Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Arif Hartanto
Abstrak :
ABSTRAK
Perkembangan kehidupan menjelang akhir abad ke 20 ditandai dengan kemajuan di hampir semua aspek kehidupan yang kemudian mendorong tumbuhnya arus globalisasi dan liberalisasi. Salah satu hasil kemajuan IPTEK adalah teknologi penerbangan, yang kemudian memacu berkembangnya industri jasa transportasi udara yang kemudian mendorong munculnya kebijakan open sky, yang berkeinginan untuk memanfaatkan ruang udara seluas-luasnya bagi kepentingan perusahaan penerbangan dari negara tertentu.

Sebagai suatu hak penuh dan utuh dari suatu negara (complete and exclusive right of the State), ruang udara memiliki potensi yang dapat memberikan kontribusi yang tidak sedikit bagi pendapatan negara, apalagi bila negara tersebut memiliki wilayah udara yang luas serta berada dalam posisi strategis sebagaimana yang dimiliki oleh Indonesia. Pemanfaatan ruang udara akan terkait erat dengan kegiatan industri penerbangan dan kegiatan ruang angkasa. Dalam tesis ini pembahasan akan dibatasi dalam kaitan dengan kegiatan industri penerbangan, khususnya bisnis penerbangan.

Ruang udara sebagai hak penuh dan utuh atas ruang udara diatas wilayah kedaulatan negara telah diakui oleh hukum internasional, yaitu dalam Convention Relating to the Regulation of Aerial Navigation tahun 1919, kemudian dalam Convention On International Civil Aviation tahun 1944 dan yang terakhir adalah dalam United Nations Convention on the Law of the Sea tahun 1982 atau UNCLOS 1982.

Konvensi-konvensi internasional tersebut menjadikan Indonesia memiliki wilayah kedaulatan seluas 8,4 juta km2 dan berada di posisi silang strategis di antara 2 benua dan 2 samudera, sehingga hak penuh dan utuh atas wilayah ruang udaranya yang memiliki keunggulan komparatif, dapat dimanfaatkan sebagai suatu bargaining power dalam berbagai perundingan dengan negara lain diantaranya adalah untuk Air Service Agreement.

Pemanfaatan yang tepat serta didukung oleh perangkat hukum internasional maupun nasional yang berlaku ditambah dengan sumber daya yang berkualitas, akan memberikan keunggulan bagi Indonesia dalam memanfaatkan ruang udara nya sebagai salah satu sumber daya nasional, sebagaimana diamanatkan oleh Pasal 33 (3) UUD-45.
1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bondan Rizky Ramadhan
Abstrak :
Kabupaten Pandeglang memiliki kedekatan wilayah dengan zona subduksi dan wilayah pertemuan Lempeng Indo-Australia dan Lempeng Eurasia di Selat Sunda. Akibatnya Kabupaten Pandeglang memiliki tingkat kerawanan dan kerentanan gempa bumi, dan untuk itu wilayah rawan gempa bumi dan kerentanan terhadap gempa bumi perlu ditentukan sebagai upaya mitigasi bencana gempa bumi. Faktor - faktor seperti litologi, struktur geologi, lereng, dan nilai PGA (Peak Ground Acceleration) dapat digunakan untuk menentukan wilayah rawan gempa bumi dengan metode skoring. Kerentanan wilayah terhadap gempa bumi ditentukan dengan metode weighted overlay dengan pembobotan dalam aspek lingkungan, sosial, ekonomi, dan fisik. Kerawanan merupakan aspek lingkungan dalam penentuan kerentanan, sedangkan kepadatan penduduk, jumlah penduduk wanita, ratio ketergantungan, dan penyandang disabilitas digunakan dalam penentuan kerentanan aspek sosial. Kerentanan aspek ekonomi menggunakan indikator penduduk miskin dan kerentanan fisik menggunakan kepadatan bangunan. Hasil penelitian menunjukkan wilayah rawan gempa bumi sedang mendominasi Kabupaten Pandeglang dengan luas 64,99% dan mayoritas tersebar pada bagian timur dan selatan Kabupaten Pandeglang. Dalam kerentanan, wilayah kerentanan tinggi terdapat di Kecamatan Labuan dengan luas sebesar 36,07 % dari luas Kecamatan Labuan, sedangkan Kecamatan Sindangresmi dan Kecamatan Munjul merupakan kecamatan dengan kerentanan rendah dengan luas 73.93 % dari luas Kecamatan Sindangresmi dan 61.52 % dari luas Kecamatan Munjul.
Pandeglang Regency has a proximity to the subduction zone and the meeting area of ​​the Indo-Australian Plate and the Eurasian Plate in the Sunda Strait. So that Pandeglang District has an earthquake level of vulnerability and vulnerability. Areas prone to earthquakes and vulnerability to earthquakes need to be determined as an effort to mitigate earthquakes. Factors such as lithology, geological structure, slope, and PGA (Peak Ground Acceleration) values ​​can be used to determine earthquake prone areas by the scoring method. Regional vulnerability to the earth's herds is determined by the weighted overlay method by weighting in environmental, social, economic and physical aspects. Vulnerability is an environmental aspect in determining vulnerability, while population density, female population, dependency ratio, and people with disabilities are used in determining the vulnerability of social aspects. Vulnerability in economic aspects uses indicators of poor population and physical vulnerability using building density. The results showed that earthquake-prone areas were dominating Pandeglang Regency with an area of ​​64.99% and the majority was spread in the eastern and southern parts of the Pandeglang Regency. In susceptibility, the high vulnerability area is in Labuan Subdistrict with an area of ​​36.07% of the area of ​​Labuan Subdistrict, while the Sindangresmi Subdistrict and Munjul Subdistrict are sub-district with low vulnerability with an area of ​​73.93% of the area of ​​Sindangresmi Subdistrict and 61.52% of the total area of ​​Munjul Subdistrict.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indriyanto Seno Adji
Abstrak :
Dalam hukum pidana, khususnya tindak pidana korupsi, telah terjadi terobosan baru dimana perbuatan melawan hukum yang semula diartikan secara "formil" ("wederwettelijk") mengalami pergeseran, karena sifat dari perbuatan itu kini diartikan juga secara "materiel" yang meliputi setiap pembuatan yang melanggar norma-norma dalam kepatutan masyarakat atau setiap perbuatan yang dianggap tercela oleh masyarakat. Perubahan arti menjadi "wederrechtelijk", khususnya perbuatan melawan hukum materil dalam hukum pidana ini (ederrechtelijk) mendapat pengaruh yang kuat sekali dari pengertian secara luas ajaran perbuatan melawan hukum dalam hukum perdata melalui arrest Cohen-Lindenbaum tanggal 31 Januari 1919. Pembaharuan Undang-Undang No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, khususnya pasal 2 ayat 1 maupun Penjelasan pasalnya berkaitan antara penerapan ajaran perbuatan melawan hukum materiel dengan arrest Cohen-Lindenbaum. Semula dalam hukum pidana, ajaran perbuatan melawan hukum materiel dibatasi penggunaannya melalui fungsi Negatif sebagai alasan peniadaan pidana, hal ini dimaksudkan untuk menghindari pelanggaran Asas Legalitas maupun penggunaan analogi yang dilarang dalam hukum pidana. Perkembangan multi-tipologi kejahatan baru yang dianggap koruptif/tercela dan merugikan Masayarakat/Negara dalam skala yang sangat besar seringkali tidak terjangkau oleh peraturan perundang-undangan tertulis yang ada sanksi pidananya, sehingga pelaku dapat bertindak secara bebas dengan berlindung dibalik Asas Legalitas. Dari aspek /pendekatan sejrah pembentukan undang-undang, norma kemasyarakatan, yudikatif dan legislatif, terdapatlah kecenderungan pergeseran kearah fungsi positif dari perbuatan melawan hukum materil, dengan kriteria yang tegas dan limitatif serta kasuistis, yaitu apabila perbuatan pelaku yang tidak memenuhi rumusan delik dipandang dari segi kepentingan hukum yang lebih tinggi ternyata menimbulkan kerugian yang jauh tidak seimbang bagi masyarakat/negara dibandingan dengan keuntungan dari perbuatan pelaku yang tidak memenuhi rumusan delik itu. Tentunya unsur melawan hukum materiel melalui fungsi positif ini diartikan dalam konteks komprehensif secara menyeluruh terhadap unsur-unsur lainnya dalam suatu delik.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2000
D660
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library