Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fachrull
Abstrak :
Latar belakang : Tumor mediastinum memiliki angka kematian yang tinggi dari keseluruhan pasien dengan massa mediastinum. Saat ini sudah ada kemudahan akses untuk mendapatkan pelayanan diagnosis histopatologi dan pembiayaan pengobatan tumor mediastinum, namun belum ada penelitian mengenai kesintasan 1 tahun tumor mediastinum sebelumnya. Oleh karena itu, penelitian dilakukan untuk melakukan penilaian profil tumor mediastinum dan kesintasan 1 tahun di RSCM. Tujuan : Mengetahui profil dan kesintasan 1 tahun tumor mediastinum di RSCM. Metode : Studi potong lintang dilakukan untuk menilai profil dan kesintasan 1 tahun tumor mediastinum. Studi dilakukan dengan menelusuri rekam medik 104 pasien yang telah didiagnosis tumor mediastinum di RSCM selama bulan Januari 2011-Juni 2018. Hasil : Dari 721 pasien yang rekam mediknya ditelusuri, sebanyak 104 pasien (67 pria dan 37 wanita) dengan usia rerata 44,33 ± 15,79 tahun dijadikan sampel setelah melalui kriteria eksklusi. Manifestasi klinis ditemukan pada 100 pasien dengan gejala terbanyak ialah sesak napas (60 kasus). Mediastinum anterosuperior menjadi lokasi terbanyak tumor mediastinum (85 kasus). Jenis tumor yang paling sering ditemukan ialah timoma (31 kasus). Dua puluh satu pasien menjalani biopsi insisi untuk mendapatkan diagnosis histopatologi. Sebanyak 62 pasien memiliki riwayat pengobatan dengan pengobatan terbanyak adalah operasi (28 kasus). Kesintasan 1 tahun tumor mediastinum di RSCM sebesar 62% dengan mean survival 9,25 bulan (8,29 -10,2 bulan). Kesimpulan : Didapatkan profil tumor mediastinum yang bervariasi dibandingkan penelitian-penelitian sebelumnya, serta kesintasan 1 tahun tumor mediastinum di RSCM pada rentang Januari 2011-Juni 2018. Diperlukan penelitian lanjutan dengan sampel yang lebih banyak meliputi center lain di Indonesia untuk dapat menggambarkan profil dan kesintasan tumor mediastinum secara Nasional.
Background : Mediastinal tumor has a high mortality rate among patients with mediastinal mass. There are some improvement to histopathological diagnosis service and treatment access for mediastinal tumor recently, but no recent studies about 1-year survival rate of mediastinal tumors. Therefore, this research was done to assess mediastinal tumor profile and 1-year survival rate at RSCM. Aim : To assess mediastinal tumor profile and 1-year survival rate at RSCM. Methods : Cross-sectional design was used to assess mediastinal tumor profile and its one-year survival rate. This study was done by exploring 104 medical records of patients diagnosed with mediastinal tumor at RSCM during January 2011-June 2018. Results : From all 721 patientss medical records explored, there are 104 patients was taken as samples following exclusion criteria, including 67 males and 37 females with mean age of 44,33 ± 15,79 years. Clinical manifestation was found in 100 patients, with dyspnea was the most common symptom (60 cases). Anterior superior mediastinal area was the most common location of mediastinal tumor (85 cases). The most frequent tumor found was thymoma (31 cases). Twenty one patients underwent incisional biopsy to achieve histopathological diagnosis. A total of 62 patients had treatment history with the most common treatment was surgery (28 cases). One-year survival rate of mediastinal tumor at RSCM was 62% with mean survival of 9,25 months (8,29-10,2 months). Conclusion : Mediastinal tumor profiles in our series varied from some previously published reports. We reported 1-year survival of mediastinal tumors in the RSCM in during January 2011-June 2018. Further studies are needed with more samples covering other centers in Indonesia to be able to describe national profile and survival of mediastinal tumors.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Bonita Effendi
Abstrak :
Latar Belakang Sepsis masih menjadi penyebab utama morbiditas dan mortalitas. Diagnosis dini dan inisiasi bundle care dapat memperbaiki luaran pasien dengan sepsis. Namun, akurasi diagnosis sepsis masih sulit. Bakteremia Gram-negatif memiliki risiko syok sepsis lebih tinggi dan prognosis yang lebih buruk. Tujuan penelitian adalah mengetahui peran skor qSOFA, prokalsitonin, serta gabungan skor qSOFA dan prokalsitonin untuk memprediksi mortalitas pasien sepsis bakteremia Gram-negatif. Metode Penelitian kohort retrospektif dan prospektif menggunakan data rekam medik dan registri pasien sepsis Divisi Penyakit Tropik dan Infeksi Departemen Ilmu Penyakit Dalam RSCM melibatkan pasien berusia >18 tahun yang dirawat di RSCM selama Maret 2017-Oktober 2020. Data yang diekstraksi adalah karakteristik sampel, data pemeriksaan klinis dan laboratorium, serta luaran yaitu mortalitas dalam perawatan rumah sakit selama 28 hari pemantauan. Hasil 128 subyek penelitian terdiri atas 50,8% pasien laki-laki dengan median usia 48 (RIK 46-51) tahun. Mortalitas pasien dengan bakteremia Gram-negatif terjadi pada 51,6% dengan kesintasan kumulatif 48,4% (SE 0,96%). Peran skor qSOFA terbaik untuk memprediksi mortalitas dalam 28 hari perawatan dengan (AUROC 0,74; IK95% 0,66-0,82). Prokalsitonin menunjukkan performa yang buruk (AUROC 0,45; IK 95% 0,36-0,54) dalam memprediksi mortalitas pasien bakteremia Gram-negatif di RSCM. Bila dibandingkan dengan hasil nilai titik potong skor qSOFA, nilai AUROC skor qSOFA ditambah prokalsitonin, tidak berbeda bermakna AUROC 0,74 vs AUROC 0,75. Kesimpulan Performa skor qSOFA merupakan sistem skor terbaik dalam memprediksi mortalitas pasien dewasa dengan sepsis bakteremia Gram-negatif yang dirawat di RSCM. Performa gabungan skor qSOFA dan prokalsitonin tidak memberikan penambahan performa prediktor mortalitas dalam perawatan pasien dewasa dengan sepsis bakteremia Gram-negatif yang dirawat di RSCM. ......Background. Sepsis is a leading cause of mortality and morbidity globally. Early diagnosis and initiation of bundle care may improve the outcome. However, accurate diagnosis of sepsis is still challenging. Gram-negative bacteremia was reported to have higher risk of septic shock and poor prognosis. Aim of this study is to evaluate the role of qSOFA and procalcitonin in predicting mortality risk in patients with Gram-negative bacteremia, furthermore adding procalcitonin to the qSOFA score may improve the ability to predict mortality. Methods. This was a retrospective and prospective cohort study performed based on medical records and sepsis registry of Tropical and Infectious Disease Division, Internal Medicine Department of Cipto Mangunkusumo Hospital, conducted on patients aged > 18 years of age hospitalized from March 2017 until October 2020. The following data were obtained: sample characteristics, laboratory parameters, and 28-day mortality outcomes during hospitality. Results. 128 patients were enrolled. There are 50.8% male patients with median (IQR) of age 48 (46-51) years. Mortality rate of Gram-negative bacteremia is 51.6% with cumulative survival 48.4% (SE 0.96%). The role of qSOFA score to predict 28-day mortality rate is (AUROC 0.74; 95% CI 0.66-0.82). Procalcitonin shows poor performance in predicting mortality of patients with Gram-negative bacteremia (AUROC 0.45, 95% CI 0.36-.0.54). Combining qSOFA score with procalcitonin does not improve the ability to predict the 28-day mortality risk (AUROC 0.75, 95% CI 0.66-0.84). Conclusion. qSOFA score shows good performance in predicting mortality of patients with sepsis due to Gram-negative bacteremia. By adding procalcitonin does not improve its ability to predict mortality risk of patients with sepsis due to Gram-negative bacteremia.
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library