Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 10 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Mursiyana Mulatsih
Abstrak :
Beralihnya fungsi telekomunikasi dari utilitas menjadi komoditi perdagangan akan merangsang munculnya operator baru yang bergerak pada bisnis telekomunikasi, khususnya penyelenggaraan telekomunikasi tetap lokal dan SLJJ. Munculnya operator baru ini menjadikan bisnis telekomunikasi yang semula monopoli menjadi kompetisi dan memerlukan penetapan tarif yang seobyektif mungkin dan adil baik antar operator maupun antar pengguna layanan. Penetapan tarif yang demikian ini diharapkan merangsang tumbuhnya kompetisi yang sehat. Kemungkinan adanya subsidi silang antar layanan yang diselenggarakan sedapat mungkin dihindari, karena akan memungkinkan suatu operator mensubskdi operator lain yang merupakan saingan bisnisnya. Penelitian ini diarahkan pada permasalahan perhitungan dan penetapan tarif dari segi ekonomi. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk meneliti tingkat efisiensi biaya operator telekomunikasi incumbent dalam menyediakan jasa telekomunikasi lokal dan SLJJ, meneliti kemungkinan adanya subsidi silang antar layanan dan dampaknya terhadap pemerataan pelayanan telekomunikasi. Metode yang digunakan antara lain metode regresi sederhana, metode incemental costing dan metode NICK test. Data-data yang diperlukan diambil dari laporan keuangan, laporan kinerja sentral, laporan produksi pulsa, laporan perfomansi perusahaan, SISYANET yang dikeluarkan oleh PT Telkom dan laporan studi sentral pleb AT&T/Lucent Technologies selaku konsultan Telkom. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa selama ini operator tidak efisien dalam membelanjakan uangnya untuk penyediaan telekomunikasi. Subsidi silang terjadi antara layanan lokal dan layanan SLJJ dan antar wilayah/divisi regional. Dampak dari kondisi ini, tarif yang ditetapkan menjadi lebih tinggi, karena biaya yang dikeluarkan operator tinggi. Bagaimanapun operator ingin mendapatkan keuntungan, sehingga tarif yang ditetapkan secara keseluruhan harus bisa menutup seluruh biaya yang dikeluarkan, Adanya subsidi silang menyebabkan kompetisi tidak terbuka secara penuh.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2002
T4517
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muriawan Djati Nugraha
Abstrak :
Metode penentuan tarif telepon untuk jaringan sambungan tetap kabel lokal dan sambungan tetap kabel jarak jauh di Indonesia masih menggunakan aturan tradisional. Metode penentuan tarif ini mengakibatkan terjadinya subsidi silang antara dua layanan tersebut. Kerugian lain metode pentarifan ini adalah membuat investor enggan untuk menanam modal, khususnya untuk pengembangan jaringan sambungan tetap kabel lokal. Saat ini, pemerintah dengan kondisi dana yang terbatas membutuhkan dukungan investor luar untuk ikut dalam pembangunan jaringan sambungan tetap kabel lokal. Karena pertumbuhan jaringan sambungan tetap kabel di Indonesia akan cenderung melambat tanpa tambahan dukungan dana. Oleh karena itu, pemerintah melakukan penataan ulang kebijakan dan regulasi. Dengan melakukan pergeseran penentuan tarif sambungan tetap kabel dari nuansa monopoli ke pendekatan tarif berbasis biaya. Pemerintah berharap kebijakan baru ini dapat memacu investor untuk mulai ikut menanam modal dalam mempercepat laju penetrasi jaringan telepon sambungan tetap kabel di Indonesia. Penelitian ini membahas tentang pentarifan berbasis biaya. Ada dua ragam metode yang akan digunakan untuk perhitungan, yaitu metode Biaya Peningkatan Jangka Panjang (LRIC) yang disebut juga Bawah ke Atas dan metode Biaya Alokasi Penuh (FAC) yang disebut juga Atas ke Bawah. Dua ragam metode ini akan digunakan untuk menghitung tarif layanan sambungan tetap kabel lokal dan sambungan tetap kabel jarak jauh. Hasil perhitungan dengan menggunakan dua metode ini akan memberikan tarif baru untuk layanan sambungan tetap kabel lokal dan sambungan tetap kabel jarak jauh. Pembahasan selanjutnya adalah membandingkan selisih perbedaan antara tarif yang menggunakan aturan tradisional dengan tarif baru yang menggunakan metode berbasis biaya. Pembahasan terakhir adalah mengkaji lebih dalam kelemahan maupun keunggulan dua ragam metode pendekatan berbasis biaya tersebut, khususnya bila diterapkan pada kondisi jaringan eksisting.
Telephone pricing method for both domestic local fixed wire line and long distance fixed wire line in Indonesia is still using the traditional rule. This kind of pricing method will cause a cross subsidy between those two services. Another disadvantage of this pricing method is that investors will not be interested in making any investment, especially in the development of local fixed wire line network. Presently, as the government, has limited funds, it needs support from foreign investors to build up the local fixed wire line network infrastructure since the growth of fixed wire line network in Indonesia tend to slow down without any additional financial support. Therefore, the government is rearranging the policy and the regulations, by shifting from monopolistic fixed wire line pricing to cost-based pricing. The government hoped that this new policy would be able to stimulate investors to start their investments in order to accelerate the penetration rate of fixed wire line telephone network in Indonesia. This research is discussing the cost-based pricing. There are two kinds of methods of calculations; they are the Long Run Incremental Cost (LRIC), usually called Bottom Up and the Fully Allocated Cost (FAC), usually called Top Down. These two methods will be used to calculate the tariffs for local and long distance fixed wire lines. The calculations using these two methods will provide new rates, both for local and long distance fixed wire lines. The following discussion is to compare the difference in tariffs between the one using the traditional rule and the new one using cost-based method. The final discussion is a deeper analysis on both the strengths and the weaknesses of those two kinds of cost based methods, especially if applied to the existing network conditions.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2005
T16165
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kamal M. Saleh
Abstrak :
Akses layanan telekomunikasi telah menjadi penggerak utama bagi pertumbuhan sosial ekonomi di era informasi. Untuk menjembatani informasi gap antara yang "sudah terhubung" dengan yang "belum terhubung? pernerintah telah membangun jaringan telekomunikasi. Program Kewajiban Pelayanan Universal atau KPU ditujukan untuk penyediaan akses universal dan atau jasa universal secara berkesinambungan di wilayah pelayanan universal. Pemerintah mewajibkan para penyelenggara telekomunikasi untuk berkontribusi dalam menyediakan akses telekomunikasi di pedesaan. Pelaksanaan KPU pada tahap awal telah berhasil membangun 3010 SST di wilayah KPU dan telah menghabiskan dana APBN sebesar 45 milyar rupiah. Banyak hambatan- hambatan yang terjadi selama pelaksanaan KPU tahap awal ini yang harus diatasi. Evaluasi pelaksanaan KPU ini menitik beratkan pada pembangunan KPU yang meliputi aspek pengadaan, aspek pemasangan, asepek pengelolaan, aspek pengoperasian serta aspek pemeliharaan. Hasil evaluasi dalam rangkaian implementasi program pembangunan KPU selanjutnya dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam rangka menetapkan langkah-langkah strategis yang dapat ditempuh sebagai upaya pencapaian tingkat layanan yang optimal. Pada pelaksanaan KPU tahun 2003 secara kuantitas telah memenuhi target namun dilihat dari kondisi operasional masih belum optimal antara lain karena kurangnya sosialisasi terhadap warga dan belum efektifhya kegiatan pemelihraan.
Access to Telecommunication Services has become the prime mover of the socio economic development in this information era. To bridge the prevailing information gap between 'the connected' and 'the not connected', the governments have endeavored to ensure the telecommunication access. The purpose of Kewajiban Pelayanan Universal (KPU) program is directed to give universal access and or universal service continuously in universal service area (rural area). The Government requires telecommunication operators to contribute for providing telecommunication access in rural areas. Realization of KQPU at first stage have succeeded to build 3010 telephone number using satellite technology in region of KPU Many resistance's that happened during realization of this KP U at first stage which must overcome. This implementation of KPU concentrate on development of KPU covering levying aspect, installation aspect, management aspect, operational aspect and also maintenance aspect. The Result of evaluation program in implementation network development of KPU can be used as consideration for the agenda of specifying strategic stages;steps able to be gone through as effort attainment of optimal service. By quantity The implementation of KPU as according to aim but the operational condition still not yet optimal. many constraints of for example lack of socialization to society citation, and not yet been formed maintenance management.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2005
T16101
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cut Noosy
Abstrak :
Perkembangan arah penyelenggaraan telekomunikasi dari monopoli menuju kompetisi membutuhkan dukungan perangkat regulasi yang memadai guna menjamin berlangsungnya persaingan secara sehat dan efektif. Salah satu regulasi tersebut adalah pengaturan interkoneksi termasuk penentuan biaya interkoneksi- Pengaturan interkoneksi harus didasarkan pada prinsip keadilan (fairness), berbasis biaya, tidak membeda-bedakan (non-discrimatory) dan tidak saling merugikan masing-masing penyelenggara. Tarif interkoneksi yang berlaku saat ini di Indonesia belum mencerminkan kondisi kompetisi karena masih didasarkan pada keputusan men§eri No. KM 46/PR.30l/MPPT-98 dan No. KM 37/ l999, yang berarti masih bemaung pada produk Undang-Undang Telekomunikasi yang lama (Undang-Undang no. 3 tahun 1989) yang masih berada pada nuansa monopoli sehingga diperlukan suatu peraturan baru mengenai interkoneksi yang khususnya mengatur mengenai besamya tarif interkoneksi yang baru. Untuk melakukan perhitungan biaya interkoneksi terdapat beragam metoda seperti : biaya berbasis eceran, pengirim ambil semua, bagi hasil, dan berbasis biaya, dengan segala kelebihan dan kekurangannya, Dari berbagai metoda tersebut yang merniliki keunggulan lebih dibandingkan yang lainnya adalah metoda berbasis biaya terutama dengan pendekatan Biaya Peningkatan Jangka Panjang (LRIC) dimana masing-masing operator akan mendapatkan bagian pendapatan dari suatu panggilan secara adil yang sebanding dengan penggunaan sumbemya secara eiisien dalam melayani suatu panggilan. Hal tersebut didukung dengan hasil simulasi, dimana dengan menggunakan metoda LRIC didapatkan tarif interkoneksi lokal yang sedikit lebih tinggi dibandingkan tarif yang berlaku saat ini namun menghasilkan tarif interkoneksi interlokal jauh lebih murah sehingga kondisi tarif Iokal yang mensubsidi interlokal yang ada saat ini dapat dihapuskan. Diperkuat pula dengan pendapat nara sumber ahli interkoneksi,menyebabkan LRIC menjadi metoda perhitungan interkoneksi yang tepat digunakan pada industri pertelekomunikasian di Indonesia.
Telecommunication industry that has moved towards competition requires a set of regulations that adequately guaranty effective and healthy competition among operators. One of them is interconnection regulation including determination of interconnection tariff. To support effective and healthy competition, interconnection regulation must be made based on faimess, cost base, non discriminatory principles and mutually beneficial to operators. Current interconnection cost applied in Indonesia does not represent competitive condition since it has been derived from Ministerial Decree number 46, 1998 and number 37,l999, which is based on previous Telecommunication Law (number 3,l989) in monopoly era. Therefore new interconnection law particularly related to new interconnection cost is required. Several method can be applied in calculating the tariiff such as : retail-based charges, sender keep all, revenue sharing, and cost based, with all its beneits and weakness in each method. From all the method mentioned earlier, its considered that cost based method with Long Run Incremental Costing (LRIC) approach will gives more benefit than others where each operators will cam revenue share in proportion with efficient resourse utilization for serving a call. Supported with an outcome from the simulation used in calculating the LRIC method, resulting a slight higher local interconection tariff (compare to existing tariff) but much lower tariff on long distance interconection, therefore, there will be no more subsidized tariff from local interconection to long distance interconection. It is also supported with judgement from several experts on interconection assuring that LRIC method is an appropriate use on Indoensian telecomunication industry.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2005
T16111
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Denny Hasminta S. Maha
Abstrak :
Dengan adanya UU no.36/'99 dan WTO, Indonesia harus menghadapi liberalisasi telekomunikasi dimana akibatnya akan meningkatkan suasana kompetisi antara banyak penyelenggara. Salah satu alternatif terbaik untuk meningkatkan kualitas kompetisi adalah dengan menggunakan bersama Jaringan Lokal Akses Tembaga (JARLOKAT), sebagai dampak dari penguraian jaringan lokal. Penguraian jaringan lokal membuat penyelenggara baru menggunakan bersama JARLOKAT milik penyelenggara lama untuk menyalurkan layanan jasa telekomunikasinya ke pelanggan. Negara pertama yang mengadopsi alternatif ini adalah Amerika Serikat, dan sekarang telah berkembang di negara-negara Eropa. Dalam tesis ini, sistem teknologi x-DSL yang dipakai dalam penggunaan bersama JARLOKAT adalah ADSL dan DSL Lite. Kedua jenis teknologi ini memungkinkan satu kabel tembaga ke pelanggan dapat disalurkan layanan data dan telepon. Tesis ini menyediakan wacana tentang penerapan penggunaan bersama JARLOKAT di Indonesia, dimana akan merubah penyelenggaraan telekomukasi. Penerapannya sendiri disesuaikan dengan infrastruktur JARLOKAT yang dimiliki oleh PT. TELKOM. Hasil penelitian tesis menunjukkan bahwa penggunaan bersama JARLOKAT dibagi menjadi dua model. Model pertama memakai wilayah lokal dengan banyak sentral, dan model yang kedua memakai wilayah lokal dengan sentral tunggal.
With the introduction of Telecommunication Act no. 36/'99 and the World Trade Organization (WTO) Agreement, Indonesia has to face telecommunication liberalization, which ultimately will improve competition environment for multi operators. One of the best alternatives for enhancing the quality of competition is the sharing of copper local loop access network as the impact of Unbundling Local Loop (ULL). ULL will facilitate new entrants to use the incumbent's local loop for delivering their telecommunication services. The USA is the first country to apply ULL, and presently many European countries adopt ULL. In this thesis, the x-DSL technology systems for the sharing of copper local loop access network are ADSL and DSL Lite. Both systems enable a copper local loop to deliver simultaneously data services and Public Old Telephone Service (POTS). This thesis provides a discourse about the application of the sharing of copper local loop access network in Indonesia, which will change in the provisioning of telecommunication services. Its application is adapted to the copper local loop access network infrastructures owned by PT. TELKOM. The result of the research in this thesis shows that the sharing of copper local loop access network is divided into two models. The first model is based on Multi Exchange Area, and the second is based on Single Exchange Area.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2001
T4211
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yenny Verdiana Dyah Vitriany
Abstrak :

Convergence of telecommunication technology development has created cheaper alternative service for the telecommunication service user's society in the form of internet telephone service. By internet telephone service entrance, Telkom, in this case Telkom Jakarta Timur, as PSTN incumbent operator and also as internet telephone service provider needs to recognize Telkom's internet telephone service position evaluated from revenue contribution, influence to revenue of SLJJ and SLI and also characteristic of user. Beside that to increase the internet telephone service business, it is necessary for Telkom Jakarta Timur to identify growth opportunity intensively. This is done by market penetration strategy, market development strategy and product development strategy using Ansoffs Market-Product Expansion Diagram.

By implementing these strategies, the internet telephone revenue which is projected could reach Rp. 9.836.008.616,- at the year of 2010, could reach Rp 82.155.716.969,- at the year of 2010.;Convergence of telecommunication technology development has created cheaper alternative service for the telecommunication service user's society in the form of internet telephone service. By internet telephone service entrance, Telkom, in this case Telkom Jakarta Timur, as PSTN incumbent operator and also as internet telephone service provider needs to recognize Telkom's internet telephone service position evaluated from revenue contribution, influence to revenue of SLJJ and SLI and also characteristic of user. Beside that to increase the internet telephone service business, it is necessary for Telkom Jakarta Timur to identify growth opportunity intensively. This is done by market penetration strategy, market development strategy and product development strategy using Ansoffs Market-Product Expansion Diagram.
2006
T16884
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Richard Augusta
Abstrak :
Salah satu faktor yang dapat dijadikan sebagai indikator perkembangan suatu negara adalah perkembangan di sektor Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK). Upaya keras pemerintah Indonesia untuk membangun di sektor TIK ini kian gencar, pemerintah ingin agar sektor TIK ini dapat dinikmati hingga seluruh lapisan masyarakat. Industri Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) kian hari kian berkembang, Ketidakpuasan manusia dalam ber-eksplorasi dalam bidang TIK membuat perkembangan dunia TIK semakin cepat. Selama ini industri perangkat TIK di Indonesia masih di dominasi oleh industri TIK asing Mereka seakan sepenuhnya menguasai seluruh perangkat teknologi di Indonesia sehingga kita serasa tersuapi teknologi oleh bangsa asing, Apapun bentuknya, sepertinya kita hanya menerima perangkat teknologi tersebut dari mereka, kemudian langsung melemparnya kepada penduduk Indonesia. Hasilnya adalah teknologi yang mahal untuk dinikmati secara merata oleh seluruh penduduk Indonesia. Bagaimana dengan peluang kemampuan industri perangkat TIK nasional, sudah sanggup dan siapkah industri perangkat TIK nasional kita bersaing dengan industri bangsa asing, Sehingga dapat memberikan manfaat nasional dan sekaligus menimbulkan kebanggaan memiliki dan menggunakan produk nasional. Hal ini bisa dapat memberikan inspirasi kerja tersendiri. Dan ada baiknya dipertanyakan seberapa besar perhatian pemerintah pusat atas industri perangkat TIK nasional.
One of the factors that indicates the development of a nation is the advances of Information and Communication Technology Sector (ICT). The hard and full efforts in developing Information and Communication Technology Sector has shown by the government of Indonesia. This development is aimed to all levels of people throughout Indonesia. The hard efforts of the Indonesian government for establishing this ICT sector is intensifying, the government expect that this ICT sector could be benefited by all levels of society. The Information Technology and Communication Industry (ICT) has shown its continuous progress throughout days. The human dissatisfaction in exploring in the field of ICT has resulted in the rapid development of this industry. For the meantime, the hardware and software industry for information technology and communication is occupied by the foreign companies. It also gives impact emotionally to the local industry as well as the Indonesian people. Namely, we just accept the foreign hardware and software technology as the most divine technology. Finally, this condition results in the development of high-cost technology that will be used for all Indonesian people. The next question is about the chances of local information technology. Can our local information technology industry and how far is the local industry able to compete with foreign companies? Furthermore, this is expected to contribute national benefits as well as inspire for national pride of using local products. Not only building up the nationalism, but also it will inspire the working. For this reason, it is also compulsory for us to question the government?s attention toward the development of the local information and communication technology.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2007
T40808
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hendra Santoso
Abstrak :
Implementasi Jaringan Tetap Akses Nirkabel (FWA) sejak tahun 2002 telah meningkatkan penetrasi telepon tetap dari 3 % pada tahun 2002 menjadi 9 % pada tahun 2007. Layanan FWA telah berkembang menjadi layanan yang mirip dengan Layanan Telepon Bergerak Seluler (Layanan Seluler) baik dari segi fitur maupun cakupan geografisnya. Sehingga Layanan FWA dianggap menjadi pesaing langsung Layanan Seluler. Pengenaan BHP Frekuensi kepada Penyelenggara FWA yang jauh lebih rendah dari Penyelenggara Layanan Seluler telah menciptakan kompetisi yang tidak seimbang. Berdasarkan hasil perhitungan tarif pungut Bakrie Telecom dan Telkom FWA terlihat bahwa tarif yang diberlakukan jauh dibawah tarif Layanan Seluler. Namun tarif FWA masih menghasilkan margin keuntungan yang mencukupi dibandingkan dengan penyelenggara telekomunikasi lainnya di Indonesia dan negara lain. Dengan melakukan simulasi kenaikan BHP Frekuensi FWA sampai pada tingkat yang sama dengan Layanan Seluler, ternyata masih menghasilkan margin keuntungan yang baik yang ditunjukkan oleh Margin Laba Operasi sebesar 20 % hingga 34 % dan EBITDA Margin sebesar 38 % hingga 45 % . Sedangkan jika margin keuntungan saat ini tetap dipertahankan, maka akan terjadi kenaikan tarif pungut 6 % sampai 9 %. Berdasarkan hasil simulasi dapat dilihat bahwa kenaikan BHP Frekuensi FWA tidak membawa dampak bisnis yang buruk bagi kondisi penyelenggaraan FWA. Apalagi jika mempertimbangkan pertumbuhan trafik layanan FWA sebesar lebih dari 66 %, pertumbuhan basis pelanggan lebih dari 52 % dan pertumbuhan pendapatan lebih dari 23 %, maka tingkat keuntungan akan terus bertambah. Namun demikian yang lebih penting adalah besaran BHP Frekuensi yang tepat akan menciptakan kompetisi yang seimbang dan mendorong penggunaan frekuensi lebih efisien, sehingga memberikan manfaat yang sebesar ? besarnya bagi masyarakat sebagai stakeholder yang terpenting.
The implementation of Fixed Wireless Access Network (FWA) since 2002 has increased the fixed telephone penetration from 3% in 2002 to 9 % in 2007. The FWA services have been extending to become similar with Cellular Mobile Telephone Services (cellular services) in term of features and geographical coverage. Therefore the FWA services are considered as direct competitor to the cellular services. The much lower frequency usage right fee for FWA providers compared to cellular service providers has created unequal competition. Based on the retail tariff calculation result for Bakrie Telecom and Telkom FWA, the applied rates are much lower than the cellular services rates. However, the FWA services rates are still providing adequate profit margins compared with other telecommunications service providers in Indonesia and other countries. By performing a simulation of raising FWA frequency usage right fee to the same level with cellular services, it still results an adequate profit margins as indicated by operating income margin of 20 % - 34 % and EBITDA Margin of 38 % - 45 %. Whereas if the current profit margin is still maintained, they have to raise retail tariff to 6 % - 9 %. According to the simulation results it can be observed that raising the FWA frequency usage right fee does not cause unacceptable business impact to their service provision. Moreover considering the FWA services traffic growth more than 66 %, the subscriber base growth more than 52 % and the revenue growth more than 23 %, the profit margin will grow continuously. However more importantly, an equitable frequency usage right fee will create a fair competition and promote more efficient frequency usage, so that it will provide maximum benefit to the people being the most important stakeholder.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2008
T24266
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Syaharuddin
Abstrak :
Dalam era teknologi digital saat ini telah terjadi konvergensi dalam media penyiaran (broadcasting), media telekomunikasi dan media teknologi informasi. Perkembangan teknologi bidang penyiaran TV saat ini sedang beralih (migrasi) dari sistem analog ke sistem penyiaran digital karena sistem penyiaran TV digital dapat memberikan keuntungan lebih dibandingkan dengan sistem analog yaitu kualitas gambar dan suara yang lebih baik, lebih tahan terhadap gangguan interferensi, tersedianya layanan-layanan baru yang bersifat interaktif pemanfaatan spektrum frekuensi yang lebih efesien serta kemampuan SFN (Single Frequency Network). Bagi pemerintah sebagai regulator, penerapan sistem penyiaran TV digitalakan dapat meninggkatkan efesiensi penggunaan spektrum frekuensi, dimana 1 (satu) kanal TV analog dapat menyalurkan 4-8 program siaran TV digital, sehingga dapat menampung lebih banyak penyelenggara TV baru, dengan demikian sebagian spektrum penyiaran yang ada dapat dimanfaatkan untuk dinas (service) lain yang akhirnya akan meningkatkan penerimaan negara dalam bentuk Biaya Hak Penggunaan (BHP) frekuensi. Penerapan sistem penyiaran TV digital juga berdampak secara finasial dengan adanya pengeluaran tambahan bagi penyelenggara TV yang ada untuk menyediakan perangkat digital, sedangkan bagi masyarakat diperlukan perangkat penerima TV digital baru atau Set-Top-Box yang dapat mengkonversi sinyal digital ke sinyal analog. Dalam pelaksanaan migrasi sistem penyiaran TV analog ke sistem penyiaran TV digital diperlukan strategi kebijakan pemerintah yang tepat agar penerapan sistem penyiaran digital di Indonesia dapat berjalan dengan mulus. Dalam tesis ini akan memfokuskan pada analisa model bisnis penyelenggaraan penyiaran digital dan proses perizinannya dengan memperhatikan pengalaman? pengalaman dari beberapa negara-negara maju dan berkembang (benchmarking) dalam penerapan sistem penyiaran TV digital. Dengan menggunakan analisa kwalitatif dalam tesis ini, maka akan dihasilkan rumusan identifikasi strategi kebijakan pemerintah dalam penerapan sistem penyiaran TV digital di Indonesia khususnya dalam penentuan model bisnis penyelenggaraan penyiaran digital.
In the present digital technology era, there has been technology convergence in broadcasting, telecommunication and information technology media. Presently, the TV digital broadcasting technology development is migrating from analogue to the digital broadcasting system, because digital TV broadcasting system provides better benefits compared to analogue TV broadcasting i.e. better sound and picture quality, resistance to harmful interference, the availability of new interactive services, more efficient frequency spectrum utilization and the capability of Single Frequency Network (SFN). As for the government, as regulator, such digital TV broadcasting system implementation will be able to improve the efficiency of frequency spectrum utilization, in which one (1) analogue TV channel can distribute 4-8 digital TV programmes, therefore it can accommodate more TV broadcasters, as a result some of broadcasting spectrum can be used for other services for the benefit of the State income in the form of the Frequency Utilization Rights Fee. The implementation of digital broadcasting system will also affect financially as additional cost since existing TV broadcasters must provide digital equipment, whereas the public is required to purchase the new digital TV receiver equipment or Set-Top-Box which could convert digital signal to analogue during the transition period. In the implementation of migration from analogue TV broadcasting system to digital TV broadcasting system, it is necessary to have the right Government policy strategy in order to have smoothly migration implementation in Indonesia. This paper focuses on analysis towards business model of digital broadcasting implementation and its licensing process by considering developed and developing countries' experiences (benchmarking) within the implementation of digital TV broadcasting system. With the support of qualitative Analysis made in this thesis, therefore we will have the formulation of identification strategy on government policy in the implementation of digital TV broadcasting in Indonesia particularly in decision of a business model for digital broadcasting implementation.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2008
T24267
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Asyarudin
Abstrak :
Perkembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) mengarah kepada jaringan pita-lebar yang berbasis Internet Protocol (IP). Dengan jaringan berbasis IP pita-lebar ini, berbagai layanan dapat diantar ke pelanggan tidak terbatas pada layanan berbasis suara saja, namun juga mampu mencakup layanan data dan video dengan kualitas tinggi. Salah satu dari layanan yang menjadi pembicaraan hangat saat ini dan disebut-sebut sebagai sebuah hasil revolusi dari teknologi penyiaran dan konvergensinya dengan teknologi telekomunikasi adalah Internet Protocol Television atau disingkat dengan IPTV. Dengan layanan IPTV, pelanggan dapat menikmati lebih dari sekedar menonton siaran televisi, karena IPTV memungkinkan pelanggan berinteraksi dengan siaran tersebut dengan berbagai fitur-fitur nya. Di Indonesia, layanan IPTV masih merupakan tahap awal dan masih memerlukan kajian mendalam dan peran serta dari berbagai pihak agar dapat diselenggarakan dalam kondisi yang cocok. Salah satu yang harus dipersiapkan segera oleh pemerintah adalah Regulasi yang dapat menjamin perkembangan bisnis IPTV secara sehat. Dalam penyusunan tesis ini penulis telah melakukan pengkajian terhadap regulasi yang ada terutama yang berkaitan dengan penyelenggaraan siaran dan telekomunikasi, melakukan studi terhadap regulasi IPTV di negara-negara lain, melakukan survey terhadap pemangku-kepentingan (stake holder), dan terakhir merumuskan usulan tentang regulasi yang dinilai penulis paling cocok untuk diterapkan di Indonesia.
The development of information and communication technology (ICT) is heading to Internet Protocol (IP) based broadband networks. With IP-based broadband networks, various services could be channeled to the customer not only limited to voice based services, but also capable to cover data and video services with high quality. One of new services hotly discussed at present is mentioned as created as a revolutionary result of broadcast technology and its convergence with mergering telecommunication technology is the Internet Protocol Television or abbreviated as IPTV. Through IPTV services, a customer could enjoy more than watching broadcast television, as IPTV would enable customers to interact with the broadcast with various features. In Indonesia IPTV service is still in its early stage and require indepth discussion and needs and the participation various parties in order that it could be operated in a suitable condition. One which has to be prepared immediately by the government is the Regulation that guarantee the healthy business IPTV growth. In this thesis the Author has analyzed the existing regulations especially those related to broadcasting and telecommunication, performed a study on IPTV regulation in other countries, performed a survey to the stakeholders and finally compose a proposal for a regulation that the author finds it is most suitable to be implemented in Indonesia.
2009
T26025
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library