Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Santy Eka Putri
Abstrak :
Tujuan pembatasan kecepatan adalah untuk menyeimbangkan minat mobilitas dan keselamatan dengan memastikan batas kecepatan yang aman dan sesuai untuk tingkat pengembangan sisi jalan dan kategori jalan Perbedaan karakteristik wilayah, karakteristik lalu lintas, kondisi jalan dan kondisi lingkungannya, berakibat terhadap terjadinya perbedaan dari faktor-faktor yang harus dipertimbangkan dalam menetapkan batas kecepatan maksimumnya. Dengan kriteria penentuan batas kecepatan pada jalan di Indonesia, maka penentuan batas kecepatan pada suatu ruas jalan akan lebih optimal. Menunjuk hal tersebut, sebagai awal, penelitian ini dilakukan dengan metode studi kasus pada jalan Sultan Agung dan jalan Sudirman, Kota Bekasi yang merupakan representasi dari jalan arteri primer dengan karakteristik geometrik jalan adalah jalan empat lajur dua arah t per lajur 3,5 meter, lebar trotoar 1,5 meter dan median < 0,5 meter serta geometrik jalan datar dan lurus. Metode stastistik digunakan untuk mengetahui hubungan antara kecepatan dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Dari hasil analisis diketahui frekuensi kecepatan perjalanan tertinggi adalah pada selang kelas 36-42 km/jam. Diagram % kumulatif menunjukkan kecepatan pada persentil 85 adalah 42 km/jam dan faktor yang yang perlu dipertimbangkan dalam penentuan batas kecepatan maksimum adalah hambatan samping dan volume lalu lintas, dengan model hubungan kecepatan adalah y = 45,7385?0,0047xvolume laulintas (smp/jam)-0,0194xhambatan samping.
The purpose of speed limitation is to balance interest of mobility and safety by ensuring a safe and appropriate speed limit for the level of road side development and road characteristics. The differences based on road categories, traffic characteristics, road conditions and environmental conditions, have led to the occurrence of difference factors that must be considered in determining the maximum speed limit. By using the criteria of determining the speed limits on roads in Indonesia, then the speed limit determination on a road would be optimal. In respect in this case, this research was conducted by a case study on Sultan Agung and Sudirman street ? Bekasi, which represent a primary arterial road. The roads geometric characteristics are a divided four-lane two-way road (4 / 2 D), 3.5 meters lane width, 1.5 meters sidewalks width, a median of <0.5 meters and straight flat road geometric. Statistics methods are used to determine relationship between speed and the influence factors. Analysis results indicated the highest frequency of travel speed is at interval class 36-42 km / hour (25%). Cumulative diagram shows the 85th percentile speed is 42 km / h and factors to consider in determining maximum speed limit is side barriers and traffic volume, with velocity relationship model is y = 45.7385-0.0047 x traffic volume (smp / h)-0.0194 x side barriers.
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2011
T28564
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Iqbal Pahlefi
Abstrak :
[Pejalan kaki dapat menyeberang jalan secara aman apabila disediakan fasilitas yang sesuai dengan kondisi lalu lintas. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis karakteristik penyeberang jalan pada fasilitas zebra cross dan pelican fixed time. Karakteristik tersebut dapat dijadikan referensi dalam merancang fasilitas penyeberangan di masa mendatang. Variabel-variabel pejalan kaki yang dianalisis diantaranya adalah kecepatan menyeberang, jenis kelamin dan tingkat kepatuhan. Karakteristik pengemudi dan kondisi fasilitas juga dianalisis untuk mendapatkan perbedaan yang mendetil antara penyeberangan zebra cross dan pelican fixed time. Berdasarkan analisis, laki-laki menyeberang lebih cepat dibandingkan perempuan, kecepatan laki-laki adalah 1,286 m/detik dan 0,978 m/detik sedangkan kecepatan perempuan adalah 1,224 m/detik dan 0,905 m/detik. Kecepatan individu menyeberang lebih cepat dibandingkan platoon, kecepatan individu adalah 1,261 m/detik dan 0,934 m/detik sedangkan kecepatan platoon adalah 1,113 m/detik dan 0,849 m/detik. Perempuan cenderung lebih mematuhi peraturan dibandingkan laki-laki. Penyeberangan pelican fixed time lebih direkomendasikan untuk arus dan kecepatan lalu lintas lebih tinggi bila dibandingkan oleh penyeberangan zebra cross.;Pedestrians can cross the road safely if the facilities need to be provided in accordance with traffic conditions. The purpose of this study was to analyze the characteristics of the pedestrian crossing on zebra cross and pelican fixed time facilities. These characteristics can be used as a reference in designing pedestrian facilities in the future. The variables that been analyzed include pedestrian crossing speed, gender and obedience. Characteristics of the driver and condition of facilities were also analyzed to obtain detailed differences between zebra cross and pelican fixed time facilities. Based on the analysis, the male to cross more quicker than women, the male speed is 1,286 m/sec and 0.978 m/sec while the female speed is 1.224 m/sec and 0.905 m/sec. Individual to cross more quicker than platoon, individual speed is 1,261 m/sec and 0.934 m/sec while the platoon speed is 1,113 m/sec and 0,849 m/sec. Women are more likely than male to obey the regulations. Pelican fixed time facilities is recommended for higher traffic flows and speeds than zebra cross., Pedestrians can cross the road safely if the facilities need to be provided in accordance with traffic conditions. The purpose of this study was to analyze the characteristics of the pedestrian crossing on zebra cross and pelican fixed time facilities. These characteristics can be used as a reference in designing pedestrian facilities in the future. The variables that been analyzed include pedestrian crossing speed, gender and obedience. Characteristics of the driver and condition of facilities were also analyzed to obtain detailed differences between zebra cross and pelican fixed time facilities. Based on the analysis, the male to cross more quicker than women, the male speed is 1,286 m/sec and 0.978 m/sec while the female speed is 1.224 m/sec and 0.905 m/sec. Individual to cross more quicker than platoon, individual speed is 1,261 m/sec and 0.934 m/sec while the platoon speed is 1,113 m/sec and 0,849 m/sec. Women are more likely than male to obey the regulations. Pelican fixed time facilities is recommended for higher traffic flows and speeds than zebra cross.]
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2015
S58231
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Egganaufar
Abstrak :
Kemacetan sudah menjadi hal yang lumrah bagi kalangan masyarakat di kota-kota besar, khususnya DKI Jakarta. Berbagai solusi dari pemerintah Jakarta untuk mengurangi jumlah kemacetan, mulai dari sistem Three in One hingga sistem ganjil-genap. Untuk itu, pemerintah Jakarta harus bergerak cepat untuk menemukan solusi dari kemacetan ini. Pemerintah daerah DKI Jakarta berencana membangun sistem transportasi massal yang saling terintegrasi. Rencana ini tertuang pada Pola Transportasi Makro PTM 2015 dan RTRW Jakarta 2030. Integrasi transportasi massal sendiri merupakan suatu interkoneksi antar moda transportasi massal yang terdiri dari MRT, Monorail, Busway , waterways dan KRL dengan total panjang jalur 275-300 km. Seluruh moda tersebut akan terintegrasi dengan baik satu dengan lainnya serta terintegrasi juga dengan moda transportasi konvensional yang telah ada sebelumnya seperti metro mini, mikrolet, ojek, bajaj dan taksi pada suatu titik lokasi tertentu berupa stasiun sentral di 4 titik yang salah satu lokasinya berada di Dukuh Atas. ......Traffic congestion has become commonplace for people in big cities, especially DKI Jakarta. Various solutions from the Jakarta government to reduce the number of congestion, from ldquo Three in One rdquo system to ldquo ganjil genap rdquo system. Therefore, Jakarta government should move quickly to find solutions to this bottleneck. The local government of DKI Jakarta plans to build an integrated mass transportation system. This plan is embodied in Macro Transportation Pattern 2015 and RTRW Jakarta 2030. The integration of mass transportation itself is an interconnection between mass transportation modes consisting of MRT, Monorail, Busway, waterways and KRL with a total length of 275 300 km line. All modes will be integrated well with each other and also integrated with the existing conventional transportation modes such as mini metro, mikrolet, ojek, bajaj and taxi, which one of the locations are in Dukuh Atas areas.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2016
S67476
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library