Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 7 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Elisabeth Natalia
"Latar Belakang & Tujuan: Leukemia limfoblastik akut (LLA) adalah jenis kanker yang sering ditemukan pada pasien anak. Selama terapi, pasien akan menerima fase maintenance untuk mencegah remisi dengan diberikan obat utama 6-merkaptopurin. Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi berjalannya fase maintenance, diantaranya kejadan anemia. Studi ini bertujuan untuk memperoleh prevalensi, karakteristik, dan faktor risiko dari pasien yang mengalami anemia selama fase maintenance diperlukan untuk membantu mengantisipasi dan mencegah diberhentikannya fase maintenance yang dapat berakibat pada kejadian relaps.
Metode: Penelitian ini menggunakan studi observational cross sectional. Sebanyak 101 rekam medis pasien anak di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo yang memenuhi kriteria inklusi digunakan sebagai sampel.
Hasil: Usia (p = 0.0025) dan jenis kelamin (p=0.004) memiliki hubungan yang signifikan dengan terjadinya anemia selama fase maintenance terapi ALL dengan 6-merkaptopurin. IMT (p = 0.052), kelompok risiko (p = 0.067), dan kadar serum albumin (p = 0.21) tidak menunjukkan hubungan yang signifikan.
Kesimpulan: Prevalensi kejadian anemia pada pasien LLA yang menjalankan fase maintenance terapi adalah 79.2% dengan karakteristik dimana pasien didominasi oleh pasien laki-laki, median usia 4 tahun, median BMI 16.10 kg/m2, mayoritas tergolong pasien LLA risiko standard, dan median kadar albumin dalam serum 4.50 g/dL. Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya anemia selama fase maintenance terapi LLA mencakup usia dan jenis kelamin.

Background & Aim: Acute lymphoblastic leukemia (ALL) is the most common form of malignancies among children. During the therapy, ALL patients undergo maintenance phase therapy at the end of the protocol with 6-mercaptopurine as the main drug to prevent relapse. However, maintenance phase therapy may be interrupted in several conditions (i.e. anemia) increasing the risk of relapse. This study is done to obtain the prevalence, characteristics and contributing factors to anemia to prevent treatment interruptions and lower the risk of relapse.
Method: This research utilizes observational cross-sectional study. A total of 101 medical records of children patients in Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) that fulfil the inclusion criteria were used as samples.
Result: Age (p = 0.0025) and gender (p = 0.004) have significant relationship with the occurrence of anemia during the maintenance phase of ALL treatment with 6-mercaptopurine. BMI (p = 0.052), risk groups (p = 0.067), and serum albumin level (p = 0.21) do not show significant relationship to anemia in this population.
Conclusion: The prevalence of anemia in ALL patients that underwent maintenance phase therapy is 79.2%, with the several characteristics, including domination by male children patients, median age of 4 years old, median BMI of 16.10 kg/m2, categorized as standard risk group, and median serum albumin level of 4.50 g/dL. The contributing factors to anemia during maintenance phase therapy include age and gender.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sarah Priscilla Margaret
"Latar Belakang: Sampai saat ini, belum ada riset yang membahas prevalensi dan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kejadian neutropenia saat fase pemeliharaan Leukemia Limfoblastik Leukemia (LLA) dalam populasi Indonesia, meskipun neutropenia merupakan komplikasi paling sering dari merkaptopurin (6-MP). Kajian ini bertujuan untuk mengukur prevalensi neutropenia dan mengenali faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kejadian neutropenia pada pasien anak dengan LLA di RSCM yang sedang menjalani terapi fase pemeliharaan dengan menggunakan merkaptopurin.
Metode: Kajian ini menggunakan metode cross-sectional dan data dalam penelitian ini diambil dari rekam medik dari 101 pasien anak di RSCM yang telah atau sedang menjalani fase pemeliharaan LLA (Januari 2014-Desember 2016). Yang termasuk sebagai sampel kajian ini adalah pasien yang berumur 0 sampai 18 tahun yang telah didiagnosa dengan LLA dan telah menjalani terapi maintenance LLA dengan merkaptopurin.
Hasil: Prevalensi pasien anak LLA yang mengalami neutropenia saat fase pemeliharaan dengan merkaptopurin adalah 56.4%. Terdapat hubungan yang signifikan (P=0.003) antara indeks massa tubuh (IMT) dan kejadian neutropenia saat terapi maintenance LLA sementara factor-faktor lain seperti umur (P=0.0795), jenis kelamin (P=0.624), kelompok resiko (P=0.224), dan albumin (P=0.4805) tidak mempunyai efek yang signifikan terhadap kejadian neutropenia. Median dari IMT pasien-pasien yang mengalami neutropenia adalah 15.69 kg/mm2 (12.63-31.76 kg/mm2)
Diskusi: Hasil dari penelitian ini tidak berkorelasi dengan hasil dari penelitian-penelitian yang sebelumnya telah dilaksanakan. Ini mungkin dikarenakan adanya faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi hasil namun tidak dianalisis pada kajian ini seperti ras, obat lain (i.e. cotrimoxazole), status nutrisi, dan polimorfisme gen

Introduction: No research has been done to calculate the prevalence and identify the affecting factors of neutropenia occurrence during the maintenance therapy of childhood acute lymphoblastic leukemia (ALL) in Indonesian population, although neutropenia is the most common side effect of mercaptopurine (6-MP). Hence, this study aims to measure the prevalence of neutropenia and to identify factors that may influence the occurrence of neutropenia during ALL maintenance phase.
Method: The method of this research is cross-sectional and the data was taken from the medical records of 101 patients in Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) who had maintenance therapy (January 2014-December 2016). This study included patients aged 0 to 18 years old who were diagnosed with ALL and used 6-MP during the maintenance phase of ALL.
Result: The prevalence of neutropenia throughout the maintenance therapy of ALL in this study is 56.4%. The factor that can significantly influence the occurrence of neutropenia is body mass index (BMI) (P=0.003) where neutropenic patients tend to have lower BMI while other factors such as age (P=0.0795), gender (P=0.624) risk groups (P=0.224), and albumin (P=0.4805) do not have significant association. The median of the neutropenic patients BMI is 15.69 kg/mm2 (12.63-31.76 kg/mm2).
Discussion: The result of this study does not have a similar outcome with the findings of previous studies. This may be due to the presence of other influencing factors that were not analyzed in this study such as ethnicity, other drugs (i.e. cotrimoxazole), and TMPT genetic polymorphism."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Christy Rerita
"Acute lymphoblastic leukemia has been known as the most common cancer to occur in childhood. Along the treatment process of ALL, hematologic toxicities including thrombocytopenia has been identified as one of the side effects which may occur in patients during the maintenance phase of chemotherapy. This may cause the treatment to be discontinued and lead to a higher risk of relapse. To prevent a worse prognosis, it is essential to analyze factors which may induce thrombocytopenia. This study aimed to identify association between the occurrence of thrombocytopenia with several factors including gender, age, nutritional status, risk group, and serum albumin level. The research was conducted with a cross sectional retrospective analytical approach towards 101 subjects from Rumah Sakit Cipto Mangunkusomo within the year of 2014 – 2016. This study revealed that there were 26.7% of patients that experienced thrombocytopenia, with grade 1 thrombocytopenia accounted for most of the case. These patients with thrombocytopenia were mostly male and there were similar proportions between patients with high risk and standard risk. They had a younger age (median of 3.33 years old), had a good nutritional status, and normal serum albumin level. The result of this study revealed a significant association between age with the occurrence of thrombocytopenia (p=0.003). While, no significant association was found between the occurrence of thrombocytopenia with the other factors including gender (p=0.575), nutritional status (p=1.000), risk group (p=0.799) and serum albumin level (p=0.809). In conclusion, age is the only significant factor that influence the occurrence of thrombocytopenia.

Leukemia limfoblastik akut (LLA) merupakan jenis kanker yang paling sering ditemukan pada anak. Angka kelangsungan hidup pasien semakin meningkat seiring dengan berkembangnya kemoterapi dalam tatalaksana penyakit ini. Namun, terdapat risiko untuk pasien mengalami trombositopenia sebagai salah satu efek samping toksisitas dalam fase pemeliharaan kemoterapi. Hal ini menjadi salah satu penyebab penghentian dini terapi yang dapat meningkatkan risiko untuk mengalami relaps. Untuk menghindarinya, dibutuhkan pengkajian terhadap faktor -faktor yang dapat memicu terjadinya trombositopenia pada pasien LLA. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui asosiasi antara kejadian trombositopenia yang dialami oleh pasien pada fase pemeliharaan kemoterapi, dengan berbagai faktor meliputi jenis kelamin, umur, status gizi, stratifikasi risiko dan kadar serum albumin. Studi ini dilaksanakan menggunakan metode potong lintang dengan pendekatan retrospektif analitik terhadap 101 data anak dengan diagnosis LLA di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo pada tahun 2014 sampai tahun 2016. Dalam penelitian ini, ditemukan bahwa 26.7% pasien mengalami trombositopenia selama fase pemeliharaan kemoterapi, dengan grade 1 trombositopenia berdasarkan klasifikasi ECOG sebagai kasus terbanyak. Diantara pasien yang mengalami trombositopenia, terdapat lebih banyak pasien laki – laki, dengan proporsi seimbang antara pasien dengan risiko standar dan risiko tinggi. Mayoritas pasien trombositopenia memiliki umur yang lebih muda (median 3.3 tahun), mempunyai status gizi yang baik, dengan kadar serum albumin yang normal. Penelitian ini menunjukan adanya hubungan signifikan antara umur dan kejadian trombositopenia (p=0.003). Sementara, kejadian trombositopenia tidak berhubungan dengan faktor lain seperti; jenis kelamin (p=0.575), status gizi (p=1.000), stratifikasi risiko (p=0.799), dan kadar serum albumin (p=0.809). Umur merupakan satu-satunya faktor yang mempengaruhi kejadian trombositopenia pada pasien."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Juan Felix Samudra
"Latar Belakang
Leukemia limfoblastik akut (LLA) adalah keganasan darah tertinggi pada anak dengan tingkat mortalitas yang masih tinggi di negara berkembang. Saat ini berkembang berbagai upaya tatalaksana LLA dan respons terhadap pengobatan tersebut salah satunya dilihat melalui karakteristik dan data hematologi pasien. Interleukin 10 (IL-10) merupakan marker potensial terapi LLA karena perannya dalam mekanisme progresivitas kanker. Akan tetapi, hubungan konsentrasi IL-10 terhadap karakteristik dan data hematologi pasien dalam menentukan respons pasien terhadap pengobatan belum dilakukan. Penelitian ini bertujuan mengukur konsentrasi IL-10 dan melihat hubungannya terhadap karakteristik dan data hematologi pasien yang sedang berada dalam kemoterapi fase pemeliharaan.
Metode
Penelitian potong lintang menggunakan 74 sampel darah tersimpan dari penelitian sebelumnya yang dilakukan pada bulan Januari sampai April 2024 di laboratorium Farmakokinetik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Pengukuran konsentrasi IL- 10 dilakukan dengan metode ELISA dan dibaca melalui spektrofotometer. Karakteristik dan data hematologi pasien didapatkan melalui repositori penelitian sebelumnya. Analisis deskriptif dilakukan pada konsentrasi IL-10, karakteristik, dan data hematologi pasien. Analisis bivariat dilakukan untuk mencari hubungan antara setiap variabel bebas terhadap konsentrasi IL-10 sebagai variabel terikat.
Hasil
Konsentrasi IL-10 pada pasien anak LLA dalam kemoterapi fase pemeliharaan berada dalam rentang 9,32-451,02 pg/ml. Ditemukan hubungan antara konsentrasi IL-10 dengan kelompok usia (p=0,001) dengan OR sebesar 8,667 (95% CI; 2,376-31,611), sedangkan terhadap jenis kelamin, status gizi, dan stratifikasi risiko tidak ditemukan hubungan. Tidak ditemukan hubungan antara konsentrasi IL-10 dengan data hematologi pasien berupa hemoglobin, leukosit, dan trombosit.
Kesimpulan
Konsentrasi IL-10 berhubungan dengan variabel usia pasien LLA anak dalam kemoterapi fase pemeliharaan, tetapi tidak berhubungan dengan variabel karakteristik lain dan data hematologi.

Introduction
Acute lymphoblastic leukemia is the most common hematologic malignancy in children, with a high mortality in developing countries. Treatment strategies are being developed for ALL. Patient characteristics and hematological data are considered when evaluating patient’s response. Interleukin-10 (IL-10) is a potential marker for ALL therapy for its role in cancer progression. However, the association between IL-10 levels those variables mentioned before has not yet been investigated. This study aims to measure IL-10 levels and their association with patient characteristics and hematological data in children undergoing maintenance phase chemotherapy.
Method
This cross-sectional study utilized 74 stored blood samples from a previous study and was conducted between January and April 2024 at the Pharmacokinetics Laboratory, Faculty of Medicine, Universitas Indonesia. IL-10 concentrations were measured using the ELISA method. Patient characteristics and hematological data were obtained from the prior study. Descriptive analyses were performed on IL-10 concentrations, patient characteristics, and hematological data. Bivariate analysis was conducted to examine the association between IL-10 concentration and independent variables.
Results
IL-10 concentrations in pediatric ALL patients undergoing maintenance-phase chemotherapy ranged from 9.32 to 451.02 pg/ml. IL-10 concentration was associated with age group (p = 0.001) with an odds ratio of 8,667 (95% CI; 2,376-31,611). No associations were observed between IL-10 concentration and gender, nutritional status, risk stratification, hemoglobin, leukocytes, and platelets.
Conclusion
IL-10 concentration is associated with age in pediatric ALL patients undergoing maintenance-phase chemotherapy, but no associations were observed with other patient characteristics or hematological data.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
S-pdf;S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rafah Ramadhani Susanto
"Latar Belakang
Leukemia limfoblastik akut (LLA) adalah jenis leukemia agresif, ditandai tingginya jumlah limfoblas/limfosit di darah dan sumsum tulang. IL-6, sitokin inflamasi yang diproduksi oleh berbagai sel, berperan dalam perkembangan LLA dengan memengaruhi progresi sel leukemia. Kemoterapi fase pemeliharaan bertujuan mencegah penyebaran dan kekambuhan LLA, tidak jarang menyebabkan efek samping hematologi. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi kadar IL-6 pada anak dengan LLA yang sedang mendapatkan fase pemeliharaan kemoterapi dan hubungannya dengan karakteristik pasien (usia, jenis kelamin, status gizi, stratifikasi risiko) serta data hematologi (hemoglobin, leukosit, trombosit).
Metode
Penelitian ini menggunakan desain potong lintang dengan 74 sampel plasma darah tersimpan dari penelitian sebelumnya. Kadar IL-6 diukur menggunakan kit ELISA dan alat spektrofotometer. Dianalisis menggunakan SPSS dengan uji Kolmogorov-Smirnov untuk normalitas dan untuk melihat perbedaan menggunakan uji Mann-Whitney U, dengan nilai p yang dianggap bermakna <0,05.
Hasil
Kadar IL-6 pada anak dengan LLA yang sedang mendapatkan fase pemeliharaan kemoterapi antara <2,185–884,830 pg/ml serta tidak terdapat perbedaan kadar IL-6 berdasarkan jenis kelamin, status gizi, stratifikasi risiko, dan data hematologi pasien LLA anak yang sedang mendapatkan fase pemeliharaan kemoterapi. Namun, terdapat perbedaan kadar IL-6 berdasarkan usia pasien (p = 0,006).
Kesimpulan
Terdapat perbedaan kadar IL-6 berdasarkan usia pasien yang sedang mendapatkan fase pemeliharaan kemoterapi.

Introduction
Acute lymphoblastic leukemia (ALL) is an aggressive leukemia characterized by high counts of lymphoblasts/lymphocytes in the blood and bone marrow. IL-6, an inflammatory cytokine produced by various cells, influences leukemia cell progression. Maintenance phase chemotherapy aims to prevent the spread and recurrence of ALL but often results in hematological side effects. This study evaluates IL-6 concentrations in children with ALL undergoing maintenance chemotherapy and examines their relationship with patient characteristics (age, gender, nutritional status, risk stratification) and hematological data (hemoglobin, leukocytes, platelets).
Method
This study used a cross-sectional design with 74 stored plasma blood samples from previous research. IL-6 concentration was measured with an ELISA kit and spectrophotometer. Data were analyzed with SPSS using the Kolmogorov-Smirnov test for normality and the Mann-Whitney U test for differences, with p < 0.05 considered significant.
Results
IL-6 levels in children with ALL undergoing maintenance chemotherapy ranged from <2.185 to 884.830 pg/ml, with no differences observed based on sex, nutritional status, risk stratification, or hematological data. However, there was a significant difference in IL-6 levels based on patient age (p = 0.006).
Conclusion
There was a difference in IL-6 levels based on the age of patients undergoing maintenance chemotherapy.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhamad Fachri Wijaya
"

Doksorubisin merupakan obat kemoterapi yang efektif. Namun, dalam kerjanya, doksorubisin menghasilkan reactive oxygen species (ROS) yang bersifat hepatotoksik. Moringa oleifera merupakan tumbuhan yang memiliki potensi hepatoproteksi dengan kandungan senyawa fenolik dan flavonoidnya yang merupakan antioksidan dan antiinflamasi. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui efek hepatoproteksi ekstrak daun Moringa oleifera (MO) melalui kadar GGT, bilirubin, dan albumin serum. Ketiga parameter ini merupakan biomarker diagnostik dan keparahan kerusakan hati yang dapat dideteksi pada plasma darah. Penelitian ini menggunakan sampel plasma darah tikus tersimpan. Sebanyak 24 ekor tikus Sprague-Dawley jantan dirandomisasi ke dalam 4 kelompok. Kelompok pertama adalah kontrol (Normal) yang diinjeksi NaCl. Ketiga kelompok lainnya diberikan injeksi doksorubisin 4 mg/kgBB/minggu (Dox) atau doksorubisin 4 mg/kgBB/minggu dan MO-200 mg/kgBB/hari (Dox + MO 200) atau doksorubisin 4 mg/kgBB/minggu dan MO-400 mg/kgBB/hari (Dox + MO 400), selama 4 minggu. Pada akhir minggu keempat, tikus dimatikan, lalu darah diambil, disentrifugasi, dan plasma disimpan. Plasma darah tikus tersebut digunakan di penelitian ini untuk dilakukan analisis kadar GGT, bilirubin, dan albumin. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelompok Dox mengalami kerusakan hati yang ditunjukkan oleh peningkatan kadar bilirubin serum secara signifikan. Kadar GGT serum meningkat dan kadar albumin menurun namun tidak signifikan. Kelompok Dox + MO 200 menunjukkan penurunan kadar bilirubin secara bermakna, dan Dox + MO 400 menunjukkan penurunan kadar GGT secara bermakna, sedangkan kadar albumin tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna pada keempat kelompok. Dari hasil tersebut, dapat disimpulkan bahwa ekstrak Moringa oleifera dosis 200 mg/kgBB dan 400 mg/kgBB menunjukkan potensi dalam melindungi hati dari toksisitas doksorubisin.


Doxorubicin is an effective chemotherapy drug but can lead to hepatotoxicity due to the generation of ROS. Moringa oleifera, rich in flavonoid and phenolic compounds with antioxidant and anti-inflammatory properties, is a potential hepatoprotective agent. This study aimed to assess the hepatoprotective effects of Moringa oleifera leaf extract (MO) on doxorubicin through GGT, bilirubin, and albumin levels, which serve as diagnostic biomarkers for liver damage. This study utilized stored rat plasma samples. Twenty-four male Sprague-Dawley rats were randomly assigned to four groups. The first group (normal control) received NaCl injections. The other three groups were administered doxorubicin at 4 mg/kgBW/week (Dox) or doxorubicin at 4 mg/kgBW/week along with MO at 200 mg/kgBW/day (Dox+MO-200) or doxorubicin at 4 mg/kgBW/week along with MO at 400 mg/kgBW/day (Dox+MO-400) for four weeks. At the end of the fourth week, the rats were euthanized, blood was collected, centrifuged, and plasma was stored. The rat plasma samples were used for analyzing GGT, bilirubin, and albumin levels in this study. The results showed that the Dox group exhibited liver damage as indicated by a significant increase in serum bilirubin levels. Serum GGT levels increased, and albumin levels decreased, although not significantly. The Dox+MO-200 group showed a significant decrease in bilirubin levels, and the Dox+MO-400 group showed a significant decrease in GGT levels. No significant differences were observed in albumin levels among groups. From these results, it can be concluded that MO at doses of 200 mg/kgBW and 400 mg/kgBW demonstrated potential in mitigating doxorubicin-induced liver damage.

"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alexander Krishna Ernanda
"Latar Belakang: Pengawet dalam tetes mata memengaruhi permukaan okular, ditemukan terutama pada pasien yang menggunakan obat tetes anti-glaukoma. Beredar tetes mata timolol maleat dengan pengawet chlorhexidine gluconate (CHG) yang belum pernah diteliti efeknya terhadap parameter permukaan okular.
Tujuan: Mengetahui pengaruh pengawet chlorhexidine gluconate 0,002% dalam sediaan timolol maleat 0,5% (timolol-CHG) terhadap permukaan okular pasien glaukoma dan hipertensi okuli.
Metode: Penelitian eksperimental terandomisasi dengan samar tunggal pada 54 mata pasien dengan diagnosis glaukoma maupun hipertensi okuli yang menggunakan timolol maleat 0,5% pengawet polyquaternium-1 (timolol-PQ1) <12 bulan. Dua puluh tujuh mata mengganti pengobatan ke timolol-CHG dan 27 mata melanjutkan timolol-PQ1. Dinilai tear break up time (TBUT), tear break up pattern (TBUP), skor pewarnaan kornea konjungtiva (staining), skor ocular surface disease index (OSDI), Schirmer I dan TIO awal dan sesudah satu bulan intervensi.
Hasil: Nilai rerata selisih TBUT 0,15±5,28 detik pada kelompok timolol-CHG dan (- 1,30)±3,47 pada timolol-PQ1. Tidak terdapat perbedaan bermakna selisih nilai parameter permukaan okular (TBUT, staining, OSDI, Schirmer I) maupun TIO antar kedua kelompok. Line dan dimple pattern merupakan TBUP yang paling banyak ditemukan pada kedua kelompok baik sebelum maupun sesudah intervensi. Analisis dalam kelompok mendapatkan penurunan TBUT bermakna (p < 0,05) pada kelompok timolol-PQ1 setelah dibandingkan dengan sebelum intervensi, pada kelompok timolol-CHG tidak didapatkan perbedaan bermakna.
Kesimpulan: Timolol-CHG memiliki efek terhadap permukaan okular dan TIO sebanding dengan timolol-PQ1. Penggunaan timolol-CHG dapat dipertimbangkan sebagai alternatif jangka pendek pengobatan glaukoma.

Background: Patients with glaucoma and ocular hypertension using topical anti-glaucoma medication are more likely to have ocular surface problems. It happens mainly due to the preservatives in the eye drops. Chlorhexidine gluconate (CHG) as a preservative have not been studied for their effects on ocular surface parameters.
Objective: To evaluate the effect of chlorhexidine gluconate 0,002% preseved timolol maleate 0,5% (timolol-CHG) on the ocular surface of patients with glaucoma and ocular hypertension.
Methods: Randomized single-blind controlled trial in 54 eyes of patients diagnosed with glaucoma or ocular hypertension that has been using polyquaternium-1 preserved timolol maleate 0.5% (timolol-PQ1) for <12 months. Twenty-seven eyes switched therapy to timolol- CHG, and 27 eyes continued with timolol-PQ1. Tear break-up time (TBUT), tear break-up pattern (TBUP), corneal-conjunctival staining score, ocular surface disease index (OSDI) scoring, Schirmer I, and intraocular pressure (IOP) were assessed at baseline and one month post intervention.
Results: Mean differences (1 month-baseline) of TBUT were 0.15±5.28 seconds in timolol- CHG group and (-1.30)±3.47 in timolol-PQ1 group. There were no difference (p > 0.05, for all) between groups in terms of ocular surface parameters (TBUT, staining, OSDI, Schirmer I) and IOP mean differences. Line and dimple pattern were the most common break-up pattern found in both group at baseline and at 1 month. Analysis within group found significant difference (p < 0.05) of timolol-PQ1 TBUT at 1 month compared to baseline, TBUT were lower at 1 month.
Conclusion: Timolol-CHG has comparable effects on the ocular surface and IOP comparable to timolol-PQ1. The use of timolol-CHG may be considered as a short-term alternative for glaucoma treatment.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library