Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Denisa Larasati
Abstrak :
Omotenashi dalam masyarakat Jepang merupakan suatu bentuk kebudayaan yang umum ditemukan, terutama pada bisnis ryokan dan restoran. Meskipun kerap disebut sama dengan hospitality, namun omotenashi dapat dipahami sebagai konsep yang berbeda karena kental dengan unsur sejarah dan budaya masyarakat Jepang. Tulisan ini bertujuan untuk melihat penerapan omotenashi yang merupakan budaya Jepang pada restoran otentik Jepang yang berada di luar Jepang yaitu Miu Authentic Japanese Dining Indonesia. Metode yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah studi deskriptif dan kualitatif dengan cara observasi, wawancara serta membaca pustaka yang relevan dengan penelitian, lalu dianalisis dengan konsep omotenashi dari Al-alsheikh (2014) dan didukung oleh konsep omotenashi oleh Ichijou (2015). Analisis yang dilakukan menghasilkan temuan bahwa 1) pada Miu Authentic Japanese Dining dapat ditemukan implementasi omotenashi yang menjadi sebuah bukti bahwa omotenashi dapat diterapkan di negara selain Jepang; 2) penerapan omotenashi di Miu Authentic Japanese Dining terdapat hambatan dari segi sumber daya manusia yang sebagian belum sadar akan pentingnya omotenashi dan perbedayaan budaya antara Jepang dan Indonesia. Studi kasus Miu Authentic Japanese Dining dapat menjadi pertimbangan untuk membuktikan kebudayaan Jepang yaitu omotenashi dapat diaplikasikan di luar negara asalnya dalam wujud bisnis restoran di Indonesia. ......Omotenashi is a form of culture that is commonly found in a Japanese Society, especially in ryokan and restaurant businesses. Even though it is often referred to as hospitality, omotenashi can be understood as a different concept because it is firmly rooted with historical and cultural elements of Japanese society. This paper aims to look at the application of omotenashi which is Japanese culture in authentic Japanese restaurants outside of Japan, namely Miu Authentic Japanese Dining in Indonesia. The method used in this study is a descriptive and qualitative study by means of observation, interviews and reading literature relevant to the research, then analyzed with the concept of omotenashi from Al-alsheikh (2014) and supported by the concept of omotenashi by Ichijou (2015). The analysis carried out resulted in the findings that 1) in Miu Authentic Japanese Dining one can find the implementation of omotenashi which is proof that omotenashi can be applied in countries other than Japan; 2) the application of omotenashi in Miu Authentic Japanese Dining has obstacles in terms of human resources, some of whom are not aware of the importance of omotenashi and the cultural differences between Japan and Indonesia. The case study of Miu Authentic Japanese Dining can be considered to prove that Japanese culture, namely omotenashi, can be applied outside its home country in the form of a restaurant business in Indonesia.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Astrid Raissa Lestari
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan untuk membahas representasi perempuan dalam film Tsuda Umeko: Osatsu ni Natta Ryuugakusei serta menganalisis masalah yang dihadapi oleh Tsuda Umeko dalam film tersebut. Penelitian ini menggunakan dua teori sebagai kerangka analisis, yaitu feminisme liberal oleh Rosemarie Tong (2006, 2007) dan teori kode televisi John Fiske (2001) yang terdiri dari tiga tingkat, yaitu realitas, representasi, dan ideologi. Metode penelitian yang digunakan adalah analisis teks dan analisis visual. Dalam analisis tersebut, data yang ditemukan dibagi menjadi dua kategori, yaitu representasi perempuan tradisional yang mengikuti nilai budaya patriarki dan konsep ryousai kenbo, serta representasi perempuan baru yang dipengaruhi oleh feminisme. Ditemukan tujuh data yang menggambarkan representasi perempuan tradisional dan dua belas data yang menggambarkan representasi perempuan baru. Representasi perempuan tradisional menunjukkan perempuan yang bersikap pasif, patuh, tidak berbicara dengan tegas, dan bergantung pada pernikahannya. Sementara itu, representasi perempuan baru menampilkan sikap yang lebih gigih, berani mengutarakan pendapat, dan mengutamakan pendidikan dan karir. Temuan ini, bersama dengan masalah yang dihadapi oleh Tsuda Umeko dalam film, menunjukkan adanya dua ideologi yang bertentangan. Meskipun terdapat nilai-nilai yang sesuai dengan feminisme liberal, dominasi patriarki dalam masyarakat Jepang pada era Meiji masih sangat kuat. Budaya patriarki telah terinternalisasi baik pada laki-laki maupun perempuan, sehingga sulit untuk melakukan perubahan yang bertentangan dengan nilai-nilai tersebut. ......This study aims to discuss the representation of women in the film Tsuda Umeko: Osatsu ni Natta Ryuugakusei and analyze the problems faced by Tsuda Umeko in the film. This research uses two theories as an analytical framework, namely liberal feminism by Rosemarie Tong (2006, 2007) and John Fiske's television code theory (2001) that consists of three levels, which is reality, representation, and ideology. The research method used is text analysis and visual analysis. In the analysis, the data found were divided into two categories, the representation of traditional women who follow patriarchal cultural values and the concept of ryousai kenbo, and the representation of new women who are influenced by feminism. Seven data were found describing the representation of traditional women and twelve data describing the representation of new women. The traditional female representation shows a woman who is passive, obedient, does not speak assertively, and is dependent on her marriage. Meanwhile, new female representations show a more persistent attitude, daring to express opinions, and prioritizing education and careers. These findings, along with the problems faced by Tsuda Umeko in the movie, suggest the existence of two conflicting ideologies. Although there are values that are in line with liberal feminism, the dominance of patriarchy in Japanese society during the Meiji era was still very strong. Patriarchal culture has been internalized in both men and women, making it difficult to make changes that contradict these values.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library