Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 29 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Mutie Khania Fitriani
"Penulis menggunakan lirik-lirik lagu Bob Dylan yang dikaitkan dengan perang Vietnam untuk menganalisa pengaruh sebuah link lagu protes, terhadap gerakan antiperang, dalam kasus gerakan anti-perang Vietnam. Penulis menggunakan metode kajian kepustakaan dengan pendekatan kualitatif dalam penyusunan tesis. Data-data yang berkaitan ini diperoleh dari buku-buku, literatur-literatur, artikel-artikel, dan situs-situs.
Perang Vietnam menjadi latar belakang seorarg musisi seperti Bob Dylan dalam menuliskan lagu-lagu yang mengekspresikan opini atau pendapatnya dalam menentang perang Vietnam dan diskriminasi yang terjadi di Amerika. Semua lagu protes yang diciptakannya menggambarkan situasi yang sedang dialami oleh seluruh rakyat Amerika di tahun 1960 an.
Lagu protes ikut memainkan peranan yang penting dalam kehidupan masyarakat Amerika, karena lagu-lagu protes ini digunakan oleh musisi tersebut sebagai alat protes untuk membuat bangsa Amerika mengerti dan menyadari apa yang sedang terjadi di negaranya. Pada mulanya lagu-lagu protes hanya dianggap sebagai opini pribadi penulisnya akan tetapi pada akhirnya opini pribadi ini berkembang menjadi opini publik (mayoritas) bangsa Amerika, disaat mereka menyadari bahwa lirik-liriknya berisikan kepentingan yang sama. Kemudian mereka mulai menggunakan lagu-lagu protes untuk mendukung gerakan anti-perang Vietnam tersebut, yang akhirnya menjadikan Bob Dylan tokoh musisi (folk hero) di masa 60's yang masih dikenang hingga sekarang.

Bob Dylan and Anti-Vietnam War Movement The writer used Bob Dylan's songs text connected to Vietnam War to analyze the impact of the lyrics of protest songs to Anti-Vietnam War Movement happened in the 60's. The writer also used qualitative approach to write this thesis. Data were collected from literatures, articles, and websites.
As the result, the Vietnam War became the motive for musician like Bob Dylan to write songs that expressed his opinion, in opposition toward the Vietnam War in the United States. All his protest songs reflected the situation faced by the people in 1960s.
Protest songs played a role in American society, because the songs are used as a tool to make American people understand and realize about what happened in their country. At first, protest songs may only show the writer's opinion, but when people understand and realize the lyrics also reflected their expression and opinion, finally, they started to use protest songs to support their movement "The Anti-Vietnam War movement" in the 60's.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2004
T11860
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mudie Khalia Fitriana
"Tesis dengan judul Kebebasan Berekspresi Dalam Musik: Studi Kasus Eminem ini diajukan oleh Mudie Khalia Fitriana untuk melengkapi persyaratan mencapai gelar Magister Sains dalam program pascasarjana bidang studi Kajian Wilayah Amerika yang telah ditempuh sejak tahun 2000. Tesis ini dibuat sembilan puluh delapan halaman dan terdapat dalam lima bab yang disusun secara berkesinambungan, mulai dari latar belakang kasus yang menarik perhatian penulis untuk menguji dalam kasus ini berkenaan dengan kebebasan berekspresi individu dalam lingkungan sosialnya.
Kasus Eminem ini dijadikan bahan studi untuk menguji kebebasan individu dalam masyarakat yang juga menginginkan hak-haknya sebagai manusia diperjuangkan oleh badan hukum yang bertugas untuk melindungi dan menjamin hak-hak individu sebagai warga negara.
Penelitian ini dilakukan oleh penulis dengan menggunakan teori kebudayaan, dimana nilai-nilai budaya yang terkandung didalamnya dijadikan pedoman hidup warga negara Amerika yang berazaskan demokrasi. Karena kebudayaan adalah merupakan bagian dari kehidupan yang dijalankan oleh manusia sehari-hari dan dari kebudayaan tersebut berkembanglah industri-industri yang mengkonsentrasikan diri di dunia hiburan yang tentunya dapat memberikan nilai tambah baik bagi individu yang bersangkutan maupun individu lainnya.
Penulis menggunakan metode kajian kepustakaan dengan pendekatan kualitatif untuk melengkapi data-data yang dibutuhkan dalam penulisan tesis dan data-data tersebut diperoleh dari tulisan-tulisan di jurnal, surat kabar, buku-buku literature yang dipertukan dan juga data-data dari situs-situs di internet.
Kesimpulan akhir dibuat setelah penulis mengkaji dan memahami kasus kebebasan individu yang berkembang di Amerika. Dengan adanya demokrasi yang menjadi pedoman setiap warga negara, menjadikan posisi setiap individu kuat tanpa adanya campurtangan dan pengaruh individu atau badan yang akan merampas hak dan kebebasannya sebagai individu yang bebas. Pemerintah menjamin kebebasan masing-masing individu, tetapi masing-masing individu tersebut sebagai warga negara mempunyai kewajiban yang sama yang harus dijalankan sama halnya dengan hak yang mereka dapatkan. Tanggungjawab moral juga merupakan bagian terpenting yang harus diterapkan dalam kehidupan bersama sebagai individu yang menghargai individu lainnya tanpa melihat perbedaan yang ada sebagai makhluk sosial.

The thesis with a topic Kebebasan Berekspresi dalam Musik: Studi Kasus Eminem proposed by Mudie Khalia Fitriana in order to meet the requirement of master's degree in American studies program that has been taken by the writer since the year 2000. This thesis consist of ninety-eight pages, divided into five chapter that begin by background which the writer is interested and willing to examine the case that focused to the freedom of expression for individual reason in social life.
Eminem has been chosen as a case subject for to examine the freedom of individual in society, where the individual wants their right can be adopted in their real life, not only written on the Amendment and justified by law. Not just because the law have a duty to protect and guarantee individuals rights as a citizen.
For examine the case, writer used the theory of culture because culture values included on that theory can be used as a guide for living by American citizen based on democracy. Culture is a part of human life and technology rise functions of culture, where culture develops some of industry which one of them concentrate on entertainment that would give so much gain for individual itself and other people as consumer.
In order to collect data that needed for this thesis, writer used the library methods with qualitative approach. All data were attracted from journals, newspapers, literature and websites on internet.
The conclusion of this thesis made after writer examines and understands the case about the freedom of individuals in America. Democracy as a guide for the citizen, make every individual position strong without any interference and influence from other people or organization which can take or encroach the right and freedom.
Government promises to guarantee the freedom of individual, but each individual as a citizen have the same duty as same as a rights that they have it. Responsibility is the important things that should be lived on in their social life as individual whose respect other individual without seeing the different as a social creature.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2004
T11902
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sinulingga, Deasy Aiven
"Pada era 1960 di Amerika terjadi berbagai peristiwa yang terjadi secara bersamaan, yang membentuk era ini menjadi unik dalam sejarah Amerika. Peristiwa-peristiwa seperti Civil Rights Movement, gerakan feminis, Perang Vietnam, gerakan-gerakan mahasiswa anti Perang Vietnam, dan juga gerakan hippies, yang melakukan demonstrasi-demonstrasi di jalan-ialan dan berbagai tempat umum, baik dengan aksi damai maupun dengan melakukan demonstrasi brutal, Penolakan mahasiswa terhadap Perang Vietnam dapat dipahami sebagai bertul: kekuatiran mereka terhadap draft yang mengharuskan mereka yang telah berusia 18 tahun untuk ikut berperang di Vietnam. Hal ini menjelaskan kemarahart mereka karena haknya untuk menentukan pilihan untuk ikut berperang atau tidak, dicabut oleh pemerintah.
Keadaan era 1960an ini pada dasarnya dipengaruhi juga oleh keadaan Amerika pada dekade sebelumnya ketika terjadi baby booming pada masa setelah Perang Dunia II dan kemajuan ekonomi Amerika yang melambung tinggi. Tetapi keadaan ekonomi dan teknologi yang pesat, yang berlanjut sampai era 60an tersebut ternyata mendapat kritikan dari kelompok muda, yaitu hippies yang merasa bahwa kemakmuran tersebut telah menyebabkan manusia menjadi matrealistis, kompromis, dan kehilangan sisi kemanusiaannya.
Hippies adalah kelompok muda kulit putih Amerika yang berasal dari keluarga kelas menengah dan cukup terdidik. Mereka melakukan pemberontakan terhadap kemapanan di Amerika, seperti pemerintah dan gereja. Penolakan mereka terhadap gereja dilakukan dengan gaya hidup yang sangat bertentangan dengan gaya hidup yang berlaku pada masa itu. Mereka juga memperkenalkan gaya berbusana dan musik yang berbeda dari yang pernah ada sebelumnya. Hippies hidup dalam sebuah commune, melakukan seks bebas, dan menggunakan zat-zat adiktif. Hippies meninggalkan ajaran Protestan dan beralih kepada agamaagama Timur yang dianggap dapat membawa ketenangan, kebijaksanaan, kedamaian, anti matrealistis, dan harmonis dengan alam.
Era 1960 dikenal juga sebagai era Post-Protestant, suatu era ketika agama Protestan tidak lagi memiliki makna bagi sebagian masyarakat Amerika. Pada masa ini gereja kehilangan banyak jemaatnya, khususnya kaum muda yang merasa bahwa agama Protestan telah membatasi kebebasan individu dan memiliki aturan-aturan yang sangat mengikat jemaatnya.

America in the 1960's is a unique era in American history, there were a lot of events comes together, such as Civil Rights Movement, Feminist movement, Vietnam War, anti war students movement, and hippies. They were demonstrates in streets and various public places by peace or violent. Anti war movement can be understood as a worried reflection of younger generation about the draft to joint the war They were angry to government who makes that draft, because they think they loose they right to choose.
Actually, the situation of the 60's influenced by American period after World War II and the 50's. Beginning by baby booming after World War II and the time of affluence which continued until the 60's. But that enormous progress in economic and technology got some critics from younger generation, especially hippies, whom felt that affluence caused people become material oriented, compromising, and lack their humanity.
Hippies are a group of a young white, educated, middle class, American. They were against American establishment, such as government and church. They opposition toward church showed by they life style, which so different from mainstream. They used strange fashion and new genre of music. They live in commune, doing free sex, and used drugs. They also learned about East religions, because they think that religions teach them calmness, wisdom, peace, anti material, and harmonize with nature.
The era of the 60's also known as the era of Post-Protestant, the time when Protestant gave no meaning to some of Americans. In this era, churches were lost of their members, especially younger. Younger thought that Protestant has rules to tight their members and gave no space to express their selves.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2004
T11903
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Danianta Darmabrata
"Penelitian yang dilakukan oleh penulis dalam thesis yang berjudul : "Hot Dog sebagai Realisasi dari Nilai Budaya Amerika" ini bertujuan untuk membuat analisis dan kesimpulan tentang adanya representasi dari nilai-nilai budaya Amerika pada makanan Hot Dog.
Penelitian yang bersifat deskriptif-analitik dilakukan oleh penulis melalui pendekatan kualitatif dan cultural studies dengan menganalisa mengenai aktualisasi dan keberadaan dri makanan Hot Dog serta nilai-nilai budaya Amerika apa saja yang terdapat pada makanan Hot Dog tersebut; yang kesemuanya dilaksanakan dengan mengumpulkan dan mempelajari berbagai buku literatur dan artikel ilmiah yang membahas tentang hal-hal yang berkenaan dengan budaya dan nilai budaya Amerika, industrialisasi di Amerika, serta tentu saja Hot Dog.
Dari pengamatan yang dilakukan terhadap nilai-nilai budaya Amerika diperoleh kesan bahwa, nilai-nilai budaya Amerika tersebut timbul dalam sikap-sikap yang dimiliki oleh orang-orang Amerika seiring dengan tumbuh dan berkembangnya era industrialisasi di Amerika.
Dalam hal yang berkenaan dengan Hot Dog, nilai-nilai budaya Amerika yang dijadikan sebagai sumber penelaahan pada thesis ini adalah :
Time is Money, dan disertai pula dengan Work and Play. Penerapan dari nilainilai budaya tersebut dalam kehidupan sehari-hari orang Amerika antara lain tampak pada sikap-sikap mereka yang cenderung untuk suka bekerja keras dengan produktifitas tinggi, senantiasa menerapkan efektifitas dan efisiensi dengan penerapan jadwal kegiatan kerja yang ketat serta alokasi waktu yang tepat (Punctuality), disamping menyukai pula kegiatan rekreasional serta berbagai hal (sesuatu atau barang) yang bersifat praktis, relatif dapat cepat diraih (diperoleh), namun dengan harga yang cukup terjangkau (murah), meskipun menyukai pula barang-barang yang berharga cukup mahal untuk menunjukkan Prestise (sekumpulan orang pada strata sosial teratas dalam lingkungan kemasyarakatan di Amerika) mereka atas kelebihan jumlah materi yang telah mereka peroleh sebagai,hasil dari kerja keras mereka sebelumnya, dan lain-lain.
Sikap-sikap seperti di atas, secara langsung maupun tidak, telah turut pula mempengaruhi pada terbentuknya jenis makanan Hot Dog sebagai makanan yang dipilih oleh masyarakat Amerika, karena dianggap (dirasa) telah dapat memenuhi tuntutan mereka akan nilai-nilai budaya Amerika yang mereka anut.

This thesis of "Hot Dog as a realization of American Cultural Values" has a purpose in making analyzes and to finally make a conclusion that there is a representation of American Cultural Values within a Hot Dog, which kowingly well has become an American Food itself.
It is a Descriptive-Analytical research by using a Qualitative and Cultural Studies approach in analyzing about what kind of American cultural Values in existing and actualized the American food of Hot Dog.
By compiling, coIIecting, and comparing the substances in every single literatures and articles that refers and specifically explain to all the matters of American Cultural Values, American Industrialization's Progress from the Past until the Present, and surely ofcourse about the Hot Dogs.
In a way of learning about American Cultural Values, there's an appearing of a conclusion that American Cultural Values basically has just emerged within the behaviour and attitude of the American theirselves which relates accordingly to the development of American Industrialization.
For about a Hot Dog, few American Cultural Values which been used as a Social Scientific resources to analyzed this thesis are :
Time is Money, Material Well-Being, and include also Work and Play. All of the American Cultural Values above has appearingly showned in the behaviour or attitude of American themselves such as; effectively efficient, hard worker, high productivity, and applied always a persistence schedule of time (Punctuality), but still, able also to enjoy the fun and other recreational activity on the other side. Usually they prefer to choose a certain kind of condition to do also in keeping their priceless property owned (namely cash or money) by hoping, that kind of cash or money could be easily to get, but later on wouldn't be necessary to them to spend quite a lot of it. But there's also an opposite of that such as, they also love to have the fancy things, just to show up their prestige.
Their attitudes of all above are directly or indirectly has contribute and giving somekind of influence too in the emerging and creating process of Hot Dog as an Identically American Food, that caused by the needs in fulfilling the demand of American Cultural Values.
"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2006
T17588
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alfadima Amisy
"Tesis dengan judul Jazz dan The Roaring Twenties ini diajukan oleh ALFADIMA AMISY untuk melengkapi persyaratan mencapai gelar Magister Sains dalam program pascasarjana bidang studi Kajian Wilayah Amerika yang telah ditempuh sejak tahun 2001. Tesis ini dikerjakan dalam tujuh puluh tiga halaman dan terbagi menjadi lima bab yang disusun sebagai rangkaian yang berhubungan satu sama lain, dengan ketertarikan pads musik (dalam hal ini irama, melodi, harmonisasi, improvisasi, dan bentuk) sebagai medium untuk self recognition bagi orang kulit hitam yang pernah mengalami perbudakan selama ratusan tahun, yang kemudian mendorong untuk dilakukannya penelitian lebih lanjut terhadap kaftan antara musik jazz dengan orang kulit hitam pada tahun 1920-an. Musik jazz dilihat sebagai medium bagi orang kulit hitam untuk pengakuan diri atau self recognition dalam masyarakat yang pada masa itu didominasi oleh kebudayaan kulit puts. Self recognition yang dimaksud adalah kesadaran orang kulit hitam akan akar budaya Afrika yang diwarisi secara turun-temurun melalui ungkapan-ungkapan budaya, yang salah satunya muncul ke permukaan pads tahun 1920-an dan mendapat respon yang balk Bari orang kulit putih, yaitu jazz. Peneletian ini dilakukan dengan menggunakan berbagai teori tentang kebudayaan sebagai pedoman bagi kehidupan yang dipelajari, dibagikan dalam kolektivitas, dan disesuaikan dalam rangka pemenuhan kebutuhan hidup yang membedakan manusia dari mahluk hidup lainnya. Upaya-upaya tersebut bisa tampak dari ungkapan-ungkapan budaya yang ditunjukkan oleh pelaku kebudayaan bersangkutan, dalam hal ini orang kulit hitam yang memakai jazz sebagai medium untuk pengakuan diri sebagai kelompok etnik yang memiliki warisan budaya Afrika. Dengan demikian jazz dianggap sebagai simbol yang dapat dipakai untuk menjelaskan keberadaan orang kulit hitam di Amerika Serikat pada tahun 1920-an. Penelitian ini menggunakan metodologi kualitatif yang menekankan pada pemahaman sebagai basil interpretasi atas gejala-gejala yang muncul sebagai ungkapan-ungkapan budaya, dalam hal ini yang dimaksud adalah jazz, dan memakai metode kepustakaan untuk mencari baban-bahan yang akan digunakan sebagai sumber penelitian. Kesimpulan dibuat setelah dilakukan pengkajian dan pemahaman terhadap musik jazz sebagai medium yang dipakai oleh orang kulit hitam pada tahun 20-an di Amerika. Orang kulit hitam yang seolah-olah hidup dalarn kenyataan dan pada waktu yang berbeda di Amerika tersebut, memerlukan sarana untuk self recognition sebagai mahluk yang juga perlu memenuhi kebutuhannya akan keyakinan diri dan keberadaannya. Jazz menjadi medium yang paling tepat karena hakekatnya sebagai musik improvisasi membawa setiap pemusik pada tahap untuk menunjukkan kebebasannya, menjadi dan melakukan yang diinginkan.

This thesis entitled Jazz and The Roaring Twenties was proposed by ALFADIMA AMISY in order to complete the master degree in American Studies Program which I entered in 2001. This thesis consists of seventy three pages, derided into five chapters which was compiled as an integrated part with my first interest in music (in related meanings consist of melody, harmony, rhythm, improvisation, and form) as a medium of "self recognition" for black Americans who suffered from slavery for about hundreds of years during the colonial time and westward expansion of American history. This led me into a further research on the connection between jazz and black Americans in the twenties. Jazz as a medium would be treated as a way for black Americans to express their "self recognition" in the meaning related to the concept of self consciousness and self pride from black Americans whose cultural expressions inherited the African traits such as music. In their search of collective identity, black Americans found jazz as the most appropriate medium for self recognition in the twenties which was also recognized by the whites through their reception of jazz. This research was using cultural theories to explain how culture as a blueprint for human beings to face the world is not something to be taken as granted, for culture is learned, shared, and adapted according to the needs of the people who use it Through culture we can identify the people we want to know concerning who and what they are. Related to this understanding then I wanted to procede my research on how jazz as a symbolic action can tell qs about who and what are black Americans in the twenties. This research was based on qualitative methodology with its main approach Verstehen, which means to comprehend through interpretation on cultural expressions as the mirror of the people in related culture. Therefore I'd see jam as the cultural expression of which black Americans in the twenties proclaimed themselves. In order to get into deep understanding, I'd use resources from the library. Final conclusion was made after I'd finished with the research on how jazz and black Americans connected to each other during the twenties. Jazz indeed became the precise vehicle for black Americans to express their "self recognition" in the meaning of being aware of their African cultural heritage and the receptive for the whites, because jazz primarily was and still is an improvised music in which the musicians are given enough space to explore their skills in numerous ways; and jazz was used mostly to describe the roaring twenties."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2005
T15060
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Theophilus J. Riyanto
"Penelitian kualitatif tentang McDonald's dalam Kebudayaan Konsumen Amerika melalui kajian literatur menekankan pada makna denotatifdan konotatif McDonald's bagi konsumennya yaitu masyarakat pekerja kelas menengah bawah Amerika dalam kurun waktu dua dasa warsa pertama sejak berdirinya McDonald's tahun 1955. Sumber kajian utama penelitian ini adalah teks-teks resmi McDonald's yang ada dalam situs www.mcdonald.com dan dua pustaka yang ditulis oleh Gary Henriques dan Andre DuVall, McDonald's Collectibles: Identification and Value Guide dan yang ditulis oleh Ray Kroc dan Robert Anderson, Grinding It Out: The Making of McDonald's. Teori-teori yang dipakai dalam analisis ini adalah teori-teori tentang kebudayaan (pemikiran-pernikiran dari Ralph Linton, Raymond Williams, Norman K. Denzin), kebudayaan konsumen (pemikiran-pemikiran dari Mike Featherstone dan Don Slater), gaya hidup (pemikiran dari David Chaney), dan restoran cepat saji (pemikira dari Richard Pillsbury), Dalam analisis diteinukan bahwa pertumbuhan dan perkembangan McDonald's yang pesat, ideologi McDonald's, dan makna denotatifdan makna konotatif (makna emosional, sosial, dan budaya) McDonald's bagi konsumennya menunjukkan bahwa ada hubungan timbal balik yang saling berkaitan antara McDonald's, konsumennya, dan masyarakat pada waktu itu. Hal ini menciptakan suatu gaya hidup masyarakat dalam berkonsumsi atau mengkonsumsi komoditas yang mempengaruhi perkembangan kebudayaan konsumen Amerika pada masa itu.

This qualitative research on McDonald's in the American Consumer Culture through a text analysis focuses on the denotative and connotative meanings of McDonald's for its consumers, that is, the working American of low middle-class people in the fist two decade since the opening of McDonald's in 1955. The main sources of the analysis are the formal texts from the website of McDonald's (www.mcdonald.com), and the two texts on McDonald's written by Gary Henriques and Andre Duvall, McDonald's Collectibles: Identification and Value Guide and written by Ray Kroc and Robert Anderson, Grinding It Out: The Making of Mc Donald?s. The theories used in the analysis are the theories on culture (Ralph Linton, Raymond Williams, Norman K. Denzin), consumer culture (Mike Featherstone and Don Slater), lifestyle (David Chaney), and fast-food restaurant (Richard Pillsbury). In the analysis, it comes to be true that the fast growth and development of McDonald's in that period, tile ideology of McDonald's, and the denotative and connotative meanings (emotional, social, cultural meanings) of McDonald's for its customers indicate that there is interdependent relation among McDonald's, its consumers, and the society. It creates people's lifestyle in consuming commodities that influences the development of the American consumer culture in that period."
Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2005
T20281
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ariza Agustina
"The great depression in the late 1920s has forced down agricultural sector's income. Domestic marker for agricultural product declined in addition to the fact that surplus production has existed since the First World War as demand for agricultural products from the European reduced. The real problem was the surplus of agricultural sector production that has forced the price down.
This thesis will explain the facts, data and analysis to proof that fiscal policy through Agricultural Adjustment Act which targeted the farmers -- that include farmers tenant farmers share droppers, the group of potential producers who were in the bottom of the income pyramid -- was a right choice. Moreover, huge support and participation of the farming society contributed to the success of the program. The reduction of the surplus was significant. The price of agricultural production increased, which then, increased optimism to agricultural sector,
Market mechanism of Adam Smith and budget policy of John Maynard Keynes
Were exercised in analyzing the New Deal in agricultural sector, the Triple A, in addition to capitalism concept
In Iowa, Corn-Hog Program which was part of reduction program, "Triple A, has encouraged farmers to sacrifice the opportunity to produce more corn and hog. The land to he cultivated was reduced. The hogs were killed or its production was reduced. The farmers rewarded sum amount of money in check for their action, not full of the compensation. The rest of the compensation kept by the government was functioned as instrument to reduce moral hoard -the tendency to produce more in order to gain enough income to cover the cost or to get profit. The behavior of farming has changed, farmers did better planning. And agricultural products were more diversified
Critics to this Triple A, such as the program was more benefited the larger farmers -- which was not happened in Iowa whose cortiposition of land owner farmers and tenant farmers or sharecroppers were relatively equal -- or to produce scarcity when hunger and suffering widespread -in a condition that some area in the South experienced dust bowl, that caused some family faced financial problem and had not enough purchasing power -- seemed to be unproportional.
When the Supreme Court declared that Triple A was unconstitutional, because Congress had no constitutional right to impose a system for regulation of agricultural production, which was the authority of the states, the program had increased agricultural sector's income and the contribution of this sector to the national income."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T20263
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eko Himawan
"Kekerasan telah menjadi bagian dari kehidupan bangsa Amerika sejak awal kedatangan orang-orang kulit putih ke benua Amerika hingga saat ini. Keragaman masyarakat yang membentuk Amerika di satu pihak memperkaya budaya dan kehidupan namun di pihak lain merupakan sumber konflik yang terns berlangsung. Konflik tidak lepas dari sifat-sifat dasar manusia, namun akal budi manusia yang didasarkan pada ajaran-ajaran manusia diharapkan dapat mempersempit ruing gerak konflik.
Konflik yang dilandasi oleh pencitraan diri yang bersifat objektif atas "kita" dan "mereka" serta sangkaan¬sangkaan negatif atas pihak lain atau yang dikenal dengan stereotip dan prasangka, merupakan bagian dari sejarah bangsa Amerika yang tercatat dalam berbagai tulisan maupun penayangan. Keterbukaan merupakan nilai tambah bangsa Amerika untuk berkaca pada pengalaman masa lalu guna melihat ke masa datang. Melalui mekanisme dialog, konflik yang telah dan masih terjadi diharapkan dapat ditelaah secara objektif agar hal-hal buruk yang timbul dari adanya konflik dapat diantisipasi dan diminimalisir.
Tesis ini membahas mengenai konflik yang terjadi antara pihak militer dan Kaplan James Yee, seorang ulama dalam kemiliteran yang didasarkan oleh adanya stereotip dan prasangka yang merupakan bahan bakar ketakukan dan kecemasan akan Islam atau yang dikenal dengar. Islamofobia. Dalam tesis ini juga dibahas mengenai perlunya dialog guna menjembatani kesenjangan yang terjadi antara islam yang dijadikan sebagai alat pembenaran atas tindakan-tindakan kekerasan sebagian kecil orang / kelompok dan Islam sebagai ajaran damai dengan persepsi sebagian masyarakat Amerika pasca terjadinya peristiwa 11 September 2001 atau 9/11.

Violence has been part of American life since the arrival of the European to the continent until present day. The pluralism of American society that formed America, in one side has enriched the culture and life of American as a nation but on the other side is a source of conflict. Conflict is part of basic human nature, but human virtue based on the teaching of religions is expected to restrict the nature of conflict.
Conflict that based on the objective self image on "us" and "them" and the negative perception on the other side or known as stereotype and prejudice has been part of American history that has been recorded through various writings and motion pictures. Openness is American value added as a mirror of the past to see the future. Through the mechanism of dialog, the past and present conflict could be judged objectively to anticipate and minimize horrible incident that occur from conflict.
This thesis looks on conflict between the American military and Captain James Yee, a military chaplain, based on stereotype and prejudice which is the fuel of fear and anxiety of Islam or known as IsIamofobia. 'The thesis also looks on the need of dialog to bridge the gap between Islam used as a tool to backed violence by a small group of people and Islam as a religion of peace and the perception of some American society post 11 September 2001 or 9/11.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2008
T24043
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Michael Mamentu
"Penulisan tesis ini ditujukan untuk mendapatkan jawaban tentang peran dan pengaruh Lobi Bisnis terhadap Lembaga Legislatif Amerika Serikat ( Kongres ) pada masa Ronald Reagan menjadi kepala negara ( 1981-1988 ). Dasar pemikiran yang mendorong penelitian ini adalah adanya keinginan dari penulis untuk membuktikan bahwa budaya kebebasan, kesetaraan dan individualisme yang dianut oleh bangsa Amerika telah menyebabkan kelompok-kelompok masyarakat yang menonjol didalam sektor pembangunan ekonomi nasional, menjadi memiliki pengaruh yang amat kuat terhadap proses politik negara ini. Khususnya dalam proses pembuatan keputusan atau perumusan suatu kebijaksanaan yang berlangsung didalam Kongres.
Untuk tujuan ini, maka untuk mendapatkan hasil penelitian yang akurat, penulisan tesis ini diarahkan pada pembahasan terhadap salah satu kelompok Lobi Bisnis yang ada di Amerika, yaitu Lobi kelompok industri Tekstil dan Pakaian jadi.
Tesis ini akan terdiri dari. 4 bab pembahasan dan 1 bab kesimpulan. Bagian pertama ( BAB I ) membahas tentang hakekat Lobi, nilai-nilai budaya yang mendasari adanya Lobi dalam politik Amerika, kemudian tentang pentingnya kehadiran Lobi bagi kelompok-kelompok kepentingan yang berada didalam masyarakat Amerika, serta juga tentang bagaimana unsur Lobi menjadi penting didalam setiap proses perumusan kebijaksanaan Amerika Serikat. Pada bagian ini, juga akan dijelaskan secara teoritik tentang bagaimana budaya demokrasi Amerika, memherikan kesempatan kepada individu atau swasta untuk dapat menjadi pelaku-pelaku utama didalam sistem dan pembangunan ekonomi mereka. Selanjutnya bagian ini juga memuat tentang teori-teori yang akan dipakai untuk menganalisis permasalahan. Untuk mendapatkan hasil analisa yang sesuai dengan apa yang diharapkan, maka teori-teori yang dipergunakan dalam penulisan ini adalah ; teori kebudayaan, teori kelompok, politik ekonomi, teori organisasi dan teori kebijakan publik.
Pada bagian kedua ( BAB II ), akan dibahas secara khusus tentang Lobi. Secara keseluruhan mulai dari masa awal pertumbuhan kegiatan Lobi didalam proses politik di Amerika Serikat, kemudian tentang peraturan yang mengatur kegiatan melobi ( lobbying ) serta kategorikategori yang dapat dipakai untuk menentukan seseorang adalah pelobi, dan persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi untuk menjadi seorang pelobi profesional. Bagian ini secara lebih terperinci akan menjelaskan tentang pentingnya keberadaan Lobi bagi seluruh individu dan lembaga yang berkepentingan dengan suatu kebijaksanaan yang akan ditetapkan oleh Kongres. Selanjutnya sebagai kaitan yang amat penting dengan peran Lobi dalam Kongres, maka pada bab II ini akan terjadi dalam pola hubungan kekuasaan antara Kongres dan Presiden, serta perubahan-perubahan struktural yang berlangsung didalam Kongres sendiri. Hal ini perlu dibahas, oleh karena perubahan-perubahan ini tentunya juga berpengaruh besar terhadap peran dan akses pengaruh Lobi terhadap Kongres.
Pada bagian ketiga ( BAB III ), akan dibahas secara lebih spesifik tentang permasalahan yang dihadapi oleh kalangan industri tekstil dan pakaian jadi Amerika Serikat, pada era kepresidenan Ronald Reagan. Didalam bab ini, akan diperlihatkan angka-angka kerugian yang dialami oleh kalangan industri domestik tekstil Amerika ini, akibat derasnya arus produk-produk impor sejenis, yang kemudian menguasai pasar domestik Amerika Serikat.
Selanjutnya pada bagian keempat ( BAB IV ), akan dibahas mengenai upaya-upaya lobbying yang dilakukan oleh pelobi kalangan industri tekstil dan pakaian jadi terhadap Kongres. Pembahasan masalah ini akan difokuskan pada upaya lobi tekstil yang dimulai dari tahun 1984 sampai dengan tahun 1988. Kemudian akan dilihat sikap dan tanggapan dari Kongres terhadap upaya lobbying yang dilakukan oleh Lobi tekstil dan pakaian jadi ini. Pada bagian akhir dari bab ini, akan dibahas tentang bentuk-bentuk kebijaksanaan perdagangan yang dikeluarkan oleh Kongres pada masa itu, sehingga dapat diperoleh kejelasan tentang berhasil atau tidaknya upaya Lobi mereka ( Tekstil dan Pakaian jadi ) untuk mempengaruhi Kongres.
Bagian kelima ( BAB V ) atau bagian terakhir dari tulisan ini, akan memuat tentang analisa dan kesimpulan-kesimpulan yang dapat ditarik dari seluruh pembahasan. Sehingga, berdasarkan seluruh hasil pembahasan tesis ini, maka akan dapat dilihat tentang terbukti atau tidaknya hipotesis yang diajukan."
1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Budhy Kusworo
"ABSTRAK
Kebudayaan suatu bangsa menentukan kelangsungan hidup bangsa yang bersangkutan. Kata-kata ini merupakan kesimpulan dari apa yang dinyatakan oleh Spradley dan Rynkiewich, dan juga oleh Parsudi Suparlan. Spradley dan Rynkiewich (1975:7) menyatakan, "Kebudayaan menunjuk pada pola-pola tingkah-laku dan kepercayaan yang diterima secara umum oleh para anggota suatu masyarakat. Ia merupakan ketentuan-ketentuan untuk memahami dan menciptakan tingkah laku yang menjadi kebiasaannya. Kebudayaan mencakup kepercayaan, norma-norma, nilai-nilai, asumsi-asumsi, harapan-harapan, dan rencana-rencana untuk bertindak. Ia merupakan kerangka di dalam mana orang melihat dunia sekitarnya, menginterpretasikan peristiwa-peristiwa dan tingkah laku, dan mengadakan reaksi terhadap realitas yang diserapnya.
Senada dengan arti kebudayaan tersebut di atas, Parsudi Suparlan (1986:2) mengemukakan "Kebudayaan adalah pengetahuan manusia sebagai mahluk sosial yang isinya adalah perangkat-perangkat model-model pengetahuan, yang secara selektif digunakan oleh para pendukung/ pelakunya untuk menginterpretasi dan memahami lingkungan yang dihadapi, dan digunakan sebagai referensi atau pedoman untuk bertindak (dalam bentuk kelakuan dan benda-benda kebudayaan) sesuai dengan lingkungan yang dihadapi. Karena itu kebudayaan adalah blueprint, desain, atau pedoman menyeluruh bagi kehidupan manusia.
Kebiasaan berpikir rasional dan religiusitas merupakan nilai-nilai budaya yang sangat meresap dalam kehidupan sosial di Amerika. Dilihat dari segi fungsi bekerjanya, kedua nilai budaya ini sama-sama bersumber dari kemampuan manusia, namun melalui fungsi yang berbeda. Berpikir rasional bersumber dari rasio atau akal budi, sementara penghayatan agama bersumber dari hati manusia. Akal budi memberikan kemampuan kepada manusia untuk berpikir secara rasional, yaitu mengerti hubungan sebab dan akibat beserta menarik kesimpulan secara kausal logic. Kesadaran hati manusia memberikan kemampuan untuk menggunakan perasaannya, memberikan kemampuan menetapkan perasaan moralnya, yaitu penghayatannya tentang benar dan tidak benar dalam menilai tindakannya maupun perlakuan yang diterimanya yang datang dari luar dirinya."
1994
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>