Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 6 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Mathilda Albertina
"ABSTRAK
Pada usia lanjut terjadi gangguan keseimbangan yang dapat menyebabkan jatuh. Oleh karena itu, diperlukan intervensi latihan. Latihan berbasis kelompok lebih disukai oleh usia lanjut namun sayangnya latihan keseimbangan berbasis kelompok belum tersedia di Indonesia. Senam osteoporosis yang dibentuk oleh PEROSI mungkin dapat memperbaiki keseimbangan oleh karena memiliki komponen latihan keseimbangan dan penguatan. Penelitian ini bertujuan menilai efek senam osteoporosis terhadap keseimbangan pada usia lanjut. Performa keseimbangan dinilai dengan pemeriksaan Timed Up and Go(TUG) dan Berg Balance Scale (BBS). Senam osteoporosis dilakukan 3 kali dalam seminggu selama 8 minggu. Terdapat 22 subjek yang menyelesaikan penelitian. Nilai TUG sebelum intervensi adalah 14,25 (9,82-31,25) detik, sesudah intervensi adalah 15,11±2,76 detik (p=0,380). Nilai BBS sebelum intervensi adalah 51,5 (18-56) dan sesudah intervensi adalah 50,77±3,3 (p=0,174). Secara statistik, tidak didapatkan perbedaan bermakna baik pada TUG maupun BBS sebelum dan setelah senam osteoporosis selama 8 minggu. Oleh karena itu, diperlukan suatu intervensi latihan lain yang berfokus pada keseimbangan untuk mengurangi risiko jatuh pada usia lanjut.

ABSTRACT
lderly usually have balance problem that can cause fall. Therefore, exercise intervention is needed. Community-based exercise is preferred by the elder. Unfortunately, there is no community-based balance exercise in Indonesia. Senam Osteoporosis by PEROSI probably can improve balance since it have balance exercise and strengthening component. This study aimed to know the effects Senam Osteoporosis to balance in elderly. Balance performance was evaluated with Timed Up and Go (TUG) and Berg Balance Scale (BBS). Senam Osteoporosis was done 3 times/week for 8 weeks. There were 22 subject that finish this study. TUG before was 14,25 (9,82-31,25) seconds, after intervention was 15,11±2,76 seconds (p=0,380). BBS score before was 51,5 (18-56), after intervention was 50,77±3,3 (p=0,174). Statistically, there were no difference of TUG and BBS before and after Senam Osteoporosis for 8 weeks. Therefore, other exercise intervention that focused on balance is needed to reduce risk of fall in elderly."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T59193
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andi Diyanti Yaumil Sulfa
"Tesis ini disusun dengan metode evidence-based case report (EBCR) yang merupakan metode pelaporan sebuah masalah klinis dengan pendekatan berbasis bukti. Pasien laki-laki, 39 tahun, dengan cedera medulla spinalis paraplegia kronis pengguna kursi roda manual datang dengan keluhan nyeri pada kedua bahu VAS 4. Keluhan nyeri dirasakan dalam 4 bulan terakhir dan dirasakan terutama saat transfer dan mengayuh kursi roda. Pertanyaan klinis dari kasus ini yaitu apakah pemberian latihan penguatan otot-otot ekstremitas atas dapat mengurangi nyeri bahu dan meningkatkan kemampuan fungsional individu cedera medula spinalis paraplegia pengguna kursi roda manual dan wheeling mandiri dengan nyeri bahu. Pencarian literatur dilakukan pada pusat data Cochrane, Pubmed, Scopus, Science Direct, dan Sage Journals. Dari seleksi judul dan abstrak berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi dan pembacaan jurnal secara menyeluruh diperoleh tiga artikel yang sesuai dengan pertanyaan klinis. Dilakukan analisis ketiga artikel tersebut dengan menilai kualitasnya berdasarkan validitas, kepentingan dan aplikabilitasnya. Hasil analisis menunjukkan bahwa latihan penguatan otot-otot bahu dengan intensitas sedang pada pasien cedera medulla spinalis paraplegia pengguna kursi roda manual selama 8 hingga 12 minggu berujung pada perbaikan bermakna nyeri bahu kronis yang dinilai dengan Visual Analog Pain Scale (VAS) dan Wheelchair User’s Shoulder Pain Index (WUSPI). Hasil analisis subgrup juga menunjukkan perbaikan bermakna kemampuan fungsional sendi bahu yang dinilai dengan Physical Examination of the Shoulder Scale (PESS), the 36-item Short Form Health Survey (SF-36), the subjective quality of life scale (SQoL), dan Patient Global Impression of Change Scale. Kesimpulan penelitian ini adalah latihan penguatan ekstremitas atas pada pasien cedera medula spinalis paraplegia yang menggunakan kursi roda manual dengan nyeri bahu memiliki manfaat positif dalam penurunan nyeri bahu dan perbaikan kemampuan fungsional sendi bahu dalam aktivitas sehari-hari.

This was an evidence-based case report (EBCR) designed to figure out the effects of upper extremities strengthening exercise towards shoulder pain experienced by spinal cord injury paraplegic patients who were manual wheelchair users. EBCR referred to a clinical case report with evidence-based approach method. A 39 year old paraplegic male patient came to the outpatient clinic with complaints of bilateral shoulder pain, VAS 4, in the past 4 months, especially felt during transfer and wheeling propulsion. This raised a clinical question whether upper extremities strengthening exercise would be able to reduce pain and improve shoulder function in paraplegic patients who were manual wheelchair users. Literature search in accordance with the clinical question was conducted on Cochrane, Pubmed, Scopus, Science Direct, and Sage Journals databases. Selection of titles and abstracts based on inclusion and exclusion criteria, multiple screening and thorough reading of the journal articles resulted in three suitable articles. Analysis was carried out on these articles by assessing their quality based on their validity, importance and applicability. The result of our analysis showed that shoulder strengthening exercises in moderate intensity performed in duration of 8 to 12 weeks demonstrated significant improvement in pain reduction assessed with Visual Analog Pain Scale (VAS), and Wheelchair User’s Shoulder Pain Index (WUSPI). Subgroup analysis showed significant improvement in shoulder function with improvement in Physical Examination of the Shoulder Scale (PESS), the 36- item Short Form Health Survey (SF-36), the subjective quality of life scale (SQoL), and Patient Global Impression of Change Scale. In summary, shoulder strengthening exercises have been demonstrated to improve shoulder pain dan function significantly in spinal cord injury paraplegic patients who used manual wheelchair for mobility on daily basis."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Tiffany
"Tesis ini bertujuan untuk mengetahui nilai titik potong tes SPPB sebagai tes performa fisik dalam mendiagnosa sarkopenia pada pasien lanjut usia di rawat jalan. Selain itu juga untuk mengetahui nilai sensitivitas dan spesifisitas tes SPPB berdasarkan kecepatan jalan 6 meter untuk estimasi performa fisik sebagai komponen sarkopenia. Penelitian ini merupakan studi potong lintang pada pasien lanjut usia rawat jalan di RSUPN Ciptomangunkusumo. Pada penelitian ini didapatkan 100 subjek yang diminta melakukan uji SPPB, uji kecepatan jalan 6 meter, uji penilaian massa otot dengan BIA (Bio Impedance Analysis), dan penilaian kekuatan otot dengan menggunakan handgrip dynamometer. Dari hasil penilaian didapatkan nilai titik potong 7 untuk populasi total dan populasi perempuan. Sedangkan untuk populasi laki laki didapatakan nilai 8. Setelah didapatkan titik potong baru, dilakukan uji diagnostik antara nilai SPPB titik potong baru dengan status performa fisik menurun berdasarkan kecepatan jalan 6 meter. Dari penilaian didapatkan sensitivitas 81.5% dan spesifisitas 73.7% untuk populasi total. Pada populasi perempuan didapatkan sensitivitas 81.4% dan spesifisitas 66.7%. Sedangkan untuk populasi laki laki menggunakan titik potong 8 didapatkan sensitivitas 81.8% dan spesifisitas 71.4%. Kesimpulan penelitian ini adalah SPPB dengan nilai titik potong 7 untuk populasi perempuan dan 8 untuk populasi laki laki baik dipakai sebagai alat uji untuk screening dan diagnostik performa fisik sebagai komponen sarkopenia rawat jalan.

This thesis aims to determine the cut-off point of the SPPB test as a physical performance test in diagnosing sarcopenia in elderly patients on an outpatient basis. In addition, to determine the sensitivity and specificity of the SPPB test based on a walking speed of 6 meters to estimate physical performance as a component of sarcopenia. This study is a cross-sectional study of elderly outpatients at Ciptomangunkusumo General Hospital. In this study, 100 subjects were asked to perform the SPPB test, 6 meter walking speed test, muscle mass assessment test using BIA (Bio Impedance Analysis), and muscle strength assessment using a handgrip dynamometer. From the results of the assessment, it was found that the cut-off point was 7 for the total population and the female population. As for the male population, a score of cut oof point is 8. After obtaining a new cut-off point, a diagnostic test was conducted between the SPPB value of the new cut-off point and the decreased physical performance status based on a 6-metre walking speed. From the assessment, sensitivity was 81.5% and specificity was 73.7% for the total population. In the female population, sensitivity was 81.4% and specificity was 66.7%. Meanwhile, for the male population using the 8 cut-off point, the sensitivity was 81.8% and the specificity was 71.4%.The conclusion of this study is that the SPPB with a cutoff value of 7 for the female population and 8 for the male population can be used as a test tool for screening and diagnostic of physical performance as a component of outpatient sarcopenia."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Intan Sari Maharani
"Tesis ini disusun untuk mengetahui efektivitas pemberian latihan peregangan dan penguatan tangan terhadap fungsi tangan pada pasien artritis reumatoid (AR). Penelitian ini menggunakan desain randomized control trial. Sebanyak 32 subjek penelitian yang merupakan pasien AR yang memenuhi kriteria remisi Boolean, tidak ada deformitas, dan berusia 18-60 tahun, dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok perlakuan dan kontrol. Pada kelompok perlakuan diberikan edukasi mengenai latihan tangan yang terstruktur dan dibekali dengan buku panduan dan video untuk latihan di rumah. Kelompok perlakuan melakukan latihan di rumah dengan frekuensi 2x/hari, selama enam minggu. Latihan disupervisi 3x/minggu melalui video call. Sedangkan kelompok kontrol, diberikan edukasi mengenai pentingnya latihan tangan di rumah, tanpa diberikan buku panduan dan video latihan, serta tidak dilakukan supervisi latihan. Kedua kelompok di evaluasi setiap dua minggu melalui metode kunjungan rumah. Fungsi tangan yang merupakan luaran penelitian ini adalah nilai lingkup gerak sendi (LGS) tangan (palmar dan dorsal fleksi, defisit fleksi, defisit ekstensi, defisit oposisi) yang diukur dengan goniometer, kekuatan genggaman dan kekuatan pinch yang diukur dengan dinamometer handgrip dan pinch JAMAR pada tangan dominan. Analisis statistik dilakukan untuk membandingkan perubahan nilai luaran tersebut sesudah intervensi pada kedua kelompok. Hasil penelitian menyatakan bahwa pemberian latihan peregangan dan penguatan tangan efektif dalam meningkatkan fungsi tangan pada pasien AR dalam waktu 6 minggu. Pada kelompok perlakuan terdapat peningkatan nilai LGS palmar fleksi 5 (0-10) derajat, dorsal fleksi 5 (5-20) derajat, kekuatan genggaman 6,04 (± 2,6) kgf, kekuatan lateral pinch 0,97 (0,66-1,67) kgf, kekuatan three-jaw chuck 1 (±0,58) kgf, dan kekuatan tip pinch 1 (0,67-1,33) kgf. Sedangkan pada kelompok kontrol tidak didapatkan peningkatan LGS dan cenderung terjadi penurunan pada kekuatan genggaman dan kekuatan pinch. Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk merancang program latihan tangan yang aman pada pasien AR yang sudah mengalami deformitas.

This thesis was aimed to determine the effectiveness of giving hand stretching and strengthening exercises on hand function in rheumatoid arthritis (RA) patients. The study design was randomized control trial. A total of 32 subjects who were AR patients who met the criteria for Boolean remission, had no deformity, and aged between 18-60 years old, were divided into two groups, namely the intervention and control groups. The intervention group was given education about structured hand exercises and was provided with guidebook and video for exercise at home. The intervention group did exercise at home with a frequency of 2x/day, for six weeks. Exercise is supervised 3x/week by video call. Meanwhile, the control group was given education about the importance of hand exercises at home, without being given a guidebook and exercise video, also not supervise for exercises. Both groups were evaluated every 2 weeks through the home visit method. Hand function which is the outcome of this study is the value of the range of motion (ROM) of the hand (palmar and dorsal flexion, flexion deficit, extension deficit, opposition deficit) as measured by a goniometer, grip strength and pinch strength as measured by JAMAR handgrip and pinch dynamometer on dominant hand. Statistical analysis was performed to compare the changes in the outcome values after the intervention in the two groups. The results of the study stated that giving stretching and strengthening exercises was effective in improving hand function in RA patients within 6 weeks. In the treatment group there was an increase in ROM palmar flexion values of 5 (0-10) degrees, dorsal flexion of 5 (5-20) degrees, grip strength 6.04 (± 2.6) kgf, lateral pinch strength 0.97 (0.66 -1.67) kgf, three-jaw chuck strength 1 (±0.58) kgf, and tip pinch strength 1 (0.67-1.33) kgf. Meanwhile, in the control group, there was no increase in ROM and there was a tendency for a decrease in grip strength and pinch strength. Further research is needed to design a safe hand exercise program in AR patients who already have deformities."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Pasaribu, Melda Lamtiur
"Latar belakang: Kanker rektum merupakan keganasan pada bagian kecil terakhir dari usus besar sebelum anus. Terapi bedah merupakan modalitas utama untuk kanker stadium dini. Metode anterior resection saat ini merupakan standar baku terapi pembedahan pada kanker rektum. Metode ini merupakan sphincter-preserving surgery yang dapat mengurangi risiko dilakukannya kolostomi permanen. Sebesar 60-80% pasien mengalami gejala disfungsi usus besar setelah prosedur pembedahan tersebut. Biofeedback dideskripsikan sebagai penggunaan sebuah instrumen untuk mengubah proses fisiologis menjadi lebih jelas kepada pengguna dengan memberikan respon visual dan atau auditori yang spesifik sebagai representasi dari proses tersebut, yang bertujuan untuk meningkatkan respon tertentu. Diharapkan pemberian latihan penguatan otot dasar panggul dengan biofeedback memberikan hasil signifikan terhadap perbaikan kekuatan otot dasar panggul. Metode: Penelitian ini merupakan studi acak terkontrol pada 24 subjek dengan kanker rektum pasca-pembedahan angkat tumor berusia 40-70 tahun, sebagian masih terpasang stoma. Subjek dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu kelompok kontrol yang melakukan latihan penguatan otot dasar panggul 3 kali 20 repetisi per hari untuk masing- masing fast twitch dan slow twitch. Kelompok intervensi mendapat latihan yang sama ditambah penguatan otot dasar panggul menggunakan pressure biofeedback Myomed 932 setiap minggu. Penelitian berlangsung 4 minggu. Penilaian kekuatan otot dasar panggul dilakukan secara subjektif dengan skala Oxford dan secara objektif dengan manometer biofeedback. Hasil: Terdapat peningkatan kekuatan otot dasar panggul yang signifikan pada kelompok kontrol (p=0,000) dan intervensi (p=0,000) setelah 4 minggu. Dan kelompok intervensi memiliki kekuatan akhir otot dasar panggul yang lebih baik (p=0,01). Kesimpulan: Latihan pressure biofeedback otot dasar panggul selama 4 minggu pada pasien kanker rektum pasca-pembedahan, kemoterapi, radioterapi memberikan efek peningkatan kekuatan otot dasar panggul yang secara statistik lebih signifikan dibandingkan dengan terapi standar.

Background: Rectal cancer is a cancer in last part of the colon before the anus. Surgery is the main treatment in early stage. Anterior resection method is the gold standard for surgery in rectal cancer. This method is a sphincter-preserving surgery that can reduced risk of permanent colostomy. 60-80% patient had colon disfunction after this surgery method. Biofeedback is an instrumental use to change physiologic process becomes clearer for the user by giving visual and or auditory response as a representative of the process. Using biofeedback in pelvic floor muscle exercise is expected to give a better result in increasing pelvic floor muscle contraction. Method: This is a randomized controlled trial study including 24 subjects with post-surgery, chemotherapy, radiotherapy age 40-70 years old, some still in stoma use. Subjects were divided into 2 groups, control group with pelvic floor muscles exercise three times per day, every day, with 20 repetitions of fast and slow twitch exercise. The intervention group got the same exercise and pelvic floor muscles exercise using pressure biofeedback Myomed 932 every week. This study is done for 4 weeks. The pelvic floor muscles contraction was measured using manometer biofeedback and Oxford scale. Result: There is significant increase in pelvic floor muscle contraction in control (p=0,000) and intervention (p=0,000) group after four weeks. The intervention group had a better pelvic floor muscle contraction (p=0,01). Conclusion: Pelvic floor muscles exercise using pressure biofeedback for 4 weeks in rectal cancer patients post-surgery, chemotherapy, and radiotherapy gave better effect in muscles contraction regarding the standar therapy."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Shynta Dewiyana Hantogo
"Proporsi usia lanjut di Indonesia meningkat setiap tahunnya sehingga perlu diikuti dengan rencana strategis perawatan kesehatan. Frailty dikaitkan dengan ketidakmandirian akibat fungsi yang buruk, berakibat turunnya performa fisik. Uji Timed Up and Go (TUG) merupakan pengukuran performa fisik yang dilakukan di klinis. Latihan beban merupakan salah satu intervensi untuk mencegah keadaan pre-frail menjadi frail atau mencegah frail menjadi lebih buruk. Jarak dan biaya untuk ke fasilitas merupakan salah satu kendala, sehingga dibutuhkan latihan yang sederhana, ekonomis dan aman untuk dilakukan di rumah. Penelitian ini menggunakan One group Pre and Post-test design pada 21 orang usia lanjut dengan pre-frail dan frail. Setelah dilakukan latihan beban dengan pita elastis 3x/ minggu selama 8 minggu, didapatkan penurunan waktu uji TUG dari 9.98 ± 2.01 menjadi 8.79 ± 1.53 detik (p<0.001) yang disebabkan oleh peningkatan massa otot akibat sintesis protein, pengurangan kortisol mengakibatkan berkurangnya proses katabolik pada otot dan peningkatan adaptasi neuromuskular. Peningkatan indeks EQ5D5L 0.881 menjadi 0.914 (p= 0.016) dan VAS-EQ5D5L 80 menjadi 85 (p<0.001). Aspek kemampuan berjalan dan rasa depresi/ cemas memainkan peran penting dalam seluruh aspek kualitas hidup. Terdapat peningkatan performa fisik disertai peningkatan kualitas hidup usia lanjut dengan pre-frail dan frail setelah latihan beban dengan pita elastis.

The proportion of elderly in Indonesia increases every year so a health care strategic plan is needed. Frailty is associated with independence due to poor functioning, resulting in decreased physical performance. Timed Up and Go Test (TUG) is used in clinical settings for physical performance. Resistance training is an intervention to prevent the pre-frail becoming frail or prevent frailty getting worse. Distance and cost to the facility is one of the obstacles. A simple and safe training in home is needed. This study is One group Pre and Post-test design on 21 people elderly with pre-frail and frail. After 3x/ week for 8 weeks resistance training using elastic bands, the TUG was decreased from 9.98 ± 2.01 to 8.79 ± 1.53 seconds (p <0.001) due to increased muscle mass caused by protein synthesis, reduced cortisol resulted in reduced catabolic process and increasing neuromuscular adaptation. The EQ5D5L index of 0.881 to 0.914 (p = 0.016) and VAS-EQ5D5L 80 to 85 (p <0.001). Mobility and anxiety/ depression play an important role in all aspects of quality of life. Physical performance is increasing followed by increasing the quality of life in elderly with pre-frail and frail after resistance training with elastic bands."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library