Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Indah Pajar Yani
Abstrak :
Pendahuluan : GERD dapat menurunkan kualitas hidup yang dapat dipicu dan dieksaserbasi dengan stres. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara stres kerja dengan kejadian GERD. Metode : Penelitian ini merupakan penelitian potong lintang pada Januari hingga April 2021 terhadap 100 guru SD di Cipondoh, Kota Tangerang yang dipilih melalui metode multistage cluster random sample. Para guru mengisi kuesioner melalui google form. Kuesioner GERDQ digunakan untuk mendiagnosis GERD, sementara stres kerja dinilai menggunakan Teacher Stress Inventory (TSI). Seluruh faktor risiko yang mungkin ada dianalisa. Data yang didapat diolah dengan menggunakan analisis bivariat. Hasil : Mayoritas guru adalah perempuan, berusia dibawah 40 tahun, mengajar sekolah swasta, dan memiliki pengalaman mengajar lebih dari lima tahun. Guru yang mengalami stres rendah sebanyak 77% dengan beban kerja sebagai stresor utama. Prevalensi GERD didapatkan sebanyak 23%. Dari hasil penelitian ini, tidak didapatkan hubungan yang bermakna antara stres kerja pada guru dengan kejadian GERD (p=0,69). Faktor resiko yang bermakna secara statistik ialah merokok (p = 0,037; OR : 11,4). Karakteristik guru, obesitas, diet tinggi lemak, kafein serta peristiwa hidup yang stressful bukan merupakan faktor resiko yang bermakna. Kesimpulan : Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara stres kerja dengan GERD ......GERD can reduce the quality of life and it can triggered and exacerbated by stress. The aim of this study is to find a relationship between occupational stress and GERD. Method: This is a cross-sectional study, held in September 2020-July 2021. This study were involving 100 elementary teacher in Cipondoh, Kota Tangerang, whom selected by multistage cluster random sample method, and completing the questionnaire using google form application. The GERDQ Questioner were used to diagnose GERD, while occupational stress assessed using the Teacher Stress Inventory (TSI). All possible risk factors were analysed. Results were analysed using bivariate analysis. Results: Most of the subject were female, under 40 years old, work in private school, and have more than five years experiences of teaching. They are having a low occupational stress (77%), workload being the most stressor. The prevalence of GERD was 23%. The result of this study failed to indicate a significant relationship between occupational stress among the teachers and GERD (p = 0,69). We found that the statistically significant risk factors of GERD is smoking (p = 0,037; OR = 11,4). Characteristic subject, obesity, fat dietary, caffein, and (stressful) life events were not a significant risk factors of GERD. Conclusion: We didn’t find any significant relationship between teacher stress and GERD.
Depok: Fakultas Kedokteran Univesitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anitasari Kusumawati
Abstrak :
PENDAHULUAN : Stres kerja merupakan hal yang berisiko bagi keselamatan dan kesehatan pekerja. Salah satu yang merupakan penyebab stres kerja adalah perundungan di tempat kerja. Pertama kali dijelaskan oleh Leymann pada tahun 1984, perundungan di tempat kerja terus dilaporkan di berbagai negara.Perundungan merupakan suatu media penghubung yang kuat antara stres dengan kesehatan fisik pekerja, pada kerah biru maupun kerah putih. Di Indonesia, belum terdapat prevalensi maupun studi maupun penelitian lebih lanjut terhadap faktor perundungan sebagai faktor signifikan yang menyebabkan stres di tempat kerja. TUJUAN : penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antara perundungan di tempat kerja terhadap stres kerja pada pekerja kerah putih dan kerah biru di perusahaan, sebagai strategi peningkatan produktivitas dengan optimalisasi manajemen stres pada pekerja. METODE : Penelitian ini merupakan studi analitik potong lintang dengan menggunakan kuesioner perundungan Negative Acts Questionnaire-Revised (NAQ-R) dan Perceived Stres Scale – 10 (PSS-10) sebagai pengukur tingkat stres pekerja. Tingkat perundungan juga dihubungkan dengan faktor risiko stres lainnya seperti, jenis pekerja (kerah biru dan kerah putih), jenis kelamin, usia, status pernikahan, gaji, komunikasi, dan beban kerja. HASIL PENELITIAN : Sebanyak 409 pekerja pabrik garmen di Indonesia menjadi responden, dengan rerata tingkat stress 12,3 (±6,17) berdasar skala PSS-10 dan 23,3 (±2,39) angka perundungan menurut NAQ-R. Intimidation bullying merupakan jenis perundungan yang paling sering ditemukan. Perundungan berhubungan kuat dengan tingkat stres, gaji, dan faktor komunikasi pekerja. Persepsi Stress memiliki hubungan signifikan dengan kategori komunikasi dan gaji. KESIMPULAN  Perundungan di tempat kerja memiliki hubungan terhadap stres kerja pada pekerja, baik kelompok pekerja kerah putih dan kerah biru. Komunikasi yang kurang baik dan gaji yang lebih rendah juga memiliki hubungan dengan perundungan di tempat kerja. ......INTRODUCTION: Work stress is a risk to worker’s safety and health. One of the causes of work stress is bullying in the workplace. First described by Leymann in 1984, workplace bullying continues to be reported in various countries.Bullying has a strong correlation between stress and the physical health of workers, both "blue collar" and “white collar” workers. In Indonesia, there has been no prevalence or further studies or research on bullying as a significant factor that causes stress in the workplace. AIM: This research aims to analyze the relationship between workplace bullying and work stress in white-collar and blue-collar workers in companies, as a strategy to increase productivity by optimizing stress management in workers. METHODS: This research is an analytic cross-sectional study using the Negative Acts Questionnaire-Revised (NAQ-R) bullying questionnaire and Perceived Stress Scale – 10 (PSS-10) as a measure of workers' stress levels. The level of bullying is compared to other stress risk factors such as type of worker (blue collar and white collar), gender, age, marital status, salary, communication and workload. RESULTS: A total of 409 garment factory workers in Indonesia were respondents, with an average stress level of 12.3 (±6.17) based on the PSS-10 scale and 23.3 (±2.39) level of bullying according to NAQ-R. Intimidation bullying is the most common type of bullying. Bullying is strongly related to workers' stress levels, wages, and communication factors. Perceived Stress had a significant relationship with communication categories and wages. CONCLUSION: Bullying in the workplace is related to work stress in workers, both white collar and blue collar workers. Poor communication and lower pay are also linked to workplace bullying.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yunita Fristiyanwati
Abstrak :
Latar Belakang Perilaku duduk menetap telah menjadi suatu rutinitas yang berkontribusi sebagai penyebab gangguan kesehatan seperti keropos tulang. Namun, untuk beberapa orang seperti pekerja kantoran, hal ini sulit dihindari. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan faktor risiko individu dan pekerjaan terhadap kepadatan mineral tulang (Bone Mineral Density/BMD) pada pekerja kantoran dengan pola kerja sedenter. Metode Penelitian ini merupakan studi potong lintang pada populasi pekerja administratif di RS Olahraga Nasional dan Kemenpora RI pada bulan Januari-Maret 2023. Variabel terikat adalah kepadatan mineral tulang berupa skor T yang diukur menggunakan alat DEXA. Variabel bebas mencakup faktor individu seperti usia, jenis kelamin, riwayat osteoporosis pada keluarga, indeks massa tubuh (IMT), merokok, minum alkohol, asupan kalsium, asupan vitamin D, penyakit DM, aktivitas fisik di luar tempat kerja dan faktor pekerjaan yaitu lama duduk harian di tempat kerja. Hasil Subjek penelitian berjumlah 110 orang pekerja kantoran, 70,9% perempuan, median usia 37 tahun. Skor BMD rendah terdapat pada 29 subjek (26,4%) terdiri dari 3 subjek dengan osteoporosis dan 26 subjek dengan osteopenia. Analisis multivariat dengan regresi logistik mendapatkan faktor yang berhubungan secara independen dengan skor BMD rendah adalah penyakit DM (OR 10,7 dengan IK 95% 1,3-85,2), lama duduk di tempat kerja >6 jam/hari (OR 8,5 dengan IK 95% 2,8-25,5), IMT kurus (OR 7,5 dengan IK 95% 1,2-46,6), dan usia>50 tahun (OR 5,1 dengan IK 95% 1,6-15,9). Tidak ditemukan adanya hubungan yang signifikan antara jenis kelamin, asupan vitamin D, aktivitas fisik, dan merokok terhadap skor BMD yang rendah. Kesimpulan. Satu dari empat pekerja kantoran mengalami skor kepadatan mineral tulang yang rendah yang berhubungan dengan penyakit DM, lama duduk di tempat kerja, status gizi, dan usia. Diperlukan tata laksana okupasi berupa modifikasi posisi bekerja untuk mengurangi waktu duduk harian demi mencegah terjadinya gangguan kesehatan tulang di kemudian hari. ......Background Prolonged sitting has become a routine that contributes to causing health problems, one of which is bone loss. However, for some people, such as office workers, this is difficult to avoid. The aim of this study was to determine the relationship between individual and occupational risk factors on bone mineral density (BMD) in sedentary office workers. Methods This research is a cross-sectional study conducted on a population of office workers at the National Sports Hospital and the Indonesian Ministry of Youth and Sport in January-March 2023. The dependent variable is bone mineral density in the form of a T-score as measured using Dual Energy X-ray Absorptiometry (DEXA). Independent variables include individual factors such as age, gender, family history of osteoporosis, body mass index (BMI), smoking, alcohol consumption, calcium intake, vitamin D intake, history of DM, physical activity, and occupational factors, namely daily sitting time at work. Results The subjects totaled 110 office workers, 70.9% were female, the median age was 37 years old. Low BMD were found in 29 subjects (26.4%) consisting of 3 subjects with osteoporosis and 26 subjects with osteopenia. Multivariate analysis using logistic regresion found factors that were independently associated with a low BMD were history of diabetes mellitus (OR 10.7, 95% CI 1.3-85.2), duration of daily sitting at work > 6 hours (OR 8.5, 95% CI 2.8-25.5), underweight (OR 7.5, 95% CI 1.2-46.6), and age> 50 years old (OR 5.1, 95% CI 1,6-15,9). No significant relationship was found between gender, vitamin D intake, physical activity, and smoking on low BMD. Conclusions One in four office workers experience a low bone mineral density related to DM, prolonged sitting at work, nutritional status, and age. Occupational management is needed in the form of modifying work positions to reduce daily sitting time and to prevent bone loss in the future.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library