan bergejolaknya perasaan khawatir, cemas, gelisah, dan tegang (Fischer &, Tangney, 1995). Guna mengatasi perasaan bersalahnya, secara aktif seseorang akan mencari cara agar dapat mengontrol konsekuensi dan tindakannya. Penelitian ini bertujuan untuk mendapat penjelasan mengenai gambaran perasaan bersalah akibat perilaku merokok pada ibu yang memiliki anak balita.
Tujuan tersebut dapat dicapai dengan mengetahui bagaimana terbentuknya perilaku merokok pada ibu perokok yang memiliki anak balita, bagaimana terjadinya perasaan bersalah dan bagaimana mengatasi perasaan bersalah akibat perilaku merokok pada ibu yang memiliki anak balita. Hasil penelitian pada tiga orang ibu perokok yang memiliki anak balita menunjukkan bahwa terbentuknya perilaku merokok karena problem emosional dan sosialisasi. Merokok dilakukan untuk mengatasi emosi negatif yang berhubungan dengan lawan jenis, membantu memperoleh emosi yang positif dan sebagai kebiasaan tanpa adanya motif positif dan negatif lainnya. Terjadinya perasaan bersalah karena subyek menyadari perilaku merokoknya tidak bagus dan akan berdampak buruk pada anaknya. Ketika merasa bersalah mereka menjadi cemas, khawatir, takut, dan mengkritik serta menyalahkan dirinya sendiri. Perasaan bersalah yang dirasakan akan mendorong mereka untuk tidak merokok di dekat anak dan berniat berhenti atau mengurangi merokoknya. Hal tersebut merupakan upaya mereka untuk mengurangi perasaan bersalahnya."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2005
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tissa Pitaloka Pagehgiri
"Dalam pemeriksaan psikologi, alat tes mempunyai peranan penting sebagai alat bantu bagi psikolog dalam memberikan penilaian tentang perilaku seseorang. Dengan alat tes dapat diketahui kemampuan seseorang serta ciri-ciri perilaku seseorang, seperti sikap, motivasi, kondisi emosi, dan hubungan sosial orang tersebut dengan lingkungannya. Dalam penelitian ini peneliti menekankan pada tes Rorschach yang merupakan tes kepribadian dngan metode proyeksi. Perilaku yang ditunjukkan seseorang selama pemeriksaan psikologi merupakan cerminan kepribadiannya.
Sebagai alat tes kepribadian Rorschach dapat mengungkap aspek-aspek kepribaiaan yaitu aspek intelektual/kognitif aspek emosi atau afektif, serta aspek fungsi ego. Fungsi aspek-aspek tersebut hanya dapat dipahami bila masing-masing aspek dihubungkan daiam suatu totalitas. Selain dapat mengungkap aspek-aspek kepribadian, tes Rorschach juga dapat mengungkap hal-hal patologis dari suatu kasus klinis, seperti Skizofrenia yang mempakan gangguan jiwa terberat dalam kelompok psikotik. Seorang penderita skizofrenia akan mengalami gangguan pada aspek kognitif, aspek emosi, dan aspek perilakunya. Pada aspek kognitif penderita mengalami gangguan berupa halusinasi, waham maupun proses pikirnya. Gangguan pada aspek emosi berupa emosi yang tidak sesuai yang ditunjukkan oleh penderita.
Sedangkan gangguan perilaku ditunjukkan penderita dalam bentuk perilaku katatonik atau postur lilin. Berdasarkan gangguan-gangguan yang ada pada penderita skizofrenia maka peneliti ingin melihat bagaimana gambaran gangguan tersebut pada tes Rorschach, terutama pada aspek intelektualnya yang merupakan gangguan yang paling mencolok pada penderita skizofrenia.
Berdasarkan data sekunder yang diperoleh dari bagian Psikologi Klinis Dewasa sejak tahun 1996-2002, diperoleh 30 sampel yang terdiri dari skizofrenia tipe paranoid berjumlah 13 orang, tipe hebefrenik berjumlah 2 orang, tipe katatonik berjumlah 1 orang, tipe tak tergolongkan beljumlah 9 orang dan tipe residual berjumlah 5.
Dari hasil penelitian diperoleh kesimpulan bahwa pada penderita skizofrenia baik tipe paranoid, hebefrenik, katatonik, tak tergolongkan maupun residual memiliki lcapasitas intelektual dibawah rata-rata dengan efisiensi intelektual yang juga berada pada rentang yang sama, yaitu dibawah rata-rata. Penderita skizofrenia juga mempunyai persentas respon W tinggi dengan kualitas minus. Selain W- pada penderita skizofrenia juga ditemukan konfabulasi W. F- minus juga terdapat pada sebagian besar penderita skizofrenia. Jumlah respon popular rendah dan respon minus ditemukan pula pada penderita skizofrenia. Untuk content, paling banyak ditemukan respon A. A% pada penderita skizofrenia sangat tinggi. Selain itu ditemukan juga suksesi loose dan confused."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2003
T38493
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6   >>