Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Shafira Namira Aulia
Abstrak :
Adanya ketidakstabilan yang disebabkan oleh salah satu karakterisitik pada emerging adults, yaitu eksplorasi diri yang memberikan dampak perubahan pada beberapa aspek kehidupan, seperti identitas diri, hubungan romantis, pekerjaan, dan hubungan dengan orang sekitar seringkali meningkatkan psychological distress pada emerging adults yang ditandai dengan timbulnya rasa cemas dan depresi. Pandemi COVID-19 memberikan dampak dalam mengembangkan keberfungsian pada dewasa muda dan menjadi stressor tambahan bagi emerging adults. Dalam literatur-literatur sebelumnya, ditemukan bahwa differentiation of self yang merupakan kemampuan individu untuk menyeimbangkan otonomi diri dan hubungan positif dengan keluarga, memiliki hubungan terhadap tingkat psychological distress pada emerging adults. Penelitian ini bertujuan untuk melihat apakah differentiation of self dapat memprediksi psychological distress pada emerging adults di masa pandemi COVID-19. Penelitian ini memperoleh sebanyak 300 orang emerging adults. Pengukuran differentiation of self dilakukan menggunakan alat ukur Differentiation of Self Inventory – Short Form (DSI–SF), sementara pengukuran psychological distress dilakukan menggunakan alat ukur The Hopkins Symptom Checklist-25 (HSCL-25). Dari data yang dikumpulkan kuesioner daring, dilakukan analisis regresi linear untuk menguji hipotesis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa differentiation of self secara signifikan memprediksi psychological distress pada emerging adults di masa pandemi COVID-19 (R2 = 0,291, adjusted R2 = 0,281, p < 0,05). Oleh karena itu, keluarga diharapkan dapat membangun hubungan yang positif untuk meningkatkan differentiation of self pada emerging adults guna menghindari meningkatnya psychological distress individu. ......The existence of instability caused by one of the characteristics of emerging adults, namely self-exploration which has an impact on several aspects of life, such as self-identity, romantic relationships, work, and relationships with people around them often increases psychological distress on emerging adults who characterized by the emergence of feelings of anxiety and depression. The COVID-19 pandemic is having an impact on developing functioning in emerging adults and being an added stressor for emerging adults. In previous literature, it was found that self-differentiation, which is an individual's ability to balance self-autonomy and positive relationships with family, has a relationship with the level of psychological distress in emerging adults. This study aims to see whether self-differentiation can predict psychological distress in emerging adults during the COVID-19 pandemic. This study obtained as many as 300 emerging adults. The measurement of differentiation of self was carried out using the Differentiation of Self Inventory – Short Form (DSI–SF) measuring instrument, while the measurement of psychological distress was carried out using The Hopkins Symptom Checklist-25 (HSCL-25) measuring instrument. From the data collected by the online questionnaire, linear regression analysis was performed to test the hypothesis. The results show that differentiation of self significantly predicts psychological distress in emerging adults during the COVID-19 pandemic (R2 = 0,291, adjusted R2 = 0,281, p < 0,05). Therefore, families are expected to be able to build positive relationships to increase differentiation of self in emerging adults in order to avoid increasing individual psychological distress.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Asri Widyastuti
Abstrak :
ABSTRAK
Meskipun pemerintah telah mengatur perlindungan Anak Berkonflik dengan Hukum ABH melalui Sistem Peradilan Pidana Anak SPPA , literatur sebelumnya menunjukkan pelaku kekerasan seksual rentan mengalami kekerasan saat proses peradilan pidana. Peneliti ingin mengetahui gambaran stress dan coping saat menjalani proses peradilan pidana pada remaja yang melakukan kekerasan seksual. Untuk memperoleh data mendalam, digunakan pendekatan kualitatif dengan analisis tematik. Tiga partisipan laki-laki berusia 14 dan 18 tahun menunjukkan bahwa saat menjalani proses peradilan pidana, remaja yang melakukan kekerasan seksual mengalami stress jangka pendek dan panjang, memunculkan respon emosional dan peningkatan detak jantung, yang diatasi dengan berupaya aktif menghilangkan stress, dan penerimaan pengalaman.Meskipun pemerintah telah mengatur perlindungan Anak Berkonflik dengan Hukum ABH melalui Sistem Peradilan Pidana Anak SPPA , literatur sebelumnya menunjukkan pelaku kekerasan seksual rentan mengalami kekerasan saat proses peradilan pidana. Peneliti ingin mengetahui gambaran stress dan coping saat menjalani proses peradilan pidana pada remaja yang melakukan kekerasan seksual. Untuk memperoleh data mendalam, digunakan pendekatan kualitatif dengan analisis tematik. Tiga partisipan laki-laki berusia 14 dan 18 tahun menunjukkan bahwa saat menjalani proses peradilan pidana, remaja yang melakukan kekerasan seksual mengalami stress jangka pendek dan panjang, memunculkan respon emosional dan peningkatan detak jantung, yang diatasi dengan berupaya aktif menghilangkan stress, dan penerimaan pengalaman.
ABSTRACT
Nevertheless the government has regulated the protection of Children who did criminal acts through Children Criminal Justice System, previous research found that sexual abuse perpetrators have a tendency experiencing violence while experiencing criminal justice. This study is conducted to describing stress and coping of experiencing criminal justice among adolescents who did sexual abuse. For acquiring depth data, this study used qualitative method and thematic analysis. Three male participants age 14 and 18 explained they had short term distress and long term distress with emotional and increased heart rate, which coped by active coping and acceptance coping strategies while experiencing criminal justice.
2017
S67776
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dyvta Anja Nadiska
Abstrak :
Intimate partner violence (IPV) merupakan suatu fenomena global yang jumlahnya terus meningkat dan kerap terjadi pada masa emerging adulthood dan banyak ditemukan di Ibu Kota DKI Jakarta. Pengalaman menjadi korban IPV memiliki berbagai dampak negatif, salah satunya adalah mengalami depresi. Meski begitu, kemungkinan terjadinya dampak depresi dapat diminimalisir dengan kehadiran faktor protektif, yaitu self-esteem. Penelitian ini kemudian bertujuan untuk melihat peran moderasi self-esteem pada hubungan antara IPV dan depresi pada emerging adult di DKI Jakarta. Penelitian ini melibatkan 196 partisipan. Penelitian dilaksanakan secara daring menggunakan kuesioner dengan alat ukur The Revised Conflict Tactics Scale 2 (CTS2), Center for Epidemiologic Studies Depression Scale (CESD-R), dan Rosenberg Self-Esteem Scale (RSES). Hasil analisis Pearson Correlation menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara IPV dan depresi (r = 0,667, p < 0,01, two-tailed), IPV dan self-esteem (r = -0.537, p < 0,01, two-tailed), serta self-esteem dan depresi (r = -0,788, p < 0,01, two-tailed). Meski begitu, analisis regresi menggunakan PROCESS Model 1 Hayes menunjukkan tidak adanya peran moderasi yang signifikan dari self-esteem pada hubungan IPV dan depresi (? = -0,01, t = -1,338, p > 0,05). Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan terkait IPV, depresi, dan self-esteem. ......Intimate partner violence (IPV) is a global phenomenon whose number continues to increase and often occurs during emerging adulthood and commonly found in the capital city of DKI Jakarta. The experience of being a victim of IPV has various negative impacts, one of which is experiencing depression. Even so, the possibility of the impact of depression can be minimized by the presence of a protective factor, namely self-esteem. This study then aims to look at the moderating role of self-esteem on the relationship between IPV and depression in emerging adults in DKI Jakarta. This study involved 196 participants. The research was carried out online using a questionnaire with The Revised Conflict Tactics Scale 2 (CTS2), Center for Epidemiologic Studies Depression Scale (CESD-R), and Rosenberg Self-Esteem Scale (RSES) measuring tools. The results of the Pearson Correlation analysis showed that there was a significant relationship between IPV and depression (r = 0.667, p <0.01, two-tailed), IPV and self-esteem (r = -0.511, p <0.01, two-tailed), as well as self-esteem and depression (r = -0.788, p <0.01, two-tailed). Even so, regression analysis using Hayes' PROCESS Model 1 showed no significant moderating role of self-esteem in the relationship between IPV and depression (? = -0.01, t = -1.338, p > 0.05). This research is expected to add knowledge regarding IPV, depression, and self-esteem.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library