Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rifana Meika Triskaputri
Abstrak :
Metamorfosa dalam organisasi teror terjadi sebagai bentuk adaptasi dan regenerasi organisasi tersebut. Organisasi teror Al-Jama`ah Al-Islamiyah (Al-JI) bertanggungjawab atas serangkaian aksi teror yang terjadi di Indonesia pada tahun 2000an. Namun pasca Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang menyebutkan bahwa organisasi Al-JI merupakan organisasi terlarang, mereka seolah mati suri. Jika berkaca dari apa yang terjadi pada Darul Islam, pelarangan organisasi tidak menjamin organisasi tersebut akan mati atau merubah ideologinya. Begitupun ketika kehilangan pemimpin, para pengikutnya biasanya akan tetap bertahan untuk mempertahankan ideologinya. Hal ini membuktikan bahwa ideologi tetap bisa bertahan, apapun yang terjadi pada organisasi tersebut. Ideologi dan tujuan mereka untuk mendirikan negara Islam tetap menjadi prioritas utama. Katherine Zimmerman menjelaskan mengenai metamorfosa organisasi teror yang menunjukkan penyesuaian diri dari organisasi teror di semua tingkatan baik itu perubahan keadaan di lapangan, kekalahan yang pernah dialami, juga melihat peluang-peluang baru. Metamorfosa yang terjadi di Al-JI dimulai dari organisasi yang sempat lumpuh hingga akhirnya bisa memiliki ribuan anggota juga sumber pendanaan legal. Al-JI melakukan reorganisasi agar basis organisasi terus berkembang dan memiliki sistem yang adaptif. Untuk kali ini, Al-JI tidak lagi mendahulukan strategi jihad dengan kekerasan seperti dulu. Mereka menggunakan cara yang lebih lunak dengan mengedepankan dakwah dan mulai menyusup pada dunia politik. Menunda aksi jihad kekerasan ini bertujuan untuk bisa membangun basis yang aman di masyarakat agar mendapatkan dukungan penuh. Sehingga perjuangan pendirian Negara Islam bisa tercapai dengan dukungan dari masyarakat. ......Metamorphosis in terror organizations occurs as a form of adaptation and regeneration of the organization. The Al-Jama`ah Al-Islamiyah (Al-JI) terror organization was responsible for a series of terrorist acts that occurred in Indonesia in the 2000s. However, after the verdict of the South Jakarta District Court mentioning that the Al-JI organization was a banned organization, they seemed to have been suspended. If we look from what happened to Darul Islam, banning an organization does not guarantee that the organization will die or change its ideology. Likewise when losing a leader, their followers will usually remain to defend their ideology. This proves that ideology can survive, whatever happens to the organization. Their ideology and purpose for establishing an Islamic state remain top priorities. Katherine Zimmerman explained about the metamorphosis of terror organizations which showed the adaptation of terror organizations at all levels, whether it was changing circumstances on the ground, defeats that had been experienced, also saw new opportunities. The metamorphosis that occurred in Al-JI started from an organization that was paralyzed until finally it could have thousands of members as well as legal funding sources. Al-JI reorganized so that the organizational base continues to grow and have an adaptive system. For now, Al-JI no longer prioritizes the strategy of jihad with violence as before. They use a softer method by promoting da`wah and starting to infiltrate the political world. Delaying this violent jihad is aimed at building a secure base in the community to get full support. So that the struggle for the establishment of an Islamic State can be achieved with the support of the community.
Depok: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Warapsari Jihadtullah Tanara
Abstrak :
Sulawesi Tengah merupakan provinsi yang aktivitas terorismenya sangat dinamis walaupun perjanjian perdamaian Malino telah ditandatangani. Akar permasalahan konflik horizontal yang belum terselesaikan, menyebabkan aktivitas terorisme di Sulawesi Tengah masih terjadi. Yayasan Wisdom Institute yang berlokasi di Palu Sulawesi Tengah adalah sebuah lembaga yang fokus kegiatannya adalah melakukan pembinaan terhadap mantan narapidana terorisme yang berada di wilayah Sulawesi Tengah. Pembinaan dilakukan dengan tujuan untuk merubah pemahaman para mantan narapidana teroris yang berpaham Islam-Jihadis-Radikal menjadi Islam Washathiyah-Moderat. Selanjutnya Yayasan Wisdom Institute menggunakan konsep pembinaan 3H (Heart, Hand, Head), Yayasan Wisdom Institute juga mengajak para mantan narapidana teroris untuk menjadi pejuang perdamaian. Kafilah Pejuang Perdamaian adalah sebuah komunitas yang di bentuk sebagai wadah para mantan narapidana terorisme di Sulawesi Tengah untuk berkumpul dan menyuarakan perdamaian di Sulawesi Tengah. Untuk masyarakat umum, Yayasan Wisdom Institute mengadakan seminar-seminar kebangsaan dan melakukan kegiatan pembinaan mental spiritual. Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif, dengan pendekatan deskriptif. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu melalui wawancara mendalam dan dokumentasi. Selanjutnya dianalisis menggunakan teori peran (role theory dan SWOT Analysis (Strength, Weakness, Opportuniy, and Threat). Penelitian ini mendeskripsikan strategi Yayasan Kemanusiaan dalam hal ini Yayasan Wisdom Institute dalam upaya Counter Violent Extremism. Berubahnya peran mantan narapidana terorisme dari pelaku kejahatan menjadi pejuang perdamaian menunjukkan keberhasilan dari Yayasan Wisdom Institute. Dari istilah Pejuang Perdamaian yang merupakan identitas baru yang mereka maknai dan identifikasi sendiri setelah mengalami proses transformasi identitas maka lahirlah komunitas baru dengan nama Kafilah Pejuang Perdamaian (KPP). Untuk penelitian selanjutnya direkomendasikan perlu mendapatkan informasi yang utuh tentang karakter dan pergaulan kehidupan sehari-hari mantan narapidana teroris Poso (mantan Jihadis Poso) sebelum dan sesudah keluar dari Lembaga Pemasyarakatan sampai akhirnya bergabung dengan Kafilah Pejuang Perdamaian (KPP), dan perlu digali lebih mendalam lagi tentang nasib dan harapan masa depan para narapidana teroris (mantan Jihadis Poso) dan keluarganya. ......Central Sulawesi is a province with very dynamic terrorism activities despite the signing of the Malino peace agreement. The root cause of the unresolved horizontal conflict has caused terrorism activities in Central Sulawesi to still occur. Wisdom Institute Foundation, located in Palu, Central Sulawesi, is an organisation that focuses its activities on fostering former terrorism prisoners in the Central Sulawesi region. Coaching is carried out with the aim of changing the understanding of former terrorist prisoners who hold the Islamic-Jihadist-Radical ideology into Washathiyah-Moderate Islam. Furthermore, the Wisdom Institute Foundation uses the concept of 3H coaching (Heart, Hand, Head), the Wisdom Institute Foundation also invites former terrorist prisoners to become peace fighters. The Caravan of Peace Fighters is a community formed as a forum for former terrorism prisoners in Central Sulawesi to gather and voice peace in Central Sulawesi. For the general public, the Wisdom Institute Foundation organises national seminars and conducts mental and spiritual development activities. This research is a type of qualitative research, with a descriptive approach. Data collection techniques used in this research are through in-depth interviews and documentation. Furthermore, it was analysed using role theory and SWOT Analysis (Strength, Weakness, Opportuniy, and Threat). This research describes the strategy of the Humanitarian Foundation, in this case the Wisdom Institute Foundation, in its Counter Violent Extremism efforts. The changing role of former terrorism prisoners from criminals to peace fighters shows the success of the Wisdom Institute Foundation. From the term Peace Fighter which is a new identity that they interpret and identify themselves after experiencing the identity transformation process, a new community was born under the name Kafilah Pejuang Perdamaian (KPP). For further research, it is recommended that it is necessary to obtain complete information about the character and daily life of former Poso terrorist prisoners (former Poso Jihadists) before and after leaving the Penitentiary until finally joining the Kafilah Pejuang Perdamaian (KPP), and it is necessary to explore more deeply the fate and hopes for the future of terrorist prisoners (former Poso Jihadists) and their families.
Depok: Sekolah Kajian Stratejik Dan Global Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Barus, Faby Izaura Yulvahera
Abstrak :
Tulisan ini mengkaji konsep cyberterrorism dalam konteks Indonesia, menggunakan pendekatan teoritis yang dikembangkan oleh Correia (2022) dan Prof. Golose (2015), serta berdasarkan kasus-kasus serangan siber aktual di negara tersebut. Studi ini memberi fokus pada karakteristik unik cyberterrorism yang mencakup aspek kognitif, di mana kerusakan di wilayah siber, korban, dan ancaman yang ditimbulkan menjadi kriteria penting dalam mengklasifikasikan jenis serangan. Correia mengidentifikasi bahwa cyberterrorism mencakup aktivitas siber yang mengajukan ideologi tertentu dan mengancam publik serta properti. Analisis kasus Bjorka, Polrileak, dan kebocoran data Bank Syariah Indonesia (BSI) dalam penelitian ini menyediakan contoh konkret dari Cyber Dependent Terrorism. Penelitian ini juga menyoroti bahwa parameter utama dalam mengevaluasi cyberterrorism bukanlah pada korban jiwa atau kerusakan fisik yang langsung tampak, melainkan lebih pada kerusakan data dan dampak psikologis yang diakibatkannya. Dampak serangan siber ini tidak hanya mengganggu layanan publik dan ekonomi, tetapi juga menimbulkan rasa takut dan ketidakamanan di masyarakat. Studi ini menekankan pentingnya pengembangan strategi pencegahan dan respons yang cepat dan efektif dalam menghadapi cyberterrorism, yang meliputi aspek kerjasama internasional dan peningkatan kesadaran serta pendidikan masyarakat. Dengan menggarisbawahi bahwa potensi ancaman cyberterrorism di Indonesia akan terus meningkat, penelitian ini mengajukan pendekatan holistik dalam mengatasi tantangan ini. Pendekatan tersebut mencakup perlunya kebijakan yang lebih kuat, kerjasama antar-sektor yang lebih intensif, dan pengembangan program pendidikan yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran tentang bahaya cyberterrorism. Diharapkan, dengan strategi dan langkah-langkah yang komprehensif ini, Indonesia dapat lebih efektif dalam melindungi keamanan nasionalnya serta privasi dan keamanan warganya dari ancaman cyberterrorism yang berkembang. ......This paper examines the concept of cyberterrorism in the context of Indonesia, using theoretical approaches developed by Correia (2022) and Prof. Golose (2015), and based on actual cases of cyber attacks in the country. The study focuses on the unique characteristics of cyberterrorism, which include cognitive aspects, where damage in the cyber realm, victims, and the threats posed become important criteria in classifying the type of attack. Correia identifies that cyberterrorism encompasses cyber activities that advocate certain ideologies and threaten the public and property. The analysis of cases such as Bjorka, Polrileak, and the data breach of Bank Syariah Indonesia (BSI) in this study provides concrete examples of Cyber Dependent Terrorism. This paper also highlights that the main parameters in evaluating cyberterrorism are not based on casualties or immediate physical damage, but rather on data damage and the psychological impact it causes. The impact of these cyber attacks disrupts public services and the economy, and also generates fear and insecurity in society. The study emphasizes the importance of developing prevention strategies and rapid and effective responses to cyberterrorism, which include aspects of international cooperation and enhancing public awareness and education. By underlining that the potential threat of cyberterrorism in Indonesia will continue to increase, this study proposes a holistic approach to address this challenge. This approach includes the need for stronger policies, more intensive inter-sector cooperation, and the development of educational programs aimed at raising awareness of the dangers of cyberterrorism. It is hoped that with these comprehensive strategies and measures, Indonesia can be more effective in protecting its national security as well as the privacy and safety of its citizens from the growing threat of cyberterrorism.
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dandy Fikhriyanto Soeparan
Abstrak :
Deteksi dan tanggap dini berbasis komunitas merupakan salah satu bentuk pencegahan ekstremisme kekerasan yang mendapatkan sambutan positif dari pemerintah maupun publik, akan tetapi belum banyak penerapannya di masyarakat Indonesia. Penelitian evaluatif ini bermaksud mengkaji model kerja dalam program deteksi dini dan tanggap dini ekstremisme kekerasan “SITI II” oleh organisasi non- pemerintah Peace Generation di Kelurahan Babakan Sari dan Kelurahan Pasirbiru, Kota Bandung, selama bulan September 2019 s.d. Juni 2021. Metodologi penelitian menggunakan pendekatan kualitatif dan pragmatis, dengan teknik pengumpulan data purposive sampling serta metode analisa narasi, untuk mengolah data dari sumber-sumber sekunder dan primer, terutama dari para aktor pelaksana, mitra komunitas, maupun aparatur pemerintahan terkait di tingkat kelurahan, kota, dan nasional. Hal yang diamati adalah subjektifitas aktor pelaksana dan mitra komunitas yang mempengaruhi pelaksanaan SITI II, yang pada awalnya dirancang untuk peningkatan kohesi sosial guna membantu pencegahan ekstremisme kekerasan pada tingkat komunitas. Kesimpulan pada penelitian ini menunjukkan temuan-temuan terkait dampak subjektifitas tersebut, bahwa: (1) Perekrutan kelompok ekstremis menjadi sumber kekhawatiran di masyarakat; (2) SITI II merintis program pencegahan ekstremisme kekerasan berbasis komunitas oleh aktor non-pemerintah; (3) Subjektifitas aktor pelaksana dan mitra komunitas menentukan arah pelaksanaan SITI II; (4) Ekstremisme kekerasan tidak menjadi persoalan prioritas bagi para pemangku kepentingan SITI II; (5) Kaum perempuan memainkan peran strategis sebagai penggerak program pencegahan; (6) Aktor non-pemerintah dapat menjalankan peran proaktif bersama aktor pemerintah. Penelitian ini menawarkan kebaruan dengan mengkaji topik pencegahan ekstremisme kekerasan di tingkat komunitas dan subjektifitas yang terjadi dalam pelaksanaannya. Untuk tindak lanjut, penelitian mengajukan: (1) Saran akademis topik penelitian yang dapat dikembangkan, dengan metode studi perbandingan maupun partisipatoris; (2) Saran praktis agar program serupa SITI kelak dapat mengembangkan kader pengajar yang berdedikasi pada komunitas sasaran; (3) Saran stratejik agar implementasi kebijakan pencegahan ekstremisme kekerasan dapat dilaksanakan dengan metode pembelajaran yang matang, seraya menghindari sekuritisasi dan tetap menjaga rasa aman di masyarakat. ...... Community-based early detection and response, as a form of prevention of violent extremism, has received widely positive response from government and public alike, yet there have been few documented implementations in Indonesian society. This evaluative research sets out to examine a working model in community-based early detection and response program “SITI II” by non- governmental organization Peace Generation in Babakan Sari and Pasirbiru sub- districts, City of Bandung, from September 2019 to June 2021. This research employs a methodology that includes qualitative and pragmatic approach, with purposive sampling data collection technique and narrative analysis method, in processing the data collected from relevant secondary and primary sources – namely implementing actors, community partners, and government officials at sub-district, city, and sub-district levels. The observation explores the subjectivity of implementing actors and community partners that influenced the implementation of SITI II, which was originally designed to increase social cohesion towards preventing violent extremism at community level. The conclusion from this study leans toward findings related to the impact of such subjectivity, that: (1) Existing recruitment of extremist groups is a source of concern in society; (2) SITI II pioneered community-based violent extremism prevention program held by non-government actors; (3) The subjectivity of implementing actors and community partners determines the direction of SITI II implementation; (4) Violent extremism is apparently not an issue of priority for SITI II stakeholders; (5) Women play strategic role as drivers of SITI II; (6) Non- government actors can play a proactive role along with the government; (7) This research has various limitations that needs to be improved upon in the future. This research offers the novelty by examining the topic of preventing violent extremism at community level and the subjectivity that occurs in its implementation. For follow-ups, this research proposes the following: (1) Academic suggestions for relevant research topics that could be pursued, and a case for employing comparative and participatory study methods; (2) Practical suggestion for similar programs like SITI to develop a dedicated teaching cadre in target community; (3) Strategic suggestions for policymakers to implement prevention of violent extremism with tried-and-tested learning methodology, while avoiding securitization yet maintaining a sense of security in the target community.
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik Dan Global Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library