Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 7 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Anak Agung Ngurah Ketut Putra Widnyana
"ABSTRAK
Latar Belakang Leukemia limfoblastik akut LLA adalah keganasan paling sering pada anak di sebagian besar dunia insiden bervariasi di berbagai daerah mulai 15 sampai 40 Keberhasilan pengobatan pada LLA dapat dilihat berdasarkan angka kesintasan Rumah Sakit Sanglah telah merawat pasien leukemia anak akan tetapi sampai saat ini belum pernah dilakukan penilaian terhadap kesintasan pada kasus leukemia akut Tujuan Untuk mengetahui angka kesintasan pasien LLA serta faktor faktor yang memengaruhi LLA di bawah umur 12 tahun di RSUP Sanglah dari tahun 2010 2012 Metode Penelitian kohort retrospektif dilakukan di RS Sanglah dengan menggunakan data sekunder dari catatan medis pasien LLA dari Januari 2010 ndash Desember 2012 Sampel adalah pasien berusia 0 12 tahun terdiagnosis LLA kemudian dikelompokkan menjadi risiko biasa dan risiko tinggi berdasarkan nilai leukosit awal usia dan protokol LLA tahun 2006 Hasil Penelitian Terdapat 33 subjek pasien LLA Didapatkan perbedaan bermakna faktor prognostik usia 1 9 tahun dengan usia 9 tahun dan jumlah leukosit 50 000 mL dengan leukosit 50 000 mL memengaruhi angka kesintasan dengan nilai masing masing p 0 023 dan p 0 013 Angka kesintasan hidup secara keseluruhan pasien LLA adalah 30 3 didapatkan perbedaan bermakna angka kesintasan antara RT dan RB dengan nilai masing masing adalah 11 8 43 8 dan p ABSTRACT
Background Acute lymphoblastic leukemia ALL is the most common hildhood cancer in the world Incidence rate found various in several countries from 15 to 40 A successful theraphy of ALL be evaluated by the survival rate Sanglah hospital has been treated children with ALL but however a research of survival rate in children with ALL has never been done before Objective To know the survival rate of children with ALL and factors that affect ALL in children under 12 years old that has been treated in Sanglah Hospital from 2010 2012 Method A retrospective cohort study run in Sanglah Hospital using secondary data from medical record of children with ALL between January 2010 December 2012 Sample is ALL patients aged 0 12 years old with diagnosis ALL will be separated into normal risk group and high risk group based on early number of leucosyte age and therapy protokol year 2006 Results There are 33 subjects of children with ALL Significant difference of prognostic factors were found between the age of 1 9 years old and at the age 9 years old as well as between leucocyte count 50 000 mL and those with leucocyte count 50 000 mL affect the survival rate with each p value of p 0 023 and p 0 013 The Overall survival rate of ALL patients was 30 3 There were significant difference of survival rate between RT and RB valued 11 8 43 8 with p;Background Acute lymphoblastic leukemia ALL is the most common hildhood cancer in the world Incidence rate found various in several countries from 15 to 40 A successful theraphy of ALL be evaluated by the survival rate Sanglah hospital has been treated children with ALL but however a research of survival rate in children with ALL has never been done before Objective To know the survival rate of children with ALL and factors that affect ALL in children under 12 years old that has been treated in Sanglah Hospital from 2010 2012 Method A retrospective cohort study run in Sanglah Hospital using secondary data from medical record of children with ALL between January 2010 December 2012 Sample is ALL patients aged 0 12 years old with diagnosis ALL will be separated into normal risk group and high risk group based on early number of leucosyte age and therapy protokol year 2006 Results There are 33 subjects of children with ALL Significant difference of prognostic factors were found between the age of 1 9 years old and at the age 9 years old as well as between leucocyte count 50 000 mL and those with leucocyte count 50 000 mL affect the survival rate with each p value of p 0 023 and p 0 013 The Overall survival rate of ALL patients was 30 3 There were significant difference of survival rate between RT and RB valued 11 8 43 8 with p;Background Acute lymphoblastic leukemia ALL is the most common hildhood cancer in the world Incidence rate found various in several countries from 15 to 40 A successful theraphy of ALL be evaluated by the survival rate Sanglah hospital has been treated children with ALL but however a research of survival rate in children with ALL has never been done before Objective To know the survival rate of children with ALL and factors that affect ALL in children under 12 years old that has been treated in Sanglah Hospital from 2010 2012 Method A retrospective cohort study run in Sanglah Hospital using secondary data from medical record of children with ALL between January 2010 December 2012 Sample is ALL patients aged 0 12 years old with diagnosis ALL will be separated into normal risk group and high risk group based on early number of leucosyte age and therapy protokol year 2006 Results There are 33 subjects of children with ALL Significant difference of prognostic factors were found between the age of 1 9 years old and at the age 9 years old as well as between leucocyte count 50 000 mL and those with leucocyte count 50 000 mL affect the survival rate with each p value of p 0 023 and p 0 013 The Overall survival rate of ALL patients was 30 3 There were significant difference of survival rate between RT and RB valued 11 8 43 8 with p"
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Rahmawati Ridwan
"Ruang Lingkup dan Cara Penelitian : Talasemia merupakan penyakit kelainan darah herediter yang disebabkan oleh terjadinya kerusakan pada sintesis salah satu rantai globin sehingga terjadi ketidak seimbangan pembentukan rantai globin α dan β yang menyebabkan berbagai kelainan pada membran. Pada talasemia-β, yang penderitanya terbanyak di Indonesia, terlihat fenomena pendeknya usia sel darah merah dibandingkan dengan normal (120 hari). Berdasarkan penelitian yang melaporkan terjadinya perubahan-perubahan pada lipid dan protein akibat ketidakseimbangan rantai globin pada Talasemia-β yang menyebabkan terganggunya keseimbangan homeostasis, maka ingin dilakukan penelitian terhadap aktivitas enzim Na+,K+-ATPase pada darah normal dan Talasemia-β, untuk melihat hubungan aktivitas enzim membran dengan pendeknya usia sel darah merah. Penelitian ini merupakan eksplorasi awal dari segi membran molekuler terhadap kemungkinan diperpanjangnya usia sel darah merah pada talasemia-β agar transfusi dapat lebih jarang diberikan. Aktivitas enzim ditentukan berdasarkan Pi inorganik yang dilepaskan dari reaksi enzim dan substrat, tanpa dan dengan penambahan ouabain, dan secara kwantitatif diperiksa dengan metode Fiske Subbarow pada panjang gelombang 660 nm. Pengukuran protein "ghost" dilakukan dengan metode Lowry. Dilakukan juga pengamatan terhadap sel "ghost" dengan teknik perbedaan fase sebagai langkah awal kearah mempelajari bentuk dan perubahan eritrosit yang diinduksi oleh berbagai keadaan. Sebelum metoda yang memberi hasil maksimal dipilih, dilakukan terlebih dahulu pengembangan metoda untuk memilih yang terbaik yang disesuaikan dengan kondisi yang ada.
Hasil dan Kesimpulan : Dari penetapan aktivitas spesifik enzim Na+, K+ -ATPase, diperoleh hasil yang lebih rendah secara bermakna (p>0,05) pada penderita talasemia-β, yaitu 0,096 ± 0,06 p.mol/mg protein/jam dibandingkan dengan eritrosit normal yaitu 0,324 ± 0,20 p.mol/mg protein/jam. Bentuk "ghost" terlihat "resealed" tapi teknik mikroskopik yang dipakai kurang memberikan hasil yang baik pada pengembangan teknik pemeriksaan aktivitas, hasil yang terbaik diperoleh apabila enzim terlebih dahulu diinkubasi pada 37° C selama 20 menit dengan ouabain (inhibitor) pada tabung-tabung tertentu, sebelum direaksikan dengan substrat."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1998
T58872
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ferry Damardjati
"Pemeriksaan trombosit dan waktu protrombin dikatakan merupakan prediktor terjadinya fibrosis hati, akan tetapi hal ini masih diperdebatkan. Ultrasonografi (USG) merupakan alat yang dapat memberikan gambaran permukaan hati. Colli dick melaporkan, bila dijumpai ekogenisitas yang tidak homogen pada permukaan hati, kemungkinan besar telah terjadi fibrosis atau sirosis hati.
RUMUSAN MASALAH
1. Sampai saat ini belum banyak studi yang melaporkan bagaimana perjalanan klinis infeksi VHC pada anak. Masih sedikit penelitian yang melaporkan perjalanan penyakit infeksi VHC pada anak yang menderita hemofilia. Belum pemah dilakukan penelitian infeksi VHC kronik pada pasien hemofilia di Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI/RSCM.
2. Beberapa penelitian melaporkan pemeriksaan non invasif, mudah, mudah dan cukup balk dalam menilai derajat beratnya penyakit hati secara tidak langsung pada pasien dengan infeksi VHC. Pemeriksaan ini terdiri dari ALT, rasio AST/ ALT, jumlah trombosit. Sampai saat ini belum pernah dilakukan penelitian gambaran ALT, rasio AST/ALT, jumlah trombosit pasien hemofilia yang terinfeksi VHC di Departemen Iimu Kesehatan Anak FKUI/RSCM.
TUJUAN PENELITIAN
Umum
Mengetahui gambaran klinis infeksi VHC pada pasien hemofilia di Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI/RSCM.
Khusus
1. Mengetahui proporsi pasien hemofilia yang menderita infeksi VHC kronik.
2. Mendapatkan gambaran manifestasi klinis infeksi VI-IC pada pasien hemofilia.
3. Mendapatkan gambaran :
- Jumlah trombosit
- Peningkatan ALT
- Rasio AST/ ALT"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T58473
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Luszy Arijanty
"Thalassemia merupakan suatu kelainan genetik yang diturunkan secara autosomal resesif. Pada thalassemia terjadi proses hemolisis, sehingga terjadi anemia kronis. Penyakit thalassemia membawa banyak sekali masalah bagi penderitanya, mulai dan kelainan darah sampai kelainan berbagai organ tubuh akibat proses penyakitnya maupun akibat usaha pengobatannya, karena penderita thalassemia berat akan memerlukan transfusi darah seumur hidupnya.
Secara klinis dibedakan antara thalassemia mayor dan thalassemia minor. Pasien thalassemia mayor umumnya menunjukkan gejala klinis yang berat, berupa anemia, hepatosplenomegali, pertumbuhan yang terhambat dan gizi kurang sampai gizi buruk. Pasien thalassemia mayor memerlukan transfusi darah terus-menerus. Gejala anemia bahkan sudah dapat terlihat pada usia kurang dari satu tahun. Bentuk heterozigot biasanya secara klinis sukar dikenal karena tidak memperlihatkan gejala klinis yang nyata dan umumnya tidak memerlukan pengobatan. Wahidiyat mendapatkan 22,7% penderita thalassemia tergolong dalam gizi baik, 64,1% gizi kurang dan 13,2% gizi buruk. Gangguan pertumbuhan pada penderita thalassemia disebabkan oleh banyak faktor, antara lain faktor hormonal akibat hemokromatosis pada kelenjar endokrin, hipoksia jaringan akibat anemia, serta adanya defisiensi mikronutrien terutama defisiensi seng. Faktor lain yang berperan pada pertumbuhan penderita thalassemia adalah faktor genetik dan lingkungan. Nutrisi merupakan faktor lingkungan yang panting dalam mempengaruhi tumbuh kembang anak. Beratnya anemia dan hepatosplenomegali menyebabkan nafsu makan menurun, sehingga asupan makanan berkurang, berakibat terjadinya gangguan gizi. Bila kadar hemoglobin dipertahankan tinggi, lebih kurang 10 g/dL, disertai pencegahan hemokromatosis, maka gangguan pertumbuhan tidak terjadi.
Alabat pemberian transfusi darah berulang dan penggunaan deferoksamin untuk kelasi besi, yang tidak teratur akan terjadi penimbunan besf. Kadar besi yang berlebihan di dalam tubuh akan diubah menjadi feritin Gangguan berbagai fungsi organ dapat teijadi bila kadar feritin plasma lebih clan 2000 ng/m2 . Kadar feritin plasma yang tinggi dapat menyebabkan penurunan kadar seng dalam darah, karena besi dan seng bersaing pads saat akan berikatan dengan transferor (binding sife), setelah diabsorpsi pads mukosa jejunum dan ileum s,g
Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah di atas, dapat dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut:
- Berapa rerata kadar seng plasma pada pasien thalassemia mayor ?
- Berapa besar korelasi antara kadar seng plasma dengan kadar feritin plasma?
- Apakah terdapat korelasi antara kadar seng dengan status gizi pasien thalassemia mayor ?
TUJUAN PENELITIAN
Mengetahui rerata kadar seng plasma, serta korelasinya dengan kadar feritin plasma, dan status gizi pasien thalassemia mayor di Departemen Ilmu Kesehatan Anak Perjan RSCM."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T58474
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Renno hidayat
"Latar Belakang : Pasien anak dengan keganasan yang mendapatkan pengobatan kemoterapi sering mengalami episode demam neutropenia. Kondisi ini akan meningkatkan risiko infeksi yang berat akibat penurunan fungsi utama neutrofil sebagai pertahanan terhadap mikroorganisme asing. Rondinelli, dkk telah mengusulkan suatu sistem skoring untuk memprediksikan terjadinya komplikasi infeksi berat pada pasien keganasan dengan demam neutropenia selama pemberian kemoterapi sehingga diperoleh tata laksana yang sesuai. Faktor risiko prediktif terjadinya infeksi berat tersebut meliputi usia < 5 tahun, penggunaan kateter vena sentral, suhu tubuh > 38,50 C, kadar hemoglobin < 7 g/dL, adanya fokus infeksi, dan terdapatnya infeksi saluran nafas akut bagian atas. Tujuan : Mengetahui apakah sistem skoring Rondinelli dapat membantu mendeteksi risiko terjadinya komplikasi infeksi berat pada anak dengan LLA-L1 yang mengalami demam neutropenia selama pemberian kemoterapi fase induksi di Divisi Hematologi-Onkologi IKA FKUI/RSCM. Metode : Penelitian ini adalah uji diagnostik dengan metode potong lintang retrospektif dengan membandingkan sistem skoring Rondinelli terhadap baku emas terjadinya komplikasi infeksi berat berupa kondisi septikemia disertai terdapatnya bakteremia pada kultur darah. Sampel diambil dari data sekunder berupa rekam medis pasien-pasien LLA-L1 yang menjalani rawat inap di bangsal Departemen IKA FKUI/RSCM mulai bulan Januari 2010 hingga bulan Agustus 2012. Subyek penelitian adalah pasien anak berusia 0 hingga 18 tahun dengan Leukemia limfoblastik akut L1 (LLA-L1) yang mengalami episode demam neutropenia yang pertama kali selama pemberian kemoterapi fase induksi. Hasil : Penelitian dilakukan pada 30 subyek yang memenuhi kriteria inklusi. Insidens komplikasi infeksi berat saat episode demam neutropenia yang pertama kali pada pasien LLA-L1 selama pemberian kemoterapi fase induksi sebesar 30%. Sensitivitas, spesifisitas, nilai duga positif, nilai duga negatif, rasio kemungkinan positif, dan rasio kemungkinan negatif skoring Rondinelli untuk mendeteksi komplikasi infeksi berat pada pasien LLA-L1 dengani demam neutropenia selama pemberian kemoterapi fase induksi berturut-turut adalah 66,7%; 90,5%; 75%; 86,3%; 6,94; dan 0,36. Area di bawah kurva ROC pada penelitian ini 0,759. Simpulan : Sistem skoring Rondinelli merupakan instrumen yang cukup baik untuk mendeteksi komplikasi infeksi berat pada anak dengan LLA-L1 yang mengalami demam neutropenia selama pemberian kemoterapi fase induksi.

Background: Pediatric patients with malignancy who are receiving chemotherapy often experience febrile neutropenia episodes. This condition increase the risk of serious infection due to decreased of neutrophil which have primary function as a defense against foreign microorganisms. Rondinelli, et al have been proposed a scoring system for predicting the occurrence of severe infection complications in malignancy patients with febrile neutropenia after receiving chemotherapy in order to obtain appropriate treatment. Predictive risk factors for severe infection include age < 5 years, use of central venous catheter, body temperature > 38.50 C, hemoglobin level < 7 g/dL, the presence clinical focus of infection, and the absence of upper respiratory tract infection. Objective: To know whether Rondinelli scoring system can help in detecting the risk of severe infection complications in ALL-L1 with febrile neutropenia during the induction phase chemotherapy in the Pediatrics Hematology-Oncology Division, Universitas Indonesia Faculty of medicine / CMH. Method: This is a diagnostic study with a retrospective cross-sectional method by comparing the Rondinelli scoring system with the gold standard of severe infection complications such as septicemia condition and bacteremia in blood culture. Subjects were taken from the medical record of LLA-L1 patients in Pediatric Department, Universitas Indonesia Faculty of medicine / CMH starting from January 2010 until August 2012. Subjects were pediatric patients aged 0 to 18 years with ALL-L1 who experienced the first episodes of febrile neutropenia during the induction phase chemotherapy. Results: The study was conducted in 30 subjects who met the inclusion criteria. The incidence of severe infectious complications at the first episode of febrile neutropenia in patients ALL- L1 during the induction phase of chemotherapy was 30%. Sensitivity, specificity, positive predictive value, negative predictive value, positive likelihood ratio, and negative likelihood ratio Rondinelli scoring for detecting severe infection complications in ALL-L1 neutropenia patients with febrile neutropenia during the induction phase of chemotherapy respectively are 66.7%; 90.5%, 75%, 86.3%, 6.94, and 0.36. In this study, area under the ROC curve was 0.75. Conclusion: Rondinelli scoring system is fairly good instrument for detecting complications of severe infections in ALL-L1 with febrile neutropenia during the induction phase chemotherapy"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Gita Widyapuri
"ABSTRAK
Latar Belakang: Glukokortikoid berperan penting dalam pengobatan leukemia limfoblastik akut (LLA), namun dapat menimbulkan efek samping berupa gangguan pada aksis hipotalamus-hipofisis-adrenal (HHA). Penekanan aksis HHA menyebabkan respons kortisol terhadap stres berkurang sehingga merupakan penyebab morbiditas dan mortalitas LLA pada anak.
Tujuan: Mengetahui fungsi kelenjar adrenal pada anak dengan LLA setelah kemoterapi fase induksi dengan glukokortikoid dosis tinggi.
Metode: Penelitian bersifat before and after dengan menilai fungsi kelenjar adrenal pada pasien LLA baru sebelum kemoterapi fase induksi yang mendapatkan prednison atau deksametason oral selama 6 minggu dan setelah tapering off glukokortikoid selama 1 minggu. Sebanyak 20 subjek dari 4 rumah sakit di Jakarta direkrut dan dianalisis. Penilaian fungsi kelenjar adrenal dilakukan dengan uji stimulasi ACTH dosis standar (250 μg).
Hasil: Dari 20 subjek, terdapat 14 subjek yang mengalami insufisiensi adrenal pasca-kemoterapi fase induksi berdasarkan kriteria peningkatan kortisol pasca-uji <18 μg/dL. Nilai median kadar kortisol pra-uji dan pasca-uji sebelum kemoterapi berturut-turut adalah 14,72 μg/dL (2,01 – 46,1 μg/dL) dan 29,29 μg/dL (21,65 – 55,15 μg/dL), dan kadar kortisol pra-uji dan pasca-uji sesudah kemoterapi berturut-turut adalah 5,87 μg/dL (0,2 – 20,53 μg/dL) dan 10,49 μg/dL (0,33 – 28,69 μg/dL). Gejala klinis tidak berbeda bermakna antara subjek yang mengalami insufisiensi adrenal dengan yang mereka tidak mengalami insufisiensi adrenal.
Simpulan: Sebanyak 14 dari 20 subjek mengalami insufisiensi adrenal setelah mendapatkan glukokortikoid dosis tinggi selama kemoterapi fase induksi walaupun telah tapering off selama 1 minggu. Tidak ada gejala klinis yang spesifik ditemukan berkaitan dengan insufisiensi adrenal.

ABSTRACT
Background: Glucocorticoids play an important role in the treatment of acute lymphoblastic leukemia (ALL), but can cause side effects such as suppression of the hypothalamic-pituitary-adrenal (HHA) axis. Suppression of the HHA axis causes adrenal insufficiency and disturb cortisol response to stress and may be a cause of morbidity and mortality in children ALL.
Objective: To evaluate adrenal function in children with ALL after induction chemotherapy with high dose glucocorticoids.
Methods: Twenty children with ALL were evaluated using standard dose (250 μg) adrenocorticotropin hormone (ACTH) test before and after their treatment with prednisone or dexamethasone for 6 weeks of induction phase followed by 1 week tapering off.
Results: Adrenal insufficiency was found in 14 of 20 subjects after induction phase followed by 1-week tapering off based on cortisol post-stimulation <18 μg/dL. The median of cortisol pre- and post-stimulation before induction phase are 14,72 μg/dL (2,01 – 46,1 μg/dL) and 29,29 μg/dL (21,65 – 55,15 μg/dL), dan cortisol pre- and post-stimulation after induction phase are 5,87 μg/dL (0,2 – 20,53 μg/dL) dan 10,49 μg/dL (0,33 – 28,69 μg/dL). Clinical signs and symptoms did not differ between those who had adrenal insufficiency with those who did not have adrenal insufficiency.
Conclusions: Fourteen out of 20 children with ALL developed adrenal insufficiency after a 6-week induction therapy with glucocorticoids and 1-week tapering off. No specific clinical signs and symptoms were related to adrenal insufficiency."
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Haridini Intan Setiawati Mahdi
"ABSTRAK
Latar belakang: Minimal residual disease MRD adalah faktor prediktor yang sensitif pada leukemia limfoblastik akut LLA dengan menggunakan flowsitometri. Minimal residual disease dapat mendeteksi 1 sel blas diantara 10.000 sel normal 0,01 . Pemerikasaan MRD dapat digunakan untuk menyempurnakan status remisi induksi pada LLA. Metode: Penelitian uji potong lintang selama 4 bulan dilakukan di bagian Onkologi Anak RSKD, Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSAB Harapan Kita; divisi Hematologi-Onkologi RS Kramat 128 pada Febuari ndash; Juni 2017. Subjek adalah pasien yang terdiagnosis LLA yang menyelesaikan kemoterapi pasca fase induksi. Pemeriksaan morfologi sumsum tulang, imunofenotiping leukemia dan MRD untuk evaluasi pasca fase induksi dilakukan dilakukukan di bagian Patologi Klinik RSKD.Hasil penelitian: Pada penelitian ini diikutsertakan 52 subjek dengan usia rerata 6.4 tahun. Subjek lelski 62 lebih banyak dibanding perempuan 38 . Semua pasien dengan leukemia sel B. Stratifikasi Risiko Biasa RB 46 adalah lebih sedikit dibandingkan Risiko Tinggi RT 54 . Minimal residual disease 0,01 42,3 dengan morfologi yang juga remisi. Stratifikasi RB dengan pemeriksaan MRD kuantitatif ABSTRACT
Introduction Minimal residual disease MRD is the most powerful predictor of outcome in acute leukemia and is useful in therapeutic stratification for acute lymphoblastic leukemia ALL protocols. Nowadays, the most reliable methods for studying MRD in ALL are multiparametric flow cytometry. It provides a MRD level of 0,01 of normal cells, that is, detection of one leukemic cell in up to 10.000 normal nucleated cells. Evaluation after induction phase, is the most informative time to predict danger of relapse.Methods A cross sectional study was conducted at Pediatric Hematology Oncology Division, Department of Child Health, Pediatric Oncology Division of ldquo Dharmais rdquo Cancer Hospital Women and Children Harapan Kita Hospital Pediatric Hematology Oncology Division Kramat 128 Hospital on February June 2017. Morphology, immunophenotyping, MRD assessment was performed. Bone marrow aspiration and MRD detection performed after induction phase to evaluate remission.Results A total of 52 diagnosed ALL patients enrolled in this study. The mean age was 6.4 years. Incidence in male 62 is higher than female 38 . All patients are B lineage. Standard risk SR patients 46 is less than high risk HR patients 54 . Minimal residual disease 0,01 1 42,3 and morphological remission. Standard risk stratification with quantitative minimal residual disease "
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
T55568
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library